Penggunaan Kitosan Sebagai Absorben Untuk Menyerap Ion Fe Dan Kekeruhan Pada Campuran Larutan Deterjen Dan Besi
PENGGUNAAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN UNTUK
MENYERAP ION Fe DAN KEKERUHAN PADA CAMPURAN
LARUTAN DETERJEN DAN BESI
SKRIPSI
JATU WAHYUNI
090822051
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA EKSTENSI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
ANALISIS KADAR NITRIT PADA DAGING SAPI OLAHAN ( CORNET BEEF ) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.
JATU WAHYUNI 090822051
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA EKSTENSI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
Judul : PENGGUNAAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN UNTUK MENYERAP ION Fe DAN KEKERUHAN PADA CAMPURAN LARUTAN DETERJEN DAN BESI
Kategori : SKRIPSI
Nama : JATU WAHYUNI Nomor Induk Mahasiswa : 090822051
Program Studi : SARJANA (S1) EKSTENSI Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di,
Medan, Juli 2011
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Prof. Dr. Harry Agusnar,M.Sc. M.Phill Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc NIP. 195308171983031002 NIP. 195504051983031002
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
DR. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
PENGGUNAAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN UNTUK MENYERAP ION Fe DAN KEKERUHAN PADA CAMPURAN LARUTAN DETERJEN DAN BESI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2011
JATU WAHYUNI 090822051
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha penyayang, karena atas ridhonya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Prof.Dr. Harry Agusnar, M.Sc.M. Phill dan Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih juga ditunjukan kepada Ketua dan Sekretaris Departement Kimia Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst. M.S. dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc serta semua dosen departement kimia F.MIPA USU khususnya para Dosen Kimia Analitik. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tuaku tersayang
Ayahanda Endang Prawira dan Ibunda Siti Rohmah yang telah banyak memberikan dukungan dalam bentuk apapun sehingga penulis mampu melalui semuanya. Terimakasih juga untuk adinda ku tersayang Rendi Arista dan Anisa Amelia Putri dan terimakasih juga kepada Ahmad Khuzairy yang telah banyak memberikan dukungan dan kasih sayang kepada penulis. Tak lupa juga penulis mengucapakan terimakasih kepada teman-teman Kimia Ekstensi USU angkatan 2009 terutama (Titis, Margareth, Ika) dan juga kepada Pak Aman untuk semua bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Medan, Juli 2011 Penulis
(6)
ABSTRAK
Lingkungan sangat berpotensi tercemar zat organik, anorganik, maupun logam berat. Keberadaan zat – zat pencemar tersebut akan mengganggu ekosistem yang ada, termasuk juga manusia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi zat pencemar pada lingkungan adalah dengan menggunakan kitosan sebagai adsorben. Keberadaan logam berat akan membawa pengaruh pada kehidupan organisme dilingkungan (termasuk manusia), karena sifatnya yang meracun dan dapat menyebabkan kematian apabila melewati ambang batas yang ditetapkan. Kandungan logam berat di lingkungan dapat dikurangi dengan cara menyerapnya, salah satunya dengan cara menggunakan kitosan. Selain dapat menyerap logam – logam berat dapat juga menyerap kekeruhan, zat warna, dan pestisida. Dari penelitian ini diketahui bahwa kitosan dapat menyerap logam Fe dan dapat menurunkan kekeruhan. Dari data hasil penelitian diketahui bahwa kitosan 1% dapat menyerap logam sekitar 88,09% pada larutan deterjen 5 g. Sedangkan kondisi optimum kitosan yang paling efisien untuk menurunkan kekeruhan yaitu pada larutan deterjen 10 g, dimana penurunan yang terjadi sekitar 61,08%
(7)
ABSTRACT
Use Of Chitosan As Adsorbent For Absorbing Ion Fe And Turbidity In The Mixed Solution Of Detergent And Iron
Environment are potentially contaminated with organic, inorganic and heavy metals. The presence of contaminants such substance will disrupt the existing ecosystem, including humans. One way that can be used to reduce pollutants in the environment is by using chitosan as an adsorbent. The presence of heavy metals will take effect on the environment of living organism (including humans), because it is poisoned and can cause death if it passes a set threshold. The content of heavy metals in the environment can be reduced by absorbing it, one of them by using chitosan. Besides being able to absorb heavy metals can also absorb turbidity, dyes, and pesticides. From the research it is known that chitosan can absorb the metals Fe and can reduce turbidity. From the analyst survey results revealed that 1% chitosan can absorb the metal around 88.09% of metal in a solution of 5 grams of detergent. While the optimum conditions of chitosan the most efficient way to reduce the turbidity of the detergent solution of 10 grams, where the decline that occurred around 61.08%.
