ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT

(1)

ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI

TERURUT

(Skripsi)

Oleh

Damay Lisdiana

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT

Oleh

DAMAY LISDIANA

Suatu geometri dibentuk berdasarkan aksioma yang berlaku dalam geometri-geometri tersebut. Geometri yang dibentuk berdasarkan aksioma-aksioma insidensi disebut geometri insidensi. Sedangkan geometri insidensi yang telah diperkaya dengan aksioma urutan disebut geometri insidensi terurut. Dalam suatu geometri terdapat bagian tentang transformasi geometri. Transformasi geometri adalah bagian dari geometri yang membahas tentang perubahan (letak, bentuk, maupun penyajian) yang didasarkan dengan gambar dan matriks. Transformasi adalah perpindahan atau pemetaan suatu titik pada bidang kartesius ke bidang yang lain, atau T: R2⟶ R2 , (x , y) ⟶(x’ , y’).

Misalkan fungsi �: En ⟶ En adalah isometri, jika untuk semua titik P dan Q berada di En. Isometri merupakan suatu transformasi atas refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran) apabila �(P) = P’, �(Q) = Q’ sehingga jarak = ′ ′ untuk setiap pasang titik P dan Q. Dengan menggunakan metode studi literatur, maka dibuktikan bahwa refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran) adalah suatu isometri. Isometri memiliki sifat mempertahankan sebuah ruas garis dengan tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan keantaraan pada tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan titik tengah terhadap tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan kesebangunan, dan mempertahankan sudut antara dua garis. Pada suatu refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran), diperoleh bahwa bentuk bayangan sama dan sebangun dengan bentuk aslinya.

Kata kunci : Geometri Insidensi, Geometri Insidensi Terurut, Geometri


(3)

ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT

OLEH

DAMAY LISDIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

Judul Penelitian : ISOMETRI TERHADAP GEOMETRI INSIDENSI TERURUT

Nama Mahasiswa : Damay Lisdiana

NPM : 0917031004

Jurusan : Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Bandar Lampung, Mei 2013 Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muslim Ansori, M.Si. Amanto, M. Si.

NIP.19720227 199802 1 001 NIP.19840627 200604 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Matematika

Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D. NIP.19620704 198803 1 002


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Muslim Ansori, M.Si. ………...

Sekretaris : Amanto, M.Si …….....

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Tiryono Ruby, M.sc ………...

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph. D. NIP.19690530 199512 1001


(6)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Damay Lisdiana

Nomor Pokok Mahasiswa : 0917031004

Program Studi : Matematika

Jurusan : Matematika

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan penyelesaian studi pada universitas atau institut lain.

Bandar Lampung, Mei 2013 Yang menyatakan

Damay Lisdiana NPM. 0917031004


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kedondong pada tanggal 17 Maret 1991, penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Guno dan ibu Sudarti.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 4 Kedondong pada tahun 2003, setelah lulus SD penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Kedondong dan lulus pada tahun 2006. Kemudian, penulis melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Gadingrejo dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 penulis masuk dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Penulis masuk pada Jurusan Matematika program studi Matematika S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Jurusan Matematika (HIMATIKA), NATURAL FMIPA Unila, dan ROIS FMIPA Unila.


(8)

Motto

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi

kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah maha

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

(Al-Baqarah:216)

Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya

engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak

mengapalah engkau tercela di hadapan manusia, selagi engkau terpuji di sisi

Allah.

(Al-Fudhayl ibn Iyadh)

Jadilah kamu sebagai sumber ilmu, pelita petunjuk, penerang rumah, obor pada

waktu malam dan pembaharu hati yang diketahui penduduk langit, namun

tidak dikenal penduduk bumi.

(Ibn Mas’ud)


(9)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang

PERSEMBAHAN

Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang akan selalu berharga dalam hidupku:

Ibu dan Bapak

Terima kasih untuk cinta, kasih sayang, dukungan serta doa yang tiada terhingga untukku

Adik-adikku

Terima kasih untuk segala kasih sayang yang kalian berikan untukku

Sahabat-sahabatku

Terimakasih untuk kasih sayang, kesetiaan, kesabaran, dan dukungan yang selalu ada untukku

Para Pendidikku (Guru-guruku, Dosen-dosenku)

Terimakasih atas bimbingan yang diberikan pada ku hingga aku dapat melihat dunia dengan ilmu

Teman-teman GEOMETRI 2009

Terimakasih untuk segala dukungan dan bantuan yang diberikan untukku

Teman-teman kosan


(10)

ix SANWACANA

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang senantiasa memberikan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Isometri Terhadap Geometri Insidensi Terurut” . Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak hanya dari penulis saja, tetapi keberhasilan skripsi ini juga karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muslim Ansori, M.Si. selaku Pembimbing I, karena atas bimbingan, bantuan dan kesabarannya yang selalu membimbing penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan;

