Penentuan Kebutuhan Larutan H2¬so4 Pada Proses Penurunan Alkalinitas Air Produksi Di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan
toryPENENTUAN KEBUTUHAN LARUTAN H2SO4 PADA
PROSES PENURUNAN ALKALINITAS AIR PRODUKSI DI
PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA UNIT MEDAN
TUGAS AKHIR
Oleh:
ANISSA NIM 072410045
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
PENENTUAN KEBUTUHAN LARUTAN H2SO4 PADA PROSES
PENURUNAN ALKALINITAS AIR PRODUKSI DI
PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA UNIT MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ANISSA NIM 072410045
Medan, Mei 2010 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing.
Dr.Karsono,Apt. NIP.195409091982011001
Disahkan Oleh: Dekan,
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) berikut laporan PKL ini.
Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Laporan ini disusun berdasarkan hasil yang di dapat selama mengikuti PKL dalam waktu lebih kurang 3 minggu terhitung tanggal 3 Februari 2010 s/d 25 Februari 2010 di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia-Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyusun laporan ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., selaku Ketua Program Studi D3 Analis Farmasi dan Makanan.
3. Dr. Karsono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
4. Ibu Sukma Trimurti Ariati selaku pembimbing lapangan penulis yang telah memberikan saran serta petunjuknya, beserta staf maupun karyawan yang
(4)
telah membimbing selama pelaksanaan PKL di Laboratorium PT. Coca-Cola Bottling Indonesia.
5. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Program Studi D3 Analis Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak A. Nasoha, selaku Humas PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.
7. Bapak Kholili, selaku Quality Assurance Manager PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.
8. Kepada kedua orang tua beserta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis baik dari segi moril maupun materil. 9. Dan terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan semua
pihak yang telah banyak membantu dan berjasa kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan laporan ini, tetapi penulis telah berusaha memberikan yang terbaik. Penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Mei 2010
(5)
DAFTAR ISI
Halaman Judul
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I . PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Pengertian Umum Air ... 3
2.2 Sumber-Sumber Air ... 4
2.3 Syarat-Syarat Kualitas air ... 7
2.3.1 Karakteristik Fisik ... 7
2.3.2 Karakteristik Kimia ... 8
2.3.3 Karakterisrik Biologi ... 10
2.4 Alkalinitas ... 11
2.5 Asam Sulfat ... 12
BAB III METODOLOGI ... 13
3.1 Alat dan Bahan ... 13
3.1.1 Alat-alat ... 13
(6)
3.2 Prosedur Kerja ... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1 Hasil ... 16
4.1.1 Data ... 16
4.1.2 Perhitungan ... 17
4.2 Pembahasan ... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20
5.1 Kesimpulan ... 20
5.2 Saran ... 20
(7)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Planet bumi sebagian besar terdiri atas air karena luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Arya, 1995).
Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Arya, 1995).
Air yang ada di bumi ini tidak pernah terdapat dalam keadaan bersih, tetapi selalu ada senyawa atau mineral (unsur) lain yang terlarut di dalamnya. Hal ini tidak berarti bahwa semua air di bumi ini telah tercemar (Arya, 1995) .
Alkaliniti adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam sulfat tanpa penurunan nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkaliniti
(8)
merupakan pertahanan air terhadap pengasaman. Alkaliniti adalah hasil reaksi-reaksi terpisah dalam larutan hingga merupakan sebuah analisa “makro” yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkaliniti dalam air disebabkan oleh ion-ion karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-), hidroksida (OH-), dan juga borat (BO33-),
fosfat (PO43-), silika (SiO44-), dan sebagainya (Alaerts dan Sri, 1984).
Dalam air alam alkaliniti sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat, dan sisanya oleh karbonat dan hidroksida. Pada keadaan tertentu (siang hari) adanya ganggang dan lumut dalam air menyebabkan turunnya kadar karbon dioksida dan bikarbonat. Dalam keadaan seperti ini kadar karbonat dan hidroksida naik, dan menyebabkan pH larutan naik (Alaerts dan Sri, 1984).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui jumlah pemakaian dan pengaruh penambahan Asam Sulfat terhadap nilai alkalinitas air sumur pada proses pengolahan air di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan.