(8)
Daftar Isi
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
1.5. Lokasi Penelitian 5
1.6. Metodologi Penelitian 5
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1. Kitosan 6
2.1.1. Kitin dan kitosan 6
2.1.2. Sifat – Sifat Kitosan 7
2.2. Kegunaan Kitosan 8
2.3. Kemampuan Kitosan untuk menyerap Logam 10 2.4. Mekanisme Serapan Kitosan 10
2.5. Kekeruhan 11
2.6. Logam Fe 12
2.7. Spektrofotometer Serapan Atom 12 2.7.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom 12 2.7.2. Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom 13 2.7.3. Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya 13
Bab 3. Metodologi Percobaan
3.1. Alat 15
3.2. Bahan 15
3.3. Prosedur Penelitian 16
3.4. Bagan Penelitian 18
3.4.1. Bagan Pembuatan Larutan Asetat 18 3.4.2. Penyedian Larutan Kitosan 1% 18
3.4.3. Penyedian Larutan Detergent 18 3.4.4. Penyedian Kitosan Sebagai Absorben ion Fe 19
(9)
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil Penelitian 20
4.2. Pengelolahan Data 20 4.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan metode 20 Last Square
4.2.2. Koefisien Korelasi 23 4.2.3. Penentuan Persentase (%) Penyerapan Ion Fe 23
4.2.4. Data Kekeruhan Pada Larutan Rinso 24
4.3. Pembahasan 27
4.3.1. Penggunaan Kitosan untuk Menurunkan Konsentrasi ion Fe 27 4.3.2. Penggunaan Kitosan Untuk Menurunkan Konsetrasi Kekeruhan27 4.3.3. Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 28
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 29
5.2. Saran 29
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Penentuan Absorbsi Ion Fe Oleh Kitosan Pada Campuran 32 Larutan Detergent Rinso dan Besi Dengan Variasi Berat
Rinso.
Tabel 2 : Penentuan Penuruan Kekeruhan Pada Larutan Detergent 33 Rinso dan Rinso Matic Sebelum dengan Sesudah Penambahan Kitosan.
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar kurva Larutan standart Fe 34 Gambar karakteristik Kitosan 35
(12)
ABSTRAK
Lingkungan sangat berpotensi tercemar zat organik, anorganik, maupun logam berat. Keberadaan zat – zat pencemar tersebut akan mengganggu ekosistem yang ada, termasuk juga manusia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi zat pencemar pada lingkungan adalah dengan menggunakan kitosan sebagai adsorben. Keberadaan logam berat akan membawa pengaruh pada kehidupan organisme dilingkungan (termasuk manusia), karena sifatnya yang meracun dan dapat menyebabkan kematian apabila melewati ambang batas yang ditetapkan. Kandungan logam berat di lingkungan dapat dikurangi dengan cara menyerapnya, salah satunya dengan cara menggunakan kitosan. Selain dapat menyerap logam – logam berat dapat juga menyerap kekeruhan, zat warna, dan pestisida. Dari penelitian ini diketahui bahwa kitosan dapat menyerap logam Fe dan dapat menurunkan kekeruhan. Dari data hasil penelitian diketahui bahwa kitosan 1% dapat menyerap logam sekitar 88,09% pada larutan deterjen 5 g. Sedangkan kondisi optimum kitosan yang paling efisien untuk menurunkan kekeruhan yaitu pada larutan deterjen 10 g, dimana penurunan yang terjadi sekitar 61,08%
(13)
ABSTRACT
Use Of Chitosan As Adsorbent For Absorbing Ion Fe And Turbidity In The Mixed Solution Of Detergent And Iron
Environment are potentially contaminated with organic, inorganic and heavy metals. The presence of contaminants such substance will disrupt the existing ecosystem, including humans. One way that can be used to reduce pollutants in the environment is by using chitosan as an adsorbent. The presence of heavy metals will take effect on the environment of living organism (including humans), because it is poisoned and can cause death if it passes a set threshold. The content of heavy metals in the environment can be reduced by absorbing it, one of them by using chitosan. Besides being able to absorb heavy metals can also absorb turbidity, dyes, and pesticides. From the research it is known that chitosan can absorb the metals Fe and can reduce turbidity. From the analyst survey results revealed that 1% chitosan can absorb the metal around 88.09% of metal in a solution of 5 grams of detergent. While the optimum conditions of chitosan the most efficient way to reduce the turbidity of the detergent solution of 10 grams, where the decline that occurred around 61.08%.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan sangat berpotensi tercemar zat organik, anorganik, maupun logam berat. Keberadaan zat – zat pencemar tersebut akan mengganggu ekosistem yang ada, termasuk juga manusia. Oleh sebab itu kelestarian lingkungan dari zat pencemar harus dijaga dan terus mendapatkan perhatian dari masyarakat sekitar, yang merupakan elemen dari lingkungan hidup itu sendiri. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi zat pencemar pada lingkungan adalah dengan menggunakan kitosan sebagai adsorben.(Purwantiningsih, S., 2009)
Menurut Muzzarelli, R.A.A. 1977) , kitosan adalah biopolymer alam yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin. Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur (1,4)-2-amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kulit Crustaceae.
Kitosan juga merupakan bahan polimer yang mudah dibakar tanpa meninggalkan sisa-sisa. Jika logam berat mudah diserap oleh kitosan yang kemudian mengeluarkan logam yang terserap dengan cara membakar ini adalah cara yang paling ekonomis tanpa memerlukan elusi lagi. Oleh karena itu kitosan sangat baik untuk menurunkan kandungan ion logam pada air limbah industri. Besi termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup.
Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat
(15)
memudarkan bahan celupan (dyes) dan tekstil. Pada tumbuhan, besi berperan dalam system enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Namun, kadar besi yang berlebihan dapat mengakibatkan fiksasi unsur lainnya.
Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat pada perairan, maka berbagai metode alternative telah banyak digunakan untuk mengurangi konsentrasi logam berat, salah satunya dengan memanfatkan mikroorganisme, adapula dengan menggunakan bahan alam yang ramah lingkungan. Penggunaan bahan alam yang ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan suatu senyawa polimer alam yang sering disebut dengan kitosan.Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah dialam. (Oguntimian et al. 2002)
Efektivitas kitosan dalam mengikat logam berat dipengaruhi oleh ukuran partikel, pH larutan, konsentrasi ion logam dalam larutan, reaksi, temperature dan jumlah kitosan yang digunakan. (Schmuchl et al. 2001)
Inoue et al (1993), melaporkan sifat penyerapan pada 15 unsur logam melalui proses ikat silang kitosan dapat dilakukan dengan metode kelompok dengan pengaturan pH menjadi basa agar semua logam mudah mengendap dan juga telah melakukan reaksi kitosan dengan glutaraldehid dan mengkaji sifat-sifat penyerapan logam Cu melalui Jar Test.
Gao et al (2002) telah mengkaji sifat penyerapan ion logam Pb dengan menggunakan kitosan manik dan dimasukkan kedalam kolom mini melalui ekstraksi fasa padat. Proses ekstraksi pelarut merupakan metode yang sangat baik untuk pemisahan secara selektif dan konsentrasi ion logam dari larutan kompleks. Hal ini disebabkan adanya ligan dalam jumlah yang besar, yang dapat digunakan sebagai bahan pengekstrak. Proses ini memerlukan campuran fasa pada permukaan yang sesuai untuk memperoleh ekstraksi yang baik. Pemisahan dengan metode ekstraksi pelarut merupakan metode yang murah dengan konsentrasi ion logam 0,01 hingga 1,0 mg/L. (Akita dan Taekuchi., 1990).
(16)
Perlakuan ion – ion logam dari air buangan industri dengan menggunakan bahan penyerap seperti ferri oksida, alumina dan karbon telah diteliti dan didapati sedikit menurunkan kandungan ion – ion logam tersebut karena proses penyerapan masih dibatasi dengan keseimbangan fasa dari berbagai larutan dan kemampuan bahan penyerap. Oleh sebab itu diperlukan bahan alternative yang ramah lingkungan sebagai bahan pengekstrak fasa padat yang selektif.
Hasil penelitian dari Seo et al., (2002) berbeda dengan penelitian lainnya dalam hal kitosan yang digunakan. Seo et al., (2002) menggunakan kitosan yang larut dalam air (kitosan dengan BM lebih rendah) untuk menyerap berbagai ion logam. Hasilnya ion – ion logam berat seperti Cr, Fe, dan Cu telah berhasil diserap oleh kitosan yang larut ddalam air tersebut.
Menurut Davis dan Cornwell., (1991) kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan di pancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.
Menurut Lloyd., (1985), peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%-50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75% dan 3%-13%.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti kitosan sebagai absorben untuk menyerap logam Fe dan kekeruhan dengan variasi berat deterjen untuk menurunkan konsentrasi logam Fe pada deterjen cair dan dianalisis dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA).
(17)
Apakah kitosan dapat mengurangi konsentrasi ion Fe dan kekeruhan pada campuran larutan deterjen dan besi
1.3 Pembatasan masalah
- Penelitian ini dibatasi dengan penggunaan Larutan Rinso Anti Noda dan LarutanRinso Matic dari PT. Unilever Indonesia Tbk
- Penentuan kadar ion Fe ditentukan oleh metode Spektrofotometr Serapan Atom (SSA
- Penetuan kekeruhan ditentukan oleh metode Nephelometric dengan satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan kitosan sebagai absorben yang dapat menyerap ion Fe dan kekeruhan pada campuran larutan deterjen dan besi .
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa kitosan dapat digunakan sebagai absorben untuk menurunkan konsentrasi ion Fe pada campuran larutan deterjen dan besi yang bahaya bagi lingkungan terutama perairan untuk biota air.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan UPT. Laboratorium BAPEDALDASU (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Sumatera Utara)
(18)
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorium yaitu untuk melihat karakterisasi serta kemampuan kitosan sebagai absorben untuk menyerap ion Fe dengan cara mencampurkan larutan deterjen dan besi dengan larutan larutan kitosan yang kemudian dilakukan pengadukan selama ±1 jam, lalu disaring. Analisis dilakukan mulai dari penyiapan larutan sampel, pengukuran kadar ion Fe, dan kekeruhan. Kadar ion Fe di ukur berdasarkan serapan masing-masing larutan sampel pada alat spektrofotometri serapan atom, dan kekeruhan di ukur dengan alat turbidimetri dengan metode Nephelometric.
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
2.1.1 Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4) 2-asetamida-2-deoksi-D-glucopyranosa (Muzzarelli,R.A.A,1977) dan kitin sebagai precursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada tahun 1820 (Rismana, 2004).
Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka Crustaceae (Muzzarelli,R.A.A, 1977). Kitosan merupakan polimer alami dengan struktur molekul yang menyerupai selulosa (serat pada sayur-sayuran dan buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan oleh amina (NH2). (Hardjito,2006)
Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859. Dia menemukan bahwa kitin yang telah dididihkan pada larutan KOH juga dapat diperlakukan dengan NaOH panas maka akan terjadi pelepasan gugus asetil (proses deasetilasi) yang terikat pada atom nitrogen menjadi gugus amino bebas yang disebut dengan kitosan. (Zakaria, B.M. 2002)
Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan murni
mengandung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat – sifat
(20)
2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Keterlarutan kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 1%, asam format 10% dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak dapat larut dalam asam piruvat, asam laktat, dan asam-asam anorganik pada pH tertentu, walaupun setelah dipanaskan dan diaduk dengan waktu yang agak lama. Keterlarutan kitosan dalam larutan asam format ataupun asam asetat dapat membedakan kitosan dan kitin karena kitin tidak dapat melarut dalam keadaan pelarut asam tersebut.
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya tergantung
(21)
pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan netral ataupun anionic. (Hwang dan Shin, 2001)
Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai perekat, aditif untuk kertas dan tekstil, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkelat yang kuat untuk ion logam transisi. Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. (Robert,G.A.F,1992)
Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi. Hal ini disebabkan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh proses deasetilasi akan menyisakan gugus amina. Ion H pada gugus amina menjadikan kitosan mudah berinteraksi dengan air melalui ikatan hydrogen. Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat, asam format, asam sitrat kecuali kitosan yang telah disubstitusi dapat larut dalam air. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hydrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan. (Dunn et al,1997)
2.2. Kegunaan Kitosan
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak / lemak, serta mengurangi kekeruhan,penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produksi industri pangan. (Rismana,2004)
(22)
Kitosan juga merupakan bahan polimer yang mudah dibakar tanpa meninggalkan sisa-sisa. Jika logam berat mudah diserap oleh kitosan yang kemudian mengeluarkan logam yang terserap dengan cara membakar ini adalah cara yang paling ekonomis tanpa memerlukan elusi lagi. Oleh karena itu kitosan sangat baik untuk menurunkan kandungan ion logam pada air limbah industri.
(Oguntimian et al. 2002)
Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolymer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan – perubahan kimia. Karena ini banyak turunan kitosan dapat dibuat dengan mudah. Beberapa turunan kitosan yang telah dihasilkan dan juga telah diketahui kegunaannya antara lain :
- N-karboksialkil kitosan, digunakan sebagai pengumpul ion logam - Asetil kitosan, digunakan dalam industri tekstil dan membrane
- Kitosan glukan, digunakan sebagai pengkelat ion logam dan agen penggumpal
Sama seperti kitin, kitosan juga dapat digunakan dalam berbagai bidang, misalnya : a. Untuk industri kertas, kaca, kain, dan pewarna
b. Dalam industri kosmetik
c. Dalam bidang pertanian dan makanan d. Dalam industri semen
e. Dalam bidang kesehatan
f. Untuk penyerapan ion logam (Robert,G.A.F.,1992)
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas, dan industri elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam
(23)
berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan. (Rismana,E.,2004)
2.3. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam
Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkelat adalah dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya.
Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiat unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam. (Hutahahean, S. Ida.,2001)
Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung. Ketiga – tiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing – masing seperti penukaran ion logam masing-masing seperti penukaran ion pada logam Ca. kitosan menunjukkan affinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah. (Muzzarelli, R.A.A.,1973)
2.4. Mekanisme Serapan Kitosan
Pada umumnya mekanisme serapan kitosan terhadap logam dapat dirumuskan pada tiga cara, yaitu :
Secara pengkelatan, dimana terbentuknya ikatan aktif antara nitrogen kitosan dengan kation logam, dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak sebagai basa lewis yang menyumbangkan sepasang electron untuk berkoordinat dengan logam.
(24)
Secara pertukaran ion yaitu berlaku pertukaran antara proton dari kitosan dengan kation logam.
Secara memperangkap, dimana ion logam terperangkap dalam lingkaran rantai polimer kitosan.
2.5. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya Lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organic yang berupa plankton mikroorganisme lain. (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991)
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO2 . Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan
adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica. Kemudian, Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran kekeruhan Satu unit Turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1JTU. Pengukuran kekeruhan dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter bersifat visual yaitu membandingkan air sampel dengan air standar.
Selain menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan kekeruhan yang di ukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit). (Effendi,H.2003)
(25)
Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh maka tidak dapat disintesis tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau factor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta limbah buangan, termasuk sampah rumah tangga. (Putra, E. Sinly dan Putra, A. Johan. 2000)
Besi termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan, termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan bahan celupan (dyes) dan tekstil. Pada tumbuhan, besi berperan dalam system enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Namun, kadar besi yang berlebihan dapat mengakibatkan fiksasi unsur lainnya.
