UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

(1)

ABSTRAK

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN

MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN

2013/2014

Oleh DINA AFRIANA

Masalah dalam penelitian ini adalah perilaku bullying pada siswa di sekolah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah perilaku bullying dapat dikurangi dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun ajaran 2013/2014?. Tujuan penelitian ini yaitu mengurangi perilaku bullying dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.

Penelitian ini bersifat quasi eksperimental dengan jenis Time Series Design. Subjek penelitian ini sebanyak 10 orang siswa yang memiliki perilaku bullying. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pedoman observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pengurangan perilaku bullying siswa di sekolah setelah mengikuti layanan konseling kelompok. Perubahan ini ditunjukkan dari hasil pretest-postest observasi peilaku bullying siswa di sekolah yang dianalisis menggunakan uji-t, pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh thitung = 6,548 dan ttabel 0,05 = 1,83. thitung > ttabel . Dengan demikian Ha diterima, artinya perilaku bullying dapat dikurangi dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun ajaran 2013/2014.

Saran yang diberikan adalah (1) Siswa hendaknya memaksimalkan kegiatan layanan konseling kelompok yang ada di sekolah untuk membantu permasalahan yang dialaminya seperti perilaku bullying, (2) guru Bimbingan dan Konseling hendaknya mengadakan kegiatan layanan konseling kelompok secara rutin untuk membantu siswa dalam mengatasi perilaku bullying pada khususnya, dan membantu siswa mengatasi permasalahan lainnya pada umumnya., (3) para peneliti hendaknya dapat mengembangkan dan menyempurnakan penelitian dengan menggunakan layanan bimbingan dan konseling yang lainnya dalam mengurangi perilaku bullying di sekolah.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tanggal 29 April 1992 di Bandar Lampung. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Wajahuddin dan Ibu Herlina Sadariah.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari : Taman Kanak-Kanak (TK) Melati Puspa, lulus tahun 1998; Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rajabasa, lulus tahun 2004; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Bandar Lampung, lulus tahun 2007; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 9 Bandar Lampung, lulus tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selanjutnya, pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMA Negeri 1 Liwa, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Pekon Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, aku persembahkan Skripsi ini kepada:

Ayah dan ibuku tercinta, yang telah mengasuh dan mendidikku dengan

penuh kasih sayang, kesabaran dan ketulusan, serta tak pernah henti

memberikan dukungan dan doa untukku.

Almamaterku tercinta Universitas Lampung.


(8)

MOTO

“………

.Maka Bertanyalah Kepada Orang Yang Mempunyai Pengetahuan

Jika Kamu Tidak Mengetahui

(QS An-Nahl:43 & QS Al-Anbiya:7)

“YOU ARE WHAT YOU THINK”


(9)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014”. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung serta selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd., M.A. selaku pembahas yang telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA (Drs.Giyono, M.Pd., , Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi., Ari Sofia, S.Psi., Psi., Drs. Muswardi Rosra M.Pd., Drs. Syaifudin Latif, M.Pd., Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd., Citra Abriani Maharani, M.Pd., Kons., Yohana Oktariana, M.Pd) terima kasih untuk semua bimbingan dan pelajaran yang begitu berharga yang telah kalian berikan untukku selama perkuliahan. 7. Ibu Hj. Sri Chairattini E.A, S.Pd sebagai kepala SMP Negeri 19 Bandar

Lampung yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Astina Guswani,S.Pd., Yeni Farida, S.Pd., Yuli Yanti, S.Pd., dan Endang Wahyuningsih, S.Pd selaku guru bimbingan dan konseling, serta seluruh dewan guru, staf tata usaha dan siswa-siswi SMP Negri 19 Bandar Lampung yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini. 9. Kedua orang tuaku tercinta bapak Wajahuddin dan Ibu Herlina Sadariah yang

telah mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya serta membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

10. Ayuk dan Adikku tersayang Sulistiana Pela, dan Ani Gusniasari, serta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas kasih sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

11. Dongahku tersayang Aan Purwanto, terima kasih untuk semua cinta, doa, dukungan dan waktunya yang selalu ada untukku dalam keadaan apapun selama ini.

12. Sahabat-sahabatku Tary, Ely, Sonia, Orin yang telah mewarnai perjalanan hidupku.

13. Bibeh-bibehku tersayang Iyah, Nyenil, Bundo, Dedek, Despong, Kantil, terimakasih atas bantuan dan dukungannya serta telah memberikan warna dalam perjalanan perkuliahanku selama ini.

14. Sahabat-sahabat seperjuangan BK 2010, mbak Dera, Eva, Ika, Emey, Noprita, Mami, Rani, Wiwid, Aan e, Adit, Bebby, Mamah, Uni, Ivana, mbak Febri,


(11)

Mbul, Nanang, Irsan, mbak Lulu, Lusi, Nailul, Wella, Mpus, Tiwi, Putri, mbak Amel, Nces, Edo, Ayu, Ara, Dendra, Desti, Dewi, mbak Ditta, Bebet, Emil, Megga, Natalia, Nita, Agus, Boy, Nana terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.

15. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Pekon Way Empulau Ulu, Eka, Dwi, Desy, Destya, Novelly, Yuwanti, Ana, Dini, terima kasih atas canda tawa kalian, kebersamaan itu membuat KKN dan PLBK begitu menyenangkan. 16. Seluruh mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, terima kasih banyak atas masukan, saran, motivasi, serta semangatnya.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah Swt memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah Swt jualah penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, 2014 Penulis


(12)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 6

3. Pembatasan Masalah ... 6

4. Rumusan Masalah ... 7

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 7

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

D. Kerangka Pikir ... 8

E. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying Dalam Bimbingan dan Konseling ... 12

B. Bullying ... 13

1. Pengertian Bullying ... 13

2. Faktor Penyebab Bullying ... 15

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying ... 17

4. Karakteristik Pelaku Bullying ... 19

5. Dampak Bullying ... 19

C. Konseling Kelompok ... 21

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 21

2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok ... 24

3. Komponen Layanan Konseling Kelompok ... 25

4. Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ... 27

5. Tahapan Layanan Konseling Kelompok ... 28

6. Teknik dalam Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ... 34

D. Keterkaitan Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi Perilaku Bullying di Sekolah... 36


(13)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode Penelitian ... 38

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 43

1. Variabel Penelitian ... 43

2. Definisi Operasional Variabel ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

1. Observasi (Teknik Pokok) ... 45

2. Wawancara (Teknik Pelengkap) ... 46

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 47

1. Uji Validitas Instrumen ... 47

2. Uji Reliabilitas ... 48

G. TeknikAnalisis Data ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Subjek Penelitian ... 50

2. Observer ... 51

3. Pengarahan Observer ... 52

4. Pre Test ... 53

5. Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ... 57

6. Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ... 57

7. Deskripsi Data Perilaku Bullying Siswa Sebelum, dan Setelah Diberikan Perlakuan Layanan Konseling Kelompok ... 61

8. Deskripsi Hasil ... 67

9. Uji Hipotesis... 138

B. Pembahasan ... 140

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman TABEL

4.1 Daftar Subjek Penelitian ... 50

4.2 Daftar Observer ... 52

4.3 Kriteria Perilaku Bullying ... 54

4.4 Hasil Rata-Rata Pre Test ... 54

4.5 Kriteria Bullying Verbal ... 55

4.6. Kriteria Bullying Fisik ... 56

4.7. Kriteria Bullying Psikologis... 56

4.8 Hasil Rata-Rata Post Test ... 61

4.9 Hasil Perhitungan Rata-Rata Pre Test dan Post Test Keseluruhan ... 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN

