1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat membawa kemajuan peradaban dan peningkatan
kualitas hidup suatu bangsa. Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tujuan nasional tidak hanya
ditentukan oleh kekayaan alam yang melimpah saja, tetapi juga ditentukan oleh sumber daya manusianya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, pembentukan karakter dan kecakapan hidup merupakan hal yang
harus jadi perhatian. Ini berarti bahwa manusia yang berkarakter adalah manusia yang dalam pikiran dan
tindakannya akan memberikan manfaat dan nilai tambah pada lingkungannya. Sebaliknya, pikiran dan
tindakan manusia yang berkarakter buruk dapat membawa dampak kerusakan di muka bumi.
Berdasarkan fenomena
yang terjadi
di masyarakat pada abad ini, pengaruh globalisasi banyak
menawarkan sesuatu yang baik seperti keunggulan dan kemandirian, tetapi globalisasi juga dapat memberikan
dampak negatif. Makin berkembangnya nilai-nilai konsumerisme, materialisme dan hedonisme, hilangnya
etika kemanusiaan, sehingga penghormatan terhadap jabatan dianggap lebih penting dari pada menghormati
pribadi sebagai manusia, goncangan hukum dan politik dapat diamati pada kasus korupsi yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang
tidak bertanggung
jawab, terjadinya praktik money politik,
adanya isu-isu
2
terorisme, radikalisme, serta kasus bom bunuh diri seperti terjadinya pengeboman di swalayan Sarinah,
Jakarta beberapa waktu yang lalu, dan sebagainya. Begitu banyak bencana hukum maupun politik,
gempa sosial, dekadensi moral keagamaan, krisis etika, goncangan spiritual, merosotnya kepercayaan diri, dan
sebagainya. Semua datang silih berganti melanda bangsa Indonesia secara bertubi-tubi, dan cenderung
semakin menjadi. Kementerian Pendidikan Nasional Kemendiknas
mensinyalir bahwa sumber dari musibah dan bencana yang melanda moralitas bangsa ini adalah karena
terabaikannya pendidikan
karakter. Kemendiknas
menyandarkan argumennya tersebut pada sejarah bangsa-bangsa yang selalu mengedepankan karakter
sebagai solusi
dari berbagai
persoalan yang
menerpanya. Seperti contoh terjadinya revitalisasi bangsa Jerman, dilakukan dengan pendidikan karakter
dan spiritualitas setelah kekalahan perang dengan perancis. Jepang menata ulang negerinya dalam
menghadapi urbanisasi, disertai introduksi pendidikan moral. Amerika pada akhir abad ini menghadapi krisis
global dengan mengintroduksikan kembali pendidikan karakter Amin Abdullah, dalam Suyadi, 2013:2
Kementerian Pendidikan
Nasioanal telah
mencanangkan gerakan nasional berupa pendidikan karakter 2010-2025 melalui keputusan pemerintah
Republik Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Mei 2010 tentang gerakan
nasional pendidikan
karakter. Gerakan
nasional
3
pendidikan karakter tersebut diharapkan mampu menjadi solusi atas rapuhnya karakter bangsa selama
ini. Menurut Darmiyati Zuchdi 2011:xv, hal ini
dimaksudkan sebagai sarana untuk mewujudkan cita- cita bangsa Indonesia yang berlandaskan empat pilar
kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam pelaksanaannya, khususnya melalui jalur pendidikan, pembangunan karakter bangsa
dilakukan melalui restrukturisasi pendidikan moral yang telah berlangsung sejak lama di semua jenjang
pendidikan SDMI hingga SMAMASMK dengan nomenklatur
baru, yaitu
pendidikan karakter.
Tujuannya adalah untuk mewujudkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, baik dalam pola
piker, pola rasa maupun pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari Suyadi,2013:2
Pendidikan Sekolah Dasar merupakan bagian dari pendidikan nasional yang mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta
didik seperti pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Hal itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suharjo
2006:1, bahwa pendidikan memainkan peranan penting dalam mengembangkan aspek fisik, intelektual,
religius, moral, sosial, emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
4
Pendidikan karakter di sekolah dasar merupakan awal dari penanaman karakter karena pada tahap
tersebut anak berada dalam tahap perkembangan di dalam dirinya. Dan pada saat ini para generasi muda
belum secara menyeluruh dapat memahami dirinya sebagai bangsa yang beragam suku, kultur sosial,
serta budaya yang berbeda-beda. Itulah sebabnya semua
elemen harus
bertanggung jawab
atas pendidikan karakter para generasi penerus bangsa ini.
