Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

(1)

HASIL PENELITIAN MAGISTER

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA

KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL

AKUT DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE

OLEH

M. ERI DARMAWAN

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KAITAN

GLASGOW COMA SCORE

AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH

CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN

PERDARAHAN SUBDURAL AKUT DENGAN

GLASGOW OUTCOME SCALE

PENELITI M. ERI DARMAWAN

PEMBIMBING

NIP : 19440507 197703 1 001

(Prof. Dr. A. GOFAR SASTRODININGRAT,SpBS(K))

DIKETAHUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN ILMU BEDAH KETUA PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

FK USU, FK USU,


(3)

SURAT KETERANGAN

SUDAH DIPERIKSA KARYA TULIS TUGAS MAGISTER

JUDUL : KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL AKUT DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE

PENELITI : M. ERI DARMAWAN

DEPARTEMEN : DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK USU INSTITUSI : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, 27 NOVEMBER 2012

KONSULTAN METODOLOGY PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

NIP: 19511202 197902 1 003 PROF. DR. AZNAN LELO, PhD, SpFK


(4)

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : Dr. M. ERI DARMAWAN

SEMESTER : XII

JUDUL : KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN

PERDARAHAN SUBDURAL AKUT DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE

PEMBIMBING : PROF. DR. A. GOFAR SASTRODININGRAT, SpBS(K) NIP: 19440507 197703 1 001

MEDAN, 27 NOVEMBER 2012 SEKSI ILMIAH

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK USU,

NIP : 19440507 197703 1 001


(5)

PERNYATAAN

KAITAN GLASGOW COMA SCORE AWAL DAN JARAK WAKTU SETELAH CEDERA KEPALA SAMPAI DILAKUKAN OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL AKUT

DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

MEDAN,27 NOVEMBER 2012


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Prof. Dr. Abd. Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Guru Besar di Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya : Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A Hakim, SpS,SpBS(K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof Usul Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, DR. dr. Humala Hutagalung,


(7)

SpOT, dr. Bungaran Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini. Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Kedua orang tua, ayahanda H. Djamil Zein dan ibunda Erlina Zahara. Mertua, ayahanda Drs. H. Jufri Ragani dan ibunda Hj. Barbara Sherly, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis menucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta Suci Mulani, SH dan anakku M. Rafi Darmawan atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.


(8)

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, November 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN THESIS………... i

LEMBAR PERNYATAAN ………... ii

LEMBAR PENGESAHAN……….. iii

PERNYATAAN……… iv

UCAPAN TERIMA KASIH………. ... v

DAFTAR ISI………..……….. viii

DAFTAR TABEL……... xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

DAFTAR SINGKATAN……… xiv

ABSTRAK……… xv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan ... 3

1.4.1. Tujuan umum ... 3

1.4.2. Tujuan khusus ... 4

1.5. Manfaat ... 4

1.5.1. Bidang akademik/ilmiah ... 4

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat ... 4


(10)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan ... 5

2.2. Faktor Epidemiologik ... 6

2.3. Patofisiology………...7

2.4. Gambaran Klinis……….7 2.5. Pemeriksaan Neurologis………..8

2.6. Pemeriksaan CT Scan………..8

2.7. Tindakan Operasi………...…10

2.8. Interval Waktu antara trauma dan tindakan operasi………...12

2.9. Outcome Paska Cedera Kepala ...13

2.10. Skoring Glassgow Outcome Scale...14

2.11. Kerangka Teori… ...15

2.12. Kerangka Konsep………...16

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain ... 17

3.2. Tempat dan Waktu ... 17

3.3. Populasi dan Sampel ... 17

3.4. Perkiraan Besar Sampel ... 17

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 18


(11)

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 18

3.7. Etika Penelitian ... 18

3.8. Cara Kerja ... 18

3.8.1. Alokasi Subjek ... 18

3.8.2. Pengukuran dan Intervensi ... 19

3.8.2.1. Tahap persiapan ... 19

3.8.2.2. Tahap pelaksanaan ... 19

3.8.2.3. Tahap akhir penelitian ... 19

3.9. Identifikasi Variabel ... 19

3.10. Defenisi Operasional ... 20

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ... 20

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Sampel……….………….. 21

4.2.Hubungan antara GCS saat awal masuk dan jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan GOS………...……… 27

BAB 5. PEMBAHASAN……….… 31

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan……… 34


(12)

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.9.1 Tabel Glasgow Outcome Scale……….………….. 14 4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan usia……….………... 21

4.1.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin……….…….…... 22 4.1.3 Distribusi lokasi cedera kepala menurut hasil pemeriksaan CT Scan……….…. 23 4.1.4 Distribusi pasien berdasarkan GCS saat awal masuk……….…….. 24

4.1.5 Distribusi pasien berdasarkan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi….. 25 4.1.6 Distribusi Pasien berdasarkan skor GOS………. 26

4.1.7 Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS……… 27 4.1.8 Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS……… 29


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.10 Kerangka Teori………. 15

2.11. Kerangka Konsep……… 16

Diagram 1.Proporsi jenis kelamin………. 22

Diagram 2. Proporsi GCS saat awal masuk………... 24

Diagram 3. Proporsi jarak waktu antara cedera kepala dan operasi……….. 25

Diagram 4. Proporsi skor GOS……….. 26

Grafik 1. Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS……….. 28

Diagram 5. Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS……….. 28

Grafik 2. Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS……….. 29


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Susunan Peneliti ... 40

2. Data Pasien SDH………... 41

3. Jadwal Penelitian ... 42

4. Naskah Penjelasan kepada Orang Tua /Kerabat Pasien lainnya ... 43

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) ... 44

6. Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian ... 45

7. Formulir/Kuisioner ... 46


(16)

DAFTAR ISTILAH

CPP Cerebral Perfusion Pressure CT SCAN Computed Tomography Scan DAI Diffuse Axonal Injury

FIM Functional Independence Measure

GOS Glasgow Outcome Scale

HAM Haji Adam Malik

ICP Intra Cranial Pressure IGD Instalasi Gawat Darurat

mm Milimeter

mmHg Milimeter Hidrargirum

MRI Magnetic Ressonance Imaging PIS Perdarahan Intra Serebral

PSD Perdarahan Sub Dural

RSUP H Rumah Sakit Umum Pusat Haji

SKG Skala Koma Glasgow

SPSS Statistical Packages for the Social Sciences TCDB Traumatic Coma Data Bank


(17)

ABSTRAK

Objektif : Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang mempunyai mortalitas relative tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu perdarahan subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya. Aykut karasu dkk di Istambul Turki mengatakan bahwa faktor prognostik terpenting terpenting pada pasien SDH akut yang di operasi adalah GCS pada awal masuk, sedangkan Seeling dkk di Jerman mengatakan bahwa pasien SDH akut yang dilakukan operasi dalam waktu < 4 jam mempunyai mortalitas 30 % dan jika lebih > 4 jam mempunyai mortalitas 90 %.