2. Bapak Amanto, M.Si., selaku Pembimbing II yang selalu memberikan ide serta masukan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi;

3. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D. selaku Pembahas sekaligus selaku ketua Jurusan Matematika yang telah memotivasi dan memberikan saran dan masukan untuk skripsi ini ;


(11)

x 4. Ibu Widiarti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang selalu membantu,

dan memberikan saran kepada penulis;

5. Dosen, staf dan karyawan jurusan Matematika serta civitas akademika FMIPA;

6. Ibu dan Bapak, terima kasih atas kasih sayang, cinta dan doa – doa dari Ibu dan Bapak, yang selalu mendukung, membimbing dan memberi motivasi bagi penulis untuk tetap semangat;

7. Dila, Perti, Anna, Desi, Septi, Raisa, Indah dan sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam pembuatan laporan ini;

8. Seluruh teman-teman Jurusan Matematika terutama angkatan 2009 (Geometri) yang telah banyak membantu dan memberikan masukan yang sangat berarti dalam pembuatan skripsi ini.

9. Teman-teman kosan, Wo Cheri, Pipin, Anna, Alvin, Aryanti, dan Rama yang selalu membantu dan memberikan saran dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.

Wasaalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,


(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometri Insidensi ... 5

2.2 Geometri Insidensi Terurut ... 7

2.2.1 Urutan pada Garis ... 7

2.2.2 Urutan pada Bidang ... 11

2.2.3 Urutan Sinar dan Sudut ... 15

2.3 Isometri ... 21

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 23

3.2 Metode Penelitian ... 23

IV. PEMBAHASAN 4.1 Refleksi... 26

4.2 Translasi ... 31

4.3 Rotasi ... 34 V. KESIMPULAN


(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman GAMBAR

1. Tiga titik A, B, dan C yang kolinear ... 8

2. Sinar atau setengah garis ... 10

3. Garis �� yang memotong g ... 12

4. Titik A dan B yang berbeda dan terletak pada sisi g ... 14

5. Kedudukan antar sinar ... 15

6. Sudut ... 18

7. Perpotongan dua garis yang membentuk empat sudut ... ... 20

8. Isometri ... 21

9. Diagram Penelitian ... 25

10. Refleksi titik P terhadap garis g ... 27

11. Refleksi tiga titik berurutan A, B, dan C terhadap garis g ... 28

12. Jajar genjang CABD ... 32

13. Translasi objek segitiga dengan transformasi (10,20) ... 34

14. Rotasi dengan pusat P dan sudut rotasi � ... 35

15. Rotasi dua titik A dan B di R2 ... 36


(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang banyak aplikasinya di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan matematika itu sendiri. Disiplin-disiplin utama di dalam matematika pertama muncul karena kebutuhan akan perhitungan di dalam perdagangan, untuk memahami hubungan antar bilangan, untuk mengukur tanah, dan untuk meramal peristiwa astronomi. Empat kebutuhan ini dapat dikaitkan dengan pembagian-pembagian matematika ke dalam pengkajian besaran, struktur, ruang, dan perubahan yaitu, aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis.

Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang membahas mengenai bentuk, bidang, dan ruang suatu benda. Dalam geometri, dipelajari hubungan antar titik-titik, garis-garis, sudut-sudut, bidang-bidang, serta bangun datar dan bangun ruang. Suatu geometri dibentuk berdasarkan aksioma yang berlaku dalam geometri-goemetri tersebut. Selain aksioma, di dalam geometri juga diperlukan unsur-unsur tak terdefinisi yaitu, titik, garis, dan bidang. Pengkajian tentang ruang lebih dikhususkan pada geometri Euclides.


(15)

2

Geometri Euclides adalah geometri yang mempelajari tentang bidang datar yang didasarkan pada definisi, teorema, aksioma dan asumsi-asumsi. Geometri insidensi merupakan geometri yang mendasari geometri Euclides. Geometri insidensi adalah geometri yang didasari oleh aksioma insidensi. Menurut David Hilbert, geometri Euclides didasarkan pada lima kelompok aksioma, yaitu: kelompok aksioma insidensi, kelompok aksioma urutan, kelompok aksioma kekongruenan, aksioma kesejajaran Euclides, dan aksioma kekontinuan. Jadi dapat dikatakan bahwa geometri Euclides adalah sebuah geometri insidensi yang dilengkapi dengan kelompok aksioma-aksioma tersebut. Geometri insidensi merupakan sebuah himpunan titik-titik bersama dengan himpunan bagian seperti garis dan bidang yang memenuhi sistem aksioma sebagai berikut :

