FACTORS THAT LEAD TO THE INTENSITY OF CHILDREN WORKING IN THE INFORMAL SECTOR

(1)

ABSTRACT

FACTORS THAT LEAD TO THE INTENSITY OF CHILDREN WORKING IN THE INFORMAL SECTOR

(Studies in the Seller peddlers, shoeshine and newspaper seller in the District of Raja Basa Bandar Lampung)

By: Desi Lestari

The emergence of children who work in the informal sector as hawkers example, shining shoes and selling newspapers urbanisaisi related problems by their parents, poverty, and the high cost of living in the city, especially the cost of education. The majority of labor migrants are from rural and suburban communities who come to urban areas can not live a decent life, because they are less equipped with the skills and education to try his fortune in the cities, so that they become marginal in urban areas or to the poor in the city.

Formulation of the problem in this study is: "How do family economic factors, and factors dependents factor leading to increased intensity of child labor in the informal sector. The purpose of this study was to determine whether family economic factors, and factors dependents can lead to increased intensity of child labor in the informal sector?

Type of research is a descriptive type of research that portray the state of an object to be examined in the current condition, based on factors that exist. Data were collected by distributing questionnaires to the respondents. Furthermore, the data were analyzed using analysis of single tables and cross tables.

Based on the results of research and discussions tailored to the research focus of the obtained findings that suggest that the analysis of economic relations with the intensity level of the working families of children who work in the informal sector has a high level of labor intensity. High labor intensity is due to respondents consisted of families of low economic level. Analysis of the relationship the number of dependents with work intensity levels in children in the informal sector has a high level of work intensity, high labor intensity is because the respondent has a number of dependents in the family or the number of their relatives in a house composed of 5 to 7 children or brothers in one family


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN INTENSITAS KERJA ANAK-ANAK DI SEKTOR INFORMAL

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

Oleh Desi Lestari

Munculnya anak-anak yang bekerja di sektor informal sebagai contoh pedagang asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran yang berkaitan dengan permasalahan urbanisaisi yang dilakukan oleh orang tua mereka, kemiskinan, dan biaya hidup yang tinggi di kota khususnya biaya pendidikan yang mahal. Sebagian besar migran yang merupakan tenaga kerja dari pedesaan dan pinggiran kota yang datang ke perkotaan tidak dapat hidup dengan layak, karena mereka kurang dibekali dengan keterampilan dan pendidikan untuk mengadu nasib di perkotaan, sehingga mereka menjadi kaum marginal di perkotaan atau menjadi masyarakat miskin di kota.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah faktor ekonomi keluarga, dan faktor tanggungan keluarga menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor ekonomi keluarga, dan faktor tanggungan keluarga dapat menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal?


(3)

Tipe penelitian ini adalah tipe deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Data dikumpulkan dengan penyebaran kuesioner terhadap responden. Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisa tabel tunggal dan tabel silang.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disesuaikan dengan fokus penelitian maka diperoleh temuan yang menunjukkan bahwa analisis hubungan ekonomi keluarga dengan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja pada sektor informal yaitu memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi. Intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden terdiri dari keluarga yang tingkat ekonominya rendah. Analisis hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak di sektor informal memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi, intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga atau jumlah saudara mereka dalam satu rumah terdiri dari 5 sampai 7 orang anak atau saudara dalam satu keluarga. Kata kunci: Faktor-Faktor, Intensitas Kerja, dan Sektor Informal


(4)

(Studi pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual

Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)

Oleh

DESI LESTARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi

pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN INTENSITAS KERJA ANAK-ANAK DI SEKTOR INFORMAL

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh: Desi Lestari

Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(6)

Halaman

ABSTRAK………. i

HALAMAN JUDUL……….………. … iv

HALAMAN PERSETUJUAN…………...………. v

HALAMAN PENGESAHAN……….. vi

RIWAYAT HIDUP………... vii

SURAT PERYATAAN..………. viii

MOTTO...………... ix

PERSEMBAHAN……….. x

SANWACANA……….. xi

DAFTAR ISI……… xv

DAFTAR TABEL………. xvii

DAFTAR BAGAN……… xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian……….... 8

2. Kegunaan Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Informal ... 10

B. Anak-Anak yang Bekerja ... 18

C. Intensitas Kerja... 22

D. Faktor-faktor yang Menyebabkan Intensitas Kerja AnK-anak yang Bekerja di Sektor Informal ... 24

E. Kerangka Pikir ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 35

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel ... 35


(7)

D. Populasi dan Sampel ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data... 38

F. Skala Data dan Penentuan Skor ... 39

G. Teknik Pengolahan Data ... 40

H. Teknik Analisa Data………. 41

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Luas Wilayah dan Batas Kelurahan ... 42

B. Demografi ... 44

C. Sosial Ekonomi ... 45

D. Pendidikan... 47

E. Sarana Pendidikan ... 48

F. Organisasi Pemerintahan... 49

G. Dinas Otonomidan Instansi Vertikal………... 50

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 52

1. Jumlah Responden menurut Kelompok Umur…………..... 52

2. Jumlah Responden menurut Jenis Kelamin……….... 53

B. Faktor-Faktor Penyebab Tingkat Intensitas Kerja Anak-Anak yang Bekerja di Sektor Informal ... 54

1. Faktor Ekonomi Keluarga ... 54

2. Jumlah Tanggungan Keluarga………...... 59

3. Intensitas Kerja...….. 62

C. Analisis Korelasi………..... 64

D. Analisis Hubungan………...... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran... 75 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Tabel Halaman

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Rajabasa ... 43

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Rajabasa ... 45

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 46

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 47

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Rajabasa ... 48

Tabel 6. Distribusi para pekerja anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menurut Kelompok Umur, Tahun 2012 ... 52

Tabel 7. Distribusi para pekerja anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menurut jenis kelamin, Tahun 2012 ... 53

Tabel 8. Ayah dan Ibu bersama mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga ... 55

Tabel 9. Ayah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga ... 56

Tabel 10. Ibu sebagai pencari nafkah untuk keluarga ... 57

Tabel 11. Pendapatan Ayah kurang mencukupi untuk kebutuhan keluarga ... 57

Tabel 12. Ayah selalu memberikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga... 58

Tabel 13. Tanggungan keluarga atau jumlah anggota keluarga dalam satu rumah ... 60


(9)

Tabel 14. Intensitas kerja yang dilakukan anak-anak di sektor informal ... 63 Tabel 15. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Tingkat Intensitas

Kerja Anak-anak di sektor informal... 67 Tabel 16. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Tingkat Intensitas


(10)

Bagan

Halaman Bagan 2.Kerangka Pikir ... 34


(11)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga hari akhir kelak.

Skripsi dengan judul “Faktor-faktor Yang Menyebabkan Intensitas Kerja Anak-anak di Sektor Informal (Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu, dan Penjual Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(12)

3. Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Paraswati Darilmilyan selaku dosen pembimbing penulis, terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Abdul Syani, M.Ip. selaku dosen pembahas terimakasih telah memberi banyak saran,perhatian dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si.selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

9. Seluruh staff di Kecamatan Rajabasa dan anak-anak Pedagang asongan, Penyemir sepatu dan penjual koran. dan semua yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses wawancara demi terkumpulnya data-data.

10. .Kedua orang tuaku tercinta Ayah dan Ibu. Begitu banyak energi, materi dan perhatian yang kalian curahkan untuk penulis, tak cukup lembaran dan


(13)

goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang kalian berikan. Semoga Allah SWT memuliakan kalian berdua di dunia dan akhirat.

11. Untuk orang yang special (Randi) terima kasih atas dukungannya selama ini.

12. Terimakasih kepada Putri Dian Pertiwi, Novita Diniyanti, Eli Ermawati, Suzi Grace Hilda dan Aniek Rosmauli yang sudah menjadi moderator dan pembahas mahasiswa di seminar 1 dan 2. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik.

13. Keluarga besar : Bude, pakde, bibi dan paman terimkasaih atas dukungannya selama ini.

14. Sepupu-sepupuku : Kak Ruli, kak Mulyadi, kak Joni, mba’ Yunani, mba’ Selvia, Mba’ Yuli, dll. Terimakasih atas suportnya selama ini.

15. Sahabat-sahabat yang selama putih abu-abu Meli, Dian, Siska, veronica, mayang kangen masa-masa yang tak terlupakan dulu.