1. Kisi-Kisi Instrumen Observasi Perilaku Bullying ... 148

2. Blue Print Observasi Perilaku Bullying ... 150

3. Lembar Observasi Perilaku Bullying ... 151

4. Hasil Penilaian Para Ahli Terhadap Indikator Dan Deskriptor Dari Kisi- Kisi Instrument Observasi Perilaku Bullying ... 153

5. Uji Coba ... 155

6. Hasil Uji Coba ... 156

7. Hasil Wawancara Guru BK ... 157

8. Panduan Wawancara Wali Kelas ... 160

9. Hasil Wawancara dengan Wali Kelas Calon Subjek ... 161

10.Lembar Wawancara Siswa ... 165

11.Hasil Wawancara dengan Siswa Kelas VIII A, B, D, F, I ... 167

12.Data Pre Test ... 169

13.Diagram Pre Test ... 173

14.Data Selama Konseling Kelompok ... 174

15.Diagram Selama Konseling Kelompok ... 179

16.Data Post Test ... 180

17.Diagram Post Test ... 184

18.Prosedur Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi Perilaku Bullying ... 185

19.Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling ... 220

20.Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 250

21.Uji SPSS ... 251


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 10

2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok ... 30

2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok ... 31

2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok ... 32

2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok ... 33

3.1 Time Series Design... 39

4.1 Diagram Hasil Rata-Rata Pre Test Perilaku Bullying ... 55

4.2 Diagram Hasil Rata-Rata Pre Test Perilaku Bullying Per-Kriteria ... 56

4.3 Diagram Hasil Rata-Rata Post Test Perilaku Bullying ... 62

4.4 Diagram Hasil Rata-Rata Post Test Perilaku Bullying Per-Kriteria ... 62

4.5 Diagram Perubahan Perilaku Bullying Subjek ... 64

4.6 Diagram Perubahan Perilaku Bullying Subjek Per-Kriteria ... 66

4.7 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Ab ... 72

4.8 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Ab (Pre Test-Post Test) ... 73

4.9 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Ad ... 79

4.10 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Ad (Pre Test-Post Test) ... 80

4.11 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Di ... 87

4.12 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Di (Pre Test-Post Test) ... 88

4.13 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Kr... 94

4.14 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Kr (Pre Test-Post Test) ... 95

4.15 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Yo ... 101

4.16 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Yo (Pre Test-Post Test) ... 102

4.17 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Ke ... 108

4.18 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Ke (Pre Test-Post Test) ... 109


(17)

4.20 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Ro (Pre Test-Post Test) ... 116

4.21 Grafik Perubahan Perilaku Bullying Al ... 122

4.22 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying Al (Pre Test-Post Test) ... 123

4.23 Grafik Perubahan Perilaku Bullying De ... 129

4.24 Diagram Perbandingan Perilaku Bullying De (Pre Test-Post Test) ... 130

4.25 Grafik Perubahan Perilaku Bullying In ... 136


(18)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya. Para pelajar yang pada umumnya masih berusia remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang kemungkinan dapat merugikan dirinya sendiri dan oranglain, salah satunya melakukan kekerasan. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Begitu banyaknya kekerasan yang terjadi, sehingga muncul kekhawatiran bahwa kekerasan dapat dianggap sebagai suatu hal yang normal dan wajar dalam masyarakat. Padahal, berbagai kesepakatan internasional maupun hukum di Indonesia sendiri sudah jelas mengatakan bahwa kekerasan adalah tindakan pelanggaran hukum. Sesuai dengan Piagam Hak Asasi Anak-Anak PBB, siswa memiliki hak untuk merasa aman dan untuk memperoleh penddidikan. Bangsa Indonesia sendiri memiliki hukum yang kuat mengenai Hak Anak pada tahun 1990 dan


(19)

2

merumuskan tentang Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak pada tahun 2002. Produk hukum tersebut diharapkan mampu mengakomodir pemenuhan hak anak.

Kenyataan di lapangan masih banyak terjadi kekerasan pada anak terutama di lingkungan sekolah. Fakta menunjukkan bahwa di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembelajaran bagi anak, justru menjadi tempat terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, seperti kasus yang terjadi pada SMA Don Bosco Pondok Indah. Peristiwa ini terjadi pada Selasa (24/7/2012) lalu. Salah satu keluarga siswa yang menjadi korban kekerasan mengungkapkan peristiwa itu melalui jejaring sosial Twitter. Aksi kekerasan itu diduga melibatkan delapan siswa. Menurut pengakuan korban kepada ibunya, dua hari lalu ia diculik ke lokasi yang tidak disebutkan, dari sekitar pukul 14.00 sampai pukul 22.00. Ia dihadapkan pada 18 remaja, delapan di antaranya adalah siswa kelas III SMA yang sama. Sisanya diduga alumnus sekolah tersebut. Mereka lalu memukul korban yang berdiri membelakangi nya. (http://edukasi.kompas.com/, diakses tgl 1 Februari 2013)

Teror berupa kekerasan fisik atau mental, pengucilan, intimidasi, dan perpeloncoan yang sering terjadi sebenarnya adalah contoh klasik dari apa yang disebut dengan bullying. Bullying merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang diwujudkan dengan perlakuan secara tidak sopan dan penggunaan kekerasan atau paksaan untuk mempengaruhi orang lain, yang dilakukan secara berulang atau berpotensi untuk terulang, dan melibatkan ke tidak seimbangan kekuatan dan/atau kekuasaan. Perilaku ini dapat


(20)

mencakup pelecehan verbal, kekerasan fisik atau pemaksaan, dan dapat diarahkan berulangkali terhadap korban tertentu.

Bullying berkisar dari yang sederhana, yang dilakukan orang per orang. Atau yang lebih kompleks, yang dilakukan oleh kelompok, seperti antara kelompok sosial atau kelas sosial, sebagai akibat dari ketidakseimbangan kekuatan sosial. Bullying merupakan perilaku intoleransi terhadap perbedaan dan kebebasan.

Dilingkungan sekolah para siswa harus dapat saling menghormati, membantu, membina kerjasama dan toleransi dalam pergaulan dilingkungan sekolah, terutama antara teman, kakak kelas dan adik kelas. Sekolah seharusnya menjadi tempat bagi anak untuk membina ilmu dan membantu membentuk karakter pribadi yang positif (Wiyani 2012), namun kenyataannya sekolah menjadi tempat tumbuhnya tindakan-tindakan bullying dan masih dijumpai siswa senior melakukan tindakan bullying terhadap adik kelasnya dengan cara melakukan kekerasan fisik, pemalakan atau pemerasan, menghina, membentak, sehingga dibeberapa sekolah tindakan bullying menjadi suatu tradisi. Menurut beberapa penelitian, pihak sekolah cenderung menutupi kasus bullying seperti senioritas. Mereka khawatir sekolah akan mendapat reputasi buruk ketika di ketahui publik (Elliot, 2000 dan Thompson et.al. , 2002 dalam Astuti ).