Akan tetapi keluarga tetaplah yang paling utama
memegang peranan. Pada kenyataan yang selama ini terjadi bahwa
pembelajaran hanya
lebih menekankan
pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi saja.
Sedangkan penanaman
nilai-nilai keimanan,
ketakwaan, serta nilai-nilai karakter positif yang lain masih sangat kurang, seperti yang terjadi di beberapa
sekolah di wilayah Kabupaten Demak. Sementara kita ketahui bahwa karakter bangsa memegang peranan
penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena kualitas karakter suatu bangsa akan
menentukan kemajuan suatu bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno dalam Muchlas Samani
2014:2, bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan
pembangunan karakter
character building karena character building inilah yang akan
membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat.
Sedangkan karakter yang berkualitas harus dibentuk dan dibina sejak usia dini. Oleh karena itu
5
sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan hendaklah dapat mewujudkan pendidikan karakter itu
dengan menyusun program pendidikan karakter di sekolahnya Samani dan Hariyanto, 2016:8
Berdasarkan pengalaman
penulis ketika
melakukan kegiatan On The Job Learning OJL di SD Negeri Gebang 1 Kecamatan Bonang Kabupaten
Demak, dalam kurun waktu bulan September 2014 – November 2014, penulis mengamati bahwa sekolah ini
telah melaksanakan Program Pendidikan Karakter. Hal itu terlihat dari adanya kegiatan-kegiatan yang tampak
seperti sholat berjamaah, pembacaan doa bersama, kegiatan baris berbaris sebelum masuk kelas, kegiatan
Jumat bersih, dan kegiatan-kegiatan lain yang terintegrasi
dalam pembelajaran.
Akan tetapi
berdasarkan wawancara
dengan kepala
sekolah diketahui bahwa program pendidikan karakter yang
telah dilaksanakan sekolah tersebut sampai saat ini belum pernah diadakan evaluasi.
Sementara kita ketahui bahwa untuk mengetahui keberhasilan dari suatu program atau suatu kegiatan
maka perlu diadakan adanya evaluasi. Arikunto 2009 menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan
mengukur dan menilai. Pendapat tersebut secara implisit menyatakaan bahwa evaluasi memiliki cakupan
yang lebih luas dari pada pengukuran dan testing. Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang
turut menentukan keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengetahui
sampai sejauh mana penyampaian pembelajaran atau
6
tujuan pendidikan atau sebuah program dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Evaluasi
merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan
dalam kegiatan
pendidikan atau
pembelajaran. Melalui evaluasi, kita akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus,
minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah pogram.
Tujuan diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan
langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ini mengetahui bagaimana
dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya. Oleh karena itu,
sebelum melaksanakan evaluasi, evaluator perlu memperjelas tujuan program yang akan dievaluasi
Suharsimi Arikunto Cepi Safruddin Abdul Jabar, 2010:18
Dalam evaluasi program, pelaksana evaluator ingin mengetahui tingkat ketercapaian program dan
apabila tujuan belum tercapai pelaksana evaluator ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya.
Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil. Dalam kegiatan
evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu
kegiatan. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
model pengambilan
keputusan yang
dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan
7
CIPP Evaluation Model.CIPP merupakan singkatan dari Context,
Input, Process,
and Product.
Endang Mulyatiningsih 2011:126, mengemukakan bahwa
evaluasi CIPP dikenal dengan nama Evaluasi Formatif dengan tujuan untuk mengambil keputusan dan
perbaikan program. Keunggulan model CIPP yaitu memberikan suatu
format evaluasi yang dilakukan secara komprehensif, untuk memahami aktivitas-aktivitas program mulai
dari munculnya ide program sampai pada hasil yang dicapai setelah program dilaksanakan. Pertimbangan
menggunakan model CIPP, karena model tersebut dinilai cocok bagi proses pembelajaran pendidikan
karakter, yang diharapkan akan memperoleh hasil seperti
yang menjadi
tujuan program
serta mendapatkan keputusan lain yang berkaitan dengan
pembelajaran pendidikan karakter. Berdasarkan latar belakang di atas
peneliti tertarik untuk mengevaluasi program pendidikan
karakter di SD Negeri Gebang 1 dengan judul “Evaluasi Program pendidikan Karakter di SD Negeri Gebang 1
Kecamatan Bonang Kabupaten Demak”.
1.2 Rumusan Masalah