Bahan dan Cara kerja : Seluruh pasien SDH akut yang dilakukan operasi dilakukan pencatatan GCS pada saat awal masuk dan jarak waktu cedera kepala sampai dilakukan operasi, kemudian dinilai Glasgow outcome scale pasca Operasi pada saat pasien dipulangkan.

Hasil : Dari 23 kasus SDH akut yang dioperasi, secara statistik hubungan antara GCS saat awal masuk dengan nilai GOS adalah lemah dan tidak bermakna (p = 0,06; r = 0,41) dan hubungan antara jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi dengan nilai GOS adalah sangat kuat dan signifikan (p = 0,001; r = (-)0,66) , dimana semakin cepat penderita perdarahan subdural akut dilakukan tindakan operasi, maka semakin baik prognosisnya.

Simpulan : Jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi diperkirakan dapat digunakan sebagai prediktor prognosis penderita perdarahan subdural akut.


(18)

ABSTRAK

Objektif : Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang mempunyai mortalitas relative tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu perdarahan subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya. Aykut karasu dkk di Istambul Turki mengatakan bahwa faktor prognostik terpenting terpenting pada pasien SDH akut yang di operasi adalah GCS pada awal masuk, sedangkan Seeling dkk di Jerman mengatakan bahwa pasien SDH akut yang dilakukan operasi dalam waktu < 4 jam mempunyai mortalitas 30 % dan jika lebih > 4 jam mempunyai mortalitas 90 %.

Bahan dan Cara kerja : Seluruh pasien SDH akut yang dilakukan operasi dilakukan pencatatan GCS pada saat awal masuk dan jarak waktu cedera kepala sampai dilakukan operasi, kemudian dinilai Glasgow outcome scale pasca Operasi pada saat pasien dipulangkan.

Hasil : Dari 23 kasus SDH akut yang dioperasi, secara statistik hubungan antara GCS saat awal masuk dengan nilai GOS adalah lemah dan tidak bermakna (p = 0,06; r = 0,41) dan hubungan antara jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi dengan nilai GOS adalah sangat kuat dan signifikan (p = 0,001; r = (-)0,66) , dimana semakin cepat penderita perdarahan subdural akut dilakukan tindakan operasi, maka semakin baik prognosisnya.

Simpulan : Jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi diperkirakan dapat digunakan sebagai prediktor prognosis penderita perdarahan subdural akut.


(19)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di negara-negara berkembang, trauma merupakan penyebab kematian terbanyak pada populasi penduduk dibawah usia 45 tahun. Cedera kepala menjadi hampir sebagian penyebab kematian dari keseluruhan angka kematian yang diakibatkan trauma, yang sebagian besarnya mengakibatkan kematian pasien akibat trauma setelah masuk ke rumah sakit. Cedera kepala juga merupakan penyebab utama yang paling sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah kecelakaan dan kecacatan tersebut dapat terjadi meskipun pada pasien dengan cedera kepala derajat ringan (Selladurai B. et al, 2007).

Tiap tahunnya, di Amerika angka kematian mendekati 52000 orang diakibatkan oleh cedera kepala (20/100,000 population). Insidensi cedera kepala berat (GCS kurang atau sama dengan 8) adalah 100/100,000 populasi dan prevalensi adalah 2.5–5.6 juta. Frekuensi cedera kepala semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah dan padatnya kendaraan bermotor yang mengakibatkan semakin tingginya angka kecelakaan di jalan raya (Marshall LF,2000).

Data dari kepolisian RI 2009 menyebutkan , sepanjang tahun itu terjadi sedikitnya 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya, artinya dalam tiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan. (Departemen perhubungan, 2010).

Di Indonesia, sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan. Proporsi disabilitas (ketidakmampuan) dan angka kematian karena kecelakaan masih cukup tinggi yaitu sebesar 25% dan upaya untuk


(20)

mengendalikannya dapat dilakukan melalui tatalaksana penanganan korban kecelakaan di tempat kejadian kecelakaan maupun setelah sampai di sarana pelayanan kesehatan. Kejadian ini terjadi seiring meningkat pesatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia

Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang mempunyai mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu perdarahan subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya

(Yusherman et al, 2008).

Penanganan cedera kepala dengan perdarahan subdural akut disertai indikasi suatu operasi adalah dengan melakukan dekompresi evakuasi PSD untuk mencegah efek massa (mass effect) terhadap otak walapun PSD yang sedikit sehingga dapat mencegah peningkatan TIK dan memperbaiki keadaan intracerebral (Sastrodiningrat, 2006).

(Sastrodiningrat, 2006).

Salah satu yang menentukan prognosa perdarahan subdural akut yang mempunyai indikasi operasi tergantung dari yaitu interval waktu antara trauma dan tindakan operasi (Seelig JM et al, 1991), GCS pada saat awal masuk (Sone JL et al, 1983; Mark S et al; ), dll.

Seelig dkk di Jerman meneliti hubungan mortalitas dan saat dilakukan operasi (timing of operation) terhadap 82 penderita PSD akut dalam keadaan koma. Penderita – penderita yang dioperasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma mempunyai mortalitas 30 %, penderita – penderita yang dioperasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma mempunyai mortalitas 90 %.


(21)

Sedangkan Aykut karasu,dkk di Istanbul Turki melaporkan penelitiannya bahwa factor prognostic terpenting pasien SDH akut yang dioperasi adalah nilai GCS pada awal masuk ( GCS awal masuk 3 – 8 memiliki mortalitas 70 % , jika GCS awal masuk 13 – 15 memiliki mortalitas 23,8 % ) dibandingkan dengan jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi .

Penilaian outcome suatu tindakan operasi dapat dinilai berdasarkan Glassgow outcome scale, Hal ini karena parameter tersebut telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti dari luar negeri.

Oleh karena itu perlu diteliti kaitan GCS awal dan jarak waktu antara cedera kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan subdural akut dengan Glassgow Outcome Scale.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

1.3. Hipotesis

Ada kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan umum

Menentukan kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale


(22)

1.4.2. Tujuan khusus

Menentukan apakah kaitan Glassgow Coma Score Awal dengan Glassgow outcome scale lebih signifikan dari pada kaitan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi dengan Glassgow Outcome Scale pada pasien perdarahan Subdural Akut.

1.5. Manfaat

1.5.1. Bidang akademik/ilmiah

Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang bedah saraf, khususnya Mengetahui kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

1.5.2 Bidang pelayanan masyarakat

Meningkatkan pelayanan penderita cedera kepala, khususnya pelayanan di bidang bedah saraf.

1.5.3 Bidang pengembangan penelitian

Memberikan data awal terhadap departemen bedah saraf tentang Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale


(23)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Perdarahan subdural akut (PSD akut ) merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang mempunyai mortalitas relative tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak . Oleh karena itu perdarahan subdural perlu mendapatkan perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya (Satrodiningrat, 2006).