Mungkin dalam budaya kita di Indonesia, gejala penekanan oleh pihak yang kuat ke pihak yang lemah sudah dianggap biasa, bahkan sudah dianggap sebagai bagian dari hidup kita sehari-hari. Tetapi dalam praktiknya,


(21)

4

tindakan bullying yang terjadi diberbagai institusi termasuk di sekolah-sekolah sudah sangat menganggu dan menimbulkan korban (Astuti , 2008). Dengan adanya kesenjangan tersebut dan dampak negatif yang timbul bagi pelaku bullying , bullying merupakan perilaku maladaptif yang seharusnya dikurangi dan dihilangkan, sehingga siswa mampu merubah perilaku negatifnya dan mampu mengembangkan perilaku positif yang lebih menjamin kebahagiaan bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan oranglain.

Berkaitan dengan hal tersebut, di SMP Negeri 19 Bandar Lampung terdapat beberapa siswa yang memiliki perilaku bullying. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK, diketahui salah satu permasalahan yang terdapat di sekolah adalah perilaku bullying yang dilakukan oleh siswa kelas VIII. Perilaku bullying yang sering terjadi seperti mengejek, memberikan julukan, memukul, mendorong, dan memalak. Bahkan kejadian tersebut tidak terjadi sekali atau dua kali saja. Ada beberapa siswa yang mendapatkan hukuman karena ia mendorong adik kelasnya sampai mengalami cedera. Dalam hal ini, siswa melakukan tindakan bullying karena ia merasa lebih hebat dari adik kelas nya dan ia ingin disegani oleh adik kelasnya.

Pelaku bullying tersebut harus diberi penanganan yang tepat guna mengatasi perilaku bullying yang masih banyak dilakukan di sekolah. Oleh karena itu, guru bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam rangka membantu menyelesaikan permasalahan tersebut karena secara umum tujuan


(22)

penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa bidang salah satunya bidang sosial, dimana guru bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (Sukardi, 2008). Sedangkan jenis layanan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan layanan konseling kelompok karena dalam konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individu-individu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya (Prayitno, 1995). Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya. Selain itu, usia siswa SMP yang merupakan usia remaja, cenderung terbuka dengan teman peer group nya. Sehingga diharapkan perilaku bullying dapat diatasi dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Dengan demikian, peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang

“Upaya Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19


(23)

6

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Ada siswa yang menghina temannya.

2. Ada siswa yang memberikan julukan kepada temannya. 3. Ada siswa yang mengejek temannya.

4. Ada siswa yang memukul temannya dengan sengaja.

5. Ada siswa yang mengambil uang milik temannya secara paksa. 6. Ada siswa yang menolak teman untuk bergabung dalam kelompok.

3. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memperjelas arah dalam penelitian ini, selain karena keterbatasan kemampuan peneliti serta keterbatasan waktu, maka akan dibatasi pada ”Upaya Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.”

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah “terjadi perilaku bullying pada siswa di sekolah.” Adapun permasalahannya adalah ”Apakah Perilaku Bullying Dapat Dikurangi Dengan Menggunakan Layanan


(24)

Konseling Kelompok Pada Siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014?”

B.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengurangi perilaku bullying dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling dalam bidang konseling kelompok, yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan perilaku bullying, sehingga dapat mengatasi permasalahan bullying dan memberikan pengetahuan dalam mengarahkan para siswa untuk dapat mengatasi perilaku bullying di sekolah, sehingga tidak timbul keresahan antar siswa.


(25)

8

C.Ruang Lingkup Penelitian

Agar lebih jelas dan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:

1. Ruang lingkup ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan konseling 2. Ruang lingkup objek

Ruang lingkup objek ini adalah di SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014

D.Kerangka Pikir

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat siswa yang menjadi pelaku bullying di sekolah. Banyaknya kasus bullying yang tidak diketahui membuat pelaku bully terus mengintimidasi korbannya. Hal tersebut yang membuat perilaku bullying sulit untuk dihilangkan dalam lingkungan sekolah.Teror berupa kekerasan fisik atau mental, pengucilan, intimidasi, merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang diwujudkan dengan perlakuan secara tidak sopan dan penggunaan kekerasan atau paksaan untuk mempengaruhi orang lain, yang dilakukan secara berulang atau berpotensi untuk terulang, dan melibatkan ke tidakseimbangan kekuatan dan/atau kekuasaan.

Jika bullying tidak diatasi dapat mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka, membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun korban untuk


(26)

menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem korban, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan korban rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (Astuti, 2008).

Oleh karena itu, guru bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam rangka membantu menyelesaikan permasalahan tersebut karena dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa bidang salah satunya bidang sosial, dimana guru bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (Sukardi, 2008). Sedangkan jenis layanan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan layanan konseling kelompok. Pertimbangan memilih layanan konseling kelompok karena dalam konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individu-individu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya (Prayitno, 1995). Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya. Selain itu, usia siswa SMP yang merupaka usia remaja, cenderung terbuka dengan teman peer group nya. Sehingga diharapkan perilaku bullying dapat diatasi dengan menggunakan layanan konseling kelompok.


(27)

10

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fauziah (2013) dengan judul

“Penerapan Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Modeling Guna

Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Kelas XI SMA N 1 Comal Tahun Ajaran

2013/2014” menyatakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

mengurangi perilaku bullying siswa melalui pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik modeling.

Dengan demikian, konseling kelompok dipandang tepat dalam memecahkan masalah perilaku bullying. Dalam hal ini peneliti memiliki persamaan terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Fauziah (2013) yaitu sama-sama meneliti mengenai perilaku bullying dan memeiliki tujuan untuk mengurangi perilaku bullying siswa di Sekolah. Sedangkan perbedaannya yaitu, peneliti tidak memberikan teknik khusus, namun tetap fokus pada penggunaan layanan konseling kelompok.

Sehingga melalui konseling kelompok ini, diharapkan mampu mengatasi perilaku bullying siswa di sekolah. Dengan demikian pola pikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

Perilaku bullying siswa

di Sekolah

Perilaku bullying siswa

di Sekolah berkurang Layanan

konseling kelompok


(28)

E.Hipotesis

Menurut Sugiyono (2010), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan pengertian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah perilaku bullying dapat dikurangi melalui layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.

Sedangkan hipotesis statistiknya adalah :

Ha : Perilaku Bullying Dapat Dikurangi Melalui Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.

Ho : Perilaku Bullying Tidak Dapat Dikurangi Melalui Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.


(29)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bullying Dalam Bimbingan dan Konseling

Secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa bidang salah satunya bidang sosial, dimana guru bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (Sukardi, 2008).

Menurut Sukardi (2008) bidang sosial ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok sebagai berikut:

1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.

2. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.

3. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku.

4. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya.


(30)

5. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab.

6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.

Dengan demikian, bullying merupakan salah satu masalah yang dapat ditangani oleh guru bimbingan dan konseling karena bullying merupakan permasalahan siswa yang berhubungan dengan hubungan sosial di lingkungannya, terutama di lingkungan sekolah. Dalam bimbingan dan konseling sendiri, bullying termasuk dalam bidang sosial karena bullying merupakan masalah yang menyangkut hubungan dengan orang lain.