1.3Manfaat
Dapat mengetahui syarat-syarat air yang dapat dikonsumsi sebagai bahan baku proses pembuatan minuman ringan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan.
(9)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Umum Air
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian, industri, perikanan, dan rekreasi. Air meliputi 70% dari air permukaan bumi, tetapi di banyak negara persediaan air terdapat dalam jumlah sangat terbatas. Bukan hanya jumlahnya yang penting, tetapi juga mutu air diperlukan untuk penggunaan tertentu, seperti air yang cocok untuk kegunaan industri atau untuk diminum, oleh karena itu penanganan air tertentu biasanya diperlukan untuk persediaan air yang didapat dari sumber di bawah tanah atau sumber-sumber permukaan (Buckle, et al., 2007).
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan ruangan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktifitas-aktifitas lainnya (Rukaesih, 2004).
Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman maupun hewan
(10)
termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Juga hara-hara dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar dalam bentuk larutannya, oleh karena itu kehidupan ini tidak mungkin dapat dipertahankan tanpa air (Rukaesih, 2004).
Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari sungai, oleh karena itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air yang harus dipelihara (Rukaesih, 2004).
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan atom O. Sebuah molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H. Molekul air yang satu dengan molekul-molekul air lainnya bergabung menjadi satu ikatan hidrogen antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain. Adanya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang khas (Rukaesih, 2004).
2.2 Sumber-Sumber Air
a. Air Permukaan
Air permukaan (Ap) yaitu presipitasi yang tertahan atau ditahan sementara di
atas permukaan DAS, misalnya di dalam danau, rawa, telaga, atau bahkan di sungai dan waduk-waduk yang sengaja dibuat untuk keperluan itu yang disebut sebagai akumulasi permukaan DAS (Mulyanto, 2007).
(11)
b. Air Tanah (Aat)
Air tanah merupakan air yang tersimpan di dalam akifer di bawah DAS baik itu akifer freatik maupun akifer artesis (Mulyanto, 2007).
Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi,mencakup kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir-akhir ini pemanfaatan air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah biasanya diambil, baik untuk sumber air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur terbuka, sumur tabung, spring, atau sumur horizontal. Kecenderungan memilih air tanah sebagai sumber air bersih, dibanding air permukaan (Suripin, 2001).
Mempunyai keuntungan sebagai berikut:
a) Tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan, sehingga kebutuhan bangunan pembawa/ distribusi lebih murah.
b) Debit (produksi) sumur biasanya relatif stabil.
c) Lebih bersih dari bahan cemaran (polutan) permukaan. d) Kualitas lebih seragam.
e) Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, atau tumbuhan dan binatang air. Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan membuat sumur gali dengan kedalaman yang lebih rendah dari posisi permukaan air tanah. Jumlah air yang dapat diambil dari sumur gali biasanya terbatas dan yang diambil adalah air tanah dangkal. Untuk pengambilan yang lebih besar diperlukan luas dan
(12)
kedalaman galian yang lebih besar. Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 – 8 meter di bawah permukaan tanah. Cara ini cocok untuk daerah pantai dimana air tawar berada di atas air asin (Suripin, 2001).
c. Air Daur Ulang dari Drainase
Yaitu air limbah/ kelebihan dari daerah hulu yang sengaja ditampung di dalam sistem/ saluran drainase maupun kolam penampung atau retension basin untuk dimanfaatkan lagi (Mulyanto, 2007).
d. Air Import dari DAS lain
Merupakan air import dari DAS lain ke dalam satu satuan wilayah sungai atau wilayah lain yang dialirkan ke suatu DAS atau wilayah pemanfaatan tertentu untuk menambah pasokan karena SDA di wilayah tersebut tidak mencukupi atau karena alasan lain, misalnya karena kondisi topografis dalam suatu sistem interkoneksi pengelolaan (Mulyanto, 2007).
e. Air Laut.