Perdarahan subdural secara umum dibagi menjadi bentuk akut dan bentuk kronis atau subakut. Stone dkk

Menentukan prognosis untuk penderita-penderita dengan cedera kepala berat sering kali sulit, suatu upaya yang selalu menjadi beban bagi spesialis bedah saraf. Sebuah prognosis yang akurat adalah sangat penting untuk membuat suatu keputusan apakah informedconsent diberikan atau tidak. Kenyataannya walau dokter – dokter yang paling berpengalaman pun sulit untuk menentukan prognosis akhir segera setelah cedera. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penilaian klinik (clinical assessment) awal, lamanya penyembuhan pada penderita cedera berat, dan banyaknya faktor dan variabel yang mempengaruhi prognosa penderita cedera kepala berat. Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk memperlihatkan hubungan faktor-faktor prognosis tersebut dengan outcome yang dicapai hasil yang bermacam-macam. Dengan adanya parameter-parameter prognosis yang lebih baru dan berbagai tes-tes penunjang telah menolong menentukan potensi untuk penyembuhan fungsional (Satrodiningrat, 2006).

(Sone JL et al, 1983), mendefenisikan sebagai akut untuk kasus – kasus perdarahan subdural yang dioperasi dalam waktu 24 jam. Tetapi perdarahan subdural yang manifes dalam waktu 48 – 72 jam oleh kelompok lain masih disebut sebagai perdarahan akut (Rosenom et al, 1978).


(24)

2.2. Faktor Epidemiologi

Di Indonesia belum ada catatan catatan nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. Di Amerika serikat frekuensinya berbanding lurus terhadap kejadian cedera kepala. Perdarahan subdural adalah bentuk yang paling sering terjadi dari lesi intrakranial, kira – kira sepertiga dari kejadian cedera kepala berat

Angka mortalitas pada penderita – penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu berakhir dengan kematian

(El-Kahdi H et al, 2000).

Epidemiology dari perdarahan subdural akut (PSD akut) serupa dengan lesi-lesi massa intracranial traumatic lainnya. Penderita adalah kebanyakan laki – laki dan kebanyakan umurnya lebih tua dari penderita – penderita cedera kepala lainnya.

(Sone JL et al, 1983).

Penyebab yang predominan pada umumnya ialah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan perkelahian, merupakan cedera terbanyak , sebagian kecil disebabkan kecelakaan olah raga dan kecelakaan industri (Sone JL et al, 1983). Genareli dan thibault serta seelig dkk melaporkan bahwa pada penderita – penderita cedera kepala berat tanpa lesi massa (mass lesion) 89 % disebabkan kecelakan kendaraan (Seeliq JM et al, 1981).


(25)

2.3. Patofisiologi

Pada umumnya penyebab perdarahan subdural akut adalah cedera kepala , kadang – kadang ditemukan perdarahan subdural akut tanpa adanya trauma seperti pada penderita – penderita yang mendapat antikoagulan, mengalami koagulopati atau rupture aneurisma (Pozzati E et al,1980).

Saat cedera kepala, terjadi gerakan sagital dari kepala dan otak mengalami akselerasi di dalam tengkorak menyebabkan regangan (stretching) dari vena – vena parasagital ( bridging vein) yang membawa drainase dari permukaan otak dan sinus venosus duramater. Bila vena – vena yang melintas ruang subdural ini cukup meregang maka akan terjadi ruptur pada vena – vena dan darah masuk ke ruang subdural (Sastrodiningrat, 2006).

2.4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis ditentukan oleh dua factor yaitu beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume PSD. Pada penderita – penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. PSD dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma (Jamieson KG, 1972).

Gejala – gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala – gejala klinik yang paling sering ditemukan. Lesi paska trauma baik hematoma atau lesi parenkhim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik. Tetapi gambaran pupil dan motorik tidak merupakan indikator yang mutlak untuk menentukan letak


(26)

hematoma (El-Kahdi H et al, 2000). Perubahan diameter pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak PSD.

2.5. Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan pada penderita – penderita cedera kepala hendaklah ditekankan pada pemeriksaan neurologi yang meliputkan kesadaran penderita dengan menggunakan Skala Koma Glasgow, diameter kedua pupil ,defisit motorik dan tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya jejas – jejas di kepala menjadikan dokter waspada terhadap adanya lesi – lesi intrakranial.

Menurut Jamieson,Yelland(Jamieson KG, 1972) dan Aykut karasu, dkk

2.6. Pemeriksaan CT Scan

derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan operasi adalah satu-satunya faktor penentu terhadap prognosis akhir (outcome) penderita PSD akut. Penderita yang sadar pada waktu dioperasi mempunyai mortalitas 9% sedangkan penderita PSD akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 40% sampai dengan 65%. Tetapi Richards dan Hoff (Richards T, 1994) tidak menemukan hubungan yang bermakna antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. Abnormalitas pupil , bilateral midriasis berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. Beberapa peneliti (Sone JL et al, 1983; Kocrk et al, 1998; Raftopoulus C et al, 1990), pada umumnya menemukan ’functional survival’ yang rendah dan mortalitas yang tinggi pada penderita – penderita PSD akut dengan skor Skala Koma Glasgow yang rendah.

Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi paska trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial (Koo AH et al, 1977).


(27)

Perdarahan Subdural Akut

Perdarahan subdural akut pada CT-Scan Kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperden (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli.

Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya (William VL et al, 2000; Koo AH et al, 1977).

Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridgingveins’ yang terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused (Cohen RA et al, 1986).

Perdarahan Subdural Subakut

Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48 – 72 jam setelah trauma kapitis. Pada gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens . Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut sering juga


(28)

berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma (Lee KS et al, 1997)

Pada alat CT generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras.

Perdarahan Subdural Kronik

Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran CT tanpa kontras. Bila pada CT-Scan Kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan, misalnya fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid (William VL et al, 2000; Koo AH et al, 1977).

Domenicucci dkk (Domenicucci M et al, 1995), memeriksa CT scan preoperatif terhadap 31 penderita dengan PSD akut ; menemukan penderita – penderita dengan ruang subarakhnoid yang tidak terganggu (intact) dan cairan serebrospinal yang tidak mengandung darah mempunyai prognosa akhir (outcome) yang lebih baik ketimbang penderita – penderita PSD akut dengan ruang subarakhnoid yang terobliterasi dan cairan serebrospinal yang berdarah.

2.7. Tindakan Operasi

Tindakan operasi ditujukan kepada: 1. Evakuasi seluruh PSD

2. Merawat sumber perdarahan

3. Reseksi parenkim otak yang nonviable 4. Mengeluarkan PIS yang ada.


(29)

dengan trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang biasanya solid dan kenyal apalagi kalau volume hematoma cukup besar. Lebih dari seperlima penderita PSD akut mempunyai volume hematoma lebih dari 200 ml (Richards T, 1994; Dent DL et al, 1995).