Besi banyak digunakan dalam kegiatan pertambangan, industri kimia, bahan celupan, tekstil, penyulingan, minyak, dan sebagainya. (Eckenfelder, 1989)
2.7. Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Perpanjangan SSA ke unsur - unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan eksitasi. Fraksi atom – atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan
(26)
temperatur. Teknik ini digunakan untuk penetapan jumlah unsur , kebanyakan logam, dan sampel yang sangat beraneka ragam.
2.7.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom – atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam – logam dengan menggunakan SSA. (Vogel, A.I. 1992)
2.7.2 Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut :
Unit atomisasi, Sumber radiasi dan Sistem pengukur fotometrik
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar – benar terkendali dengan sangat hati – hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi.
Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui baffllle menuju pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk kekamarpencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas asetilen dan oksidator udara tekan, temperature dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperature dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianalisis. (Khopkar, S.M., 1990)
(27)
2.7.3 Gangguan Pada SSA dan Mengatasinya
Gangguan yang nyata pada SSA adalah sering kali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molecular yang bersifat radiasi.
Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorbsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorbsi atom netral yang memang akan ditentukan.
Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan :
1. Menaikkan temperature nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperature yang
tinggi.
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.
3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi. (Mulja,M. 1995)
(28)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat – alat
1. Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AAS 6200 2. Alat Turbidimeter 2100 AN Hach
3. Neraca Analitis 4. Alat pengaduk Jartest
5. Beaker glass 400 mL Pyrex
6. Beaker glass 1000 mL Pyrex
7. Spatula
8. Erlenmeyer 500 mL Pyrex
9. Corong Pyrex
10. Sampel cup
11. Gelas ukur Pyrex
12. Kertas saring 13. Kertas label
14. Labu takar 1000 mL Pyrex
3.2. Bahan – bahan
1. Rinso anti noda 2. Rinso matic
3. Chitosan (dari udang)
(29)
6. FeCl3 Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan larutan Asam Asetat 1%
Sebanyak 10 mL Asam Asetat Glasial 99,7% diencerkan dengan aquades dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda.
3.3.2.Prosedur Penggunaan Kitosan Sebagai Absorben Penyerapan ion Fe
3.3.2.1. Penyediaan Larutan Kitosan 1%
Ditimbang 1 g kitosan kemudian ditambahkan 100 mL CH3COOH (asam asetat) dan
diaduk sampai larut sekitar ±1 jam
3.3.2.2. Penyediaan Larutan Deterjen
Ditimbang 1 g Rinso kemudian ditambahkan 500 mL aquadest, diaduk hingga larut kemudian ditambahkan dengan larutan FeCl3 1 g.
3.3.2.3. Penggunaan Kitosan Sebagai Absorben Pada Deterjen
Dicampurkan larutan kitosan dengan larutan rinso lalu diaduk hingga 30 menit dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan kemudian disaring dengan kertas saring.
(30)
3.3.2.4. Uji Analisis
Diuji kekeruhannya dengan alat turbidimeter kemudian dilakukan percobaan yang sama dengan variasi berat Rinso 5 g, 10 g, 15 g, dan 20g.
3.3.3. Pengukuran Kadar ion Fe dengan Spektrofotometer Serepan Atom
Diatur panjang gelombang dan lampu katoda SSA sesuai dengan logam yang akan ditentukan kemudian diaspirasikan air kedalam nyala udara asetilen dan alat pengatur diset ke angka nol lalu diaspirasikan larutan baku secara berturut-turut sesuai dengan bertambahnya konsentrasi dan dicatat nilai absorbansinya, kemudian dihitung konsentrasi logam dalam larutan sampel dengan regresi linier larutan baku
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1%
10 mL asam asetat
Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda
(31)
3.4.2 Penyediaan Larutan Kitosan 1%
3.4.3 Penyediaan Larutan Deterjen
Ditimbang 1 g
Kitosan
Ditambahkan 100 mL CH3COOH (asam asetat)
Diaduk sampai larut sekitar ± 1 jam
Larutan Kitosan 1%
Ditimbang 1 g
Rinso
Ditambahkan 500 mL aquadest Diaduk hingga larut
Larutan rinso
(32)
3.4.4 Penggunaan Kitosan Sebagai Absorben Ion Fe
Diuji kekeruhan dengan turbidimeter
Hasil Hasil
Diukur nilai absorbansinya dengan SSA
Diaduk dengan jartest hingga 30 menit Larutan kitosan 1% + larutan rinso
Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan Disaring dengan kertas saring
Filtrat
