Adaptasi Sistem Gastrointestinal Bayi Baru Lahir Dan Feeding Setelah Kelahiran

TINJAUAN PUSTAKA

ADAPTASI SISTEM GASTROINTESTINAL BAYI BARU LAHIR
DAN FEEDING SETELAH KELAHIRAN
Ellyta Aizar Ibrahim*

ABSTRAK
Kesehatan bayi pada kelanjutan perkembangan dan pertumbuhannya sangat ditentukan
oleh kesehatannya saat lahir dan hari-hari pertama kehidupan di luar rahim. Masa transisi
dari fetus ke kehidupan neonatal merupakan periode yang sangat kritis. Bayi akan mengalami
berbagai perubahan fisiologis untuk beradaptasi dengan lingkungan luar rahim. Salah satu
proses adaptasi fisiologis yang harus dilakukan bayi dan diidentifikasi oleh perawat selama
periode transisi ini adalah adaptasi sistem gastrointestinal. Feeding yang segera setelah kelahiran
sangat penting dalam hubungannya untuk mendukung proses adaptasi kehidupan ekstra-uteri
sistem gastro-intestinal bayi baru lahir (BBL) karena bermanfaat untuk merangsang peristaltik
usus sehingga isi usus dapat segera dikeluarkan. Feeding yang sangat tepat adalah kolostrum.
Efek laksatif dari kolostrum mendukung mempercepat evakuasi mekonium. Kegagalan dalam
membersihkan mekonium dengan cepat mempertinggi reabsorbsi usus terhadap bilirubin
sehingga dapat meningkatkan level bilirubin indirect. Keadaan ini dapat berpengaruh tidak baik
terhadap kesehatan bayi baru lahir akibat peningkatan bilirubin indirect.
Keywords: adaptasi, ekstra uteri, feeding

PENDAHULUAN
Periode neonatus meliputi waktu dari
sejak lahir sampai usia 28 hari, merupakan
waktu penyesuaian dari kehidupan intrauteri ke ekstra-uteri (Olds, et al., 1980).
Setelah lahir neonatus (BBL) harus bisa
melakukan perubahan fisiologis yang sangat
besar untuk beradaptasi dengan kehidupan
baru. Bayi harus berupaya agar fungsifungsi tubuhnya menjadi efektif sebagai
individu yang unik. Respirasi, pencernaan
dan kebutuhan untuk regulasi harus bisa
dilakukan sendiri (Gorrie et al., 1998).

Ketidakmampuan bayi beradaptasi
dengan kehidupan ekstra-uteri mempengaruhi
kondisi kesehatannya dan bahkan dapat
berakibat fatal. Hal ini dapat terlihat dari
Kematian neonatal terbanyak terjadi selama
minggu pertama kehidupan (Saifuddin,
dkk., 2000). Selama minggu pertama
tersebut, masa 24 jam pertama kehidupan

adalah signifikan karena merupakan
periode kritis, transisi dari kehidupan intrauteri ke ekstra-uteri. Secara statistik, risiko
kematian dan kesakitan selama periode ini
sangat tinggi (Olds, et al., 1980). Perawat

Penulis adalah
* Dosen Keperawatan Maternitas PSIK FK USU

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

43
Universitas Sumatera Utara

harus mengidentifikasi perubahan fisiologis
yang terjadi segera setelah bayi lahir sampai
beberapa hari kemudian untuk mengidentifikasi
ada tidaknya masalah dan abnormalitas
(Simpson & Creehan, 2001).
Salah satu proses adaptasi fisiologis
yang harus dilakukan bayi dan diidentifikasi

oleh perawat selama periode transisi
kehidupan fetus ke neonatus adalah
adaptasi sistem gastrointestinal (Gorrie et
al., 1998).
Adaptasi Sistem Gastrointestinal
Bayi Baru Lahir (BBL, newborns)
harus memulai untuk memasukkan, mencerna
dan mengabsrobsi makanan setelah lahir,
sebagaimana plasenta telah melakukan
fungsi ini (Gorrie, et al., 1998).
Saat lahir kapasitas lambung BBL
sekitar 6 ml/kg BB, atau rata-rata sekitar
50-60 cc, tetapi segera bertambah sampai
sekitar 90 ml selama beberapa hari pertama
kehidupan. Lambung akan kosong dalam 3
jam (Olds, et al., 1980) untuk pemasukan
makanan dan kosong sempurna dalam 2
sampai 4 jam. (Gorrie, et al., 1998).
Spingter cardiac antara esophagus
dan lambung pada neonatus masih immatur