Hampir semua ahli bedah saraf memilih kraniotomi luas (Sone JL et al, 1983; Seeliq JM et al, 1981). Luasnya insisi ditentukan oleh luasnya hematoma dan lokasi kerusakan parenkim otak. Lubang bor yang pertama dibuat dilokasi dimana di dapatkan hematoma dalam jumlah banyak, dura mater dibuka dan diaspirasi sebanyak mungkin hematoma, tindakan ini akan segara menurunkan TIK. Lubang – lubang bor berikutnya dibuat dan kepingan kranium yang lebar dilepaskan , duramater dibuka lebar dan hematoma dievakuasi dari permukaan otak. Setelah itu, dimasukkan surgical patties yang cukup lebar dan basah keruang subdural , dilakukan irigasi, kemudian surgical patties disedot (suction) . Surgical patties perlahan – lahan ditarik keluar , sisa hematoma akan melekat pada surgical patties, setelah itu dilakukan irigasi ruang subdural dengan memasukkan kateter kesegala arah. Kontusio jaringan otak dan hematoma intraserebral direseksi. Dipasang drain 24 jam diruang subdural, duramater dijahit rapat.

Usaha diatas adalah untuk memperbaiki prognosa akhir PSD , dilakukan kraniotomi dekompresif yang luas dengan maksud untuk mengeluarkan seluruh hematoma , merawat perdarahan dan mempersiapkan dekompesi eksternal dari edema serebral pasca operasi. Pemeriksaan pasca operasi menujukkan sisa hematoma dan perdarahan ulang sangat minimal dan struktur garis tengah kembali lebih cepat ke posisi semula dibandingkan dengan penderita yang tidak dioperasi dengan cara ini (Dent DL et al, 1996).

Akan tetapi suatu penelitian menemukan hanya 10% yang berhasil survive dari penderita – penderita PSD akut yang mendapat massive surgical decompression (Cooper PR et al, 1996). Kemungkinan besar kegagalan ini sangat berhubungan dengan luasnya kerusakan parenkim otak


(30)

pada saat terjadi trauma dan ketidak mampuan tindakan dekompresi mengantisipasi keadaan tersebut. Beberapa percobaan juga menunjukkan bahwa dekompresi yang luas dapat meningkatkan edema serebral (Gaab M. Knolich OE et al, 1997). Hal ini mungkin disebabkan karena kompresi dan oklusi vena – vena kortikal pada tepi tulang bekas kraniotomi luas dan menyebabkan infark.

Kebanyakan peneliti (Hase J et al, 1987; Shigemory M et al, 1979; Shigemori M et al, 1989) melaporkan bahwa dekompresi yang luas bermanfaat memperbaiki prognosa akhir penderita PSD.

2.8. Interval Waktu Antara Trauma & Tindakan Operasi

Beberapa ahli bedah menganut pada four hour rules, hasil dari hal tsb dipublikasikan di fakultas kedokteran Virginia, isinya adalah (Mark S et al, ) :

1. Pasien – pasien yang dioperasi dalam waktu 4 jam trauma mempunyai angka trauma 30 %, dibandingkan dengan angka mortalitas 90 % jika dioperasi dalam waktu lebih dari 4 jam.

2. Fungsional survival rate mencapai 65 % dapat dicapai jika dioperasi dalam waktu 4 jam 3. Factor – factor lain yang berhubungan adalah :

a. ICP pasca operasi ICP < 20 mmHg mempunyai 79 % pasien sembuh secara fungsional

b. Pemeriksaan syaraf inisial c. Umur bukan suatu factor

Seelig dkk (Seeliq JM et al, 1981) meneliti hubungan mortalitas dan saat dilakukan operasi (timing of operation) terhadap 82 penderita PSD akut dalam keadaan koma. Penderita -


(31)

penderita yang dioperasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma mempunyai mortalitas 30% , penderita – penderita yang dioperasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma mempunyai mortalitas 90%. Peneliti lain (Sone JL et al, 1983; Massaro F et al, 1996), menemukan faktor interval waktu sejak kejadian trauma sampai saat dilakukan operasi sebagai faktor penentu prognosa akhir yang tidak bermakna. Akan tetapi kedua penelitian ini tidak dapat dibandingkan satu sama lain. Penderita – penderita yang dilaporkan Seelig dkk

Hasselberger dkk (Hasselberger K et al, 1988)

( semua dalam kedaan koma, adalah masuk diakal bahwa penderita – penderita PSD akut dalam keadaan koma akan memberikan hasil yang lebih baik bila operasi dekompresi dilakukan sedini mungkin dibandingkan dengan penderita yang dioperasi lebih lambat. Penderita – penderita dari peneliti lain tersebut , termasuk penderita –penderita dengan trauma yang kurang berat tetapi mengalami deteriorasi setelah interval waktu yang lama , sampi 12 – 24 jam.

,

Tampaknya kerusakan – kerusakan yang terjadi pada saat trauma lebih menentukan prognosa akhir ketimbang interval waktu antara trauma dan operasi.

memeriksa lamanya penderita mengalami koma ketimbang interval waktu antara trauma dan operasi. Penderita – penderita yang mengalami koma , 2 jam mempunyai mortalitas 47% sedangkan penderita – penderita dengan koma > 2 jam mempunyai mortalitas 80% dan dari keseluruhan penderita hanya 4% yang mengalami penyembuhan baik.

2.9. Outcome Paska Cedera Kepala(Glasgow Outcome Scale)

Glasgow Outcome Scale dikembangkan pertama kali oleh Jennet dan Bond pada tahun 1975. Mereka mengembangkan GOS dengan tujuan mengklasifikasi bermacam-macam kondisi outcome yang terdapat pada pasien pasca cedera kepala. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya GOS terdiri 5 kategori. Kategori GOS mulai dari Good recovery (GOS 5) hingga


(32)

Death (GOS 1) (Lee KS et al, 1997). Banyak peneliti telah menggunakan GOS sebagai pengukuran utama outcome karena dapat mendeskripsikan secara umum outcome dari pasien. (Pozzati E et al, 1980; Seeler RA et al, 1973; Jamieson KG, 1972; Munro D, 1982; Lee KS et al, 1997) Beberapa peneliti dalam studi mereka mengkombinasikan kategori dalam GOS dengan tujuan menciptakan outcome kategori yang lebih luas. Choi dan kawan-kawan (1983), Narayan dan kawan-kawan (1981), dan Young dan kawan-kawan (1981) membuat kategori outcome baik dan buruk. Outcome baik terdiri dari kategori good recovery atau moderate disability, outcome buruk pada pasien yang mengalami severedisability, persisten vegetative state or death. Dengan membuat kriteria outcome ini lebih luas, peneliti dapat menggambarkan akurasi yang lebih baik pada prediksinya.

Pengukuran outcome dari cedera kepala dilakukan menggnunakan skala pengukuran yang beragam. Glasgow Outcome Scale (GOS), Barthel Index (BI), Functional Independence Measure (FIM) merupakan beberapa skala pengukuran yang sering digunakan diantara banyak skala lainnya.