(33)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Hasil analisis yang dilakukan untuk menurunkan konsentrasi ion Fe dan kekeruhan pada campuran larutan deterjen dan besi dengan menggunakan kitosan terdapat pada lampiran (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1: Perbandingan adsorpsi ion Fe oleh kitosan dengan variasi berat larutan deterjen rinso dan rinso matic
Tabel 2: Perbandingan penurunan kekeruhan larutan deterjen rinso dan rinso matic sebelum dengan sesudah penambahan kitosan
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square
Persamaan garis regresi untuk kurva standar dengan metode Least Square dengan mengolah data pada tabel 4.1 sebagai berikut :
(34)
Standar Fe (ppm)
Absorbansi rata-rata
0,0000 0,0000
0,2000 0,0079
0,5000 0,0337
1,0000 0,0787
2,0000 0,1721
3,0000 0,2605
Tabel 4.2.1.2. Penentuan Persamaan Garis Regresi untuk penentuan konsentrasi ion Fe Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Ion Fe
No xi(ppm) yi(A) (xi-x) (yi-y) (xi-x)2 (yi-y)2 (xi-x)(yi-y) 1 0,0000 0,0000 -1,1166 -0,0920 1,2467 0,0084 0,1027 2 0,2000 0,0079 -0,9166 -0,0841 0,8401 0,0070 0,0770 3 0,5000 0,0333 -0,6166 -0,0587 0,3801 0,0034 0,0361 4 1,0000 0,0787 -0,1166 -0,0133 0,0135 0,0001 0,0015 5 2,0000 0,1721 0,8834 0,0801 0,7803 0,0064 0,0707 6 3,0000 0,2605 1,8834 0,1685 3,5471 0,0283 0,3173
∑ 6,7000 0,5525 0,0004 0,0005 6,8078 0,0536 0,6053
∑ xi 6,7
x = --- = --- = 1,1166 n 6
(35)
y = --- = --- = 0,0920 n 6
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
y = ax + b
dimana : a = slope b = intersept
Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :
∑ (xi-x)(yi-y) a = --- ∑ (xi-x)2
b = y – ax
Dengan mensubstitusikan harga – harga yang tercantum pada table diatas, pada persamaan ini maka diperoleh :
0,6056
a = --- = 0,0889 6,8078
b = 0,0920 - (0,0889 x 1,1166) = -0,0072
(36)
Maka diperoleh harga y baru :
Untuk : x = 0,0000 ; Maka harga y = -0,0072 x = 0,2000 ; Maka harga y = 0,0105 x = 0,5000 ; Maka harga y = 0,0372 x = 1,0000 ; Maka harga y = 0,0817 x = 2,0000 ; Maka harga y = 0,1706 x = 3,0000 ; Maka harga y = 0,2595
4.2.2. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
∑ (xi-x)(yi-y)
r = --- = 0,9998 [∑(xi-x)2∑(yi-y)2]1/2
4.2.3. Penentuan Persentase (%) Penyerapan Ion Fe
Penentuan persentase (%) penurunan konsentrasi Ion Fe dengan menggunakan rumus :
[Feawal] - [Fetersisa]
--- x 100% [Feawal]
(37)
Maka persentase (%) penurunan konsentrasi ion Fe pada larutan rinso setelah penambahan kitosan pada larutan 5 g larutan rinso adalah :
Maka persentase (%) penurunan konsentrasi ion Fe pada larutan rinso matic setelah penambahan kitosan pada larutan 5 g larutan rinso matic adalah :
Dengan cara yang sama dilakukan langkah – langkah tersebut untuk menghitung persentase penurunan konsentrasi logam Fe pada tiap – tiap perlakuan. Data dapat dilihat pada lampiran (Tabel 1).
4.2.4. Data Kekeruhan Pada Larutan Rinso
Tabel 1. Larutan Rinso
Rinso Hasil Analisa (NTU)
[0,1159] - [0,0138]
--- x 100% = 88,09% [0,1159]
[0,1555] - [0,0206]
--- x 100% = 86,75% [0,1555]
(38)
(g) Deterjen Rinso Deterjen Rinso + 1% Chitosan
1 1,530 1,120
5 2,805 1,155
10 3,610 1,405
15 3,960 1,975
20 4,590 2,550
Tabel 2. Larutan Rinso Matic
Rinso Matic (g)
Hasil Analisa (NTU)
Deterjen RinsoMatic Deterjen Rinso Matic + 1% Chitosan
1 1,660 1,250
5 2,650 1,305
10 3,700 1,478
15 3,980 2,115
20 4,310 2,850
Untuk menentukan persen(%) penurunan kekeruhan maka diperlukan rumus :
(39)
Hasil analisa awal
Dimana :
Hasil analisa awal = Hasil analisa kekeruhan (NTU) sebelum penambahan kitosan Hasil analisa akhir = hasil analisa kekeruhan (NTU) sesudah penambahan kitosan
Maka persentase (%) penurunan kekeruhan pada larutan rinso setelah penambahan kitosan 1% pada larutan 10 g larutan rinso adalah :
3,6 – 1,405
--- x 100% = 61,08% 3,61
Maka persentase (%) penurunan kekeruhan pada larutan rinso matic setelah penambahan kitosan 1% pada larutan 10 g larutan rinso matic adalah :
3,70 – 1,478
--- x 100% = 60,05% 3,70
Dengan cara yang sama dilakukan langkah – langkah tersebut untuk menghitung persentase (%) penurunan kekeruhan larutan deterjen pada tiap – tiap perlakuan. Data dapat dilihat pada lampiran (Tabel 2).
(40)
4.3. Pembahasan
4.3.1. Penggunaan kitosan untuk menurunkan konsentrasi ion Fe
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kitosan sebagai adsorben untuk menurunkan konsentrasi ion Fe dalam suatu campuran larutan deterjen dan besi. Dalam hal ini, peneliti menggunakan variasi berat deterjen untuk mengetahui kondisi optimal kitosan untuk menyerap ion Fe dengan variasi berat deterjen. Kitosan yang digunakan yaitu 1% kitosan, atau 1 g kitosan dalam 100 mL CH3COOH (asam asetat).