B. Bullying

1. Pengertian Bullying

Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, atau orang yang mengganggu orang yang lemah. Istilah bullying diilhami dari kata bull

(bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Sedangkan pengertian bullying itu sendiri adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/kelompok. (Sejiwa, 2008)

Menurut Rigby (Astuti, 2008) bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggungjawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. Secara psikologis, bullying adalah


(31)

14

ekspresi muka merendahkan, kasar atau tidak sopan, mempermalukan didepan umum dan mengucilkan.

Bullying adalah bagian dari perilaku agresif anak secara berulang terhadap temannya atau sesama siswa lainnya yang menyebabkan adanya korban (Astuti,2008). Kecenderungan bullying terjadi pada saat anak sedang berada dilingkup pergaulannya dengan anak lain, seperti di sekolah, disekitar rumah dan tempat umum lainnya.

Menurut Widayanti (2009) menyatakan bahwa :

Bullying merupakan perilaku agresif yang di lakukan kepada siswa/siswi yang lebih lemah, secara berulang-ulang dengan tujuan untuk menyakiti orang tersebut.Pelaku bullying tidak memiliki empati terhadap korbannya,sebaliknya pelaku bullying merasakan kesenangan pada saat melakukan bullying, sehingga tindakan bullying dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.”

Menurut Olweus (Wiyani, 2012) mengatakan bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang “repeated during successiveencounters”.

Jadi bullying merupakan sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/kelompok yang melakukan tindakan negatif karena merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan dengan menyakiti orang lain secara mental atau fisik yang dilakukan tidak hanya sekali bahkan dapat berkelanjutan sehingga dapat


(32)

merugikan orang lain dan mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka.

2. Faktor Penyebab Bullying

Banyak faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying. Quiroz dkk (Astuti, 2008) mengemukakan sedikitnya terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, sebagai berikut.

a. Hubungan keluarga

Anak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), sehingga kemudian ia meniru (imitasi) perilaku bullying tersebut.

Menurut Utaminingsih (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) perilaku bully dapat menjadi suatu hal yang biasa jika anak sering melihat di lingkungan keluarga. Hal ini diperkuat oleh Yusmansyah (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) yang mengatakan bahwa anak cenderung meniru apa pun yang ia lihat. jika keluarga sering melakukan kekerasan ataupun ejekan, maka sikap ini akan terus meningkat.


(33)

16

b. Tradisi

Adanya tradisi siswa secara “ turun menurun ”. Tradisi ini termasuk

senioritas. Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah kecendrungan di sebabkan oleh senioritas, di lingkungan sekolah kakak kelas merasa memiliki hak dan kedudukan yang tinggi sehingga kecendrungan memiliki ego yang tinggi dan memiliki kekuatan yang kuat untuk melakukan tindakan bullying.

c. Pengaruh media

Yusmansyah (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) mengatakan bahwa tayangan televisi seperti komedi yang banyak menayangkan kekerasan dapat ditiru oleh anak. Meskipun terdapat tanda peringatan, orangtua cenderung membiarkan sehingga anak menganggap kekerasan yang dilakukan adalah hal yang wajar.

Dari penjelasan tersebut, dapat di simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bullying antara lain: pengaruh keluarga, tradisi seperti senioritas yang diwariskan dari kakak tingkat sebelumnya, serta pengaruh dari media massa. Jika anak dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image).


(34)

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying

Menurut Yayasan Semai Jiwa Insani (Nirwana dkk, 2013) secara umum, bullying dapat dikelompokkan pada tiga kategori yaitu,

a. Bullying fisik

Bullying fisik merupakan jenis bullying yang bisa dilihat secara kasat mata karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dengan korbannya.

b. Bullying verbal

Bullying verbal merupakan bentuk bullying yang paling umum digunakan, baik oleh anak laki-laki maupun oleh anak perempuan. Bullying verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan di hadapan orang dewasa atau teman sebaya tanpa terdeteksi.

Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.

c. Bullying mental/psikologis.

Bullying mental/psikologis yang paling berbahaya karena sulit dideteksi dari luar. Seperti: memandang dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan, mengejek, memandang dengan penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang dengan hina, mengisolir, menjauhkan, dan lain-lain.

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (Argiati, 2010) mengelompokkan perilaku bullying dalam lima bentuk, yaitu :

a. Bentuk bullying yang berupa kontak fisik langsung antara lain : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalm ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barangbarang yang di milki orang lain.

b. Bentuk kontak verbal langsung antara lain : mengancam, mempermalukan, merendahkan, menganggu, memberi panggilan nama,memaki, menyebar gosip.


(35)

18

c. Bentuk Perilaku non verbal langsung antara lain : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, biasanya disertai bullying fisik atau verbal.

d. Perilaku non verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

e. Pelecehan seksual, kadang di kategorikan perilaku agresif atau verbal. Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa bentuk-bentuk bullying antara lain :

a. Perilaku bullying fisik yaitu perilaku yang dilakukan secara langsung ke korban bullying dengan bentuk tindakan langsung ke orang lain seperti memukul, menendang, mendorong, menampar, mengigit, menendang, melempar barang, dan merusak barang

b. Perilaku bullying verbal yaitu tindakan yang dilakukan dalam bentuk lisan atau perkataan-perkataan yang di tujukan kepada korban. Bentuk bullying ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, menghina, mengancam, menuduh, menyoraki, memaki, menebar gosip, dan mengolok-olok.

c. Perilaku Bullying mental/psikologis ini sulit dideteksi dari luar. tindakan yang di lakukan oleh pelaku dengan bahasa-bahasa tubuh yang di tunjukan langsung di hadapan korban bullying. Contohnya melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, serta sengaja mengucilkan atau mengabaikan.


(36)

4. Karakteristik Pelaku Bullying

Rigby (Astuti, 2008) mengidentifikasi karakteristik fisik dan karakteristik mental dari pelaku bullying. Pelaku bullying merupakan agresor, provokator dan inisiator situasi bullying. Si pelaku umumnya siswa yang memiliki fisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya dikarenakan faktor status sosial atau kedudukan. Pelaku bullying biasanya mengincar anak yang secara penampilan fisik terlihat berbeda dari dirinya atau orang kebanyakan Misalnya yang memiliki warna rambut alami yang mencolok, berkacamata, terlalu kurus, terlalu gemuk atau bahkan yang memiliki cacat fisik.

Karakteristik mental pelaku bullying dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Rigby (Astuti, 2008) menguraikan beberapa karakteristik pelaku bullying, diantaranya:

1. Tidak matang secara emosional

2. Tidak mampu menjalin hubungan akrab 3. Kurang kepedulian terhadap orang lain 4. Moody dan tidak konsisten

5. Mudah marah dan impulsive

6. Tidak memiliki rasa bersalah atau menyesal 5. Dampak Bullying

Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim dampak fisik bisa mengakibatkan kematian.


(37)

20

a. Dampak bagi korban

Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (Astuti, 2008) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem korban, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan korban rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide). Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Astuti, 2008) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa.

b. Dampak bagi pelaku

Sanders (Astuti, 2008) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah


(38)

terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya.

Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.

C. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain. Blocher (Wibowo, 2005) mendefinisikan konseling adalah intervensi yang direncanakan sistematis yang ditunjukkan untuk membantu menjadi lebih sadar atas dirinya sendiri, memaksimalkan kebebasan dan efektivitas manusia. Natawidjaja (Wibowo, 2005) mengartikan konseling sebagai usaha bantuan untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini dan saat yang akan datang. Menurut, Warner & Smith (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: konseling kelompok merupakan cara yang baik untuk menangani konflik-konflik


(39)

22

antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka.

Pandangan tersebut dipertegas oleh Natawidjaja (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa:

“Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada

individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam

rangka perkembangan dan pertumbuhannya”.

Menurut Corey (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: masalah-masalah yang dibahas dalam konseling kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi.

Dalam konseling kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Jadi anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain.

Dalam konseling kelompok juga terdapat dinamika kelompok, yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individu-individu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya.


(40)

Kegiatan konseling kelompok mendorong terjadinya komunikasi yang dinamis. Suasana dalam konseling kelompok dapat menimbulkan komunikasi yang akrab, terbuka dan bergairah sehingga memungkinkan terjadinya saling memberi dan menerima, memperluas wawasan dan pengalaman, harga menghargai dan berbagai rasa antara anggota kelompok. Suasana dalam konseling kelompok mampu memenuhi kebutuhan psikologis individu dalam kelompok, yaitu kebutuhan untuk dimiliki dan diterima orang lain, serta kebutuhan untuk melepaskan atau menyalurkan emosi-emosi negatif dan menjelajahi diri sendiri secara psikologis.

Menurut Mahler, Dinkmeyer & Munro (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa:

Kemampuan yang dikembangkan melalui konseling kelompok yaitu:

a. pemahaman tentang diri sendiri yang mendorong penerimaan diri dan perasaan diri berharga,

b. interaksi sosial, khususnya interaksi antarpribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial,

c. pengambilan keputusan dan pengarahan diri,

d. sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan empati, e. perumusan komitmen dan upaya mewujudkannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif.


(41)

24

2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok

Prayitno (1995) menjelaskan tujuan layanan konseling kelompok, adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Umum

Tujuan umum kegiatan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak objekstif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif.

Sedangkan menurut Bennett (Romlah, 2006) tujuan konseling kelompok yaitu:

1) memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.

2) memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan:

a) mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.

b) menghilangkan ketegangan emosi, menambah pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah tersebut dalam suasana yang permisif.

c) untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

d) untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.


(42)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa konseling kelompok bertujuan untuk membantu individu menemukan dirinya sendiri, mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3. Komponen Layanan Konseling Kelompok

Prayitno (1995) menjelaskan bahwa dalam layanan konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan, yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok.

a. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok Dalam hal ini pemimpin bukan saja mengarahkan prilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995), menjelaskan pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri.

Dalam kegiatan konseling kelompok, pemimpin kelompok memiliki peranan. Prayitno (1995), menjelaskan peranan pemimpin kelompok adalah memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam


(43)

26

kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kempok, dan sifat kerahasian dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

b. Anggota kelompok

Keanggotaan merupakan salah satu unsure pokok dalam kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana seharusnya. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan homogenitas atau heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar (lebih dari 10) dan juga tidak terlalu kecil (2 atau 3).

c. Dinamika kelompok

Dinamika Kelompok dalam arti teoritis yaitu mencari dasar yang menguasai orang dalam kelompok. Dalam arti praktis merupakan pengembangan usaha dan alat untuk meningkatkan efektivitas dalam mencapai tujuan kelompok.

Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok adalah merupakan suatu wadah. Wadah yang dimaksud disini adalah wadah yang hidup, bergerak, selalu berdenyut, selalu aktif dalam rangka


(44)

membantu individu-individu untuk dapat secara mandiri maupun secara bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan konseling kelompok dalam usaha membantu individu-individu dalam memecahkan masalahnya dengan memanfaatkan dinamika kelompok sebagai medianya.

Dengan demikian peranan dinamika kelompok dalam upaya membantu para siswa untuk untuk memecahkan masalahnya memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa dan gerak kelompok. Maka apabila klien yang dibantu sangat memerlukan bantuan yang berkaitan dengan dinamika kelompok, maka dia harus dilibatkan ke dalam dinamika kelompok. Dengan terlibatnya klien secara aktif mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi, dan mereka akan dapat mengembangkan dirinya ke arah pemecahan masalah yang sedang dihadapinya.

4. Kegiatan Layanan Konseling Kelompok

Prayitno (1999), mengungkapkan bahwa :

”Kegiatan konseling kelompok ialah pemberian informasi serta penyelesaian masalah yang dihadapi para anggota kelompok. Kegiatan konseling kelompok berupaya menyampaikan informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman diri, penyesuaian diri, serta masalah antar pribadi.” Informasi yang diperoleh bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman individu dan pemahaman terhadap orang lain. Selain itu, informasi bertujuan agar individu mampu meningkatkan


(45)

28

potensi pada dirinya serta mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan informasi yang diperolehnya. Dalam kegiatan konseling kelompok, dapat dipimpin oleh seorang guru atau pembimbing (konselor).

5. Tahapan dalam Layanan Konseling Kelompok

Sebelum diselenggarakan konseling kelompok, ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan terlebih dahulu. Menurut Prayitno (1995) membagi tahapan penyelenggaraan konseling kelompok menjadi 4 tahap, yaitu: a. Tahap pembentukan.

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah seperti pengenalan dan pengungkapan tujuan, terbangunnya kebersamaan, keaktifan pemimpin kelompok, pelibatan diri dan pemasukan diri.

b. Tahap peralihan.

Tahap ini merupakan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga. c. Tahap kegiatan

Tahap ini merupakan pencapaian tujuan atau penyelesaian tugas. Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan seperti pengemukaan masalah, pemilihan masalah atau topik, serta pembahasan masalah atau topik. d. Tahap penutup

Tahap ini merupakan tahap penilaian atau tindak lanjut. Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan seperti frekuensi pertemuan, pembahasan keberhasilan kelompok, dan pola keseluruhan.


(46)

Tahap-tahap ini merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok. Dengan mengetahui dan mengguasai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang hendaknya terjadi dalam kelompok itu, pemimpin kelompok akan mampu menyelenggarakan kegiatan kelompok itu dengan baik.


(47)

30

Berikut ini adalah bagan yang mengemukakan secara ringkas empat (4) tahap perkembangan kegiatan kelompok dalam konseling kelompok.

TAHAP-TAHAP KEGIATAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK

BAGAN I:

TAHAP I: PEMBENTUKAN

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok

Peranan Pemimpin Kelompok a. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka

b. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, dan bersedia membantu dan poenuh empati.

c. Sebagai contoh. Tujuan:

a. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka bimbingan dan konseling. b. Tumbuhnya suasana kelompok. c. Tumbuhnya minat anggota

mengikuti kegiatan kelompok. d. Tumbuhnya saling mengenal,

percaya, menerima, dan

membantu diantara para anggota. e. Tumbuhnya suasana bebas dan

terbuka.

f. Dimulai pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.

