Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah

(1)

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah )

RAHMAT IMAM SANTOSA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Desember 2006

Rahmat Imam Santosa NRP. A154050165


(3)

ABSTRAK

RAHMAT IMAM SANTOSA. Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SAID RUSLI dan DJUARA P. LUBIS.

Kajian ini merupakan tinjauan pada aras mikro terhadap Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri. Prosedur kajian yang digunakan adalah metodologi kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Sifat kajian yaitu deskripsi evaluasi sumatif, karena esensi kajian bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja kelembagaan Koperasi RT dalam upaya memberdayakan anggota, mendeskripsikan faktor- faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT, dan menyusun strategi pengembangan komunitas.

Koperasi RT merupakan wujud kongkrit dari kelembagaan ekonomi masyarakat Desa Kudi. Sebagian besar 93,85 persen anggota Koperasi RT adalah petani, dan 65,82 persen hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang lemah dan tidak berdaya. Dilihat dari pola hubungan yang terbentuk antara Koperasi RT dengan anggota, secara normatif Koperasi RT memiliki hubungan yang sangat dekat dengan anggota, akan tetapi dalam pelaksanan program, masing- masing Koperasi RT memiliki cara pengelolaan dan pelayanan kepada anggota yang beragam. Terkait dengan hal tersebut keberadaan kelembagaan Koperasi RT oleh komunitas petani miskin dirasakan memiliki manfaat dan kendala yang berbeda-beda.

Hasil kajian pada tiga Koperasi RT di Desa Kudi, menunjukkan bahwa program belum dapat mengena sasaran pokok pada komunitas petani miskin. Hal ini berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT yang belum optimal. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT, yaitu; profil anggota, profil pengurus, modal sosial, dan kondisi lingkungan.

Penyusunan strategi pengembangan komunitas dilakukan secara partisipatif dengan memperhatikan potensi yang ada pada komunitas. Strategi yang digunakan adalah penguatan kelembagaan Koperasi RT yang dilakukan melalui empat tahapan kegiatan program, yaitu; (i) Penguatan struktur dan kultur kelembagaan Koperasi RT; (ii) Penguatan kapasitas komunitas; (iii) Penguatan ekonomi kelembagaan Koperasi RT; dan (iv) Perluasan jaringan kerja kelembagaan Koperasi RT.

Tahapan kegiatan program dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan komunitas, sehingga sasaran prioritas program untuk tahap pertama dilakukan pada Koperasi RT yang masih memiliki struktur maupun kultur kelembagaan yang lemah. Tahap kedua penguatan kapasitas pengurus dan anggota untuk Koperasi RT yang memiliki struktur maupun kultur yang sudah mulai berkembang secara baik akan tetapi memiliki kendala pada pengelolaan maupun pelayanan. Adapun tahap ketiga dan keempat merupakan kelanjutan dari strategi tahap pertama dan kedua yang telah dilaksanakan sebelumnya pada masing-masing Koperasi RT. Dengan demikian program dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.


(4)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya


(5)

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

(Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

RAHMAT IMAM SANTOSA

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Penelitian : Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Rahmat Imam Santosa Nomor Pokok : A154050165

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Said Rusli, MA. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) tepat pada waktunya, dengan mengambil judul ”PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”. Kajian Pengembangan Masyarakat ini disusun guna memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyusun Kajian Pengembangan Masyarakat ini, penulis sadar bahwa semua tidak terlepas berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan yang baik ini penulis menyampaiakan ucapan terima kasih kepada;

1. Ir. Said Rusli, MA., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis, mulai dari konsultasi proposal kajian sampai dengan selesainya Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini; 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing, meskipun

di tengah-tengah kesibukan beliau selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, akan tetapi masih berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat terwujud;

3. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi., selaku Penguji Luar Komisi;

4. Dr. Mardjuki M.Sc., selaku Kepala Balatbangsos yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; 5. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor;

6. Dra. Neni Kusumawardhani, MS., selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung;


(8)

7. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan kritik dan sumbang saran pada saat dilangsungkannya kolokium dan seminar Kajian Pengembangan Masyarakat ini;

8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam berbagai hal sehingga Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa karya yang telah penulis buat ini masih jauh dari sempurna, kesemuaannya itu karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Namun demikian penulis berharap Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan dan penyusunan program pengembangan masyarakat.