1. Garis adalah himpunan titik-titik yang mengandung paling sedikit dua titik.

2. Dua titik yang berlainan terkandung dalam tepat satu garis (satu dan tidak lebih dari satu garis).

3. Bidang adalah himpunan titik-titik yang mengandung paling sedikit tiga titik yang tidak terkandung dalam satu garis (tiga titik tak segaris)

4. Tiga titik berlainan yang tak segaris terkandung dalam satu dan tidak lebih dari satu bidang.

5. Apabila sebuah bidang memuat dua titik berlainan dari sebuah garis, maka bidang itu akan memuat setiap titik pada garis tersebut (garis terkandung dalam bidang itu, atau garis terletak pada bidang itu).


(16)

3

6. Apabila dua bidang bersekutu pada sebuah titik maka kedua bidang itu akan bersekutu pada titik kedua yang lain (ada titik lain di mana bidang tersebut juga bersekutu).

Sedangkan geometri insidensi yang telah diperkaya dengan aksioma urutan disebut dengan geometri insidensi terurut.

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Isometri Terhadap Geometri Insidensi

Terurut”.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas dibatasi pada geometri insidensi terurut dan isometri.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari isometri terhadap geometri insidensi terurut.

2. Memperoleh sifat-sifat khusus isometri terhadap geometri insidensi terurut.


(17)

4

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memperluas serta menambah wawasan pengetahuan tentang kajian matematika khususnya tentang isometri.

2. Manambah wawasan pengetahuan tentang sifat-sifat khusus isometri terhadap geometri insidensi terurut.


(18)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geometri Insidensi

Suatu geometri dibentuk berdasarkan aksioma yang berlaku dalam geometri-geometri tersebut. Geometri insidensi didasari oleh aksioma insidensi. Di dalam sebuah geometri selain aksioma diperlukan juga unsur-unsur tak terdefinisi. Untuk membangun suatu geometri diperlukan unsur tak terdefinisi sebagai berikut :

1. Titik.

Titik dilambangkan dengan bulatan kecil (.). Titik hanya mempunyai posisi, tetapi titik tidak mempunyai panjang, lebar, maupun ketebalan. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan garis.

Garis dilambangkan dengan simbol . Garis mempunyai panjang tapi tidak mempunyai lebar maupun ketebalan. Suatu garis bisa lurus, melengkung, maupun kombinasi dari keduanya.

3. Himpunan titik-titik yang dinamakan bidang.

Bidang mempunyai panjang dan lebar tapi tidak mempunyai ketebalan. Bidang adalah suatu permukaan di mana suatu garis yang menghubungkan dua titik pada permukaan tersebut secara keseluruhan akan terletak pada permukaan tersebut.


(19)

6

Ketiga unsur tak terdefinisi tersebut dikaitkan satu sama lain dengan sebuah sistem aksioma.

Pada geometri insidensi sistem aksioma yang digunakan adalah sistem aksioma insidensi yang terdiri dari enam aksioma, yaitu :

1.1Garis adalah himpunan titik-titik yang mengandung paling sedikit dua titik. 1.2Dua titik yang berlainan terkandung dalam tepat satu garis (satu dan tidak

lebih dari satu garis).

1.3Bidang adalah himpunan titik-titik yang mengandung paling sedikit tiga titik yang tidak terkandung dalam satu garis (tiga titik tak segaris atau tiga titik yang tak kolinear).

1.4Tiga titik berlainan yang tak segaris terkandung dalam satu dan tidak lebih dari satu bidang.

1.5Apabila sebuah bidang memuat dua titik berlainan dari sebuah garis, maka bidang itu akan memuat setiap titik pada garis tersebut (garis terkandung dalam bidang itu, atau garis terletak pada bidang itu).

1.6Apabila dua bidang bersekutu pada sebuah titik maka kedua bidang itu akan bersekutu pada titik kedua yang lain (ada titik lain dimana bidang tersebut juga bersekutu).

Sebuah himpunan titik-titik bersama dengan himpunan bagian seperti garis dan bidang yang memenuhi sistem aksioma 1.1 sampai dengan 1.6 disebut suatu geometri insidensi (Rawuh, 2009).


(20)

7

2.2 Geometri Insidensi Terurut

Geometri insidensi terurut adalah geometri insidensi yang telah diperkaya dengan aksioma urutan.