2. 10. Skoring Glasgow Outcome Scale

Skor Penilaian Definisi

5 Good Recovery Baik Pemulihan

Resumption of normal life despite minor deficits/ Kembalinya kehidupan normal meskipun defisit kecil 4 Moderate Disability

Sedang Cacat

Disabled but independen/ Penyandang Cacat tetapi independen. Can work in sheltered setting / Dapat bekerja dalam pengaturan


(33)

terlindung

3 Severe Disability Cacat berat

Conscious but disabled/Sadar tapi dinonaktifkan. Dependent for daily support /tergantung untuk dukungan setiap hari

2 Persistent vegetative Persistent vegetatif

Minimal responsiveness/ Minimal tanggap

1 Death/ Kematian Non survival / Non hidup

2.11. Kerangka Teori

Cedera Kepala

Perdarahan Subdural akut

Glasgow Outcome Scale


(34)

2.12. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep PASIEN DENGAN SUBDURAL

HEMATOMA AKUT INDIKASI OPERASI

GCS awal masuk

OPERASI

GLASGOW OUTCOME SCALE Jarak waktu setelah

cedera kepala sampai dilakukan operasi


(35)

BAB III. METODOLOGI

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik Cohort untuk menilai kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dan RS jejaring FK USU. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai April sampai dengan Juni ( jadwal terlampir ).

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien subdural hematoma akut yang di operasi. Populasi terjangkau adalah populasi target yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Instalasi Gawat Darurat RSUP H Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU selama bulan April sampai dengan Juni 2012 . Sampel adalah Total Sampling yang memenuhi kriteria.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Sampel adalah seluruh pasien subdural Hematoma akut yang dioperasi pada periode April sampai dengan Juni 2012.


(36)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria inklusi

1. Penderita subdural hematoma akut yang dilakukan operasi 2. Pasien dengan usia 18 – 59 tahun

3. Mendapat informed consent / persetujuan dari keluarga

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Penderita dengan multiple trauma

2. Pasien pulang atas permintaan sendiri sebelum masa pengobatan selesai 3. Pasien meninggal dunia

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari keluarga pasien setelah dilakukan penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU.

3.8. Cara Kerja 3.8.1. Alokasi subjek


(37)

3.8.2 Pengukuran dan intervensi

3.8.2.1. Tahap persiapan

1. Melakukan pendataan dengan melakukan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien Subdural Hematoma akut

2. Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi 3.8.2.2. Tahap pelaksanaan

1. Melakukan penilaian terhadap pasien Subdural hematoma akut yang mempunyai indikasi untuk operasi dan dilakukan penilaian GCS pada saat masuk dan berapa lama jarak waktu antara cedera kepala dengan tindakan operasi.

2. Parameter penilaian CT Scan

CT scan dilakukan dalam saat pasien masuk ke IGD.

3. Melakukan penilaian outcome dengan mengisi Glasgow outcome scale dalam periode : 1. Pada saat pasien dipulangkan

3.8.2.3.

1. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Tahap akhir penelitian

2. Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan.

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel Bebas

1. Cedera kepala 2. Operasi


(38)

Variabel tergantung

1. Glassgow Outcome Scale 2. Glassgow Coma Score 3.10. Definisi Operasional

a. Pasien multipel trauma adalah pasien yang menderita lebih dari satu kondisi akibat trauma yang sama

b. Outcome dikatakan baik pada kriteria G(Good) dan MD(Moderate Disability), buruk pada SD(Severe Disability), V(Vegetatif) dan D(Death), data skala nominal.

c. GCS awal masuk adalah GCS yang dinilai setelah pasien mendapatkan resusitasi secara optimal.

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS dan Microsoft Excel). Batas kemaknaan P≤ 0,05.

Untuk menilai Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale, dianalisa dengan Chi Square dan Correlation Test.


(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karateristik Sampel

Selama periode penelitian dari bulan April sampai dengan Juni 2012, dijumpai 23 pasien dengan cedera kepala yang dilakukan tindakan operasi setelah didiagnosa dengan perdarahan subdural akut post traumatik dengan bantuan CT Scan. Pasien dengan cedera pada organ utama lainnya tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Dari 23 pasien didapatkan 20 orang berjenis kelamin laki-laki dan 3 orang berjenis kelamin perempuan. Data demografi subjek yang mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.1.1 dan 4.1.2.

Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa kelompok usia terbanyak pasien dengan diagnosa perdarahan subdural akut post traumatik yang dilakukan tindakan operasi adalah pada kelompok usia15 – 30 tahun. Rata-rata usia pasien dengan diagnosa hematoma subdural akut post traumatik yang dilakukan tindakan operasi adalah 35 ± 14,85 tahun,dengan usia tertinggi adalah 60 tahun dan usia terendah adalah 15 tahun.

Tabel 4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan usia Usia Jumlah Proporsi

15 – 30 9 9/23

31 – 45 7 7/23

46 – 60 7 7/23


(40)

Tabel 4.1.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Proporsi

Perempuan 3 3/23

Laki – Laki 20 20/23 Total 23

Diagram 1.Proporsi jenis kelamin

20 3

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan


(41)

Tabel 4.1.3 Distribusi lokasi cedera kepala menurut hasil pemeriksaan CT Scan

Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala post trauma, lokasi cedera kepala paling banyak dijumpai pada hemisfer kiri, dengan bagian temporal merupakan bagian otak yang paling banyak mengalami cedera.

Pasien-pasien pada penelitian ini kemudian dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan GCS saat awal masuk. Pasien dengan GCS antara 3-8 diklasifikasikan ke dalam kelompok pertama, 9-12 dalam kelompok kedua dan ≥13 dalam kelompok ketiga.( Tabel 4.1.4)

CT Scan Jumlah Proporsi

(L) Frontal 2 2/23

(L) Temporal 2 2/23

(L) Frontotemporal 1 1/23 (L) Temporoparietal 6 6/23 (L) Frontotemporoparietal 5 5/23

(R) Frontal 1 1/23

(R) Temporal 1 1/23

(R) Frontotemporal 1 1/23 (R) Temporoparietal 3 3/23 (R) Frontoparietal 1 1/23


(42)

Tabel 4.1.4 Distribusi pasien berdasarkan GCS saat awal masuk GCS Jumlah Proporsi

3 – 8 7 7/23

9 – 12 11 11/23

de13 – 15 5 5/23 Total 23

Diagram 2. Proporsi GCS saat awal masuk

Perdarahan dievakuasi seluruhnya dengan kraniotomi pada seluruh kasus. Dilakukan pencatatan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi. (Tabel 4.1.5 )

7

11 5

GCS Awal

GCS 3 - 8 GCS 9 - 12 GCS 13 - 15


(43)

Tabel 4.1.5 Distribusi pasien berdasarkan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi Jarak waktu antara

cedera kepala dan operasi

Jumlah Proporsi

0 – 4 jam 9 9/23

>4 jam 14 13/23

Total 23

Diagram 3. Proporsi jarak waktu antara cedera kepala dan operasi

9

14

Jarak Waktu

0 - 4 jam >4 jam


(44)

Kemudian dilakukan penilaian saat pasien pulang atau meninggal dengan menggunakan GOS. (Tabel 4.1.6)

Tabel 4.1.6 Distribusi Pasien berdasarkan skor GOS GOS Jumlah Proporsi

4-5 11 11/23

2-3 10 10/23

1 2 2/23

Total 23

Diagram 4. Proporsi skor GOS

11 10

2

GOS

GOS 4-5 GOS 2-3 GOS 1


(45)

4.2 Hubungan antara GCS saat awal masuk dan jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan GOS

Pengaruh dari GCS saat awal masuk dan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi terhadap mortalitas dan morbiditas dievaluasi. Hasil kemudian dievaluasi dan nilai p<0,05 dianggap secara statistik bermakna. Dari 23 pasien perdarahan subdural akut yang dilakukan tindakan operasi dan termasuk dalam penelitian ini, dua orang meninggal. Pemulihan yang baik dilaporkan dalam 11 pasien. Selanjutnya 10 pasien berkembang defek yang berat dan berlanjut ke dalam status vegetatif.