Bogor, 28 Desember 2006


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 24 Desember 1968. Tamat SD Kutasari II pada Tahun 1982. Tamat SMP Negeri I Purwokerto pada Tahun 1984. Tamat SMA Negeri I Purwokerto pada Tahun 1987. Setelah tamat SMA penulis sempat melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian UNSOED Purwokerto. Pada Tahun 1989 penulis diterima Pendidikan Ikatan Dinas pada Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan tamat pada Tahun 1991. Selanjutnya pada tahun yang sama (1991) penulis mengikuti pendidikan militer wajib (SEPAMILWA-STPDN) di Pusat Pendidikan Infanteri Bandung dan lulus dengan pangkat Letnan Dua Infanteri. Pada Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Slamet Riyadi di Surakarta. Pada tahun yang sama (2005) penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Tugas Belajar sebagai Mahasiswa Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor kerjasama dengan STKS-Bandung. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Sosial Republik Indonesia.

Penulis mulai bekerja tugas wajib militer Tahun 1992 di KOREM 141/TP KODAM VII/Wirabuana Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun 1993 penulis ditugaskan di KODIM 1415 Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada Tahun 1994 penulis mengakhiri tugas wajib militer dan kembali bertugas pada Departemen Dalam Negeri, untuk selanjutnya ditugaskan sebagai Sekretaris Kelurahan Mlokomanis Kulon, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Pada Tahun 1995 sampai dengan Tahun 1998 penulis menjabat sebagai YMT. Kepala Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Tahun 1999 penulis bekerja di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri. Tahun 2002 bekerja di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wono giri. Tahun 2005 sampai dengan sekarang bekerja pada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan ...

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka... Pengertian Kemiskinan dan Petani Miskin ... Pengertian Kemiskinan ... Petani Miskin ... Sebab-Sebab Kemiskinan ... Komunitas ... Pemberdayaan ... Kelembagaan dan Modal Sosial ... Ekonomi Kelembagaan Koperasi ... Kerangka Pikir ...

METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN

Sifat dan Tipe Kajian Komunitas ... Lokasi dan Waktu Praktek Kajian Pengembangan Masyarakat ... Penentuan Kasus dan Komunitas Subyek Kajian ... Teknik Pengumpulan Data ... Pengolahan dan Analisa Data ... Penyusunan Rencana Program ...

PETA SOSIAL KOMUNITAS

Geografis ... Demografis ... Sosial Budaya dan Ekonomi ... Kelembagaan ... Sumberdaya Lokal ...

TINJAUAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA

Pembentukan Komunitas ... Sejarah Pengembangan Komunitas ... Deskripsi Kegiatan ... Tinjauan Pengembangan Komunitas ...

xiii xv xvi 1 4 5 6 6 6 6 8 10 12 14 18 20 23 24 25 26 28 30 32 32 38 41 43 45 47 48 52


(11)

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah )

RAHMAT IMAM SANTOSA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Desember 2006

Rahmat Imam Santosa NRP. A154050165


(13)

ABSTRAK

RAHMAT IMAM SANTOSA. Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SAID RUSLI dan DJUARA P. LUBIS.

Kajian ini merupakan tinjauan pada aras mikro terhadap Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri. Prosedur kajian yang digunakan adalah metodologi kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Sifat kajian yaitu deskripsi evaluasi sumatif, karena esensi kajian bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja kelembagaan Koperasi RT dalam upaya memberdayakan anggota, mendeskripsikan faktor- faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT, dan menyusun strategi pengembangan komunitas.

Koperasi RT merupakan wujud kongkrit dari kelembagaan ekonomi masyarakat Desa Kudi. Sebagian besar 93,85 persen anggota Koperasi RT adalah petani, dan 65,82 persen hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang lemah dan tidak berdaya. Dilihat dari pola hubungan yang terbentuk antara Koperasi RT dengan anggota, secara normatif Koperasi RT memiliki hubungan yang sangat dekat dengan anggota, akan tetapi dalam pelaksanan program, masing- masing Koperasi RT memiliki cara pengelolaan dan pelayanan kepada anggota yang beragam. Terkait dengan hal tersebut keberadaan kelembagaan Koperasi RT oleh komunitas petani miskin dirasakan memiliki manfaat dan kendala yang berbeda-beda.

Hasil kajian pada tiga Koperasi RT di Desa Kudi, menunjukkan bahwa program belum dapat mengena sasaran pokok pada komunitas petani miskin. Hal ini berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT yang belum optimal. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT, yaitu; profil anggota, profil pengurus, modal sosial, dan kondisi lingkungan.

Penyusunan strategi pengembangan komunitas dilakukan secara partisipatif dengan memperhatikan potensi yang ada pada komunitas. Strategi yang digunakan adalah penguatan kelembagaan Koperasi RT yang dilakukan melalui empat tahapan kegiatan program, yaitu; (i) Penguatan struktur dan kultur kelembagaan Koperasi RT; (ii) Penguatan kapasitas komunitas; (iii) Penguatan ekonomi kelembagaan Koperasi RT; dan (iv) Perluasan jaringan kerja kelembagaan Koperasi RT.

