67 yang memiliki status ANC tidak baik, dan 10 responden 47,6 memiliki status
ANC baik.
4.2.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat juga merupakan salah satu
langkah untuk melakukan seleksi terhadap variabel yang akan masuk ke dalam analisis multivariat. Adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen ditunjukkan dengan nilai p α 0,05, nilai OR 1 dan nilai 95 CI tidak
mencakup angka 1.
4.2.2.1.
Hubungan Antara Usia Kehamilan dengan Kelahiran Makrosomia Berdasarkan pengujian hubungan antara usia kehamilan dengan kelahiran
makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.15. Hubungan Antara Usia Kehamilan dengan Kelahiran Makrosomia
No. Usia
Kehamilan Kasus
Kontrol p
OR 95
CI N
N 1
≥ 41 minggu 15
71.4 3
14.3 0.001 15.00
3.20- 70.39
2
≤ 40 minggu 6
28.6 18
85.7
Tabel 4.15. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel usia kehamilan proporsi kelompok kasus
yang memiliki usia kehamilan ≥ 41 minggu adalah sebesar 71,4, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 14,3.
Sedangkan proporsi kelompok kasus yang memiliki usia kehamilan ≤ 40 minggu adalah sebesar 28,6, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 85,7.
Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
68 usia kehamilan dengan kelahiran makrosomia. Dari analisis diperoleh nilai OR =
15,00 95 CI: 3,20 – 70,39, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ibu yang
memiliki usia kehamilan ≥ 41 minggu berisiko 15,00 kali lebih besar untuk melahirkan bayi makrosomia daripada Ibu
yang memiliki usia kehamilan ≤ 40 minggu.
4.2.2.2.
Hubungan Antara Usia Ibu dengan Kelahiran Makrosomia Berdasarkan pengujian hubungan antara usia Ibu dengan kelahiran
makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.16. Hubungan Antara Usia Ibu dengan Kelahiran Makrosomia
No. Usia Ibu
Kasus Kontrol
p OR
95 CI
N N
1
≥ 31 tahun 15
71.4 4
19.0 0.002
10.63 2.51-
44.99
2
≤ 30 tahun 6
28.6 17
81.0
Tabel 4.16. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel usia Ibu proporsi kelompok kasus yang memiliki usia
≥ 31 tahun adalah sebesar 71,4, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 19,0. Sedangkan proporsi kelompok
kasus yang memiliki usia ≤ 30 tahun adalah sebesar 28,6, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 81,0.
Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,002 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
usia Ibu dengan kelahiran makrosomia. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 10,63 95 CI: 2,51
– 44,99, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ibu yang memiliki usia
≥ 31 tahun berisiko 10,63 kali lebih besar untuk melahirkan bayi makrosomia daripada Ibu yang memil
iki usia ≤ 30 tahun.
69
4.2.2.3.
Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh Ibu dengan Kelahiran Makrosomia Hasil analisis bivariat hubungan antara Indeks Masa Tubuh IMT Ibu dengan
kelahiran makrosomia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.17. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh Ibu dengan Kelahiran
Makrosomia
No. IMT Ibu
Kasus Kontrol
p OR
95 CI
N N
1
≥ 30 kgm
2
4 19.0
2 9.5
0.663 2.24
0.36- 13.78
2
≤ 29,9 kgm
2
17 81.0
19 90.5
Tabel 4.17. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel IMT Ibu proporsi kelompok kasus yang memiliki IMT ≥ 30 kgm
2
adalah sebesar 19,0, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 9,5. Sedangkan proporsi kelompok
kasus yang memiliki IMT ≤ 29,9 kgm
2
adalah sebesar 81,0, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 90,5. Berdasarkan hasil uji
fisher,
diperoleh nilai p = 0,663 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara IMT Ibu dengan kelahiran makrosomia.
4.2.2.4.
Hubungan Antara Paritas dengan Kelahiran Makrosomia Berdasarkan pengujian hubungan antara paritas dengan kelahiran
makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.18. Hubungan Antara Paritas dengan Kelahiran Makrosomia
No. Paritas
Kasus Kontrol
p OR
95 CI
N N
1 Multiparitas
18 85.7
6 28.6
0.001 15.00
3.20- 70.39
2 Primipara
3 14.3
15 71.4
Tabel 4.18. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel paritas proporsi kelompok kasus multiparitas adalah sebesar 85,7, lebih besar daripada kelompok
70 kontrol yaitu sebesar 28,6. Sedangkan proporsi kelompok kasus primipara adalah
sebesar 14,3, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 71,4. Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
paritas dengan kelahiran makrosomia. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 15.00 95 CI: 3,20
– 70,39, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ibu multiparitas berisiko 15,00 kali lebih besar untuk melahirkan bayi makrosomia daripada Ibu
primipara.
4.2.2.5.