Dari perhitungan uji korelasi Pearson, maka didapatkan koefisien korelasi antara GCS saat awal masuk dengan nilai GOS adalah 0,405 (p = 0,055). Jadi, antara GCS saat awal masuk dan nilai GOS memiliki hubungan positif yang lemah dan tidak bermakna.

Sedangkan untuk koefisien korelasi antara jarak waktu operasi dengan nilai GOS adalah -0,664 (p = 0,001). Jadi, antara jarak waktu operasi dan nilai GOS memiliki hubungan negatif yang kuat dan memiliki hubungan yang bermakna. Semakin cepat pasien perdarahan subdural akut dimulai untuk operasi, maka prognosis semakin baik.

Tabel 4.1.7 Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS

GCS GOS Total

Awal 1 2-3 4-5

3 – 8 - 4 3 7

9 – 12 2 6 3 11

13 - 15 - - 5 5

Total 2 10 11 23

X2 dF = 4

= 8, 820


(46)

Grafik 1. Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS

Diagram 5. Proporsi antara GCS saat awal masuk dengan skor GOS 3 5 7 9 11 13 15

0 1 2 3 4 5

G C S A wal Nilai GOS 0 1 2 3 4 5 6 7

GCS 3-8 GCS 9-12 GCS 13-15

GOS 4-5 GOS 2-3 GOS 1


(47)

Tabel 4.1.8 Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS

Jaral Wkt GOS Total

Operasi 1 2-3 4-5

≤ 4 jam - - 9 9

> 4 jam 2 10 2 14

Total 3 10 11 23

X2 dF = 2

= 16,130

p = 3,144E-Ø4

Grafik 2. Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS

0 10 20 30 40 50 60

0 1 2 3 4 5

Jar ak wak tu o p e ras i ( Jam ) Nilai GOS


(48)

Diagram 6. Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS

0 2 4 6 8 10 12

0 - 4 jam >4 jam

GOS 4-5 GOS 2-3 GOS 1


(49)

BAB V PEMBAHASAN

Perdarahan subdural akut post trauma tetap menjadi salah satu tantangan yang dihadapi ahli bedah saraf dikarenakan tingginya mortalitas dan morbiditas dari penyakit tsb (55-79%) (Servadei F, 1997). Pada perdarahan subdural akut, darah secara cepat terkumpul dan menekan jaringan otak sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis atau penanganan segera terhadap penderita perdarahan subdural akut dapat menurunkan tingkat mortalitas. Untuk alasan inilah, banyak penelitian dikerjakan untuk mempelajari faktor prognostik pada pasien dengan perdarahan subdural akut post trauma

Pada penelitian ini didapatkan kasus penderita perdarahan subdural akut yang dilakukan tindakan operasi sebanyak 23 orang, dengan penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang. Di seluruh dunia, laki-laki lebih sering dijumpai mengalami cedera kepala dibanding dengan perempuan pada tiap kelompok usia (Olson DA, 2012). Dari data demografi ke-23 sampel penelitian, didapatkan kelompok usia terbanyak yang menderita perdarahan subdural akut yang dilakukan tindakan operasi adalah pada kelompok usia 15 – 30 tahun. Hal ini sesuai dengan data di Indonesia, bahwa sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15 – 55 tahun, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis trauma yang dialami korban kecelakaan.

Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala post trauma, lokasi cedera kepala paling sering pada penelitian ini adalah pada lobus temporal, diikuti oleh lobus frontal dan parietal. Dari


(50)

kepustakaan, perdarahan subdural paling sering terjadi pada lobus frontal dan parietal. Perdarahan subdural dapat meluas di dalam tengkorak, menciptakan bentuk cekung yang mengikuti lengkung dari otak, dan hanya berhenti pada refleksi dura seperti tentorium cerebellum dan falx serebrum (Wagner AL, 2004).

Berdasarkan distribusi GCS saat awal masuk, penderita perdarahan subdural akut pada penelitian ini didapatkan mempunyai GCS <13. Sekitar sepertiga dari kasus perdarahan subdural akut mengalami cedera kepala berat (GCS <9). Didapatkannya hubungan positif yang lemah dan tidak bermakna antara GCS saat awal masuk dan nilai GOS. Walaupun demikian, dari penelitian ini dapat dilihat bahwa penderita perdarahan subdural akut dengan GCS saat awal masuk tinggi mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding dengan GCS saat awal masuk rendah. GCS saat awal masuk mempunyai korelasi dengan tingkat mortalitas pada penderita cedera kepala traumatik (Narayan RK dkk, 1981; Kim HK, 2009). Disaat mempertimbangkan penggunaan GCS saat awal masuk sebagai prediktor prognosis, masalah yang dihadapai adalah seberapa tepat penilaian GCS saat awal masuk dan kurang akuratnya untuk memprediksi prognosis apabila GCS saat awal masuk rendah.

Dari penelitian ini didapatkan koefisien korelasi antara jarak waktu operasi dengan nilai GOS adalah -0,664 (p = 0,001). Antara jarak waktu operasi dan nilai GOS memiliki hubungan negatif yang kuat dan memiliki hubungan yang bermakna. Semakin cepat pasien perdarahan subdural akut dimulai untuk operasi, maka prognosis semakin baik. Dari literatur disimpulkan bahwa jarak waktu antara cedera kepala dan tindakan operasi merupakan faktor terapeutik terpenting pada perdarahan subdural akut traumatik. Penderita-penderita yang dilakukan tindakan operasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma memiliki tingkat mortalitas 30%,


(51)

sedangkan penderita-penderita yang dilakukan tindakan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma memiliki tingkat mortalitas 90% (Seelig dkk, 1981).

Beberapa alasan yang menyebabkan pasien dengan perdarahan subdural akut yang mendapatkan tindakan operasi lebih dari 4 jam, antara lain adalah :

• Pasien yang berasal dari luar kota Medan

• Fasilitas Ventilator yang tidak mencukupi / semua sedang terpakai • Menunggu persetujuan keluarga

• Dan lain - lain

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak didapatnya hubungan bermakna antara GCS saat awal masuk dengan prognosis penderita perdarahan subdural akut. Keunggulan dari penelitian ini adalah didapatkannya hubungan yang kuat dan bermakna antara jarak waktu operasi dengan prognosis penderita perdarahan subdural akut, sehingga jarak waktu operasi diperkirakan dapat dipakai sebagai prediktor prognosis pada penderita perdarahan subdural akut.