Dalam penelitian ini terjadi penurunan konsentrasi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan kejenuhan dari kitosan itu sendiri. Dimana yang paling tinggi nilai penurunan penyerapannya, itu merupakan daya serap optimum. Pada larutan rinso 5 g penyerapan stabil mencapai 88,09% dan pada larutan rinso matic juga stabil penurunan penyerapan sekitar 86,75% . hal ini dikarenakan terjadi daya serap optimum kitosan 1% dalam larutan deterjen rinso 5 g.
Dari data hasil penelitian diperoleh semakin tinggi konsentrasi larutan deterjen rinso lebih dari 5g larutan rinso maka semakin kecil penurunan penyerapan ion Fe. Pada larutan 20 g rinso diperoleh penyerapan lebih kecil dari yang larutan 5 g rinso sekitar 64,28 %, dan pada rinso matic sekitar 59,73 %. Kejenuhan dari kitosan itu yang membuat penyerapan ion Fe tidak lagi optimal.
(41)
4.3.2. Penggunaan kitosan untuk menurunkan kekeruhan
Penggunaan kitosan sangat banyak manfaatnya, salah satunya yaitu untuk menurunkan kekeruhan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kitosan sebagai penyerap untuk menurunkan kekeruhan pada larutan deterjen rinso.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui seberapa besar kemampuan kitosan 1% dalam upaya untuk menurunkan kekeruhan. Dari data hasil analisa yang dilakukan diperoleh daya serap kitosan untuk menurunkan kekeruhan yang optimum yaitu pada larutan deterjen rinso 10 g yaitu sekitar 61,08% dan pada larutan rinso matic 10 g yaitu sekitar 60,05%.
Kekeruhan pada larutan rinso 20 g tidak mengalami penyerapan kekeruhan secara maksimum karena kitosan mengalami keadaan dimana mencapai titik jenuh dalam menyerap kekeruhan. Sehingga penyerapan yang terjadi tidak sempurna dan masih sedikit keruh.
4.3.3. Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom
No Parameter Hasil Pengukuran SSA ( Shimadzu AAS 6200 )
1 Panjang Gelombang 248,30
2 Tipe Nyala Udara-Asetilen
3 Lebar Celah 0,20 nm
(42)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada kondisi optimal kitosan yang paling efisien dalam menurunkan konsentrasi campuran larutan detergent rinso dan besi pada 5 g diperoleh konsentrasi ion Fe yang terserap 88,09% dengan konsentrasi ion Fe yang tersisa sebesar 0,0138 ppm dan untuk campuran larutan rinso matic dan besi pada 5 g diperoleh konsentrasi ion Fe yang terserap 86,75% dengan konsentrasi ion Fe yang tersisa sebesar 0,0206 ppm, sedangkan kondisi optimal kitosan yang paling efisien dalam menurunkan kekeruhan yaitu pada larutan rinso 10 g, dimana penurunan yang terjadi 61,08% dan pada larutan rinso matic 10 g, terjadi penurunan 60,05%.
5.2. Saran
Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar dapat menganalisis logam berat lainnya selain ion Fe yang diperoleh dari limbah cair industri dengan memanfaatkan kitosan sebagai penurun konsentrasinya.
(43)
DAFTAR PUSTAKA
Akita, S. dan Taekuchi.,H, 1990. Sortion and Separation of Metal from Aqueous Solution by Macromoleculler Resin Containing Tri-n-octylamine. J. Chem. Eng. Japan.23 (4) : 439 – 443.
Davis, M..L. and Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second Edition. Mc-Graw-Hill, Inc., New York. 822 p.
Hutahahean, S. Ida. 2001. Penggunaan Kitosan Sebagai Penyerap terhadap Logam Zinkum (Zn2+) dan Logam Kromium (Cr2+) dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA-USU. Medan Inoue, K. 1998. Application of Chitosan This Separation and Purification of Metal. In : Environmental Marine Biotechnology. USA. Vol 2 : pp. 63 – 69 Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan : A. Saptohardjo. Jakarta : UI Press.
Muzzarelli, R. A. A. 1973. Natural Chelating Polymer. New York : Pergamon Press.
Muzzarelli, R. A. A. and Roccehetti, R. 1974. Enhanced Capacity of Chitosan for Transition Metal Ions in Sulphate – SulphuricnAcid Solutions. Talanta. Vol 21 : pp. 1137 – 1143
Muzzarelli, R. A. A. 1977. Chitin. New York : Perganon Press
Oguntimein, G.B., Aladejana, Vand Payne. G. 2002. Potential Application of Chitosan in Waste Water Treatment. Agricultural Biotechnology. http : Diakses tanggal 23-03-2011
Purwantuningsih, S., Tuti, W., Ahmad, S., dan Dwi, W. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Penerbit IPB- Press.
Rismana, E. 2004. Serat Kitosan Mengikat Lemak. Kompas. (http: Diakses tanggal 23 – 03 – 20011
Robert, G.A.F. 1992. Chitin Chemistry. London : The MacMillan Press Schmuhl, R.,H.M. Krieg and K. Keizer. 2001. Adsorption and Properties of Chitosan Membranes. International Confrence on Chitin and Chitosan. Gdynia. Poland.