2.2.1 Urutan Pada Garis

Urutan adalah salah satu pengertian yang amat mendasar dalam matematika. Konsep urutan dapat dijumpai dalam kalkulus khususnya dalam himpunan bilangan real. Secara matematika diperkenalkan pengertian urutan tersebut dalam bentuk suatu aksioma yang selanjutnya akan dinamakan sistem Aksioma

Terurut. Sistem aksioma tersebut adalah sebagai berikut:

U1 : (ABC) mengakibatkan (CBA), (ABC)dibaca “titik B antara titik A dan titik

C”.

U2 : (ABC) mengakibatkan ~ (BCA) dan ~ (BAC), ~ (BCA) dibaca “tidak

(BCA)”.

U3 : Titik-titik A, B, C berlainan dan segaris jika dan hanya jika (ABC), (BCA),

atau (CAB).

U4 : Jika P segaris dan berbeda dengan A, B, C maka (APB) mengakibatkan

(BPC) atau (APC) tetapi tidak sekaligus dua-duanya.


(21)

8

a. Ruas Garis (Schaum’s, 2005)

Ruas garis lurus dilambangkan dengan . Ruas garis lurus adalah bagian dari garis lurus yang berada di antara dua titik pada garis lurus tersebut, termasuk kedua titik tersebut.

Jika suatu ruas garis dibagi menjadi bagian-bagian:

1. Panjang keseluruhan ruas garis sama dengan jumlah dari panjang semua bagiannya.

2. Panjang keseluruhan ruas garis lebih besar dari panjang bagiannya yang manapun.

3. Dua ruas garis yang mempunyai panjang sama dikatakan kongruen. Jadi, jika AB = CD maka kongruen dengan , sehingga ditulis

≅ .

Jika suatu ruas garis dibagi menjadi dua bagian yang sama: 1. Titik bagiannya adalah titik tengah ruas garis tersebut.

2. Garis yang memotong pada titik tengah dikatakan membagi dua ruas garis tersebut.

3. Jika tiga titik A, B, dan C terletak pada satu garis, maka ketiganya disebut kolinear. Jika A, B, dan C kolinear dan AB + BC = AC, maka B terletak di antara A dan C.

Gambar 2.1. Tiga titik A, B, dan C yang kolinear.


(22)

9

Teorema 2.1 (Rawuh, 2009)

(ABC) mengakibatkan (CBA) dan (ABC) mengakibatkan ~ (BCA), ~ (BAC),

~ (ACB), dan ~ (CAB).

Bukti:

Menurut U1, jika (ABC) mengakibatkan (CBA), menurut U2, (ABC) dan (CBA)

mengakibatkan ~ (BCA) dan ~ (BAC). Misalkan (ACB) maka menurut U1 akan

diperoleh (BCA). Hal ini berlawanan dengan (BCA). Jadi haruslah ~ (ACB). Misalkan (CAB) menurut U2, maka diperoleh ~ (ABC). Hal ini berlawanan

dengan (ABC). Ini haruslah ~ (CAB).

Definisi 2.1 (Rawuh, 2009)

Apabila A ≠ B, maka himpunan H = � ( � ) disebut ruas garis AB atau disingkat . Titik A dan B disebut ujung-ujung ruas.

Akibat

= � ( � )

Teorema 2.2 (Rawuh, 2009) Jika A≠ B, maka

1. = .

2.  AB.

3. A , B


(23)

10

Bukti:

1. Oleh karena ( � ) = ( � ), serta = � ( � ) dan = � ( � ) maka = .

2. Misalkan X , maka ( � ). Ini berarti A, X, B segaris sehingga

X AB. Jadi  AB.

3. Misalkan A . Jadi berlakulah (AAB). Ini berlawanan dengan U3. Jadi

A . Misalkan B Jadi berlakulah (ABB). Ini berlawanan dengan U3. Jadi B .

4. Oleh karena A ≠ B, menurut U5, ada X sehingga (AXB). Jadi, X atau

himpunan tak kosong.

b. Sinar atau setengah garis Definisi 2.2 (Rawuh, 2009)

Jika ada dua titik A dan B, A ≠ B, maka himpunan H = � (� ) dinamakan sinar atau setengah garis. Sinar ditulis sebagai A/B (“A atas B”). Kadang-kadang A/B dinamakan perpanjangan . Titik A dinamakan suatu ujung sinar A/B.

X A B


(24)

11

Teorema 2.3 (Rawuh, 2009) Jika A≠ B, maka

1. A/B AB; B/A AB.

2. A A/B; B A/B.

3. A/B tidak hampa.

Bukti:

1. Jika A ≠ B, menurut aksioma U5 ada X sehingga (XAB). Ini berarti,

menurut definisi sinar, X A/B. Kemudian, (XAB) juga berarti X AB. Jadi, A/B AB. Berdasarkan definisi sinar, X B/A. Kemudian, (XAB) juga berarti X AB. Jadi, B/A AB.