Kegiatan:

a. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Menjelaskan (1) cara-cara, dan (2) asas-asas kegiatan kelompok. c. Saling memperkenalkan dan

mengungkapkan diri. d. Tehnik khusus.

e. Permainan penghangatan atau pengakrabkan.

Tahap I Pembentukan

Tema: a. Pengenalan b. Pelibatan diri c. Pemasukan diri


(48)

BAGAN II:

TAHAP II: PERALIHAN

Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok

Tahap II Peralihan

Peranan Pemimpin Kelompok

a. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. b. Tidak menggunakan cara-cara yang bersifat langsung atau

mengambil alih kekuasaannya.

c. Mendorong dibahasnya suasana perasaan. d. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati.

Tema: Pembangunan jembatan antara tahap I dan tahap III

Tujuan:

a. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya

b. Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan.

c. Makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan:

a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b. Menawarkan atau mengamati apakah

para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya (tahap III).

c. Membahas suasana yang terjadi. d. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

e. Kalau per lu kembali kebeberapa aspek tahap I (tahap pembentukan)


(49)

32

BAGAN III: TAHAP III: KEGIATAN

Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok

Tahap III Kegiatan

Peranan Pemimpin Kelompok a. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka. b. Aktif tetapi tidak banyak bicara.

c. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tema: Kegiatan pencapaian tujuan

(penyelesaian tugas)

Tujuan:

a. Terbahasnya suatu masalah atau topik yang relevan dengan

kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas.

b. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam

pembahasan, baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran, atau perasaan.

Kegiatan:

a. Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik.

b. Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang

dikemukakan pemimpin kelompok. c. Anggota membahas masalah atau

topik tersebut secara mendalam dan tuntas.


(50)

BAGAN IV:

TAHAP IV: PENGAKHIRAN

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok

Tahap IV Pengakhiran

Peranan Pemimpin Kelompok

a. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka. b. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas

keikutsertaan anggota.

c. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut. d. Penuh rasa persahabatan dan empati.

Tema: penilaian dan tindak lanjut

Tujuan:

a. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan.

b. Terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.

c. Terumusnya rencanan kegiatan lebih lanjut.

d. Tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

Kegiatan:

a. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. b. Pemimpin dan anggota kelompok

mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

c. Membahas kegiatan lanjutan. d. Mengemukakan pesan dan harapan.


(51)

34

6. Teknik dalam Kegiatan Layanan Konseling Kelompok a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan.

Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:

1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka.

2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi. 3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anngota

kelompok

4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh (uswatun hasanah) untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan. 5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang

dikehendaki.

Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan konseling kelompok. Selain itu, berbagai kegiatan selingan ataupun permainan

dapat diselenggarakan untuk memperkuat “jiwa” kelompok

memantapkan pembahasan, atau relaksasi. Sebagai penutup, kegiatan pengakhiran (teknik mengakhiri) dapat dilaksanakan.


(52)

b. Permainan Kelompok

Dalam layanan konseling kelompok dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai selingan maupun sebagai wahana (media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (a)sederhana, (b)menggembirakan, (c)menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan, (d)meningkatkan keakraban, dan (e)diikuti oleh semua anggota kelompok.

Contoh permainannya antara lain: 1. “Rangkaian Nama”

2. “Kata Kalimat” atau “Kalimat Bengkak” 3. “Tiga Dot”

4. “The Longest Tie” 5. “Kebun Binatang” 6. “Bisik Berantai” 7. “Mengapa-Karena”

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan menggunakan kedua teknik tersebut. Hal ini dikarenakan kedua teknik tersebut saling berkaitan. Teknik umum dilaksanakan untuk mengembangkan dinamika kelompok sedangkan teknik permainan kelompok digunakan sebagai kegiatan selingan untuk meningkatkan keakraban dan juga sebagai relaksasi. Kedua teknik ini akan digunakan secara tepat waktu, tepat isi, tepat sasaran, dan tepat cara sehingga layanan konseling kelompok ini dapat berjalan dengan efektif.


(53)

36

D. Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah

Bullying dikenal sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Meskipun tidak mewakili suatu tindakan kriminal, bullying dapat menimbulkan efek negatif yang dengan jelas membuatnya menjadi salah satu bentuk perilaku agresif (Duncan, 1999).

Seseorang yang melakukan bully merupakan agresor, provokator dan inisiator situasi bullying. Si pelaku umumnya siswa yang memiliki fisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya dikarenakan faktor status sosial atau kedudukan. Pelaku bullying biasanya mengincar anak yang secara penampilan fisik terlihat berbeda dari dirinya atau orang kebanyakan misalnya yang memiliki warna rambut alami yang mencolok, berkacamata, terlalu kurus, terlalu gemuk atau bahkan yang memiliki cacat fisik.

Karakteristik mental pelaku bullying dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Perilaku bully yang sering terjadi di sekolah ini dikarenakan rasa senioritas yang tinggi, kurang nya pemahaman diri, dan kurang nya kepedulian terhadap orang lain.

Oleh sebab itulah, perilaku bullying harus segera diatasi untuk membantu siswa memahami dirinya, peduli dengan lingkungan sekitar, dan tidak memanfaatkan kedudukan atau kekuatan dalam berperilaku.


(54)

Tentunya diperlukan suatu cara untuk mengatasi perilaku bullying di sekolah. Karena siswa pada usia remaja terutama pada siswa SMP cenderung terbuka dengan peer group nya, maka dibutuhkan suatu layanan yang dilakukan dengan cara berkelompok dalam mengatasi perilaku bullying, dalam hal ini, layanan yang dapat digunakan adlaah konseling kelompok karena dalam konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individu-individu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fauziah (2013) dengan judul

“Penerapan Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Modeling Guna

Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Kelas XI SMA N 1 Comal Tahun

Ajaran 2013/2014” menyatakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

mengurangi perilaku bullying siswa melalui pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik modeling.

Dengan demikian, kegiatan yang diharapkan dapat mengatasi perilaku bullying di sekolah adalah layanan konseling kelompok.


(55)

38

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Waktu penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2010). Sedangkan untuk desain penelitian, peneliti menggunakan quasi experimental designs dengan jenis yang digunakan adalah time series design, yaitu pelaksanaan eksperimen yang dilakukan dengan memberikan perlakuan X terhadap subyek. Sebelum diberikan perlakuan subyek diberikan pre test sampai empat kali (O1 O2 O3 O4), dengan maksud untuk mengetahui kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan (X), kemudian setelah diberi perlakuan diberi post test sebanyak empat kali (O5 O6 O7 O8).

Dalam penelitian ini sebelum diberikan perlakuan dengan konseling kelompok, subjek diberi pretest sebanyak empat kali dengan menggunakan


(56)

instrumen observasi dengan tujuan untuk menentukan perolehan skor sebelum perlakuan. Dan selanjutnya subjek tersebut diberikan perlakuan dengan melakukan konseling kelompok. Setelah diberikan perlakuan menggunakan konseling kelompok, siswa tersebut diberikan posttest sebanyak empat kali, yaitu dengan menggunakan instrumen observasi yang sama dengan yang sebelumnya untuk menentukan skor setelah perlakuan. Dan hasil dari kedua tes tersebut dibandingkan untuk menguji apakah perlakuan yang telah diberikan memberi perubahan pada perilaku bullying di Sekolah.