(44)
Vogel, A. I. 1992. kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Terjemahan : Pusjaatmaka Setiono. Edisi Keempat. Jakarta : EGC Kedokteran.
(45)
(46)
Tabel 1. Penentuan Adsorpsi Ion Fe Oleh Kitosan Pada Campuran Larutan Deterjen Rinso Dan Besi Dengan Variasi Berat Rinso
Rinso Rinso (g) Konsentrasi Fe (ppm) Rata-rata Konsentrasi (ppm)
% Teradsorpsi % Sisa Adsorpsi 1 0,1033 0,0192 81,41 18,59 5 0,1159 0,0138 88,09 11,91 10 0,1618 0,0269 83,37 16,63 15 0,1400 0,0437 68,78 31,22 20 0,1477 0,0530 64,28 35,72
Rinso Matic Rinso (g) Konsentrasi Fe (ppm) Rata-rata Konsentrasi (ppm)
% Teradsorpsi % Sisa Adsorpsi 1 0,2098 0,0098 67,11 32,89 5 0,1555 0,0206 86,75 13,25 10 0,1367 0,0239 82,51 17,49 15 0,1075 0,0417 61,20 38,80 20 0,1130 0,0455 59,73 40,27
(47)
Rinso Matic Sebelum Dengan Sesudah Penambahan Kitosan
Larutan Rinso
Rinso (g)
Hasil Analisa (NTU) % Penurunan Kekeruhan Deterjen Rinso Deterjen Rinso + 1%
Chitosan
1 1,530 1,120 26,79 5 2,805 1,155 58,82 10 3,610 1,405 61,08 15 3,960 1,975 50,12 20 4,590 2,550 44,44
Larutan Rinso Matic
Rinso Matic (g)
Hasil Analisa (NTU) % Penurunan Kekeruhan Deterjen
RinsoMatic
Deterjen Rinso + 1% Chitosan
1 1,660 1,120 24,69 5 2,650 1,155 50,75 10 3,700 1,405 60,05 15 3,980 1,975 46,85 20 4,310 2,550 33,87
(48)
Kurva Laruran Standar Fe
0 0.0079 0.0337
0.0787
0.1721
0.2605
-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
0 1 2 3 4
Konsentrasi Fe (ppm)
A
bs
or
ba
ns
i
Absorbansi
Linear (Absorbansi)
Gambar 1. Grafik Absorbansi Larutan Standar Fe pada berbagai konsentrasi dengan panjang gelombang248,30 nm
(49)
(1)
Vogel, A. I. 1992. kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Terjemahan : Pusjaatmaka Setiono. Edisi Keempat. Jakarta : EGC Kedokteran.
(2)
(3)
Tabel 1. Penentuan Adsorpsi Ion Fe Oleh Kitosan Pada Campuran Larutan Deterjen Rinso Dan Besi Dengan Variasi Berat Rinso
Rinso Rinso (g) Konsentrasi Fe (ppm) Rata-rata Konsentrasi (ppm)
% Teradsorpsi % Sisa Adsorpsi
1 0,1033 0,0192 81,41 18,59
5 0,1159 0,0138 88,09 11,91
10 0,1618 0,0269 83,37 16,63
15 0,1400 0,0437 68,78 31,22
20 0,1477 0,0530 64,28 35,72
Rinso Matic Rinso (g) Konsentrasi Fe (ppm) Rata-rata Konsentrasi (ppm)
% Teradsorpsi % Sisa Adsorpsi
1 0,2098 0,0098 67,11 32,89
5 0,1555 0,0206 86,75 13,25
10 0,1367 0,0239 82,51 17,49
15 0,1075 0,0417 61,20 38,80
20 0,1130 0,0455 59,73 40,27
Tabel 2. Penentuan Penurunan Kekeruhan Pada Larutan Deterjen Rinso Dan
32
(4)
Rinso Matic Sebelum Dengan Sesudah Penambahan Kitosan
Larutan Rinso
Rinso (g)
Hasil Analisa (NTU) % Penurunan
Kekeruhan Deterjen Rinso Deterjen Rinso + 1%
Chitosan
1 1,530 1,120 26,79
5 2,805 1,155 58,82
10 3,610 1,405 61,08
15 3,960 1,975 50,12
20 4,590 2,550 44,44
Larutan Rinso Matic
Rinso Matic (g)
Hasil Analisa (NTU) % Penurunan
Kekeruhan Deterjen
RinsoMatic
Deterjen Rinso + 1% Chitosan
1 1,660 1,120 24,69
5 2,650 1,155 50,75
10 3,700 1,405 60,05
15 3,980 1,975 46,85
(5)
Kurva Laruran Standar Fe
0 0.0079 0.0337 0.0787 0.1721 0.2605 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.30 1 2 3 4
Konsentrasi Fe (ppm)
A bs or ba ns i Absorbansi Linear (Absorbansi)
Gambar 1. Grafik Absorbansi Larutan Standar Fe pada berbagai konsentrasi dengan
panjang gelombang248,30 nm
(6)