(Olds, et al., 1980), mengalami relaksasi
sehingga dapat menyebabkan regurgitasi
makanan segera setelah diberikan (Gorrie,
et al., 1998). Regurgitasi juga dapat terjadi
karena kontrol persarafan pada lambung
belum sempurna (Olds, et al., 1980).
BBL mempunyai usus yang lebih
panjang dalam ukurannya terhadap besar
bayi dan jika dibandingkan dengan orang
dewasa. Keadaan ini menyebabkan area
permukaan untuk absorbsi lebih luas
(Gorrie, et al., 1998).
Bising usus pada keadaan normal
dapat didengar pada 4 kuadran abdomen
dalam jam pertama setelah lahir akibat bayi
menelan udara saat menangis dan sistem
saraf simpatis merangsang peristaltik
(Simpson & Creehan, 2001).

44


Saat lahir saluran cerna steril. Sekali
bayi terpapar dengan lingkungan luar dan
cairan mulai masuk, bakteri masuk ke
saluran cerna. Flora normal usus akan
terbentuk dalam beberapa hari pertama
kehidupan (Gorrie, et al., 1998) sehingga
meskipun saluran cerna steril saat lahir,
pada kebanyakan bayi bakteri dapat
dikultur dalam 5 jam setelah lahir. Bakteri
ini penting untuk pencernaan dan untuk
sintesa vitamin K (Olds, et al., 1980).
Enzim-enzim penting untuk mencerna
karbohidrat, protein, dan lemak sederhana
ada pada minggu ke-36-38 usia gestasi. Bayi
baru lahir cukup bila mampu menelan,
mencerna,
memetabolisme
dan
mengabsorbsi protein dan karbohidrat

sederhana serta mengemulsi lemak (Jensen
et al., 2004). Amilase pankreas mengalami
defisiensi selama 3-6 bulan pertama setelah
lahir. Sebagai akibat, BBL tidak bisa
mencerna jenis karbohidrat yang kompleks
seperti yang terdapat pada sereal. Selain itu
BBL juga mengalami defisiensi lipase
pankreas. Lemak yang ada di dalam Asi
lebih bisa dicerna dan lebih sesuai untuk
bayi dari pada lemak yang terdapat pada
susu formula ( Gorrie, et al., 1998).
Feses pertama yang dieksresi oleh
bayi disebut mekonium, berwarna gelap,
hitam kehijauan, kental, konsistensinya
seperti aspal, lembut, tidak berbau, dan
lengket. Mekonium terkumpul dalam usus
fetus sepanjang usia gestasi, mengandung
partikel-partikel dari cairan amnion seperti
sel kulit dan rambut, sel-sel yang terlepas
dari saluran cerna, empedu dan sekresi usus

yang lain (Gorrie, et al., 1998 & Olds, et al.,
1980).
Feses mekonium pertama biasanya
keluar dalam 24 jam pertama setelah lahir.
Jika tidak keluar dalam 36-48 jam, bayi
harus diperiksa patensi anus, bising usus
dan distensi abdomen dan dicurigai
kemungkinan obstruksi (Gorrie, et al., 1998
& Simpson & Creehan, 2001).

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006
Universitas Sumatera Utara

Tipe kedua feses yang dikeluarkan
oleh bayi disebut feses transisional, bewarna
coklat kehijauan dan konsistensinya lebih
lepas dari pada feses mekonium. Feses ini
merupakan kombinasi dari mekonium dan
feses susu. Keadaan feses selanjutnya sesuai
tipe makanan yang didapat oleh bayi (Gorrie,

et a., 1980). Tabel berikut menjelaskan
karaktertisik penting sistem pencernaan
sebelum dan setelah lahir.
Tabel 1. Karakteristik sistem pencernaan
sebelum dan setelah kelahiran
Sebelum lahir
- gastrointestinal
relatif inaktif.
Fetus menelan
cairan amnion dan
memperlihatkan
gerakan mengisap
dan menelan dalam
uterus.
- tidak ada makanan
yang diterima
melalui G.I.T.
- tidak terjadi
pengeluaran feses.
Pada keadaan

hipoksis atau
distres, spingter
anal relaksasi dan
mekonium terlepas
kedalam cairan
amnion,
mengindikasikan
fetal distres.