16. Sahabat-sahabatku tersayang enik, sugi terimakasih atas motivasi dan dukungannya, Luar biasa

17. Untuk teman-teman seperjuanganku, Ambar Mardiastuti,nur Fitriana Dewi,putri Dian Pertiwi dan eli ermawati ayo tetep semangat buat jadi orang sukses,terimakasih atas persahabatan yang indah ini.. pasti bakal kangen sama kalian !!

18. Untuk Sosiologi angkatan 2008 : Nur, ambar, putri, vita, sandra, anik, mpi, rika, ratih, nestry, essy, kristin, febri, ken, hendi, kiki, sebas, rio, fitra,


(14)

19. Terimakasih kepada Bapak,Ibu Lurah dan Bapak,ibu suryono serta masyarakat yang telah memberikan arahan, masukan dan kesabaran kepada penulis saat pelaksanaan KKN Tematik di desa Nambahdadi, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

20. Untuk teman-temanku KKN Tematik di desa Nambahdadi kecamatan Terbanggi Besar.Aziz, Arwin, Azzara, Adeline, Dwi dll Terima kasih atas kerjasamanya, kangen pengen kumpul-kumpul lagi.

21. Dan tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakak yang telah banyak membantu.

Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 25 Juli 2012 Penulis


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama “Desi Lestari dilahirkan di Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung pada tanggal 07 Januari 1989. Penulis merupakan anak Tunggal dari pasangan Bapak Sugeng dan Ibu Hartini.

Penulis menempuh jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Rajabasa Jaya yang pada saat penulis lulus menjadi SD N 2 Rajabasa Jaya Bandar Lampung pada Tahun 1996 sampai dengan 2002. Selanjutnya Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP N) 19 Bandar Lampung dari tahun 2002 sampai dengan 2005. Pada tahun yang sama penulis memasuki masa-masa putih abu-abu di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) Gajah Mada Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.

Pada bulan September tahun 2008 penulis melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Seleksi Ujian Mandiri (UM) yang menjadikan penulis sebagai mahasiswa Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (UNILA). Dalam masa perkuliahan penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diadakan oleh Universitas Lampung pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011 di Desa Nambahdadi, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.


(16)

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : DESI LESTARI Nomor Pokok Mahasiswa :0856011007

Jurusan :Sosiologi

Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Paraswati Darilmilyan

l NIP. 19550930 198902 2 001

2. Ketua Jurusan Sosiologi

Drs. Susetyo, M.Si.


(17)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

PERSEMBAHAN

Dengan segala kekurangan dan kerendahan diri, puji syukur sebesar-besarnya kepada ALLAH SWT atas kuasa-Mu aku dapat melalui perjalanan hidup ini.

Aku persembahkan karya kecilku ini kepada:

Ayah & Ibu tercinta

Yang selalu melindungi, mengasihi dan membimbing langkahku.. Terima kasih untuk segala perjuangan, cinta, do a yang kalian berikan

Sahabat-sahabat ku

Yang selalu membantuku .

Para pendidik dan almamater tercinta Universitas Lampung .


(18)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan,

Desi Lestari 0856011007


(19)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan,

Desi Lestari 0856011007


(20)

A. Latar Belakang Masalah

Tingkat pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin tinggi yang mengakibatkan peningkatan tenaga kerja atau semakin bertambah besarnya proporsi penduduk usia kerja. Namun, tingkat pertambahan tenaga kerja ini kurang diimbangi oleh pengadaan lapangan pekerjaan di sektor formal. Oleh karena itu ada kecenderungan bagi mereka yang tidak tertampung di sektor formal akan mencari pekerjaan di sektor informal.

Pada umumnya mereka yang bekerja di sektor informal memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, modal dan keahlian atau keterampilan yang terbatas, sehingga mereka tidak dapat memenuhi peluang kerja dari lapangan pekerjaan di sektor formal. Padahal pekerjaan di sektor formal itu membutuhkan kualitas kerja yang tinggi dengan berbagai macam syarat yang harus dipenuhi. Dengan demikian, mereka kurang memiliki akses terhadap jenis pekerjaan yang ada di sektor formal. Hal ini sesuai dengan pendapat Todaro (1983: 23) yang menyatakan bahwa mereka yang tidak memiliki akses terhadap jenis pekerjaan yang tersedia (pekerjaan formal) atau kurang


(21)

2

dapat beradaptasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi formal di perkotaan, tidak punya pilihan lain selain bekerja di sektor informal (self employed). Mereka yang bekerja di sektor informal hanya berbekal modal fisik, dimana pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan kerja yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusli Ramli (1992: 19) yang menyatakan bahwa sektor informal menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, yang pada saat ini merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di berbagai kota di dunia, khususnya di negara sedang berkembang. Oleh karena itu, sektor informal termasuk dalam kegiatan ekonomi yang berskala kecil, sehingga memungkinkan mereka yang memiliki kesempatan, pendidikan, keterampilan, dan modal material yang minim dapat ikut bergerak di sektor ini.

Nampaknya, sektor informal menunjukkan kemampuannya dalam menampung tenaga kerja, terbukti dengan bertambah besarnya daya tampung sektor informal di daerah perkotaan. Perkembangan sektor informal ini di daerah perkotaan sangat pesat, sesuai dengan peryataan Cosmas Batubara (1988: 7) yang memproyeksikan bahwa 63% dari tenaga kerja berada di sektor informal pada tahun 1992.

Tenaga kerja yang bekerja di sektor informal tersebut sebagian besar bergerak di bidang perdagangan dan jasa, yang secara langsung ataupun tidak langsung telah mendorong peningkatan distribusi maupun pemasaran, walaupun dalam ukuran atau volume yang relatif kecil. Sebagai contoh konkritnya adalah banyaknya pedagang asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran di kota,


(22)

khususnya di pusat keramaian kota seperti pasar, terminal, dan perempatan jalan yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat mendorong peningkatan dalam pemasaran. Hal ini diperkuat oleh Jan Bremen yang dikutip oleh Rusli Ramli (1992: 23) yang menyatakan bahwa sektor informal sebagai “Self Employment”, pekerjaan mandiri yang kurang terorganisir seperti pedagangan asongan, pedagang kaki lima, dan penjual jasa.

Bedasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan, bahwa sektor informal merupakan pekerjaan yang kurang terorganisir, tidak memerlukan modal, keterampilan dan pendidikan yang tinggi, namun kegiatan mereka ini dapat mendorong peningkatan produksi juga dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat golongan ekonomi berpenghasilan rendah, walaupun demikian ada juga anggota masyarakat golongan ekonomi menengah yang memanfaatkan sektor ini.

Munculnya anak-anak yang bekerja di sektor informal sebagai contoh pedagang asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran yang berkaitan dengan permasalahan urbanisaisi yang dilakukan oleh orang tua mereka, kemiskinan, dan biaya hidup yang tinggi di kota khususnya biaya pendidikan yang mahal. Sebagian besar migran yang merupakan tenaga kerja dari pedesaan dan pinggiran kota yang datang ke perkotaan tidak dapat hidup dengan layak, karena mereka kurang dibekali dengan keterampilan dan pendidikan untuk mengadu nasib di perkotaan, sehingga mereka menjadi kaum marginal di perkotaan atau menjadi masyarakat miskin di kota.


(23)

4

Sementara itu, biaya hidup di kota cukup tinggi, maka masyarakat miskin ini tidak mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah, karena penghasilannya habis untuk kebutuhan fisik, seperti makan dan minum. Berdasarkan hal tersebut, anak-anak yang bekerja di sektor informal ini hanyalah sebagai alternative dari strategi untuk mempertahankan hidup, karena kondisi ekonomi keluarga yang lemah dimana penghasilan orang tua mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, ditemukan banyaknya anak-anak yang bekerja di sektor informal seperti pedagang asongan dan penyemir sepatu yang rata-rata masih dalam usia anak-anak, yaitu berumur kurang dari 14 tahun.

Dalam tahun-tahun terakhir ini di kota Bandar Lampung khususnya di Kecamatan Rajabasa anak-anak yang bekerja di sektor informal menunjukkan adanya peningkatan yang disebabkan oleh banyaknya anak-anak yang putus sekolah ataupun setelah mereka tamat Sekolah Dasar tidak dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sehingga membentuk cara berfikir mereka dengan alasan daripada mereka menganggur lebih baik bekerja semampunya yaitu seperti di sektor informal, seperti menjadi pedagang asongan, peyemir sepatu, serta penjual koran.