(52)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Dari penelitian Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah Cedera Kepala sampai Dilakukan Operasi pada Pasien Perdarahan Subdrual Akut dengan Glassgow Outcome Scale di RSUP H Adam Malik dilaksanakan mulai dari bulan April 2012 sampai dengan Juni 2012 pada 23 kasus, dijumpai :

1. kelompok usia terbanyak penderita perdarahan subdural akut adalah pada kelompok usia 15 – 30 tahun dengan rata-rata usia penderita adalah 35 ± 14,85 tahun.

2. Hubungan antara GCS saat awal masuk dengan nilai GOS adalah lemah dan tidak bermakna (p = 0,06; r = 0,41).

3. hubungan antara jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi dengan nilai GOS adalah sangat kuat dan signifikan (p = 0,001; r = (-)0,66) , dimana semakin cepat penderita perdarahan subdural akut dilakukan tindakan operasi, maka semakin baik prognosisnya.

Jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi diperkirakan dapat digunakan sebagai prediktor prognosis penderita perdarahan subdural akut.


(53)

6.2. Saran

1. Karena jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi merupakan prediktor prognosis yang baik pada penderita perdarahan subdural akut, maka pada penderita perdarahan subdural akut perlu didiagnosa sedini mungkin dan penanganan segera. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat hubungan antara GCS saat awal masuk


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Selladurai B, Reilly P. Epidemiology of Acute Head Injury. in : Initial Management of Head Injury, a Comprehensive guide. Australia : McGraw Hill, 2007:3-7

Marshall LF. Head injury: recent past, present, and future. Neurosurgery 2000;47:546– 61.

Kantor Kepolisian Republik Indonesia. 2010. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun1992- 2009

Yusherman, Jasni.Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas,Rineka Cipta, Bandung 2008:20 Sastrodiningrat, Gofar, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 ฀ No. 3 ฀ September

2006:297-302

Sone JL, Rifai MHS, Sugar O, et al. Subdural hematomas. I. Acute subdural hematomas: Progress in definition, clinical pathology, and therapy. Surg Neurol 1983;19:419– 24.

Seelig JM , Becker DP , Miller JD , et al . Traumatic acute subdural hematoma. Major mortality reduction in comatose patientstreated within four hours. N Eng J Med 1981;25:1511–8.

Richards T, Hoff J : Factors affecting survival from acute subdural hematoma. Surgery 1994 ;75:253–8.

Miller JD, Becker DP, Ward JD, et al. Significance of intracranial hypertension in severe head injury. J Neurosurg 1977;47:50–16.


(55)

Rosenorn J, Gjerris F. Long-term follow-up review of patients with acute and subacute subdural hematomas. J Neurosurg 1978;48:345–9.

Talalla A, Morin MA. Acute traumatic subdural hematoma. A review of one hundred consecutive cases. J Trauma 1971;11:771–7.

El-Kahdi H , Miele VJ , Kaufman HH . Prognosis of chronic subdural hematoma. Neurosurg Clin N Am 2000;11:553 – 67.

Pozzati E, Frank F, Frank G, et al. Subacute and chronic extradural hematomas. A study of 30 cases. J Trauma 1980; 20:795–9.

Seeler RA, Imana RB. Intracranial hemorrhage in patients with hemophilia. J Neurosurg 1973;39:181–5.

Jamieson KG, Yelland JDN. Surgically treated subdural hematomas. J Neurosurg 1972;37:137–149.

Munro D, Sisson WR. Hernia through the incissura of tentorium cerebelli in connection with craniocerebral trauma. NEng J Med 1982;247;699–708.

Koc RK, Meral M, Oktem S, et al. Extradural hematoma of the posteriorcranial fossa. Neurosurg Rev 1998;21:52–7.

Raftopoulos C, reuse C, Chaskis C, et al. Acute subdural hematoma of the posterior fossa. Clin Neurol Neurosurg 1990;92:57-62.

Koo AH, la Roque RL. Evaluation of head trauma by computed tomography. Radiology 1977;123:345–50

William VL , Hogg JP . Magnetic resonance imaging of chronic subdural hematoma. Neurosurg Clin N Am 2000;1:491–8.


(56)

Zumkeller M , Behrmann R , Heissler HE , Dietz H . Computed tomographic citeria and survival rate for patients with acute subdural hematoma. Neurosurgey 1996;39 :708–12.

Cohen RA, Kaufman RA, Myers PA, Towbin RB. Cranial computed tomography in the abused child with head injury. AJR Am J Rontgenol 1986;146(1):97–102.

Lee KS, Bae WK , Bae HG , et al . The computed tomographic attenuation and the age of subdural hematomas . J Korean Med Sci 1997;12:353–9.

Domenicucci M, Delfini R, Strzelecki J, et al. Delayed posttraumatic epidural hematom. A review. Neurosurg Rev 1995;18:109–22.

Dent DL, Fabian TC, Robertson JT, et al. Prognostic factors after acute subdural hematoma. J Trauma 1995;39:36–43

Morantz RA, Abad RM, George AE, et al. Hemicraniectomy for acute extracerebral hematoma. An analysis of clinical and radiographic findings. J Neurosurg 1993;39:622–8.

Cooper PR, Rovit RL, Ransohoff J. Hemicraniectomy in the treatment of acute subdural hematoma. A reappraisal. Surg Neurol 1996;5:25–28.

Gaab M Knoblich OE, Fuhrmeiste U, et al. Comparison of the effect of surgical decompression resection of local edema in the therapy of experimental brain trauma. Child Brain 1997;5:484–98.

Hase J, Reulen HJ, Meinig G, et al. The influence of decompressive operation on intracranial pressure and the pressurevolume relation in patients with severe head injury. Acta Neurochir 1987;45:1–13.


(57)

Shigemory M, Syojima K, Nakayama K, et al. Outcome of acute subdural hematoma following decompressive hemicraniectomy. Acta Neurochir Suppl 1979;28:195–8. Shigemori M, Tokutomi T, Yamamoto F. Treatment of acute subdural hematoma with

low GCS score. Neurosurg Rev 1989;12:198–200.

Massaro F, Lanotte M , Faccani G , Triolo C . One hundred and twenty seven cases of acute subdural hematoma operated on . Correlation between CT findings and outcome. Acta Neurochir (Wien) 1996;138:185–91.

Hasselberger K, Pucher R, Auer LM. Prognostic after acute subdural or epidural hemorrhage. Acta Neurochir 1988;90:111–16.

Wilberger JE Jr, Harris M, Diamond DL. Acute subdural hematoma. Morbidity . mortality , and operative timing. J Neurosurg 1991;74:212–8.