Setelah lahir
- bayi dapat
mengisap dan
menelan, mampu
mencerna dan
mengeliminasi Asi
dan susu formula.
- bayi mudah
menelan udara
selama makan dan
menangis.

- peristaltik aktif
pada bagian
abdomen yang lebih
bawah karena bayi
harus mengeluarkan feses.
Tidak adanya feses
dalam 48 jam
pertama mengindikasikan obstruksi isi
usus.

Dikutip dari Burrough & Leifer (2001)

Feeding Setelah Kelahiran
Feeding
(pemberian
makanan)
pertama jika memungkinkan diberikan saat
melakukan pengkajian pada BBL. Perawat
mengobservasi tanda-tanda yang dapat
menggambarkan keadaan hubungan antara

trakhea dan esophagus seperti ada tidaknya
batuk, keadaan seperti tercekik dan sianosis.
Selain pernafasan, mengisap dan menelan
merupakan pengalaman tambahan baru
setelah kelahiran. BBL biasanya mampu

mengisap, menelan dan mengkoordinasi
pernafasannya.
Setelah lahir, BBL mengalami
perubahan-perubahan perilaku yang terjadi
dalam beberapa fase yang tidak stabil.
Selama jam-jam pertama BBL terus
mengalami perubahan, dikenal dengan
periode reactivity. Pengetahuan tentang
periode
ini
membantu
mendukung
attachment orang tua-bayi dan pemberian
feeding.
Terdapat dua periode reactivity yang
diselingi dengan periode tidur. Periode
pertama reactivity dimulai setelah lahir.
BBL berada dalam keadaan diam, bangun
dan terjaga. Matanya dibuka dan waspada,
berespons terhadap rangsangan, menggerakgerakkan tangan dan kaki dengan energik,
berusaha mencari dan tampak lapar. Fase
ini akan diikuti dengan dengan fase aktifsiaga. Selama fase aktif-siaga BBL akan
memperlihatkan refleks isap yang kuat dan
tampak lapar. Ini merupakan waktu yang
sangat ideal untuk menyusui pertama.
Setelah 30 menit bayi akan mengantuk,
tidur dan akhirnya masuk periode tidur
terlelap sekitar 2 sampai 4 jam. Selama
waktu ini bayi tidak berespons, nadi dan
respirasi turun pada nilai normal namun
suhu mungkin rendah.
Ketika BBL terbangun dari periode
tidur, mereka masuk periode kedua reaktivity.
Periode ini dapat berlangsung 4 sampai 6
jam. BBL bangun, siaga dan dapat
menangis. BBL menjadi berkeinginan
terhadap makanan, memperlihatkan aktivitas
seperti mencari puting, mengisap dan
menelan dan kelihatan lapar. Feeding
mungkin dapat dimulai jika ia belum
dimulai
pada periode awal reactivity.
Mekonium mungkin keluar selama periode
ini. Sekresi mukus meningkat dan BBL
dapat mengalami gag atau regurgitasi
(Gorrie, et al., 1998 & Burroughs & Leifer,
2001).