Namun demikian, pekerja anak di sektor informal tersebut ada juga diantaranya yang masih sekolah. Sekalipun demikian, rata-rata pekerja anak di sektor informal tersebut adalah anak-anak yang dalam kegiatannya menyatu dengan tempat di mana mereka bekerja. Mereka tidak bisa disebut


(24)

anak terlantar, anak menggelandang, ataupun anak nakal, karena mereka secara nyata melaksanakan kegiatan sebagai penjual jasa dan produk fisik lainnya, seperti menjadi pedagang asongan dan tukang semir sepatu dan penjual koran. Pekerja anak di sektor informal tersebut dalam menjalankan kegiatannya sebagai upaya membantu ekonomi keluarga, sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup (Rusli Ramli, 1992: 27).

Para pekerja informal yang dilakukan oleh kebanyakan anak-anak tersebut, salah satunya diawali oleh karena adanya keadaan orang tua mereka yang latar belakang orang tua mereka adalah memiliki pendidikan yang rendah atau bahkan tidak memiliki pendidikan formal. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Parusdi Suparlan (1993: 5) yang menyatakan, bahwa rendahnya pendidikan formal dan keterampilan yang dimiliki oleh para orang tua anak yang bekerja di sektor informal merupakan akibat dari adanya kebudayaan kemiskinan yang dimilikinya. Mereka memiliki sikap (pasrah) terhadap keadaan yang serba kekurangan. Mereka beranggapan bahwa semua ini adalah nasib yang harus dijalani dan keadaan miskin seolah-olah sudah dirasakan mendarah daging. Sikap seperti itulah yang selanjutnya mereka wariskan ke generasi selanjutnya melalui garis kemiskinan. Contohnya dengan menyuruh anaknya untuk bekerja di sektor informal. Sebenarnya anak-anak yang bekerja tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Irwanto, dkk (1995: 14) mengatakan bahwa kebanyakan anak-anak yang bekerja disebabkan oleh faktor: nafkah keluarga, jumlah tanggungan keluarga, dan sebagainya.


(25)

6

Pencari nafkah utama dalam keluarga dilakukan oleh ke dua orang tua atau satu orang sebagai kepala rumah tangga yang berpenghasilan rendah atau tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Sebagian besar pencari nafkah dalam keluarga responden bekerja sebagai pekerja di sektor informal, sehingga dalam kaitannya dengan keadaan ekonomi pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh ke dua orang (ayah dan ibu) relative lebih baik penghasilannya dibandingkan dengan keluarga yang pencari nafkah dalam keluarga hanya dilakukan oleh satu orang saja, misalnya ayah atau ibu saja.

Keluarga yang pencari nafkahnya dilakukan oleh satu orang saja, yaitu ayah atau ibu saja dalam keluarga pekerja anak cenderung berpenghasilan rendah, sehingga tidak mencukupi hidup keluarga sehari-hari. Kondisi ini membuat anak untuk bekerja secara maksimal dalam arti bekerja dengan intensitas kerja yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun keluarganya. Sebagian besar dari anak-anak yang bekerja di sektor informal ini sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran dimana mempunyai saudara kandung lima orang atau lebih. Padahal orang tuanya berpenghasilan rendah, bahkan ada yang tidak berpenghasilan tetap. Kondisi keluarga yang tidak mampu tersebut dengan jumlah tanggungan jiwa yang banyak tentu kurang memperhatikan distribusi pengeluaran untuk kepentingan anaknya. Salah satunya adalah alokasi biaya untuk pendidikan anak dengan prioritas rendah, sebab yang diprioritaskan lebih dahulu adalah pemenuhan kebutuhan


(26)

fisik, seperti makan dan minum ataupun kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Pada akhirnya, orang tua memaksa anaknya untuk bekerja.

Salah satu keretakan keluarga timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan di bidang ekonomi. Menurut Abraham Fanggidae (2004: 118), penghasilan yang rendah memicu rendahnya kadar keserhasilan keluarga karena kebutuhan pokok sehari-hari sulit terpenuhi, sehingga sadar atau tidak tiap anggota keluarga sibuk sendiri-sendiri mencari nafkah atau pelipur lara di luar rumah, hal ini membawa implikasi yang buruk pada setiap anggota keluarga.

Keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik dapat juga memicu terhadap adanya ketidak harmonisan dalam keluarga, baik itu ayah atau sang ibu selalu ribut memperdebatkan masalah ekonomi ataupun lainnya. Dan hal itulah yang pada akhirnya akan berimbas pada anak untuk pergi dari rumah melakukan hal yang lainnya bersama teman mereka untuk berkerja pada sektor informal, seperti sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran, untuk memenuhi kebutuhannya pribadi maupun keluarga yang serba kekurangan, serta intensitas kerjanya semakin tinggi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa lebih jauh, bagaimana faktor-faktor tersebut menyebabkan intensitas kerja anak-anak yang berkerja di sektor informal, menjadi sebuah skripsi yang berjudul: “Faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kerja anak-anak di Sektor Informal”


(27)

8

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diketahui keterlibatan anak-anak yang berkerja di sektor informal banyak jumlahnya, maka perlu dirumuskan pemasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor ekonomi keluarga dapat meningkatkan intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal?

2. Bagaimankah faktor tanggungan keluarga menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah faktor ekonomi keluarga dapat meningkatkan intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal?

2. Untuk mengetahui apakah faktor tanggungan keluarga dapat menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal?

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan sosial, khususnya yang mempelajari anak-anak yang bekerja di sektor informal sebagai bagian dari kajian sosiologi masyarakat perkotaan.


(28)

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber penelitian lebih mendalam mengenai masalah anak-anak yang bekerja di sektor informal, dan sebagai pedoman perencanaan peningkatan kesejahteraan anak-anak yang bekerja bagi lembaga pemerintah (DepSos) dan lembaga swasta (LSM).


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sektor Informal

1. Pengertian Sektor Informal

Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi (Mulyana, 2011).

Menurut Alma, (2001: 63) memberikan pengertian bahwa, istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Tetapi akan menyesatkan bila disebutkan perusahaan berskala kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa mreka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya.


(30)

Menurut Sethuraman yang dikutip Muchdarsyah Sinungan (1988: 22) mendefinisikan sektor informal secara umum adalah sektor informal terdiri dari unit usaha beskala kecil yang memproduksi, mendistribusi barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing serta dalam ushanya itu sangat dibatasi oleh faktor modal maupun keterampilan.

Menurut Bremen yang dikutip Rusli Ramli (1985: 74) menyatakan, bahwa sektor informal merupakan suatu pekerjaan yang umumnya padat karya, kurang memperoleh dukungan dan pengakuan dari pemerintah juga kurang terorganisir dengan baik.

Sedangkan menurut Hadionoto, (1988: 42) yang menyatakan bahwa pilihan sektor informal adalah suatu jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. Investasi yang diperlukan untuk sektor ini relatif rendah serta tidak memerlukan persyaratan kemampuan atau keterampilan khusus.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa sektor informal seperti pedagang asongan dan tukang semir sepatu merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan, keterampilan khusus dan modal material yang besar.

Adapun salah satu problema penting yang dihadapi negara-negara dunia Ketiga adalah merebaknya kontradiksi ekonomi politik evolusi pertumbuhan perkotaan dinegara-negara tersebut. Pertumbuhan


(31)

12

konsentrasi penduduk dikota-kota besar negara-negara Dunia Ketiga terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tetapi, pertumbuhan kota-kota tersebut ternyata tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding oleh pertumbuhan industrialisasi. Fenomena ini oleh para ahli disebut sebagai “urbanisasi berlebih atau over urbanization”. Istilah ini menggambarkan bahwa tingkat urbanisasi yang terjadi terlalu tinggi melebihi tingkat industrialisasi yang dicapai oleh evolusi suatu masyarakat (Mulyana, 2011).

Arus migrasi desa-kota yang cukup besar tidak semuanya terserap disektor industri modern dikota, karena keterbatasan sektor industri modern dan tidak semua migran memiliki skillatau kemampuan untuk masuk kesektor industri modern tersebut. Hal ini mengakibatkan para migran yang tidak dapat masuk kesektor industri modern lebih memilih sektor informal yang relatif mudah untuk dimasuki.