Air laut adalah
rata-rata 3,5%. Artinya dalam
(Anonima, 2010). f. Air Atmosfer
Air terdapat di atmosfer dalam tiga bentuk, yaitu: dalam bentuk uap yang tak kasat mata, dalam bentuk butir cairan dan hablur es. Kedua bentuk yang terakhir merupakan curahan yang kelihatan, yakni hujan, hujan es, dan salju (Anonimb, 2010).
(13)
2.3 Syarat-Syarat Kualitas Air
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, perikanan, rekreasi dan transportasi. Kualitas air mencakup tiga karakteristik, yaitu fisik, kimia, dan biologi (Suripin, 2001).
2.3.1 Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik yang terpenting yang mempengaruhi kualitas air ditentukan oleh:
a) Bahan Padat Keseluruhan.
Koloid mempengaruhi kualitas air dalam proses koagulasi dan filtrasi. Material layang dapat diukur dengan melakukan penyaringan, sedangkan material terlarut dapat diukur dengan penguapan.
b) Kekeruhan
Air yang mengandung material kasat mata dalam larutan disebut keruh. Kekeruhan dalam air yang terdiri dari lempeng, liat, bahan organik dan mikroorganisme. Tingkat kekeruhan air biasanya diukur dengan alat yang disebut turbidimeter.
c) Warna
Air murni tidak berwarna. Warna dalam air diakibatkan oleh adanya material yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral.
(14)
d) Bau dan Rasa
Air murni tidak berbau dan tidak berasa, tetapi air minum idealnya tidak berbau, namun boleh berasa. Rasa dalam air disebabkan adanya garam-garam terlarut, bau, dan rasa yang timbul dalam air karena kehadiran mikroorganisme, bahan mineral, gas terlarut, dan bahan-bahan organik. Untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki dapat dilakukan dengan pemakaian karbon aktif, koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi.
e) Temperatur
Temperatur air di alam tropis yang normal adalah sekitar 20ºC sampai 30ºC. Untuk sistem air bersih, temperatur ideal sekitar 5ºC sampai 10ºC.
2.3.2 Karakteristik Kimia
Kandungan bahan-bahan kimia yang ada dalam air berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan air. Secara umum karakteristik kimiawi air meliputi pH, alkalinitas, dan kesadahan.
a) pH
Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari bolak-baliknya konsentrasi ion-hidrogen dalam moles per liter. Air murni pada suhu 24ºC ditimbang berkenaan dengan ion-ion H+ dan ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10-7 moles per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7
(15)
bersifat basa, dan pH di bawah 7 bersifat asam. Nilai pH diukur dengan Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+. b) Alkalinitas
Kebanyakan air bersifat alkalin karena garam-garam alkalin sangat umum berada dalam tanah. Ketidakmurnian air ini diakibatkan adanya Karbonat dan Bikarbonat dari Kalsium, Sodium, dan Magnesium. Alkalinitas dinyatakan dalam mg/liter ekivalen Kalsium Karbonat.keasaman air disebabkan adanya Karbon dioksida dalam air. Hal ini diukur berdasarkan banyaknya kalsium karbonat yang diperlukan untuk menetralkan asam karbonat dan dinyatakan dalam mg/liter. c) Kesadahan (Hardness)
Air dengan kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum terbentuk busa. Air sadah mengandung karbonat dan sulfat, atau klorida dan nitrat, kalsium dan magnesium, disamping besi dan aluminium. Kesadahan air sementara akibat keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat dapat dihilangkan dengan pendidihan atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan permanen, akibat adanya kalsium dan magnesium sulfat, klorida, dan nitrat, dapat dilunakkan dengan perlakuan khusus. Kesadahan air dinyatakan dalam mg/liter berat kalsium karbonat.
(16)
2.3.3 Karakteristik Biologi
Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen, sedangkan bakteri yang tidak berbahaya bagi kesehatan disebut non-pathogen.
Escherichia coli adalah bakteri non-pathogen yang hidup dalam usus binatang
berdarah panas. Dalam air, bakteri ini biasanya mengeluarkan tinja sehingga keberadaannya di dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri pathogen.