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

45
Universitas Sumatera Utara

Pada beberapa fasilitas, bayi
diberikan cairan (air) steril dalam jumlah
sedikit sebelum diberikan feeding formula
pertama. Fasilitas yang lain memberikan asi
atau susu formula untuk semua feeding.
Feeding pertama tidak lebih dari 1
ons untuk mengurangi regurgitasi karena
overdistensi abdomen. Beberapa bayi dapat
mengalami cekukan atau gag selama feeding
permulaan dan sebagian yang lain dapat
mengalami kebiruan atau sianosis karena
terjadi apnea saat pemberian feeding. Pada
keadaan
ini
perawat
menghentikan
sementara pemberian makanan, disuction
jika perlu dan bayi dirangsang agar
menangis dengan menggosok-gosok bagian
belakang badannya. Banyak BBL yang
belajar mengkoordinasikan isapan, menelan
dan bernafas saat feeding pertama (Gorrie
et al., 1998).
Feeding menyebabkan BBL mempunyai
stool. Peristaltik menjadi cepat dan
meningkat dengan pemberian makanan.
Reflek gastrokolik dapat terangsang saat
lambung terisi, menyebabkan peningkatan
peristaltik usus. Bayi akan mengeluarkan
feses selama atau setelah pemberian
makanan. Feses mekonium juga dapat
keluar ketika dilakukan pengukuran suhu
rektal. Meskipun pemeriksaan suhu rektal
tidak direkomendasikan, termometer dapat
dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
rektum untuk mengetahui patensi anus dan
merangsang pengeluaran feses mekonium
(Gorrie et al., 1998).

46

Keterlambatan feeding menyebabkan
stasis usus sehingga isi usus yang
mengandung mekonium lama dikeluarkan.
Mekonium merupakan penyimpan bilirubin
dalam jumlah yang sangat besar dan ini
dapat diabsrobsi kembali ke dalam sirkulasi
jika tertunda dieliminasi. Kegagalan dalam
membersihkan mekonium dengan cepat
mempertinggi
reabsrobsi
usus
dan
meningkatkan bilirubin serum (Simpson &
Creehan, 2001). Hal ini dapat terjadi
karena bilirubin direct yang ada dalam
mekonium dikonversi ulang oleh enzim
beta glukoronidase menjadi bilirubin
indirect, diabsrobsi oleh dinding usus dan
masuk kembali ke sirkulasi enterohepatik.
Efek proses ini adalah joundice pada BBL
(Melson et al., 1999).
Rutinitas beberapa rumah sakit
dalam pola pemberian feeding pada BBL
berkontribusi terhadap tingginya level
bilirubin. Sistem yang tidak mendukung
rooming in mengurangi jumlah pemberian
feeding seperti penjadwalan pemberian
feeding (Simpson & Creehan, 2001).
Menyusui dini yang efisien berkorelasi
dengan penurunan kadar bilirubin darah.
Kadar protein yang tinggi di dalam
kolostrum mempermudah ikatan bilirubin
dan kerja laksatif kolostrum untuk
perjalanan mekonium (bobak, Lowdermilk
& Jensen, 2004).
Skema berikut menggambarkan
hubungan antara feeding setelah kelahiran
dengan pengeluaran mekonium dan level
bilirubin indirect dalam serum setelah
kelahiran.

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006
Universitas Sumatera Utara

Skema 1. Hubungan feeding setelah kelahiran dengan penurunan level bilirubin setelah
kelahiran
Feeding
segera
setelah
kelahiran

Peningkatan
peristaltik
usus

Eksresi
mekonium :
waktu &
jumlah

Eksresi mekonium;
waktu & jumlah

Penurunan
bilirubin
indirect

Jenis Feeding :
• kolostrum
• susu formula
• air steril
Intervensi : pengukuran suhu rectal

KEPUSTAKAAN
Burroughs A & Leifer G. (2001). Maternity
Nursing an Introductory Text. 8 th
edition.
Gorrie T.M., McKinney E.S., & Murray
S.S. (1998). 2nd edition. Foundation
of
Maternal–Newborn
Nursing.
Philadelphia.
W.B.
Saunders
Company.
Hastono, S.P. (2001). Modul Analisa Data.
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

Penurunan
bilirubin
indirect

Melson A. Katrryn et al., (1999). MaternalInfant Care Planning. Pennsylvania,
Springhouse Cooporation.
Philadelphia. W.B. Saunders Company.
Simpson R.K. & Creehan A.P. (2001).
Perinatologi Nursing. Lippincott,
Philadelphia.
Thomson, E. (1995). Introduction to
Maternity and Pediatric Nursing 2nd
edition. WB. Saunders. USA.

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

47
Universitas Sumatera Utara