Agar tetap dapat bertahan hidup (survive),para migran yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap. Menurut Keith Hart (1971), ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:


(32)

1. Sah; terdiri atas:

a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder

Adapun kegiatan-kegiatan primer dan sekunder yaitu seperti pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar

Adapun usaha tersier tersebut dengan modal yang relatif besar yaitu seperti perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.

c. Distribusi kecil-kecilan

Adapun distribusi kecil-kecilan tersebut yaitu seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.

d. Transaksi pribadi

Yaitu seperti pinjam-meminjam, pengemis. e. Jasa yang lain

Seperti : pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.

2. Tidak sah; terdiri atas :

a. Jasa kegiatan dan perdagangan gelap

Yaitu pada umumnya terbagi atas penadah barang-barang curian, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.


(33)

14

b. Transaksi

Yaitu seperti pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain. Adapun ciri-ciri sektor informal menurut Urip Soewarno dan Hidayat (1979: 38), adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas pada sektor ini tidak terorganisir secara baik karena timbulnya tidak melalui institusi yang ada pada perekonomian modern. 2. Karena kebijakan pemerintah tidak sampai pada sektor ini, maka sektor informal tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerintah. 3. Pada umumnya setiap unit usaha tidak memiliki izin usaha dari

pemerintah.

4. Pola kegiatan tidak teratur dengan baik dalam arti tempat dan jam kerja.

5. Unit usaha pada sektor ini mudah untuk masuk dan keluar dari sektor ke sektor lain.

6. Karena modal dan peralatan serta perputaran usaha relative kecil, maka skala operasi unit usaha ini kecil pula.

7. Teknologi yang digunakan termasuk kedalam teknologi yang sederhana.

8. Untuk mengelola usaha tidak diperlukan tingkat pendidikan tertentu, serta keahliannya didapat dari sistem pendidikan non formal dan pengalaman.


(34)

9. Unit usaha ini termasuk ke dalam one man enter prise atau kalau memiliki buruh, maka buruh berasal dari lingkungan keluarga atau disebut jugafamily enterprise.

10. Sumber dana untuk modal tetap atau modal kerja kebanyakan berasal dari tabungan sendiri dan dari sumber keuangan tidak resmi.

11. Hasil produksi dan jasa dari sektor ini terutama dikonsumir oleh golongan masyarakat miskin dan kadang-kadang oleh golongan menengah.

Kajian tentang sektor informal tersebut, ditambahkan lagi oleh Hidayat (1986) yang menyatakan bahwa dalam “Definisi dan Evaluasi Sektor Informal”, sektor informal diartikan menjadi tiga hal :

1. Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah seperti perlindungan, tarif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, pemberian kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan teknis, ketatalaksanaan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, penyediaan teknologi maju asal import dan hak paten. 2. Sektor yang mungkin mempergunakan bantuan ekonomi pemerintah

meskipun bantuan itu telah tersedia. Jadi kriteria “accessability” atau penggunaan bantuan yang disediakan langsung telah dipakai sebagai ukuran bukan telah tersedianya fasilitas.

3. Sektor yang telah menerima dan menggunakan bantuan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah tetapi bantuan itu belum sanggup membuat unit usaha tersebut mandiri.


(35)

16

Istilah sektor informal pertama kali dikenal oleh Keith Hart pada tahun 1971 dari University of Manchester, Inggris. Sejak saat itu berkembang berbagai definisi dan pengertian serta batasan mengenai sektor informal. Para ahli merasa belum puas atas batasan-batasan yang ada, oleh karena itu lahirlah beberapa batasan antara lain :

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hidayat (1986) dengan mengutip pandangan Breman (yang termuat dalam Chris Manning dan Tajuddin Nur Efendi, 1987), membedakan sektor informal menjadi tiga kelompok:

1. Kelompok pekerja berusaha sendiri dengan modal kecil dan memiliki keterampilan

2. Kelompok buruh pada usaha kecil dan usaha sendiri tanpa modal atau modal kecil.

3. Kelompok pekerja miskin yang kegiatannya cenderung melanggar hukum dan mirip dengan gelandangan, pemungut puntung rokok. Friedman dan Sullivan (Hidayah, 1986) membedakan sektor informal dalam dua kelompok yaitu :

1. Kelompok pengusaha kecil

2. Pekerja usaha sendiri atau buruh tidak tetap

Menurut Gerry dan Bromley (Hidayat, 1986) membagi pekerja usaha sendiri ke dalam empat kelompok, yaitu :


(36)

1. Buruh tidak tetap

2. Pekerja sub-kontrak atau borongan yang dikerjakan di rumah tangga atau dalam usaha kecil

3. Pekerja yang tergantung pada bahan/alat/tempat yang disewa atau diperoleh melalui kredit.

4. Pekerja usaha tidak terikat kepada usaha lain dalam pembelian, permodalan dan penjualan hasilnya.

Dari beberapa pengertian mengenai sektor informal tersebut memberikan peluang bagi semua individu untuk memaksimalkan sumber daya dan tenaga dengan biaya yang minimal.

Bambang Tricahyono dalam buku yang ditulis oleh Martono H.S. dan Saidihardjo (1983: 62) menyatakan bahwa pekerjaan di sektor informal memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tenaga kerja sektor informal mudah keluar masuk pasar. 2. Tidak memiliki keterampilan yang memadai.

3. Biasanya tidak atau sedikit memiliki pendidikan formal atau sekolah. 4. Biasanya tenaga kerja merangkap produsen dibantu tenaga kerja

keluarga.

Berdasarkan pendapat di atas, pekerjaan di sektor informal bisa juga disebut sebagai pekerjaan kasar. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri yang dimiliki oleh para pekerja sektor informal tersebut, seperti pendidikan formal yang dimiliki rendah, tidak memiliki pengalaman dan keterampilan yang baik, dan hanya mengandalkan tenaga, serta modal usaha yang


(37)

18

digunakan sedikit atau kecil. Sebagai contoh buruh kasar, pedagang asongan, dan penyemir sepatu. Mereka banyak menggunakan tenaga untuk pekerjaannya tersebut dan modal untuk usahanya pun kecil.

Menurut Urip Soewarno dalam bukunya Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1979: 39), penggolongan jenis-jenis pekerjaan sektor informal ini adalah:

1. Angkutan: penarik becak, delman,dan grobak.

2. Perdagangan: pedagang kaki lima, pedagang asongan, makanan, minuman,pakaian, barang bekas, alat tulis, dan keperluan rumah tangga.

3. Industri pengolahan: membuat makanan dan minuman, industri kayu, dan bahan bangunan.

4. Bangunan: tukang teraso, kayu, besi, dan batu.

5. Jasa-jasa: tukang jahit, semir sepatu, reparasi arloji, dan radio.

Dengan demikian, anak-anak yang bekerja sebagai pedagang asongan dan penyemir sepatu termasuk pekerja di sektor informalyang hanya memerlukan modal, pengetahuan, dan pendidikan yang minim, dan hanya mengandalkan tenaga kasar.

B. Anak-Anak yang Bekerja 1. Pengertian anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak


(38)

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan


(39)

20

menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).

2. Anak-Anak yang Bekerja

Secara umum pengertian pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Pekerja anak bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga dan rumah tangga secara langsung maupun secara tidak langsung. Hubungan pekerja anak yang ditetapkan ada berbagai macam bentuk sebagai buruh anak-anak menerima atau upah untuk pekerjaannya.

Untuk pekerja anak yang magang mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar, sedangkan sebagai tenaga keluarga anak-anak tidak dibayar. Selama ini ada suatu pengertian atau konsep yang sering tidak dibedakan akan tetapi susungguhnya sangat berbeda jauh, yaitu pekerja anak dan anak yang bekerja (Maria dkk, 1999).

Menurut Suhartin (1986: 78) yang menyatakan, bahwa:

Anak-anak adalah mereka yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang terbagi dalam tahap-tahapan. Tahap-tahapan anak itu adalah sebagai berikut:


(40)

a. Umur 0—1 tahun yaitu masa bayi b. Umur 1—3 tahun yaitu masa balita c. Umur 3—6 tahun yaitu masa pra-sekolah d. Umur 6—12 tahun yaitu masa sekolah

Iswanti dan Sayekti (1988: 1) memberikan pendapatnya tentang anak-anak adalah golongan penduduk yang berusia antara 0—14 tahun, yang merupakan hasil keturunan dari orang tua atau melalui adopsi di dalam keluarga yang secara potensial perlu dibina secara terarah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diartikan bahwa anak-anak adalah golongan penduduk yang berumur 0—14 tahun, baik yang sudah sekolah maupun yang belum atau tidak sekolah. Dalam penelitian ini, anak-anak yang bekerja di sektor informal seperti menjadi pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran mereka kebanyakan berumur 9—14 tahun.