Hubungan Antara Jenis Kelamin Bayi dengan Kelahiran Makrosomia Berdasarkan pengujian hubungan antara jenis kelamin bayi yang dilahirkan
dengan kelahiran makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19. Hubungan Antara Jenis Kelamin Bayi dengan Kelahiran Makrosomia
No. Jenis
Kelamin Bayi
Kasus Kontrol
P OR
95 CI
N N
1 Laki-laki
16 76.2
10 47.6
0.112 3.52
0.94- 13.17
2 Perempuan
5 23.8
11 52.4
Tabel 4.19. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel jenis kelamin bayi proporsi kelompok kasus yang melahirkan bayi laki-laki adalah sebesar 76,2,
lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 47,6. Sedangkan proporsi kelompok kasus yang melahirkan bayi perempuan adalah sebesar 23,8, lebih kecil
daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 52,4. Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,112 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin bayi dengan kelahiran makrosomia.
71
4.2.2.6.
Hubungan Antara Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia dengan Kelahiran Makrosomia
Berdasarkan pengujian hubungan antara riwayat melahirkan bayi makrosomia dengan kelahiran makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.20. Hubungan Antara Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia dengan Kelahiran Makrosomia
No. Riwayat
Melahirkan Bayi
Makrosomia Kasus
Kontrol p
OR 95
CI N
N
1 Ya
10 47.6
2 9.5
0,017 8.64
1.59- 46.81
2
Tidak 11
52.4 19
90.5
Tabel 4.20. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel riwayat melahirkan bayi makrosomia proporsi kelompok kasus yang memiliki riwayat melahirkan bayi
makrosomia adalah sebesar 47,6, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 9,5. Sedangkan proporsi kelompok kasus yang tidak memiliki riwayat
melahirkan bayi makrosomia adalah sebesar 52,4, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 90,5.
Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,017 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
riwayat melahirkan bayi makrosomia dengan kelahiran makrosomia. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 8,64 95 CI: 1,59
– 46,81, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia
berisiko 8,64 kali lebih besar untuk melahirkan bayi makrosomia daripada Ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia.
72
4.2.2.7.
Hubungan Antara Riwayat Diabetes Melitus Gestasional Ibu dengan Kelahiran Makrosomia
Hasil analisis bivariat hubungan antara riwayat Diabetes Melitus Gestasional DMG Ibu dengan kelahiran makrosomia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.21. Hubungan Antara Riwayat Diabetes Melitus Gestasional Ibu dengan Kelahiran Makrosomia
No. Riwayat
DMG Ibu Kasus
Kontrol p
OR 95
CI N
N 1
Ya 4
19.0 2
9.5 0.663
2.24 0.36-
13.78
2 Tidak
17 81.0
19 90.5
Tabel 4.21. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel riwayat DMG proporsi kelompok kasus yang memiliki riwayat DMG adalah sebesar 19,0, lebih besar
daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 9,5. Sedangkan proporsi kelompok kasus yang tidak memiliki riwayat DMG adalah sebesar 81,0, lebih kecil daripada
kelompok kontrol yaitu sebesar 90,5. Berdasarkan hasil uji
fisher,
diperoleh nilai p = 0,663 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara riwayat DMG Ibu dengan kelahiran makrosomia.
4.2.2.8.
Hubungan Antara Riwayat Diabetes Melitus Ibu dengan Kelahiran Makrosomia
Hasil analisis bivariat hubungan antara riwayat Diabetes Melitus DM Ibu dengan kelahiran makrosomia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.22. Hubungan Antara Riwayat Diabetes Melitus Ibu dengan Kelahiran Makrosomia
No. Riwayat
DM Ibu Kasus
Kontrol p
OR 95
CI N
N 1
Ya 2
9.5 1
4.8 1.000
2.11 0.18-
25.17 2
Tidak 19
90.5 20
95.2
73 Tabel 4.22. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel riwayat DM proporsi
kelompok kasus yang memiliki riwayat DM adalah sebesar 9,5, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 4,8. Sedangkan proporsi kelompok
kasus yang tidak memiliki riwayat DM adalah sebesar 90,5, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 95,2. Berdasarkan hasil uji
fisher,
diperoleh nilai p = 1,000 p 0,05, yang berarti bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara riwayat DM Ibu dengan kelahiran makrosomia.
4.2.2.9.
Hubungan Antara Pemeriksaan
Antenatal Care
dengan Kelahiran Makrosomia
Berdasarkan pengujian hubungan antara pemeriksaan
Antenatal Care
ANC dengan kelahiran makrosomia menggunakan uji
chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.23. Hubungan Antara Pemeriksaan
Antenatal Care
dengan Kelahiran Makrosomia
No. Pemeriksaan ANC
Kasus Kontrol
p OR
95 CI
N N
1 Tidak baik
14 66.7
11 52,4
0.530 1.82
0.52- 6.33
2 Baik
7 33.3
10 47.6
Tabel 4.23. di atas menunjukkan bahwa, pada variabel pemeriksaan ANC proporsi kelompok kasus yang memiliki status pemeriksaan ANC tidak baik adalah
sebesar 66,7, lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 52,4. Sedangkan proporsi kelompok kasus yang memiliki status pemeriksaan ANC baik
adalah sebesar 33,3, lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 47,6. Berdasarkan hasil uji
chi-square,
diperoleh nilai p = 0,530 p 0,05, yang berarti
74 bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pemeriksaan ANC
dengan kelahiran makrosomia.
4.2.3. Analisis Multivariat