Berikut akan digambarkan dalam bentuk bagan:

Sebelum perlakuan Treatment Setelah perlakuan

Gambar 3.1 Time Series Design (Sugiyono,2010) Keterangan :

O1 : Pengukuran pertama berupa pretest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah pada siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrumen observasi perilaku bullying.

O2 : Pengukuran ke dua berupa pretest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrumen observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran pertama.


(57)

40

O3 : Pengukuran ke tiga berupa pretest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrumen observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran sebelumnya.

O4 : Pengukuran ke empat berupa pretest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sebelum diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrumen observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran sebelumnya.

X : Pelaksanaan layanan konseling kelompok terhadap subjek penelitian. O5 : Pengukuran ke lima berupa posttest untuk mengukur tingkat perilaku

bullying di sekolah pada siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrument observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran pretest.

O6 : Pengukuran ke enam berupa posttest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrument observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran pretest.

O7 : Pengukuran ke tujuh berupa posttest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrument observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran pretest.


(58)

O8 : Pengukuran ke delapan berupa posttest untuk mengukur tingkat perilaku bullying di sekolah dan melihat kestabilan perilaku siswa sesudah diberi perlakuan yang diukur dengan menggunakan instrument observasi perilaku bullying yang sama seperti pada pengukuran pretest.

C. Subjek Penelitian

Arikunto (2006) mengemukakan bahwa, subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau sasaran peneliti. Subjek penelitiaini diambil dari siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung yang melakukan tindakan bullying di Sekolah. Hal ini dilakukan karena siswa kelas VIII merupakan siswa yang memiliki tingkatan kelas lebih tinggi dari siswa kelas VII. Selain itu, siswa kelas VIII belum memiliki kegiatan sekolah yang cukup padat seperti kelas IX, sehingga diperkirakan dapat melakukan tindakan bullying terhadap teman atau adik tingkat di Sekolah.

Untuk menjaring subjek, peneliti melakukan wawancara dengan guru BK mengenai siswa yang memiliki kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti agar sesuai dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Kemudian, berdasarkan hasil rekomendasi guru BK tersebut peneliti melakukan wawancara dengan wali kelas subjek dan teman sekelas subjek.

Pengambilan subjek ini ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya kriteria tertentu. Adapaun kriteria dalam pengambilan subjek ini yaitu:


(59)

42

1. Siswa kelas VIII SMP N 19 Bandar Lampung, karena menurut Quiroz dalam Astuti (2008) bullying yang terjadi di lingkungan sekolah kecendrungan di sebabkan oleh senioritas. Siswa kelas VIII merupakan siswa yang memiliki tingkatan kelas lebih tinggi dari siswa kelas VII. Selain itu, siswa kelas VIII belum memiliki kegiatan sekolah yang cukup padat seperti kelas IX, sehingga diperkirakan dapat melakukan tindakan bullying terhadap teman atau adik tingkat di Sekolah.

2. Siswa yang terindikasi memiliki bentuk-bentuk perilaku bullying seperti bullying fisik, bullying verbal, dan bullying psikologis seperti yang terdaftar dalam lembar observasi. Menurut Djuwita dkk (Argiati, 2010) bentuk-bentuk bullying dapat dikatagorikan sebagai berikut:

a. Bentuk bullying berupa kontak fisik langsung antara lain : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalm ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang di miliki orang lain.

b. Kontak verbal langsung antara lain : mengancam, mempermalukan, merendahkan, menganggu, memberi panggilan nama, memaki, menyebar gosip.

c. Bentuk Perilaku non verbal langsung antara lain : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, biasanya disertai bullying fisik atau verbal.

d. Perilaku non verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

3. Siswa yang memiliki kriteria nilai perilaku selain A dan B di rapor. Hal ini dilakukan untuk menghindari gap atau perbedaan yang tinggi antar subjek. Kemudian berdasarkan hasil penjaringan subjek diperoleh sepuluh orang yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian. Supaya dalam pemberian perlakuan layanan konseling kelompok lebih efektif, anggota kelompok lebih baik heterogen. Yang dimaksud heterogen dalam penelitian ini yaitu, anggota


(60)

kelompok atau subjek penelitian terdiri dari laki-laki dan perempuan, subjek berasal dari kelas yang berbeda serta subjek memiliki kecenderungan perilaku bullying yang berbeda-beda.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dapat dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Berdasarkan pengertian variabel di atas, maka penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah konseling kelompok. Sedangkan variabel terikatnya adalah perilaku bullying.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah: a. Bullying

Bullying adalah tindakan negatif yang di lakukan seseorang yang merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan dengan menyakiti orang lain baik secara mental atau fisik yang merugikan orang lain dan terjadi tidak hanya sekali bahkan dapat berkelanjutan. Adapun bentuk-bentuk perilaku dapat di kelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu perilaku bullying fisik, perilaku bullying verbal, perilaku bulling mental/psikologis.

Berdasarkan definisi operasional perilaku bullying tersebut, maka indikator siswa yang memiliki perilaku bullying adalah sebagai berikut:


(61)

44

1. Perilaku bullying fisik yaitu perilaku yang dilakukan secara langsung ke korban bullying dengan bentuk tindakan langsung ke orang lain.

2. Perilaku bullying verbal yaitu tindakan yang dilakukan dalam bentuk lisan atau perkataan-perkataan yang di tujukan kepada korban.

3. Perilaku bullying mental/psikologis yaitu. tindakan yang di lakukan oleh pelaku dengan bahasa-bahasa tubuh yang di tunjukan langsung di hadapan korban bullying.

b. Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai perilaku bullying agar mampu menyusun rencana dan membuat keputusan yang tepat dalam berperilaku, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif. Kegiatan konseling kelompok terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap pembentukan, peralihan, kegiatan dan penutup.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Arikunto (2002), metode

pengumpulan data ialah “cara memperoleh data.” Peneliti akan menggunakan

beberapa metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut dalam mengumpulkan data:


(62)

1. Observasi (Teknik Pokok)

Hadi (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Teknik observasi yang akan digunakan peneliti yaitu observasi terstruktur. Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Pada penelitian ini, peneliti akan mengamati perilaku siswa yang berkaitan dengan perilaku bullying. Sesuai dengan indikator penelitian yang akan digunakan, maka peneliti merancang pedoman observasi yang natinya akan digunakan dalam kegiatan observasi.

Menurut Nazir (2009) pada pengamatan berstruktur, peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktivitas yang diamatinya yang relevan dengan masalah serta tujuan peneliti, dengan pengungkapan yang sistematis untuk menguji hipotesisnya. Seperti yang tercantum dalam pedoman observasi, peneliti telah mengetahui aspek apa saja yang akan diamati dlam penelitiannya. Observasi dalam penelitian ini digunakan saat pre-test, rentang hari selama pertemuan dan post-test. Hal ini dikarenakan yang akan diteliti adalah perilaku siswa, sehingga pengamatan terhadap perubahan perilakunya akan lebih mudah dilakukan.