Pengertian bekerja menurut Kartini Kartono (1990 : 112), bahwa bekerja merupakan aktivitas sosial yang memberikan isi dan makna pada diri manusia juga merupakan aktivitas dasar yang paling penting bagi individu karena memberikan kesenangan dan arti tersendiri bagi kehidupannya. Selanjutnya, Kartini Kartono (1990: 166) membedakan dua fungsi pokok dari bekerja, yaitu bekerja merupakan aktivitas social dengan dua fungsi pokok:


(41)

22

1. Memproduksi barang dan jasa bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

2. Mengikat individu pada interaksi manusiawi dengan individu lain karena seseorang harus bekerjasama dengan orang lain secara baik. Dalam hal ini, anak-anak yang bekerja dipengaruhi oleh suatu kondisi yang mengharuskan mereka untuk bekerja. Dengan kata lain, mereka ini bekerja karena faktor pencari nafkah keluarga yang berpenghasilan rendah, jumlah tanggungan keluarga yang besar, dan disorganisasi keluarga. Menurut Irwanto, dkk. (2003 : 1) menyatakan, bahwa:

Pekerja anak bukanlah suatu fenomena baru di Indonesia. Banyak keluarga yang memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi marjinal. Sebagian besar orang tua sebenarnya berterima kasih jika anak-anak mereka dapat bekerja didalam tempat yang terlindung dan tidak berpindah-pindah, belajar disiplin dan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko jalanan. Tetapi kenyataannya anak-anak mereka ini kebanyakan bekerja dengan resiko tinggi, putus sekolah, jam kerja yang panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

C. Intensitas Kerja

Menurut Irwanto, dkk (1995: 46) menyatakan bahwa banyak keluarga yang memerlukan bantuan mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi marjinal. Sebagian besar orang tua sebenarnya berterimakasih jika anak-anak mereka


(42)

dapat bekerja di dalam tempat yang terlindung dan tidak berpindah-pindah, belajar displin dan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko jalanan. Tetapi bila kita bayangkan bahwa anak-anak tersebut tidak memperoleh perlindungan yang memadai (fisik maupun hukum) mempunyai resiko tinggi putus sekolah, jam kerja yang panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial-ekonomi yang lebih baik. Jam kerja anak di tiga kota besar relative panjang yaitu di Medan sekitar 5 jam, di Surabaya 7 jam, dan di Jakarta 10 jam setiap harinya.

Permasalahan sosial anak merupakan fenomena yang telah menjadi isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini tercermin dari perhatian bangsa-bangsa di dunia untuk memberikan perlindungan dari perilaku diskriminasi dan eksploitasi. Menurut perkiraan ILO (International Labour Organization), sekitar 250 juta anak berusia antara 5 sampai 14 tahun ambil bagian dalam aktivitas ekonomi di negara-negara berkembang. Anak yang bekerja purna waktu sebanyak 120 juta. Selebihnya adalah anak yang bekerja tetapi juga bersekolah atau melakukan kegiatan non ekonomis. Asia merupakan wilayah yang memiliki jumlah pekerja anak tertinggi di dunia, yaitu 61 %, sedangkan sisanya 32 % di Afrika dan 7 % di Amerika Latin (Yanuar, 2006).

Berdasarkan pendapat di atas, maka intensitas kerja anak-anak yang bekerja dapat diukur dengan jam atau waktu mereka bekerja setiap harinya. Intensitas bekerja tinggi, bila mereka bekerja di atas 7 jam setiap harinya, intensitas


(43)

24

bekerja sedang, bila mereka bekerja 5-7 jam setiap harinya, dan intensitas bekerja rendah, bila merka bekerja di bawah 5 jam setiap harinya.

D. Faktor-faktor yang Menyebabkan Intensitas Kerja Anak-anak yang Bekerja di Sektor Informal

Faktor pendorong utama yang diakui oleh semua pihak adalah kebutuhan ekonomi dan kemiskinan, Namun demikian menurut Irwanto, dkk. (1995 : 14) terdapat faktor pendorong lain yang akan dijadikan faktor dalam penelitian ini faktor tersebut adalah:

1. Ekonomi Keluarga

Keluarga merupakan interaksi pertama dan utama bagi seseorang dalam mengenal hal-hal baru sehingga keberadaan keluarga sangat penting dalam perkembangan perilaku seseorang. Slameto (2010:61) menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat, besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, Negara, dan dunia.

Keberadaan keluarga merupakan miniatur eksistensi suatu masyarakat dan Negara. Ini berarti tinggi rendahnya mutu bangsa dan negara sangat tergantung dari tinggi rendahnya kualitas manusia dalam suatu lingkungan keluarga. Abu Ahmadi (2007:167) menyatakan bahwa keluarga adalah kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang mempunyai hubungan sosial relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan atau adopsi.


(44)

Jadi yang dimaksud dengan keluarga dalam penelitian ini yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Namun apabila anak mempunyai wali penanggung biaya maka yang dimaksud adalah wali tersebut. Hal serupa juga berlaku oleh siapa anak tersebut dibimbing atau bertempat tinggal.

Abdulsyani (2001: 57), menyatakan bahwa:

“Kondisi ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi”.

Kondisi ekonomi juga dikenal sebagai status ekonomi. Kartono (2006) menyatakan bahwa:

“Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok”. Selanjutnya Menurut Geimar dan Lasorte dalam Friedman (Suparyanto, 2010: 71) membagi keluarga terdiri dari empat tingkat ekonomi:

1. Adekuat

Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realistis. 2. Marginal

Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.


(45)

26

3. Miskin

Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Di atas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan melebihi penghasilan.

4. Sangat miskin

Manajemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

Menurut Irwanto, dkk. (1995: 14) pencari nafkah keluarga dalam keluarga dilakukan oleh dua atau satu orang sebagai kepala rumah tangga yang berpenghasilan rendah atau tidak terpenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari sehingga anak terdorong untuk membantu dengan bekerja di sektor informal. Pencari nafkah dalam keluarga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, keluarga dengan dua orang (suami-istri) kepala rumah tangga pencari nafkah, keluarga dengan pria kepala rumah tangga pencari nafkah, dan keluarga dengan wanita kepala rumah tangga pencari nafkah.

1) Pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh dua orang (suami-istri) relatif lebih baik karena keduanya mendapatkan pendapatan sehingga intensitas kerja anak semakin ringan atau rendah., dibandingkan dengan keluarga yang pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh satu orang saja.


(46)

2) Pencari nafkah yang dilakukan oleh satu orang saja, misalnya ayah atau ibu saja. Pencari nafkah keluarga dilakukan satu orang saja (ayah) sehingga berpenghasilan cukup baik, karena pria tidak mempunyai dua peran seperti wanita. Sehingga intensitas kerja anak cukup ringan atau sedang.

3) Jika pencari nafkah keluarga dilakukan oleh satu orang (ibu) Pengaruh wanita atau ibu sebagai kepala rumah tangga pada keluarga responden terhadap kesejahteraan keluarga relative rendah, hal ini disebabkan ibu sebagai pencari nafkah bekerja di sektor informal juga seperti pembantu rumah tangga, pencuci pakaian, dan berdagang kecil-kecilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto, dkk. (1995: 16) yang menyatakan, bahwa pencari nafkah yang dilakukan oleh wanita dianggap kurang produktif dan cenderung berpenghasilan rendah karena mereka berperan ganda yaitu mencari nafkah dan mengurus rumah tangga, sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Kondisi ini mendorong anak untuk bekerja secara maksimal dalam arti bekerja dengan intensitas kerja yang tinggi.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dinyatakan kondisi ekonomi keluarga yang lemah ini adalah suatu ketidak mampuan keluarga dalam hal daya beli sandang, pangan, dan papan yang memadai. Disebabkan oleh penghasilan keluarga yang rendah. Keadaan ekonomi keluarga yang lemah ini dapat dilihat dari pendapatan keluarga. Pendapatan merupakan gambaran yang lebih tepat tentang posisi ekonomi keluarga. Pendapatan


(47)

28

keluarga yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dan kekayaan keluarga yang dipakai untuk membedakan ekonomi keluarga dalam tiga kelompok yaitu pendapatan tinggi, pendapatan sedang, dan pendapatan rendah.