2. Jika A≠ B, maka A A/B, dan B A/B.

3. Jika A ≠ B, menurut aksioma U5 ada X sehingga (XAB). Ini berarti,

menurut definisi sinar, X A/B. Sehingga A/B tidak hampa.

2.2.2 Urutan Pada Bidang

Pada garis berlaku aksioma U1 sampai U5, tapi aksioma tersebut kurang

mencukupi untuk bidang, sehingga untuk bidang dilengkapi dengan aksioma U6 yang biasa disebut dengan Aksioma Pasch. Aksiomanya berbunyi sebagai

berikut:

U6 : Misalkan g sebuah garis yang sebidang dengan titik A, B, C tetapi g tidak

melalui A, B, atau C. apabila g memotong maka g memotong atau tetapi tidak dua-duanya.


(25)

12

U6 juga berlaku apabila A, B, C berlainan dan segaris atau apabila C = A atau

C = B.

Definisi 2.3 (Rawuh, 2009)

Jika A g, himpunan semua titik X hingga � memotong g dinamakan setengah bidang yang dilambangkan dengan g/A (dibaca “g atas A”) garis g disebut tepi setengah bidang tersebut.

Teorema 2.4 (Rawuh, 2009) Apabila A g, maka

1. g/A gA, gA adalah bidang yang melalui g dan A. 2. g, g / A dan {A} saling lepas.

3. g / A

Bukti:

Gambar 2.3. Garis � yang memotong g

1. Misalkan X g/A. Jadi � memotong g misalnya di titik P. Sehingga (XPA) dan X PA gA. Jadi g/A gA.

x

g/A

p g


(26)

13

2. Misalkan X g/A dan X g. Jadi � memotong g di P dan sehingga berlaku (XPA). Ini berarti A XP. Oleh karena X g dan P g maka XP = g. Sehingga A g hal ini bertentangan dengan yang diketahui bahwa A g. Jadi haruslah g/A g = ∅. Misalkan A g/A ini akan berarti bahwa memotong g. Ini tidak mungkin sebab diketahui bahwa A g.

3. Oleh karena menurut U5 ada X sehingga (APX) di sini P g berarti �

memotong g di titik P. Jadi X g/A.

Definisi 2.4 (Rawuh, 2009)

Setengah bidang dengan tepi g disebut sebuah sisi dari g. Dua setengah bidang yang berhadapan dengan sisi g dinamakan sisi yang berhadapan. Dua titik atau dua himpunan titik dikatakan terletak pada sisi g yang sama apabila mereka terletak pada setengah bidang bertepi g yang sama, mereka terletak pada sisi g yang berhadapan apabila mereka terletak pada dua setengah bidang bertepi g yang berhadapan.

Oleh karena setiap titik yang tidak pada g terletak pada tepat satu setengah bidang bertepi g sedangkan setiap setengah bidang bertepi g memiliki setengah bidang tunggal yang berhadapan, sehingga dapat ditarik kesimpulan sifat-sifat berikut berdasarkan dari Aksioma Pash, yaitu:

1. Misalkan titik A dan B terletak pada sisi g yang sama dan B dan C pada sisi g yang sama maka, A dan C juga pada sisi g yang sama.

2. Misalkan A dan B pada sisi g yang sama dan B dan C pada sisi g yang berhadapan, maka A dan C terletak pada sisi g yang berhadapan.


(27)

14

3. Misalkan A dan B terletak pada sisi g yang berhadapan dan B dan C terletak pada sisi g yang berhadapan maka A dan C terletak pada sisi g yang sama.

Teorema 2.5 (Rawuh, 2009)

Dua titik yang berbeda terletak pada sisi garis g yang sama jika dan hanya jika, 1. Kedua titik itu sebidang dengan g.

2. Tidak terletak pada g.

3. Ruas garis yang menghubungkan kedua titik itu tidak memotong g.

Bukti:

Misalkan A dan B dua titik yang berbeda dan terletak pada sisi g yang sama. Jadi ada setengah bidang g/X.

Gambar 2.4. Titik A dan B yang berbeda dan terletak pada sisi g

Sehingga A g/X dan B g/X. Jadi � memotong g dan � memotong g. Oleh karena g/X gX maka A, B, X dan g terletak pada bidang gX. Berhubung A, B, X tidak pada g sehingga dapat digunakan Aksioma Pash. Maka tidak memotong g. Sebaliknya, misalkan A, B, g sebidang dan A, B g, sedangkan tidak memotong g. Oleh karena g/A gA maka X,

x

A g


(28)

15

A, B, g terletak pada bidang gA. Berhubung A, B, X tidak pada g sehingga

dapat menggunakan Aksioma Pash. Jadi � memotong g. Ini berarti bahwa

B g/X dan A g/X. Jadi menurut ketentuan, titik A dan titik B terletak pada

sisi g yang sama.