Saat pelaksanaan observasi observer akan mengamati perilaku siswa dalam satu hari selama jam sekolah berlangsung. Dalam pengamatan tersebut


(63)

46

akan diperhatikan berapa kali perilaku-perilaku yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar observasi).

Peneliti menggunakan bentuk rating scales dengan 5 alternatif jawaban dalam lembaran observasi, jawaban ini menunjukkan frekuensi muncul atau tidaknya perilaku yang diharapkan saat dilakukan observasi oleh observer. Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak 4 kali , skor 4 juka muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2 kali, skor 2 jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 1 jika perilaku sama sekali tidak muncul selama observasi.

Perhitungan skor pada lembar observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari muncul atau tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini perilaku bullying siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: : interval : nilai tertinggi : nilai terendah K : jumlah kategori

2. Wawancara (Teknik Pelengkap)

Menurut Sugiyono (2010) wawancara digunakan sebagai teknik pengumpul data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk


(1)

G. Teknik Analisis Data

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan penelitian, dengan adanya penurunan perilaku bullying di sekolah setelah pemberian layanan konseling kelompok dapat dihitung menggunakan rumus uji-t (Arikunto,2010), yaitu:

) 1 ( 2  

N N d x Md t Keterangan:

Md = mean dari deviasi (d) antara post-test dan pre-test xd = deviasi masing-masing subyek (d – Md)

∑x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel Df = atau db adalah N – 1

Rumus di atas digunakan untuk menghitung keefektivitasan treatment/perlakuan yang diberikan kepada subyek penelitian. Rumus ini digunakan untuk data yang berdistribusi normal. Kemudian dianalisis menggunakan rumus thitung. Dalam pelaksanaan uji t untuk menganalisis kedua data yang berpasangan tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science) 17. Hasil yang diperoleh dari analisis data yang dilakukan seperti di atas, dapat menunjukkan apakah perilaku bullying di sekolah dapat atau tidak dapat dikurangi dengan diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung, maka dapat diambil kesimpulan yaitu;

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok dapat mengatasi perilaku bullying di sekolah. Hal ini terbukti dari hasil analisis data observasi pre test dan post test thitung = 6,346 dan ttabel 0,05 = 1,83. Karena thitung > ttabel maka Ha diterima dan H0 di tolak, artinya perilaku bullying dapat dikurangi dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun ajaran 2013/2014.

2. Kesimpulan Penelitian

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu perilaku bullying di sekolah dapat dikurangi dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku siswa dalam setiap pertemuan pada kegiatan konseling kelompok, juga perilaku siswa dalam kegiatan sekolah


(3)

sehari-hari yang semakin berkurang perilaku bullying nya, baik secara verbal, fisik maupun psikologis.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung adalah:

1. Kepada siswa

a) Siswa hendaknya mengikuti kegiatan layanan konseling kelompok yang ada di sekolah untuk membantu permasalahan yang dialaminya seperti perilaku bullying.

b) Siswa hendaknya sering berlatih untuk mengontrol emosi, melatih sikap toleransi dan empatinya sehingga ia dapat mengurangi perilaku bullying yang ada pada dirinya.

2. Kepada guru bimbingan dan konseling

a) Guru pembimbing hendaknya mengadakan kegiatan layanan konseling kelompok secara rutin untuk membantu siswa dalam mengatasi perilaku bullying pada khususnya, dan membantu siswa mengatasi permasalahan lainnya pada umumnya.

b) Guru pembimbing terus mengawasi perilaku siswa sehingga dapat mendeteksi dini perilaku yang negatif dan dapat diberikan layanan bimbingan atau layanan konseling.


(4)

3. Kepada Guru

Guru bidang studi hendaknya tidak memberi ‘label’ kepada anak dan bersifat objektif kepada siswa sehingga siswa dapat termotivasi untuk berperilaku yang lebih baik.

4. Para peneliti

a) Para peneliti hendaknya mampu mempersiapkan diri dengan baik dan semaksimal mungkin untuk melakukan berbagai bentuk layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan konseling kelompok agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan baik dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.

b) Para peneliti hendaknya dapat mengembangkan dan menyempurnakan penelitian dengan menggunakan layanan bimbingan dan konseling yang lainnya dalam mengurangi perilaku bullying di sekolah terutama bullying secara verbal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Argiati, B.H. 2010. “ Studi Kasus Perilaku Bullying Pada SMA di Kota Yogyakarta.’’ Jurnal Penelitian BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA No.5 April 2010 ISSN 1978-0052. (Online). (http://www.jogjakota.go.id/app/modules/upload/files/dokperencanaan/ 14-JURNAL_VOL_5.pdf. diakses pada 3 Januari 2014)

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Astuti, R.P. 2008. Meredam Perilaku Bullying. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Basrowi dan Kasinu.A. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial. Kediri: Jenggala Pustaka Utama

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nirwana dkk.2013. Pengembangan modul Bimbingan dan Konseling untuk Pencegahan Bullying di Sekolah. Jurnal Ilmiah Konseling Vol.2 no.1 Januari.2013.(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/view/ 866/725. diakses pada 7 Mei 2013)

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia

---, dkk. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok.Jakarta : PT. Rineka Cipta

Sejiwa. 2008. Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: PT. Grasindo

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sukardi, D.K. 2002. Pengantar pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Tim Kompas. 2013. Stop Bullying di Sekolah. (Online). (http://edukasi.kompas.com/. diakses pada 1 Februari 2013)

Tim Harian Pagi Tribun Lampung. 2013. Fenomena Bullying di Sekolah. Terbit tanggal 19 November 2013

Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak pada tahun 2002. (Online).(http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/172/uu2 3_2002.pdf. diakses pada 1 Februari 2013)

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Wibowo, Mungin Edi. 2005. Konseling Kelompok. Perkembangan. Semarang: UNNES PRESS

Wiyani, A. N .2012. Save our Children From School Bullying. Yogyakarta : ARRUZZ Media


Dokumen yang terkait

UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF DENGAN MENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK 2 SWADHIPA NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 57 84

PERANCANGAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT UNTUK MENGURANGI TINDAKAN BULLYING PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SEMARANG.

0 3 15

HUBUNGAN PAPARAN KEKERASAN DENGAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DASAR Hubungan Paparan Kekerasan Dengan Perilaku Bullying Di Sekolah Dasar.

0 1 16

PEMBERIAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING PADA PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP GAJAH MADA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016 2017

3 21 98

PELAKSANAAN KONSELING PRIBADI DENGAN TEKNIK REALITAS UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING PESERTA DIDIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) PENERBANGAN RADIN INTAN BANDAR LAMPUNG

0 0 145

Upaya mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan brief counseling : penelitian tindakan.

1 4 156

Upaya mengurangi kecenderungan perilaku bullying melalui bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama (penelitian tindakan bimbingan dan konseling pada siswa kelas VIIIA SMP Kanisius Pakem Tahun Ajaran 2013/2014).

1 11 155

Efektivitas program anti bullying dalam mengurangi perilaku bullying di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kolese De Britto Yogyakarta.

1 3 134

Pelatihan Meningkatkan Empati Melalui Psikoedukasi Kepada Pelaku Bullying Sebagai Upaya Untuk Mengurangi Bullying Di Sekolah Menengah Pertama.

0 2 16

Efektivitas Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2004/2005.

0 0 2