Organisme mikroskopik seperti jamur dan alga dapat ditemukan dalam air tanah. Alga adalah tumbuhan kecil yang hidup di air. Jika dalam jumlah besar dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna air, disamping itu juga memberi andil terhadap rasa dan bau air yang tidak dikehendaki. Pertumbuhan alga yang berlebihan dapat dikontrol dengan tembaga-sulfat atau klorida.
Organisme makroskopik seperti ganggang dan rumput laut dapat menurunkan kualitas air dalam hal rasa, warna, dan bau, namun dapat dihilangkan dalam proses purifikasi. Penebaran ikan dalam waduk-waduk dapat mengendalikan pertumbuhan organisme makroskopik dan beberapa mikroskopik.
Dalam air terdapat juga virus, yaitu organisme penyebab infeksi yang lebih kecil dari pada bakteri secara umum. Virus dalam air biasanya dikendalikan dengan klorinasi dikombinasikan dengan proses penon-aktifan virus (Suripin, 2001).
(17)
2.4 Alkalinitas
Alkalinitas merupakan kapasitas air tersebut untuk menetralkan asam. Dalam kebanyakan air alami alkalinitas disebabkan oleh adanya HCO3- dan sedikit oleh
adanya CO32 - dan air dengan alkalinitas tinggi mempunyai konsentrasi karbon
organik yang tinggi. Dalam media dengan pH rendah, ion hidrogen dalam air mengurangi alkalinitas (Rukaesih, 2004).
Pada umumnya, komponen utama yang memegang peran dalam menentukan alkalinitas perairan adalah ion bikarbonat, ion karbonat dan ion hidroksil (Rukaesih, 2004).
HCO3- + H+ CO2 + H2O
CO32 - + H+ HCO3-
OH- + H+ H2O
Yang lainnya, yang sedikit menyumbang alkalinitas adalah ammonia dan konyugat basa-basa dari asam-asam fosfat, silikat, borat, dan asam-asam organik (Rukaesih, 2004).
Alkalinitas umumnya dinyatakan alkalinitas fenoftalein yaitu proses situasi dengan asam mencapai pH 8,3 dimana HCO3- merupakan ion terbanyak, dan
alkalinitas total, yang menyatakan situasi dengan asam menuju titik akhir indikator metal jingga (pH 4,3) yang ditunjukkan oleh berubahnya kedua jenis ion karbonat dan bikarbonat menjadi CO2 (Rukaesih, 2004).
(18)
Alkalinitas merupakan faktor kapasitas, di mana kapasitas itu merupakan kapasitas air tersebut untuk menetralkan asam. Oleh karena itu kadang-kadang penambahan alkalinitas lebih banyak dibutuhkan untuk mencegah agar air tidak menjadi asam (Rukaesih, 2004).
2.5 Asam Sulfat
Asam sulfat merupakan
dalam
merupakan salah satu produk utama
adalah pemrosesan biji
pengilangan minyak. Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh karenanya pada zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol' (Anonimc, 2010).
(19)
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat & Bahan
3.1.1 Alat – Beaker glass – Erlenmeyer – Gelas ukur – Pipet tetes – Pipet volum – Buret
– Statif dan klem – pH meter
– Seperangkat alat jar-tes
3.1.2 Bahan
– Sampel (air sumur) – Aquadest
– H2SO4
– Indikator Phenolptalein – Indikator Methyl Orange
(20)
3.2 Prosedur
Metode praktek yang dilakukan di laboratorium :
a. Percobaan menggunakan alat jar-test
– Disediakan enam buah beaker glass, kemudian dibersihkan keenam beaker glass tersebut dengan menggunakan aquadest.
– Diisi keenam beaker glass tersebut dengan sampel (air sumur), masing-masing sebanyak 1000 ml, dimana sebelumnya diperiksa pH, p-Alkalinitas, dan m-Alkalinitas dari air sumur tersebut.