2.2.3 Urutan sinar dan sudut a. Kedudukan antar Sinar

Gambar 2.5. Kedudukan antar sinar

Definisi 2.5 (Rawuh, 2009)

Misalkan , , dan tiga sinar yang berpangkalan sama di titik O. Misalkan pula dan berlainan dan tidak berlawanan. Jika ada titik A1, B1, C1 sehingga A1 , B1 , C1 dan (A1, B1, C1) maka dikatakan bahwa sinar terletak antara dan , ditulis ( ).

Persyaratan bahwa dan harus berlainan dan tidak berlawanan arah, adalah untuk menjamin sinar-sinar dalam suatu relasi antara supaya sinar-sinar itu berlainan. Pernyataan tersebut dapat pula dinyatakan dalam bentuk yang setara, yaitu:

A1

A

B1 B

O

C1


(29)

16

1. O, A, C berlainan dan tak kolinear

2. O AC

3. dan tak kolinear.

Teorema 2.6 (Rawuh, 2009)

Jika ( ) Maka ( ).

Teorema 2.7 (Rawuh, 2009)

Jika ( ), maka tiap pasang sinar dalam ganda , , berlainan dan tidak berlawanan.

Bukti:

Karena ( ), maka ada titik A1 , B1 , C1 sehingga (A1, B1, C1). Jadi ₁ = , ₁ = , ₁ = . Karena dan berlainan dan tidak berlawanan arah, maka ₁ dan ₁ berlainan dan tidak berlawanan arah. Sehingga O A1 C1. (A1, B1, C1) mengakibatkan A1 B1 = A1 C1. Jadi O A1 B1 ini berarti ₁ dan ₁ berlainan dan tidak berlawanan arah. Begitu pula dan . Karena dan sama halnya dengan dan , sehingga

dan juga berlainan dan tidak berlawanan arah.

Teorema 2.8 (Rawuh, 2009) Jika ( ), maka berlaku


(30)

17

2. B, C terletak pada sisi OA yang sama. 3. A, C terletak pada sisi OB yang berhadapan.

Bukti:

1. Karena ( ) maka ada A1 , B1 , C1 sehingga (A1, B1, C1). Karena dan berlainan dan tidak berlawanan arah, sehingga O, A1, C tidak segaris dan A OC. Oleh karena A1 , berarti bahwa A1 dan A terletak pada sisi OC yang sama. Begitu pula, B1dan B terletak pada sisi OC yang sama. Oleh karena B1 ₁ ₁ maka A1 dan B1 terletak pasa sisi OC yang sama. Jadi A dan B terletak pasa sisi OC yang sama.

2. Karena ( ) maka ada A1 , B1 , C1 sehingga (A1, B1, C1). Karena dan berlainan dan tidak berlawanan arah, sehingga O, B1, A tidak segaris dan B OA. Oleh karena B1 , berarti bahwa B1 dan B terletak pada sisi OA yang sama. Begitu pula, C1dan C terletak pada sisi OA yang sama. Oleh karena C1 ₁ ₁ maka B1 dan C1 terletak pasa sisi OA yang sama. Jadi B dan C terletak pasa sisi OA yang sama.

3. Karena ( ) maka ada A1 , B1 , C1 sehingga (A1, B1, C1). Karena A1 ini berarti bahwa A1 dan A terletak pada sisi OB yang sama. Begitu pula, karena C1 ini berarti bahwa C1dan C terletak pada sisi OB yang sama. Oleh karena A1, C1 memotong OB di B1, maka A1 dan C1 terletak pada sisi OB yang berhadapan. Sehingga menyebabkan A dan C terletak pada sisi OB yang berhadapan.


(31)

18

Teorema 2.9 (Rawuh, 2009)

Jika ( ) maka berlaku ~ ( ).

Bukti:

Karena ( ) maka ada A1 , B1 , C1 sehingga (A1, B1, C1). Misalkan ( ) dan B1 , A1 , maka ₁ ₁ memotong di sebuah titik, yaitu C1. Jadi C1 ₁ ₁ sehingga (B1, C1, A1). Akan tetapi (A1, B1, C1) mengakibatkan ~ (B1, C1, A1). Jadi pengandaian bahwa berlaku (

) tidak benar, sehingga berlakulah hubungan ~ ( ).

b. Sudut (Schaum’s, 2005)

Sudut adalah suatu gambar yang terbentuk oleh dua sinar yang mempunyai titik akhir yang sama. Sinar-sinar tersebut merupakan sisi-sisi sudut, sementara titik akhirnya merupakan titik sudutnya. Simbol untuk sudut adalah

atau .