Dalam hal golongan berpenghasilan rendah, Rusmin Tumanggor yang diedit oleh Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1980: 11) menyatakan bahwa golongan berpenghasilan rendah adalah kelompok (sejumlah orang) yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap pekerjaan yang mereka kerjakan, dimana jumlah penerimaan tersebut jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Dengan demikian golongan berpenghasilan rendah mengandung dua makna pokok:

1. Sejumlah manusia yang berpendapatan kurang dari kebutuhan pokok. 2. pendapatan manusia dari berbagai lapangan pekerjaan yang akan dapat

didistribusikan ke dalam kategori rendah. Golongan berpenghasilan rendah mempunyai beberapa ciri antara lain:

a. Pekerjaan yang menjadi mata pencahrian mereka, umumnya merupakan pekerjaan yang menggunakan tenaga kasar.

b. Nilai pendapatan mereka cukup rendah apabila diukur dengan jumlah jam kerja yang mereka gunakan.

c. Nilai pendapatan yang mereka terima, umumnya habis untuk membeli makanan sehari-hari.


(48)

d. Karena kemampuan keuangan yang sangat kurang, maka untuk rekreasi, pengobatan, biaya perumahan, penambahan jumlah pakaian, semuanya itu hampir tidak terjamah sama sekali.

e. Tempat tinggal mereka kurang memenuhi syarat kesehatan dan umumnya menempati posisi tanah yang tidak legal.

Setiap masyarakat memiliki pengelompokan status terutama berdasarkan kesamaan dalam pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Dari kesamaan-kesamaan inilah muncul sikap sosial yang mencirikan kelas tertentu terhadap perbedaan tingkat ekonominya. Para peneliti telah mendokumentasikan nilai-nilai yang berbeda yang berkaitan dengan rentang wilayah yang luas jadi dengan mengetahui pendapatan keluarga maka dapat membantu peneliti untuk mengetahui terhadap terjadinya tingkat intensitas kerja baik yang tinggi ataupun yang rendah yang dilakukan oleh para pekerja anak-anak di sektor informal.

Ekonomi keluarga merupakan keadaan ekonomi seseorang yang dimana terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung. Pekerjaan seseorang juga sangat menentukan dari pola konsumsi yang mereka lakukan.

Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau


(49)

30

natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2002).

Ekonomi adalah menyangkut penghasilan yang diperoleh keluarga, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia tahun 2006 untuk daerah disesuaikan dengan standar Upah Minimum Regional (UMR) termasuk ketetapan UMR di Lampung yaitu sebagai berikut:

a. Rendah, bila penghasilan keluarga rata-rata perbulan < UMR yaitu Rp. 925.000.

b. Tinggi, bila penghasilan keluarga rata-rata perbulan > UMR yaitu Rp. 925.000.

(Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2011 : 24)

Bila kemampuan ekonomi keluarga rendah akan berakibat pula terhadap tingkat pengetahuan dan kecerdasan anggota keluarga. Masalah kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan tidak memenuhi target cakupan dapat disebabkan berbagai faktor salah satunya adalah penghasilan (James, 1996 dalam Deswani, 2005 : 83).


(50)

Menurut Saedah, (2010: 10) menyatakan bahwa pendapatan adalah besarnya pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh suami, istri dan anak (bila ada) baik yang berasal dari pendapatan pokok atau pendapatan sampingan, biasanya diukur dalam jumlah rupiah yang diterima setiap bulan. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan seseorang atau keluarga memberikan pengaruh terhadap terjadinya anak-anak untuk turun kelapangan yaitu bekerja pada sektor informal.

2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Menurut Surono, (2008: 43) yang menyatakan bahwa tanggungan keluarga adalah jumlah tanggungan yang terdiri dari banyaknya jumlah anak yang tinggal dalam satu rumah dan menjadi tanggungan kepala keluarga, tetapi jumlah anak tidak selalu berarti sama dengan jumlah tanggungan, hal ini disebabkan karena anak sewaktu-waktu dapat memisahkan diri misalnya membentuk keluarga baru.

Di dalam keluarga terdapat beberapa fungsi yang satu sama lain saling melengkapi serta berkaitan dan dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing fungsi keluarga tersebut sama pentingnya bagi keutuhan dan kelancaran kehidupan keluarga. Orang tua sebagai pemegang peran utama dalam sebuah keluarga diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga sebagaimana mestinya.

Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah tanggungan dalam satu keluarga besar antara lain telah berkeluarga pada usia muda, kelahiran anak yang begitu dekat, adanya anggapan bahwa banyak anak banyak


(51)

32

rezeki dan sanak saudara yang belum bisa berusaha sendiri sehingga harus tinggal bersama keluarga yang sudah cukup mantap. Semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga sehari-hari. Sedangkan menurut Abraham Fanggidae (1993: 124) menyatakan, bahwa jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yaitu yang tinggal dalam satu rumah.

Selanjutnya dikatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang dikategorikan kecil terdiri dari 1-2 orang anak yang tidak termasuk ayah dan ibu sehingga dapat dikatakan bahwa mempunyai tanggungan keluarga yang ringan, tetapi orang tuanya berpenghasilan rendah sehingga anak terdorong untuk bekerja dengan intensitas yang ringan atau rendah untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Jumlah anggota keluarga yang diartikan terdiri dari 3-4 orang anak tidak termasuk ayah dan ibu mempunyai tanggungan keluarga yang cukup ringan karena jumlah keluarga tidak terlalu banyak. Dan orang tuanya berpenghasilan rendah sehingga intensitas kerja anakpun tergolong sedang atau cukup ringan.

Jumlah anggota keluarga yang besar terdiri dari 5-7 orang anak atau lebih tidak termasuk ayah dan ibu sehingga mempunyai tanggungan keluarga yang besar, khususnya anak yang paling besar belum mempunyai pekerjaan yang tetap. Jumlah tanggungan jiwa yang besar juga disebabkan


(52)

oleh penghasilan keluarga yang rendah, sehingga mendorong anak-anak untuk bekerja secara maksimal atau intensitas kerja anak semakin tinggi. Pendapat diatas sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu berdasarkan hasil observasi bahwa sebagian besar pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran mempunyai saudara kandung lima orang atau lebih, sementara itu penghasilan keluarga memiliki pengahsilan yang rendah. Hasil ini dapat dilihat bahwa kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarganya terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, sehingga keluarga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah, dengan demikian anak terpaksa melakukan pekerjaan pada sektor informal dengan pembagian tingkat intensitas yang berbeda-beda yaitu intensitas kerja yang rendah, sedang dan bahkan intensitas kerja yang tinggi.

E. Kerangka Pikir

Intensitas kerja dikalangan anak-anak yang bekerja di sektor informal disebabkan oleh beberapa faktor anatara lain, yaitu ekonomi keluarga (siapa pencari nafkah dalam keluarga), ekonomi keluarga yang memiliki penghasilan rendah membuat kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi. Jika pencari nafkah dilakukan oleh suami istri menyebabkan intensitas kerja anak ringan atau rendah, dan apabila pencari nafkah dilakukan oleh satu orang saja (ayah atau ibu) menyebabkan intensitas kerja anak semakin tinggi.


(53)

34

Jumlah tanggungan keluarga, jika jumlah keluarganya 1-2 orang anak tidak termasuk ayah dan ibu yang menyebabkan intensitas kerja anak ringan atau rendah karena tanggungan keluarga sedikit, jika jumlah keluarga 5-6 orang anak maka intensitas kerja anak sedang, karena jumlah tanggungan keluarga tidak terlalu banyak, dan jika jumlah tanggungan keluarga 7 orang anak atau lebih maka intensita kerja anak semakin tinggi karena tanggungan keluarganya semakin besar.

Skema 1. Kerangka Pikir Faktor-faktor yang menyebabkan

intensitas kerja anak-anak di sektor informal:

1. Ekonomi keluarga

- Pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh dua orang (suami-istri)

- 2 Pencari nafkah yang dilakukan oleh satu orang saja

- Jika pencari nafkah keluarga dilakukan oleh satu orang (ibu) 2. Jumlah tanggungan keluarga

- 5-7 orang atau lebih (tinggi) - 3-4 orang (sedang)

- 1-2 orang (rendah)

Intensitas Kerja Anak


(54)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Faktual, tajam, dan akurat mengenai fakta yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel

Definisi operasional menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001 : 23) adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, akan diketahui baik buruknya variabel tersebut. Berdasarkan pengertian definisi operasional tersebut dan judul yang dibuat, maka akan diukur indikator-indikator dari variabel faktor-faktor yang menyebabkan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal.

