sehingga timbulah
bullying
antar siswa tersebut. Jam istirahat antara pukul 09:00
– 09:30, sebagian guru berada di kantor untuk istirahat dan menyiapkan materi pelajaran jam berikutnya, dan beberapa guru piket berada di tempat
penjagaan. Sementara siswa pada saat istirahat berada tersebar dipenjuru sekolah. Hal ini menyulitkan untuk guru mengawasi.
Pemicu permasalahan sebenarnya hal yang sepele, seperti : diawali dengan berebut benda mainanmakanan, atau kadang juga bercanda dan
saling mengejek. Tetapi karena tingkat pemahaman yang kurang, membuat mereka tidak memahami batasan-batasan bercanda saat bersama teman.
Ketika melewati batas dan membuat tersinggung, maka salah satu akan memulai pertengkaran. Dan seperti bentuk pertengkaran anak kecil pada
umumnya, teman-teman yang berada disekitarpun juga mulai ikut memicu pertengkaran. Maka terjadilah
bullying
atar siswa saat jam istirahat sekolah. Dampak dari terjadinya bullying tidak hanya mempengaruhi pada
siswa, tetapi juga berpengaruh pada lingkungan sekitar. Properti sekolah seperti : penghapus, papan tulis, kursi, meja dan berbagai fasilitas lain kerap
menjadi pelampiasan kejadian tersebut. Rusaknya beberapa tanaman, papan penyekat yang berlobang, hingga berserakannya tanah dan batu merupakan
hal yang sering terjadi. Selama ini tindakan yang diambil biasanya bersifat kuratif pembinaan
oleh guru BK ataupun Guru kelas kepada siswa saat kejadian sudah selesai dan biasanya disertai sanksihukuman. Pada awalnya pasca hukuman siswa
akan merasa jera. Tetapi tidak untuk waktu yang lama. Sekali lagi, hal ini disebabkan oleh keterbatasan pemahaman siswa dalam konsep jera karena
hukuman. Hingga akhirnya setelah selang beberapa hari,
bullying
ini akan terulang lagi. Hal ini yang membuat khawatir akan tumbuh kembang anak
selama di sekolah. Selain itu juga menjadi perhatian sekolah atas timbulnya kerusakan-kerusakan fasilitas yang ditimbulkan olehnya.
BAB III PEMBAHASAN DAN SOLUSI
A. Pembahasan
Sekolah sebagai
problemsolver
dirasa perlu untuk mengambil tindakan dalam permasalahan
bullying
ini. Tindakan kuratif yang diambil dirasa belum menjadi solusi yang ideal karena masih sering terulang bentuk-
bentuk
bullying
antar siswa Tunagrahita. Hal ini membuat kami pihak sekolah harus dapat menemukan strategi baru untuk mensiasati permasalahan
yang terjadi. Diperlukan komitmen dan dedikasi dari guru untuk menemukan solusi permasalahan tersebut. Solusi yang dimaksud adalah mengusahakan
penanganan yang bersifat preventif pra kejadian. Karena apapun alasannya, pencegahan lebih baik daripada “pengobatan”.
Sebelum mengambil sikap sebagai bentuk solusi, kami harus memahami faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya bentuk
bullying
antar siswa Tunagrahita tersebut. Berikut antara lain : 1.
Keterbatasan tingkat kecerdasan Telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahwa, karakteristik
siswa Tunagrahita memang terletak pada tingkat kecerdasan di bawah normal. Hal ini membuat mereka sulit untuk memahami
hal-hal abstrak. Bagaimana berbahasa yang baik, bagaimana komunikasi yang sehat, bercanda tanpa harus menyinggung
perasaan dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa keterbatasan tingkat kecerdasan ini merupakan sebuah kondisi yang bersifat
menetap, bukan seperti penyakit yang bisa disembuhkan. Karena masih ada beberapa orang tua yang memahami jika siswa yang
bersekolah di SLB maka setelah lulus akan sembuh dari ketunaannya.
2. Siswa memasuki usia puberitas
Siswa Tunagrahita pada umumnya berusia lebih tua daripada tingkatan kelas yang seharusnya. Biasanya hal ini disebabkan
mereka berasal dari SD regular, tidak naik kelas sehingga membuat mereka pindah ke Sekolah Luar Biasa. Selain itu juga
bisa dikarenakan kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya di SLB terlambat. Sehingga mereka masuk saat usianya
lebih tua dari anak pada umumnya. Pengaruh usia ini yang menjadi salah satu faktor penting
permasalahan. Siswa Tunahgrahita yang memasuki masa puberitas mengalami pertumbuhan fisik yang tidak seimbang dengan
pertumbuhan tingkat kecerdasan. Fisik mereka yang besar tidak berbanding lurus dengan pemahaman pikir, sehingga mewujudkan
perilaku-perilaku yang menyimpang berupa bentuk kenakalan. Energi anak usia belasan yang sangat besar dan emosi yang masih
labil menjadikan mereka rentan dengan hal-hal negatif. Emosi yang tidak tersalurkan pada kegiatan-kegiatan positif ini membuat
mereka melampiaskan pada kegiatan yang tidak semestinya. 3.
Ketunaan Ganda Terdapat 2 orang siswa yang menunjukan perkembangan
menyandang Tuna Ganda, yaitu Tunagrahita dan Tunalaras. Tunalaras dikenal sebagai anak dengan penyimpangan perilaku
nakal yang pada umumnya dibentuk dari lingkungan asal yang tidak mendukung perkembangan anak. Anak sering mendengar
atau melihat perilaku negatif di lingkungan sekitar yang mudah sekali untuk ditirukan. Tidak dipungkiri juga bahwa bentuk
bullying
siswa di sekolah salah satu faktor eksternalnya karena pada saat dirumah juga menerima perlakuan yang sama. Sehingga
siswa melakukan pembalasan saat disekolah. 4.
Pengawasan yang kurang Baik orang tua maupun guru, masing-masing mempunyai
tanggungjawab terhadap pengawasan siswa. Pada saat di sekolah, jam istirahat merupakan waktu yang rentan terjadinya
bullying
antar siswa. Saat guru masuk ke kantor, hanya beberapa guru piket