– Diperiksa putaran dan waktu dari jar-test apakah berfungsi dengan baik. – Kemudian disusun beaker glass pada peralatan jar-test dan agigator
diturunkan.
– Dihidupkan alat jar-test dengan setting waktu 5 menit.
– Ditambahkan H2SO4 pada masing-masing beaker glass tersebut
berturut-turut dengan variasi volume 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, 1,0 ml, dan 1,2 ml.
– Setelah alat jar-test berhenti, diperiksa pH, p-Alkalinitas, dan m-Alkalinitas pada keenam beaker glass tersebut.
b. Penentuan p-Alkalinitas
Diambil sampel air sumur sebanyak 100 ml ditambahkan dengan 2 tetes indikatos PP 1 %. Jika warna larutan tidak berwarna berarti p = 0 dan jika larutan
(21)
berwarna merah berarti p > 0. Selanjutnya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N
perubahan warna dari merah menjadi tidak berwarna.
c. Penentuan m-Alkalinitas
Sampel dari p-Alkalinitas untuk p = 0 atau p > 0 diteruskan untuk untuk m-Alkalinitas dengan menambahkan 2 tetes indikator methyl orange lalu dititrasi dengan asam sulfat 0,02 N sampai terbentuk warna merah muda.
d. Penentuan pH
– Dinyalakan alat pH meter (tekan tombol “ON”). – Pastikan elektroda bersih dan kering.
– Dimasukkan elektroda ke dalam sampel.
– Tekan tombol Ready Measure untuk pembacaan pH.
– Pembacaan dicatat sampai muncul huruf “S” pada monitor (yang berarti pembacaan sudah stabil).
– pH meter dimatikan dengan menekan tombol Ready Measure dan tombol Off.
– Elektroda dibilas dengan menggunakan aquadest dan keringkan dengan tisu.
(22)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Percobaan
4.1.1 Data
a. Hasil pemeriksaan sampel (air sumur):
– pH : 7,36
– p-Alkalinitas : 0 mg/l – m-Alklinitas : 105 mg/l
b. Hasil pemeriksaan sampel (air sumur) setelah penambahan H2SO4:
Sampel (1000 ml)
Volume H2SO4 (ml)
pH P-Alkalinitas (mg/l)
m-Alkalinitas (mg/l)
1 0,2 6,94 0 90
2 0,4 6,76 0 81
3 0,6 6,61 0 72
4 0,8 6,46 0 63
5 1,0 6,30 0 45
6 1,2 6,14 0 32
Sampel air diambil dari air sumur bor
– Flow air : 40 m3/ jam = 40000 liter/ jam – H2SO4 : 16-17 liter/ jam
(23)
4.1.2 Perhitungan
– H2SO4 = 0,2 ml m-Alkalinitas = 90 mg/l pH = 6,94
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,2 ml/L × 40000 liter/jam = 8000 ml/jam = 8 liter/jam
– H2SO4 = 0,4 ml m-Alkalinitas = 81 mg/l pH = 6,76
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,4 ml/L × 40000 liter/jam = 16000 ml/jam = 16 liter/jam
– H2SO4 = 0,6 ml m-Alkalinitas = 72 mg/l pH = 6,61
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,6 ml/L × 40000 liter/jam = 24000 ml/jam = 24 liter/jam
– H2SO4 = 0,8 ml m-Alkalinitas = 63 mg/l pH = 6,46
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,8 ml/L × 40000 liter/jam = 32000 ml/jam = 32 liter/jam
– H2SO4 = 1,0 ml m-Alkalinitas = 45 mg/l pH = 6,30
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
1,0 ml/L × 40000 liter/jam = 4000 ml/jam = 40 liter/jam
(24)
– H2SO4 = 1,2 ml m-Alkalinitas = 32 mg/l pH = 6,14
Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
1,2 ml/L × 40000 liter/jam = 48000 ml/jam = 48 liter/jam
4.2 Pembahasan
Hasil percobaan yang dilakukan terhadap penentuan jumlah penambahan asam sulfat (H2SO4) terhadap nilai alkalinitas pada proses pengolahan air di PT. Coca
Cola Bottling Indonesia Unit Medan dapat dilihat bahwa penambahan asam sulfat yang lebih tepat adalah 0,4 ml/l atau 16 l/jam dengan m-Alkalinitas = 81mg/l dan pH = 6,76, nilai ini sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut yaitu pemakaian asam sulfat dalam kisaran 16-17 l/jam dan alklinitas < 85mg/l. Sedangkan penambahan asam sulfat lebih dari 16-17 l/jam atau kurang akan mengakibatkan penambahan asam sulfat per jamnya akan berada di luar range dengan ketetapan perusahaan.