1. Ekonomi Keluarga

Pencari nafkah keluarga diartikan pencari nafkah utama dalam keluarga yang dilakukan oleh ayah, ibu atau pun kedua-duanya. Adapun indikator yang akan diteliti adalah :


(55)

36

1) Keluarga dengan dua orang sebagai pencari nafkah dalam keluarga, yaitu ayah dan ibu.

2) Keluarga dengan ayah sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 3) Keluarga dengan ibu sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dalam satu keluarga. Adapun indikatornya adalah Jumlah tanggungan keluarga yang terdiri dari:

1) 1–2 orang 2) 3–4 orang 3) 5 orang atau lebih 3. Intensitas Kerja Anak-Anak

Intensitas kerja anak-anak diartikan intensitas jam kerja anak-anak yang bekerja setiap harinya. Adapun indikator yang digunakan adalah :

1) Tinggi, dikatakan tinggi apabila mereka bekerja di atas 7 jam setiap harinya.

2) Sedang, dikatakan sedang apabila mereka bekerja antara 5-7 jam setiap harinya.

3) Rendah, dikatakan rendah apabila mereka bekerja di bawah 5 jam setiap harinya.


(56)

C. Lokasi Penelitian

Dalam usaha mencari data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dipilihlah Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut letaknya mudah dijangkau oleh penulis juga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam pengumpulan dan pencarian data.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini, yaitu para pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, data atau jumlah dari para pekerja anak di sektor informal diketahui jumlah populasinya sebanyak 160 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel merupakan sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah dan harus mempunyai satu sifat yang sama dari populasi. Pengambilan sampel mengikuti ukuran Suharsimi Arikunto (1998: 121), yaitu bila subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi dan jika jumlah subjeknya lebih dari 100, dapat diambil antara 10 15%, 20 -25% atau lebih.


(57)

38

Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 25% dari 160 orang. Dengan demikian maka besarnya sampel penelitian adalah 160 40

100 25

X orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan sesuai dengan penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner (daftar pertanyaan) dalam penelitian ini digunakan sebagai pedoman wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui antara lain : usia responden, pendidikan responden, tingkat intensitas kerja responden dan lain-lain.

2. Wawancara

Yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan cara wawancara atau bertanya langsung pada responden dengan berpedoman pada pertanyaan yang tercantum pada kuesioner.

3. Observasi

Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data-data tambahan. Teknik ini hanya berfungsi sebagai pelengkap dari teknik yang utama (kuesioner). Hal tersebut diperbolehkan, berdasarkan peryataan Selltiz (Bruce A. Chadwick dan rekan, diterjemahkan oleh Dr. Sulistia, ML dan rekan, 2003 : 90) yang mengatakan :


(58)

“Pengamatan dapat digunakan untuk berbagai maksud penelitian. Ia dapat digunakan dalam kajian eksploratif untuk memperoleh pengetahuan yang kemudian diuji menggunakan teknik lain. Mungkin untuk memperoleh data tambahan yang dapat digunakan untuk memberi penafsiran terhadap temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik lain”.

Observasi merupakan suatu pengamatan secara sistematis dari objek penelitian tentang penomena-penomena yang akan diteliti. Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat intensitas kerja, pencari nafkah keluarga, jumlah tanggungan keluarga. Penulis menggunakan teknik observasi non partisipan, yaitu penulis tidak terlibat langsung dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh objek penelitian (responden).

F. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini skala ordinal. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2002: 102), skala ordinal adalah skala yang digunakan peneliti untuk mengurutkan responden dalam tingkatan mulai dari paling rendah sampai paling tinggi.

Kegiatan yang penulis lakukan adalah melakukan perhitungan terhadap jawaban responden dalam kuesioner penelitian dan selanjutnya memberikan skor dengan menggunakan 3 jenjang, yaitu sebagai berikut:

1. Jawaban A diberi skor 3 (tiga) 2. Jawaban B diberi skor 2 (dua) 3. Jawaban C diberi skor 1 (satu)


(59)

40

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari lapangan, maka data-data diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Editing

Yaitu dalam tahap ini data yang telah diperoleh dari lapangan, dikoreksi dan diperbaiki sehingga sempurna.

Dalam tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah : - Lengkap tidaknya pengisian alat ukur data - Keterbatasan tulisan

- Kejelasan makna jawaban

- Keajengan dan kesesuaian jawaban. - Relevansi jawaban

- Keseragaman kesatuan data 2. Tahap Koding

Yaitu dalam tahap ini mengklasifikasikan data-data (jawaban-jawaban)dari responden menurut macam dan jenisnya, kemudian memberikan kode dan memindahkan ke dalam buku kode.

3. Tahap Tabulating

Yaitu tahap memasukan data-data sesuai dengan kategori-kategori pertanyaan ke dalam tabel (tabulasi), agar data-data tersebut mudah diinterpretasikan maka peneliti menggunakan tabel tunggal dan tabel silang.


(60)

H. Teknik Analisa Data 1. Koefisien korelasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kerja anak-anak di sektor informal. Metode yang digunakan adalah perhitungan koefisien korelasi Pearson Product Momentdengan rumus sebagai berikut :



2 2

2

2

              xy r Keterangan :

r = Koefisien korelasi antara varibel X dan Y n = Banyaknya jumlah responden

X = Total skor dari kompensasi Y = Total skor kinerja

Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan maka nilai r dikonsultasikan dengan interpretasi nilai r sebagai berikut :

R Interpretasi

Antara 0,01–0,20 Antara 0,21–0,40 Antara 0,41–0,60 Antara 0,61–0,80 Antara 0,81–1,00

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 2. Analisis tabel tunggal/tabel silang

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu dengan menginterpretasikan data yang disajikan dalam bentuk tabel tunggal dan tabel silang. Analisa semacam ini sesuai dengan penelitian survey yang bertujuan deskriptif yang hanya memberikan suatu gambaran (deskriptif) dalam membahas permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.


(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Faktual, tajam, dan akurat mengenai fakta yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel

Definisi operasional menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001 : 23) adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, akan diketahui baik buruknya variabel tersebut. Berdasarkan pengertian definisi operasional tersebut dan judul yang dibuat, maka akan diukur indikator-indikator dari variabel faktor-faktor yang menyebabkan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal.

1. Ekonomi Keluarga

Pencari nafkah keluarga diartikan pencari nafkah utama dalam keluarga yang dilakukan oleh ayah, ibu atau pun kedua-duanya. Adapun indikator yang akan diteliti adalah :


(62)

1) Keluarga dengan dua orang sebagai pencari nafkah dalam keluarga, yaitu ayah dan ibu.

2) Keluarga dengan ayah sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 3) Keluarga dengan ibu sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dalam satu keluarga. Adapun indikatornya adalah Jumlah tanggungan keluarga yang terdiri dari:

1) 1–2 orang 2) 3–4 orang 3) 5 orang atau lebih 3. Intensitas Kerja Anak-Anak

Intensitas kerja anak-anak diartikan intensitas jam kerja anak-anak yang bekerja setiap harinya. Adapun indikator yang digunakan adalah :

1) Tinggi, dikatakan tinggi apabila mereka bekerja di atas 7 jam setiap harinya.

2) Sedang, dikatakan sedang apabila mereka bekerja antara 5-7 jam setiap harinya.

3) Rendah, dikatakan rendah apabila mereka bekerja di bawah 5 jam setiap harinya.


(63)

37

C. Lokasi Penelitian

Dalam usaha mencari data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dipilihlah Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut letaknya mudah dijangkau oleh penulis juga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam pengumpulan dan pencarian data.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini, yaitu para pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, data atau jumlah dari para pekerja anak di sektor informal diketahui jumlah populasinya sebanyak 160 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel merupakan sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah dan harus mempunyai satu sifat yang sama dari populasi. Pengambilan sampel mengikuti ukuran Suharsimi Arikunto (1998: 121), yaitu bila subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi dan jika jumlah subjeknya lebih dari 100, dapat diambil antara 10 15%, 20 -25% atau lebih.


(64)

Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 25% dari 160 orang. Dengan demikian maka besarnya sampel penelitian adalah 160 40

100 25

X orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan sesuai dengan penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner (daftar pertanyaan) dalam penelitian ini digunakan sebagai pedoman wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui antara lain : usia responden, pendidikan responden, tingkat intensitas kerja responden dan lain-lain.