Gambar 2.6. Sudut

Pengertian sudut menyangkut berbagai konsep, yaitu: 1. Sebuah gambar yang terdiri atas dua garis.

2. Daerah pada bidang yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan. A

B


(32)

19

3. Sebuah ukuran yang dinyatakan dengan bilangan real yang menggambarkan selisih arah dua garis yang berpotongan.

Definisi 2.6 (Rawuh, 2009)

Misalkan ada tiga titik O, A, B yang berlainan dan tidak segaris himpunan titik {O} disebut sudut dan ditulis sebagai AOB.

Jadi AOB = {O}. Sinar dan dinamakan sisi sudut dan O dinamakan titik sudut.

Definisi 2.7(Rawuh, 2009)

Daerah dalam sebuah AOB, yang dilambangkan dengan D(AOB) adalah himpunan titik X sehingga � antara dan atau dengan kata lain

D(AOB) = � ( � ) .

Daerah luar AOB, adalah himpunan titik X yang tidak dalam daerah dalam maupun pada sudut tersebut. Daerah luar AOB ditulis sebagai L(AOB).

Definisi 2.8 (Rawuh, 2009)

Dua buah sudut yang bertitik ujung sama membentuk sepasang sudut yang bertolak belakang apabila kedua kaki sudut yang satu berlawanan arah dengan kedua kaki sudut yang lain.


(33)

20

Definisi 2.9 (Rawuh, 2009)

Dua garis l dan m dikatakan membentuk sebuah sudut, apabila titik sudutnya berimpit dengan titik potong kedua garis itu dan apabila kedua kakinya termuat dalam dua garis tersebut.

Teorema 2.10 (Rawuh, 2009)

Dua garis yang berpotongan membentuk tepat empat buah sudut.

Bukti:

Misalkan l dan m berpotongan di P dan l ≠ m. Diambil A, A’ l, sehingga (APA’) dan B, B’ m sehingga (BPB’) maka A, P, B tidak segaris

Gambar 2.7. Perpotongan dua garis yang membentuk empat sudut

Jadi dan berlainan dan tidak berlawanan arah. Jadi ada APB yang dibentuk oleh l dan m. Begitu pula ada sudut APB’, A’PB, A’PB’.

P A

A’

B


(34)

21

2.3 Isometri

Definisi 2.10 (Jennings, 1997)

Fungsi : En⟶ En adalah isometri, jika untuk semua titik P dan Q berada di En.

(P) (Q) = PQ

Gambar 2.8. Isometri

Definisi 2.11 (Rawuh, 2009)

Transformasi dinamakan suatu isometri apabila (P) = P’, (Q) = Q’ sehingga jarak = ′ ′ untuk setiap pasang titik P dan Q.

Jadi, suatu isometri adalah suatu transformasi titik yang mempertahankan jarak antara tiap pasang titik.

Teorema 2.11 (Rawuh, 2009)

Jika dan adalah isometri-isometri sehingga (P) = (P), (Q) = (Q), dan (R) = (R) untuk tiga titik yang tidak kolinear maka = .

Bukti:

Diketahui bahwa dan adalah isometri-isometri yang untuk tiga titik yang

tidak kolinear menghasilkan (P) = (P), (Q) = (Q), dan (R) = (R). P

Q

(P)


(35)

22

Jika tiap persamaan tersebut, di sebelah kiri dikalikan dengan ̄¹ maka ̄¹

mempertahankan ketiga titik tersebut sehingga ̄¹ adalah suatu identitas. Jadi, ̄¹ = I, yang mengakibatkan bahwa = .


(36)

23

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari, memahami dan mengkaji mengenai buku-buku, jurnal maupun makalah yang berhubungan dengan penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini, ada langkah–langkah yang harus penulis lakukan untuk mempermudah penulis dalam memperoleh maupun menyelesaikan hasil penelitian. Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan penelitian.

2. Menuliskan definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian.


(37)

24

3. Mempelajari dan memahami definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian.

4. Menguraikan dan menggunakan definisi-definisi dan teorema-teoremasebagai acuan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh hasil penelitian ini. 5. Melakukan penelitian tentang isometri pada geometri insidensi terurut. 6. Mencari sifat-sifat dari isometri pada geometri insidensi terurut.


(38)

25

Gambar 3.1 Diagram Penelitian

Mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan penelitian, berupa buku-buku, jurnal, dan makalah dari perpustakaan maupun dari internet.

Menuliskan definisi-definisi dan teorema-teorema geometri insidensi, geometri insidensi terurut, dan isometri.

Mempelajari dan memahami tentang definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-terema geometri insidensi, geometri insidensi terurut, dan

isometri.