Dari data yang diperoleh pada penambahan volume asam sulfat 4% yang bervariasi didapatkan kesimpulan bahwa apabila volume asam sulfat yang dipakai telalu tinggi maka nilai alkalinitas dan pH akan semakin rendah begitu juga
(25)
sebaliknya bila volume asam sulfat yang dipakai terlalu rendah maka nilai alkalinitas dan pH akan semakin tinggi.
Jika alkalinitas terlalu tinggi (dibandingkan kadar Ca2+ dan Mg2+ yaitu kadar kesadahan) air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa, sebaliknya alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan dapat menyebabkan kerak CaCO3 pada dinding pipa yang dapat memperkecil penampung basah pipa.
(26)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Fungsi penambahan asam sulfat pada proses pengolahan air adalah untuk menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air dan untuk menurunkan nilai alkalinitas air.
2. Nilai alkalinitas pada air sumur sebagai bahan baku produk yang mencapai 105 mg/L dapat diturunkan sekitar 81 mg/l sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu < 85 mg/l dengan menambahkan asam sulfat sebanyak 0,4 ml/L atau 161/jam.
5.2 Saran
1. Perlu lebih ketat dalam pengawasan penggunaan atau penambahan asam sulfat, karena apabila pemakaian asam sulfat tidak sesuai dengan standar mutu maka dapat mempengaruhi nilai alkalinitas.
2. Dalam melakukan penentuan alkalinitas air yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan air minuman ringan, titrasi yang dilakukan harus teliti dan hati-hati karena dapat mempengaruhi nilai alkalinitasnya yang dapat menyebabkan air tersebut tidak memenuhi standar sehingga tidak dapat digunakan untuk produksi minuman ringan.
(27)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2010). Air Laut
Maret 2010.
Anonimb. (2010). Air Atmosfer
Tanggal Akses 22 Maret 2010.
Anonimc. (2010). Asam Sulfat
Akses 22 Maret 2010.
Arya, W. W. (1995). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit And Yogyakarta. Hal. 71-72.
Alaerts, G., dan Sri, S. S. (1984). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Hal. 63.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. (2007). Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 31-32.
Mulyanto, H. R. (2007). Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Hal. 31-32.
Rukaesih, A. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal. 15, 18, 22.
Suripin. (2004). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal. 141, 148-151.