2. Wawancara

Yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan cara wawancara atau bertanya langsung pada responden dengan berpedoman pada pertanyaan yang tercantum pada kuesioner.

3. Observasi

Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data-data tambahan. Teknik ini hanya berfungsi sebagai pelengkap dari teknik yang utama (kuesioner). Hal tersebut diperbolehkan, berdasarkan peryataan Selltiz (Bruce A. Chadwick dan rekan, diterjemahkan oleh Dr. Sulistia, ML dan rekan, 2003 : 90) yang mengatakan :


(65)

39

“Pengamatan dapat digunakan untuk berbagai maksud penelitian. Ia dapat digunakan dalam kajian eksploratif untuk memperoleh pengetahuan yang kemudian diuji menggunakan teknik lain. Mungkin untuk memperoleh data tambahan yang dapat digunakan untuk memberi penafsiran terhadap temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik lain”.

Observasi merupakan suatu pengamatan secara sistematis dari objek penelitian tentang penomena-penomena yang akan diteliti. Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat intensitas kerja, pencari nafkah keluarga, jumlah tanggungan keluarga. Penulis menggunakan teknik observasi non partisipan, yaitu penulis tidak terlibat langsung dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh objek penelitian (responden).

F. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini skala ordinal. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2002: 102), skala ordinal adalah skala yang digunakan peneliti untuk mengurutkan responden dalam tingkatan mulai dari paling rendah sampai paling tinggi.

Kegiatan yang penulis lakukan adalah melakukan perhitungan terhadap jawaban responden dalam kuesioner penelitian dan selanjutnya memberikan skor dengan menggunakan 3 jenjang, yaitu sebagai berikut:

1. Jawaban A diberi skor 3 (tiga) 2. Jawaban B diberi skor 2 (dua) 3. Jawaban C diberi skor 1 (satu)


(66)

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari lapangan, maka data-data diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Editing

Yaitu dalam tahap ini data yang telah diperoleh dari lapangan, dikoreksi dan diperbaiki sehingga sempurna.

Dalam tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah : - Lengkap tidaknya pengisian alat ukur data - Keterbatasan tulisan

- Kejelasan makna jawaban

- Keajengan dan kesesuaian jawaban. - Relevansi jawaban

- Keseragaman kesatuan data 2. Tahap Koding

Yaitu dalam tahap ini mengklasifikasikan data-data (jawaban-jawaban)dari responden menurut macam dan jenisnya, kemudian memberikan kode dan memindahkan ke dalam buku kode.

3. Tahap Tabulating

Yaitu tahap memasukan data-data sesuai dengan kategori-kategori pertanyaan ke dalam tabel (tabulasi), agar data-data tersebut mudah diinterpretasikan maka peneliti menggunakan tabel tunggal dan tabel silang.


(1)

71

2. Analisis Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Tingkat Intensitas Kerja Anak

Untuk mengetahui analisis hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak yang bekerja di sektor informal, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 16. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Tingkat Intensitas Kerja Anak-anak di sektor informal

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Intensitas Kerja

Total

Tinggi Sedang Rendah

Tinggi 11 6 3 20

55.0% 30.0% 15.0% 100.0%

Sedang 6 6 1 13

46.2% 46.2% 7.7% 100.0%

Rendah 3 1 3 7

42.9% 14.3% 42.9% 100.0%

Total 20 13 7 40

50.0% 32.5% 17.5% 100.0%

Sumber: Diolah dari Kuesioner Penelitian. Data Primer Tahun 2012

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa analisa hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak yang bekerja pada sektor informal tersebut yaitu dari 20 responden dengan jmlah tanggungan keluarga yang tinggi sebagian besar yaitu sebanyak 11 responden (55,0%) memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi, dari 13 responden dengan jumlah tanggungan keluarga yang sedang sebagian besar yaitu masing-masing sebanyak 6 responden (46,2%) memiliki tingkat intensitas kerja pada sektor informal yaitu tinggi dan sedang, dan sebanyak 7 responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang rendah sebagian besar yaitu masing-masing sebanyak 3


(2)

responden (42,9%) memiliki tingkat intensitas kerja yang rendah dan tinggi.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga pada responden yang bekerja pada sektor informal tersebut sebagian besar memiliki jumlah tanggungan keluarga yang tinggi dengan tingkat intensitas kerja yang tinggi pula.

Menurut Abraham Fanggidae (1993 :124) menyatakan, bahwa jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga (ayah, ibu dan anak-anak) yang tinggal dalam satu rumah. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya mengamati terhadap banyak jumlah anak dalam satu keluarga.

Menurut Surono, (2008: 43) yang menyatakan bahwa tanggungan keluarga adalah jumlah tanggungan yang terdiri dari anak, istri, serta famili yang tinggal dalam satu rumah dan menjadi tanggungan kepala keluarga, tetapi jumlah anak tidak selalu berarti sama dengan jumlah tanggungan, hal ini disebabkan anak sewaktu-waktu dapat memisahkan diri misalnya membentuk keluarga baru.

Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah tanggungan dalam satu keluarga besar antara lain telah berkeluarga pada usia muda, kelahiran anak yang begitu dekat, adanya anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki dan sanak saudara yang belum bisa berusaha sendiri sehingga harus tinggal bersama keluarga yang sudah cukup mantap. Semakin banyak


(3)

73

jumlah tanggungan maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Analisis hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak yang bekerja di sektor informal tersebut yaitu sebagian besar terdiri dari jumlah anggota keluarga yang tinggi atau jumlah anggota keluarga yang terdiri dari 5 sampai 7 orang anak atau lebih. Tanggungan keluarga yang tinggi tersebut memberikan dampak terhadap terjadinya tingkat intensitas kerja yang tinggi pula, karena hal tersebut menuntut anak-anak yang bekerja di sektor informal untuk lebih menambah jam kerja mereka demi membantu kebutuhan ekonomi keluarga.

Dengan adanya jumlah anggota keluarga yang tinggi dan kemampuan ekonomi keluarga yang rendah atau pendapatan orangtua yang serba pas-pasan maka keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka sepenuhnya. Sehingga diperlukan campur tangan para responden dalam membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yaitu dengan cara melakukan pekerjaan pada sektor informal yang bekerja sebagai penjual asongan, penyemir sepatu dan pedagang koran.


(4)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat peneliti disimpulkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik para pekerja anak-anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, adalah:

a) Kelompok umur anak-anak pekerja di sektor informal sebanyak 11 (27,5%) responden berusia < 10 tahun, dan sebanyak 29 (72,5%) responden berusia > 10 tahun.

b) Jenis kelamin anak-anak pekerja di sektor informal adalah sebanyak 33 (82,5%) responden berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 7 (17,5%) responden berjenis kelamin perempuan.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kerja pada anak-anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, adalah sebagai berikut: a) Analisis hubungan ekonomi keluarga dengan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja pada sektor informal yaitu memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi. Intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden terdiri dari keluarga yang tingkat ekonominya rendah,


(5)

75

sehingga menyebabkan anak untuk lebih giat dalam bekerja yaitu jam kerjanya lebih banyak dalam mencari nafkah demi membantu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka dengan cara menjadi penjual asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran.

b) Analisis hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak di sektor informal memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi, intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga atau jumlah saudara mereka dalam satu rumah terdiri dari 5 sampai 7 orang anak atau saudara dalam satu keluarga. Dengan banyaknya jumlah anak dalam satu rumah, maka akan mempengaruhi terhadap kemampuan orang tua mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga hal tersebut memicu anak-anak yang bekerja pada sektor informal yaitu sebagai penjual asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran tersebut untuk melakukan pekerjaan dengan lebih giat lagi dengan waktu yang lebih lama yaitu sebanyak 7 jam atau lebih setiap harinya.

B. Saran

Disarankan kepada Pemerintah Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung melalui Dinas Pelindungan Anak dan Dinas Pendidikan hendaknya secara aktif mencarikan solusi bagi para pekerja anak-anak di sektor informal dengan usia dibawah umur tersebut, yaitu dengan cara melakukan penyuluhan langsung atau survey langsung kepada para orang tua anak-anak pekerja dibawah umur tersebut, dan hendaknya pemerintah juga dapat membantu


(6)

mereka yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ataupun dapat memberikan solusi dengan membukakan lahan usaha baru bagi orang tua mereka agar para orangtua dari anak yang bekerja pada sektor informal tersebut tidak bekerja di waktu anak-anak membutuhkan pendidikan demi mempersiapkan masa depan mereka.