Menguraikan dan menggunakan definisi-definisi dan teorema-teorema sebagai acuan melakukan penelitian dalam memperoleh hasil penelitian.

Melakukan penelitian tentang isometri pada geometri insidensi terurut.

Mencari sifat-sifat dari isometri pada geometri insidensi terurut.


(39)

V. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa, isometri merupakan transformasi atas refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran). Pada suatu refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran), diperoleh bahwa bentuk bayangan sama dan sebangun dengan bentuk aslinya. Isometri memiliki sifat mempertahankan sebuah ruas garis dengan tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan keantaraan pada tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan titik tengah terhadap tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan kesebangunan, dan mempertahankan sudut antara dua garis.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

David Hilbert. 1971. Fondation of Geometry. Illinois: Open Court.

Edwin Moise. 1963. Elementary Geometry from Advance Standpoint. Addison Wesley Publishing Company, Inc.

G. E. Martin. 1932. Transformation Geometry: An Introduction to Symetry. New York: Springer.

Greenberg, Marvin J. 1973. Euclidean and Non-Euclidean Geometries. W.H. Freeman and Company.

Jennings, George A. 1997. Modern Geometry with Aplication. New York: Springer.

Rawuh. 2009. Geometri. Jakarta: UniversitasTerbuka.

Schaum’s. 2005. Geometri. Jakarta: Erlangga.

Wallace Edward C.N. and West Stephen F. 1992. Road to Geometry. Prentice Hall.

W. Prenowitz & Meyer Jordan. 1965. Basic Concepts of Geometry. Massachusetts: Xerox College Publishing.


(1)

Jika tiap persamaan tersebut, di sebelah kiri dikalikan dengan ̄¹ maka ̄¹

mempertahankan ketiga titik tersebut sehingga ̄¹ adalah suatu identitas. Jadi, ̄¹ = I, yang mengakibatkan bahwa = .


(2)

23

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari, memahami dan mengkaji mengenai buku-buku, jurnal maupun makalah yang berhubungan dengan penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini, ada langkah–langkah yang harus penulis lakukan untuk mempermudah penulis dalam memperoleh maupun menyelesaikan hasil penelitian. Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan penelitian.

2. Menuliskan definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian.


(3)

3. Mempelajari dan memahami definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian.

4. Menguraikan dan menggunakan definisi-definisi dan teorema-teoremasebagai acuan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh hasil penelitian ini. 5. Melakukan penelitian tentang isometri pada geometri insidensi terurut. 6. Mencari sifat-sifat dari isometri pada geometri insidensi terurut.


(4)

25

Gambar 3.1 Diagram Penelitian

Mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan penelitian, berupa buku-buku, jurnal, dan makalah dari perpustakaan maupun dari internet.

Menuliskan definisi-definisi dan teorema-teorema geometri insidensi, geometri insidensi terurut, dan isometri.

Mempelajari dan memahami tentang definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-terema geometri insidensi, geometri insidensi terurut, dan

isometri.

Menguraikan dan menggunakan definisi-definisi dan teorema-teorema sebagai acuan melakukan penelitian dalam memperoleh hasil penelitian.

Melakukan penelitian tentang isometri pada geometri insidensi terurut.

Mencari sifat-sifat dari isometri pada geometri insidensi terurut.


(5)

Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa, isometri merupakan transformasi atas refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran). Pada suatu refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan rotasi (perputaran), diperoleh bahwa bentuk bayangan sama dan sebangun dengan bentuk aslinya. Isometri memiliki sifat mempertahankan sebuah ruas garis dengan tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan keantaraan pada tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan titik tengah terhadap tiga titik segaris yang berurutan, mempertahankan kesebangunan, dan mempertahankan sudut antara dua garis.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

David Hilbert. 1971. Fondation of Geometry. Illinois: Open Court.

Edwin Moise. 1963. Elementary Geometry from Advance Standpoint. Addison Wesley Publishing Company, Inc.

G. E. Martin. 1932. Transformation Geometry: An Introduction to Symetry. New York: Springer.

Greenberg, Marvin J. 1973. Euclidean and Non-Euclidean Geometries. W.H. Freeman and Company.

Jennings, George A. 1997. Modern Geometry with Aplication. New York: Springer.

Rawuh. 2009. Geometri. Jakarta: UniversitasTerbuka. Schaum’s. 2005. Geometri. Jakarta: Erlangga.

Wallace Edward C.N. and West Stephen F. 1992. Road to Geometry. Prentice Hall.

W. Prenowitz & Meyer Jordan. 1965. Basic Concepts of Geometry. Massachusetts: Xerox College Publishing.