(1)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Percobaan 4.1.1 Data
a. Hasil pemeriksaan sampel (air sumur):
– pH : 7,36
– p-Alkalinitas : 0 mg/l – m-Alklinitas : 105 mg/l
b. Hasil pemeriksaan sampel (air sumur) setelah penambahan H2SO4:
Sampel (1000 ml)
Volume H2SO4 (ml)
pH P-Alkalinitas (mg/l)
m-Alkalinitas (mg/l)
1 0,2 6,94 0 90
2 0,4 6,76 0 81
3 0,6 6,61 0 72
4 0,8 6,46 0 63
5 1,0 6,30 0 45
6 1,2 6,14 0 32
Sampel air diambil dari air sumur bor
– Flow air : 40 m3/ jam = 40000 liter/ jam – H2SO4 : 16-17 liter/ jam
(2)
4.1.2 Perhitungan
– H2SO4 = 0,2 ml m-Alkalinitas = 90 mg/l pH = 6,94 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,2 ml/L × 40000 liter/jam = 8000 ml/jam = 8 liter/jam
– H2SO4 = 0,4 ml m-Alkalinitas = 81 mg/l pH = 6,76 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,4 ml/L × 40000 liter/jam = 16000 ml/jam = 16 liter/jam
– H2SO4 = 0,6 ml m-Alkalinitas = 72 mg/l pH = 6,61 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,6 ml/L × 40000 liter/jam = 24000 ml/jam = 24 liter/jam
– H2SO4 = 0,8 ml m-Alkalinitas = 63 mg/l pH = 6,46 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
0,8 ml/L × 40000 liter/jam = 32000 ml/jam = 32 liter/jam
– H2SO4 = 1,0 ml m-Alkalinitas = 45 mg/l pH = 6,30 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
1,0 ml/L × 40000 liter/jam = 4000 ml/jam = 40 liter/jam
(3)
– H2SO4 = 1,2 ml m-Alkalinitas = 32 mg/l pH = 6,14 Maka penggunaan H2SO4 dalam setiap jam adalah :
1,2 ml/L × 40000 liter/jam = 48000 ml/jam = 48 liter/jam
4.2 Pembahasan
Hasil percobaan yang dilakukan terhadap penentuan jumlah penambahan asam sulfat (H2SO4) terhadap nilai alkalinitas pada proses pengolahan air di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan dapat dilihat bahwa penambahan asam sulfat yang lebih tepat adalah 0,4 ml/l atau 16 l/jam dengan m-Alkalinitas = 81mg/l dan pH = 6,76, nilai ini sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut yaitu pemakaian asam sulfat dalam kisaran 16-17 l/jam dan alklinitas < 85mg/l. Sedangkan penambahan asam sulfat lebih dari 16-17 l/jam atau kurang akan mengakibatkan penambahan asam sulfat per jamnya akan berada di luar range dengan ketetapan perusahaan.
Dari data yang diperoleh pada penambahan volume asam sulfat 4% yang bervariasi didapatkan kesimpulan bahwa apabila volume asam sulfat yang dipakai telalu tinggi maka nilai alkalinitas dan pH akan semakin rendah begitu juga
(4)
sebaliknya bila volume asam sulfat yang dipakai terlalu rendah maka nilai alkalinitas dan pH akan semakin tinggi.
Jika alkalinitas terlalu tinggi (dibandingkan kadar Ca2+ dan Mg2+ yaitu kadar kesadahan) air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa, sebaliknya alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan dapat menyebabkan kerak CaCO3 pada dinding pipa yang dapat memperkecil penampung basah pipa.
(5)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Fungsi penambahan asam sulfat pada proses pengolahan air adalah untuk menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air dan untuk menurunkan nilai alkalinitas air.
2. Nilai alkalinitas pada air sumur sebagai bahan baku produk yang mencapai 105 mg/L dapat diturunkan sekitar 81 mg/l sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu < 85 mg/l dengan menambahkan asam sulfat sebanyak 0,4 ml/L atau 161/jam.
5.2 Saran
1. Perlu lebih ketat dalam pengawasan penggunaan atau penambahan asam sulfat, karena apabila pemakaian asam sulfat tidak sesuai dengan standar mutu maka dapat mempengaruhi nilai alkalinitas.
2. Dalam melakukan penentuan alkalinitas air yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan air minuman ringan, titrasi yang dilakukan harus teliti dan hati-hati karena dapat mempengaruhi nilai alkalinitasnya yang dapat menyebabkan air tersebut tidak memenuhi standar sehingga tidak dapat digunakan untuk produksi minuman ringan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2010). Air Laut
Maret 2010.
Anonimb. (2010). Air Atmosfer
Tanggal Akses 22 Maret 2010.
Anonimc. (2010). Asam Sulfat
Akses 22 Maret 2010.
Arya, W. W. (1995). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit And Yogyakarta. Hal. 71-72.
Alaerts, G., dan Sri, S. S. (1984). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Hal. 63.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. (2007). Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 31-32.
Mulyanto, H. R. (2007). Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Hal. 31-32.
Rukaesih, A. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal. 15, 18, 22.
Suripin. (2004). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hal. 141, 148-151.