(58)

Lampiran 1

Peneliti Susunan Peneliti

a. Nama lengkap : Dr. M. Eri Darmawan

b. Pangkat/Gol/NIP : PenataMadya/IIIb/19790821 200904 1001

c. Jabatan Fungsional :

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing

a. Nama lengkap : Prof.Dr.A.Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K) b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina/IVa/19440507 197703 1 001 c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala/KPS Departemen Ilmu

Bedah saraf

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara


(59)

Lampiran 2


(60)

Lampiran 3

Jadwal Penelitian

April 2012

Mei 2012

Juni 2012 PERSIAPAN

PELAKSANAAN PENYUSUNAN LAPORAN PENGGANDAAN LAPORAN


(61)

Lampiran 4

Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya

Yth. Bapak / Ibu ………..……….……

kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter M. Eri Darmawan dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale yang di derita anak/kerabat Bapak / Ibu.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari ____________________ untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan CT Scan kepala (bila belum dilakukan sebelum masuk ke IGD RSUP H Adam Malik) pada anak/kerabat yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.

Hormat kami, Peneliti

(Dr. M. Eri Darmawan)


(62)

Lampiran 5

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Nama : ………..…… Umur : ……… tahun L / P

Alamat :………..………..

Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan CT Scan kepala (bila belum dilakukan sebelum masuk ke IGD RSUP H Adam Malik) terhadap anak/kerabat saya :

Nama : ………. Umur ……...…… tahun

Alamat Rumah :……...………..

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ………2011

Yang memberikan Yang membuat pernyataan persetujuan penjelasan


(63)

Lampiran 6 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :...

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. M. Eri Darmawan

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,... Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(...)


(64)

Lampiran 7

Status Pasien

Formulir/Kuisioner Pasien Subdural Hematoma Akut Indikasi Operasi

No. MR : Tanggal/Jam masuk : Dilakukan Oleh : Identitas Pribadi

Nama/Kelamin :……….. ………L / P

Usia : ... tahun

Tempat/Tanggal Lahir : ………... Alamat Rumah : ……… ANAMNESIS

Kapan terjadinya cedera kepala :……… Penyakit yang sedang dialami (jika ada) : ………

Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……… PEMERIKSAAN FISIK

Trauma :Single / Multipel

Riwayat Pemakaian alkohol

Saat trauma :ada / tidak

SKG Awal masuk :3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tekanan Darah :awal ... mmHg

:Setelah resusitasi ... mmHg

Pupil :isokor / anisokor

Diameter :kanan ... mm

:Kiri ... mm

Reflek Cahaya :+ / -

Hasil CT Scan :


(65)

• 5 / G Good recovery with minor deficit • 4/ MD Disable but independent

• 3/ SD Disable, Concious but dependent

• 2/ V Minimal Response


(66)

Lampiran 8 Skoring Glasgow Outcome Scale

Score Skor

Rating Penilaian

Definition Definisi 5 Good Recovery

Baik Pemulihan (G)

Resumption of normal life despite minor deficits/ Kembalinya kehidupan normal meskipun defisit kecil

4 Moderate Disability Sedang Cacat (MD)

Disabled but independen/ Penyandang Cacat tetapi independen. Can work in sheltered setting /Dapat bekerja dalam pengaturan terlindung

3 Severe Disability Cacat berat (SD)

Conscious but disabled/Sadar tapi dinonaktifkan. Dependent for daily support /Dependent untuk dukungan setiap hari

2 Persistentvegetative Persistent vegetatif (V)

Minimal responsiveness/ Minimal tanggap


(1)

Lampiran 4

Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya

Yth. Bapak / Ibu ………..……….……

kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter M. Eri Darmawan dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale yang di derita anak/kerabat Bapak / Ibu.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari ____________________ untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan CT Scan kepala (bila belum dilakukan sebelum masuk ke IGD RSUP H Adam Malik) pada anak/kerabat yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.

Hormat kami, Peneliti

(

Dr. M. Eri Darmawan)


(2)

Lampiran 5

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Nama : ………..…… Umur : ……… tahun L / P

Alamat :………..………..

Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan CT Scan kepala (bila belum dilakukan sebelum masuk ke IGD RSUP H Adam Malik) terhadap anak/kerabat saya :

Nama : ………. Umur ……...…… tahun

Alamat Rumah :……...………..

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ………2011

Yang memberikan Yang membuat pernyataan persetujuan penjelasan


(3)

Lampiran 6 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :...

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. M. Eri Darmawan

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,... Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(...)


(4)

Lampiran 7

Status Pasien

Formulir/Kuisioner Pasien Subdural Hematoma Akut Indikasi Operasi

No. MR : Tanggal/Jam masuk : Dilakukan Oleh : Identitas Pribadi

Nama/Kelamin :……….. ………L / P

Usia : ... tahun

Tempat/Tanggal Lahir : ………... Alamat Rumah : ……… ANAMNESIS

Kapan terjadinya cedera kepala :……… Penyakit yang sedang dialami (jika ada) : ………

Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……… PEMERIKSAAN FISIK

Trauma :Single / Multipel

Riwayat Pemakaian alkohol

Saat trauma :ada / tidak

SKG Awal masuk :3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tekanan Darah :awal ... mmHg

:Setelah resusitasi ... mmHg

Pupil :isokor / anisokor

Diameter :kanan ... mm

:Kiri ... mm

Reflek Cahaya :+ / -

Hasil CT Scan :


(5)

• 5 / G Good recovery with minor deficit • 4/ MD Disable but independent

• 3/ SD Disable, Concious but dependent • 2/ V Minimal Response


(6)

Lampiran 8 Skoring Glasgow Outcome Scale

Score Skor

Rating

Penilaian

Definition

Definisi

5 Good Recovery Baik Pemulihan (G)

Resumption of normal life despite minor deficits/ Kembalinya kehidupan normal meskipun defisit kecil

4 Moderate Disability Sedang Cacat (MD)

Disabled but independen/ Penyandang Cacat tetapi independen. Can work in sheltered setting /Dapat bekerja dalam pengaturan terlindung

3 Severe Disability Cacat berat (SD)

Conscious but disabled/Sadar tapi dinonaktifkan. Dependent for daily support /Dependent untuk dukungan setiap hari

2 Persistentvegetative Persistent vegetatif (V)

Minimal responsiveness/ Minimal tanggap


Dokumen yang terkait

Glasgow Outcome Scale Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Yang Dilakukan Operasi Dalam Waktu 4 Jam Dan Setelah 4 Jam Dari Cedera Kepala

2 81 60

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 16

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 1

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 4

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 12

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 4

Kaitan Glasgow Coma Score Awal Dan Jarak Waktu Setelah Cedera Kepala Sampai Dilakukan Operasi Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Dengan Glasgow Outcome Scale

0 0 9

HUBUNGAN GLASGOW COMA SCALE DENGAN GLASGOW OUTCOME SCALE BERDASARKAN LAMA WAKTU TUNGGU OPERASI PADA PASIEN PERDARAHAN EPIDURAL

0 0 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan - Glasgow Outcome Scale Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Yang Dilakukan Operasi Dalam Waktu 4 Jam Dan Setelah 4 Jam Dari Cedera Kepala

0 0 12

Glasgow Outcome Scale Pada Pasien Perdarahan Subdural Akut Yang Dilakukan Operasi Dalam Waktu 4 Jam Dan Setelah 4 Jam Dari Cedera Kepala

0 0 16