Tahapan kegiatan program dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan komunitas, sehingga sasaran prioritas program untuk tahap pertama dilakukan pada Koperasi RT yang masih memiliki struktur maupun kultur kelembagaan yang lemah. Tahap kedua penguatan kapasitas pengurus dan anggota untuk Koperasi RT yang memiliki struktur maupun kultur yang sudah mulai berkembang secara baik akan tetapi memiliki kendala pada pengelolaan maupun pelayanan. Adapun tahap ketiga dan keempat merupakan kelanjutan dari strategi tahap pertama dan kedua yang telah dilaksanakan sebelumnya pada masing-masing Koperasi RT. Dengan demikian program dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.


(14)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya


(15)

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

(Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

RAHMAT IMAM SANTOSA

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

Judul Penelitian : Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Keberdayaan Anggota: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Rahmat Imam Santosa Nomor Pokok : A154050165

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Said Rusli, MA. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) tepat pada waktunya, dengan mengambil judul ”PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”. Kajian Pengembangan Masyarakat ini disusun guna memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyusun Kajian Pengembangan Masyarakat ini, penulis sadar bahwa semua tidak terlepas berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan yang baik ini penulis menyampaiakan ucapan terima kasih kepada;

1. Ir. Said Rusli, MA., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis, mulai dari konsultasi proposal kajian sampai dengan selesainya Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini; 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing, meskipun

di tengah-tengah kesibukan beliau selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, akan tetapi masih berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat terwujud;

3. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi., selaku Penguji Luar Komisi;

4. Dr. Mardjuki M.Sc., selaku Kepala Balatbangsos yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; 5. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor;

6. Dra. Neni Kusumawardhani, MS., selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung;


(18)

7. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan kritik dan sumbang saran pada saat dilangsungkannya kolokium dan seminar Kajian Pengembangan Masyarakat ini;

8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam berbagai hal sehingga Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa karya yang telah penulis buat ini masih jauh dari sempurna, kesemuaannya itu karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Namun demikian penulis berharap Kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan dan penyusunan program pengembangan masyarakat.

Bogor, 28 Desember 2006


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 24 Desember 1968. Tamat SD Kutasari II pada Tahun 1982. Tamat SMP Negeri I Purwokerto pada Tahun 1984. Tamat SMA Negeri I Purwokerto pada Tahun 1987. Setelah tamat SMA penulis sempat melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian UNSOED Purwokerto. Pada Tahun 1989 penulis diterima Pendidikan Ikatan Dinas pada Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan tamat pada Tahun 1991. Selanjutnya pada tahun yang sama (1991) penulis mengikuti pendidikan militer wajib (SEPAMILWA-STPDN) di Pusat Pendidikan Infanteri Bandung dan lulus dengan pangkat Letnan Dua Infanteri. Pada Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Slamet Riyadi di Surakarta. Pada tahun yang sama (2005) penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Tugas Belajar sebagai Mahasiswa Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor kerjasama dengan STKS-Bandung. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Sosial Republik Indonesia.

Penulis mulai bekerja tugas wajib militer Tahun 1992 di KOREM 141/TP KODAM VII/Wirabuana Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun 1993 penulis ditugaskan di KODIM 1415 Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada Tahun 1994 penulis mengakhiri tugas wajib militer dan kembali bertugas pada Departemen Dalam Negeri, untuk selanjutnya ditugaskan sebagai Sekretaris Kelurahan Mlokomanis Kulon, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Pada Tahun 1995 sampai dengan Tahun 1998 penulis menjabat sebagai YMT. Kepala Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Tahun 1999 penulis bekerja di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri. Tahun 2002 bekerja di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wono giri. Tahun 2005 sampai dengan sekarang bekerja pada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan ...

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka... Pengertian Kemiskinan dan Petani Miskin ... Pengertian Kemiskinan ... Petani Miskin ... Sebab-Sebab Kemiskinan ... Komunitas ... Pemberdayaan ... Kelembagaan dan Modal Sosial ... Ekonomi Kelembagaan Koperasi ... Kerangka Pikir ...

METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN

Sifat dan Tipe Kajian Komunitas ... Lokasi dan Waktu Praktek Kajian Pengembangan Masyarakat ... Penentuan Kasus dan Komunitas Subyek Kajian ... Teknik Pengumpulan Data ... Pengolahan dan Analisa Data ... Penyusunan Rencana Program ...

PETA SOSIAL KOMUNITAS

Geografis ... Demografis ... Sosial Budaya dan Ekonomi ... Kelembagaan ... Sumberdaya Lokal ...

TINJAUAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA

Pembentukan Komunitas ... Sejarah Pengembangan Komunitas ... Deskripsi Kegiatan ... Tinjauan Pengembangan Komunitas ...

xiii xv xvi 1 4 5 6 6 6 6 8 10 12 14 18 20 23 24 25 26 28 30 32 32 38 41 43 45 47 48 52


(21)

Pengembangan Kelembagaan, Modal Sosial dan Gerakan Sosial ... Pengembangan Ekonomi Lokal ... Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... Ikhtisar ...

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN

Analisis Kinerja Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ... Profil Umum Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ...

Koperasi RT 02 Dusun Setren... Koperasi RT 04 Dusun Sukosari ... Koperasi RT 02 Dusun Pundung ... Aspek Organisasi Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ... Pelapisan Sosial dalam Kelompok... Pola Hubungan dan Komunikasi dalam Kelompok ... Kepemimpinan dalam Kelompok ... Aspek Kelembaga an dalam Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ...

Sistem Nilai dan Norma dalam Kelompok... Tata Perilaku dalam Kelompok ... Keragaan Kinerja Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga dalam Memberdayakan Anggota ...

Sistem Pengelolaan Usaha ... Sistem Pelayanan Usaha ... Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Kinerja Koperasi Rukun Tetangga... Profil Anggota ... Profil Pengurus ... Modal Sosial ... Kondisi Lingkungan ... Ikhtisar ...

PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RT

Identifikasi Potensi Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga... Identifikasi Permasalahan dalam Penguatan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ... Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Komunitas Pada Aras Kelompok ... Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Komunitas Pada Aras Individu ... Penyusunan Program Kerja Aras Kelompok dan Individu ... Penguatan Struktur dan Kultur Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ...

Sosialisasi Nilai-Nilai Koperasi dan Pembentukan Struktur Organisasu Koperasi Rukun Tetanga... Pemilihan Kepengurusan Koperasi Rukun Tetangga ... Penguatan Kapasitas Komunitas ...

52 53 55 57 58 58 58 64 67 71 71 74 76 77 77 78 80 80 84 87 87 90 92 94 96 99 100 101 103 104 104 105 106 108


(22)

Pelatihan Manajemen Usaha Koperasi ... Pelatihan Ketrampilan Teknis Usaha ... Penguatan Ekonomi Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ... Meningkatkan Simpanan Anggota ... Melakukan Pinjaman Kepada Bank Perkreditan Rakyat.... Pengembangan Jenis Usaha dan Perluasan Jaringan Kerja Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ...

Membuka Usaha Baru ... Membangun Kerjasama dengan Kelembagaan Lain ...

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan ... Rekomendasi ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN– LAMPIRAN ... 108 109 112 112 113

116 116 117

122 126

127 130


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Jadwal pelaksanaan praktek Kajian Pengembangan Masyarakat ...

Rincian pengolahan dan analisis data ...

Struktur penduduk Desa Kudi Tahun 2006 ...

Jumlah dan persentasi penduduk Desa Kudi berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2005 ...

Jumlah dan persentasi penduduk Desa Kudi berdasarkan matapencaharian utama Tahun 2005 ...

Luas lahan Desa Kudi menurut jenis penggunaannya Tahun 2005 ...

Daftar nama, nomor registrasi dan jumlah anggota Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Susunan nama anggota dan pengurus Koperasi Rukun Tetangga 02 Dusun Setren Desa Kudi Tahun 2006 ...

Susunan nama anggota dan pengurus Koperasi Rukun Tetangga 04 Dusun Sukosari Desa Kudi Tahun 2006 ...

Susunan nama anggota dan pengurus Koperasi Rukun Tetangga 02 Dusun Pundung Desa Kudi Tahun 2006 ...

Pelapisan sosial pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Sistem pengelolaan usaha pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Keunggulan dan kelemahan sistem pengelolaan usaha pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Sistem pelayanan usaha pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Keunggulan dan kelemahan sistem pelayanan usaha pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan pada tiga Koperasi RT di Desa Kudi Tahun 2006 ...

25 28 33 35 36 39 50 59 65 67 72 81 82 85 86 96


(24)

17

18

19

20

21

22

23

Identifikasi permasalahan aras kelompok pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006...

Identifikasi permasalahan aras individu pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Rencana kegiatan penguatan struktur dan kultur kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Rencana kegiatan penguatan kapasitas komunitas di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Rencana kegiatan penguatan ekono mi kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Rencana kegiatan pengembangan jenis usaha Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Metode pengumpulan data ... 102

103

107

110

114

119


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Kerangka pikir penguatan kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk meningkatkan keberdayaan anggota di Desa Kudi Tahun 2006..

Lokasi kajian Pengembanagan Masyarakat di Desa Kudi Kecamatan Batuwarno Kabupaten Wonogiri Tahun 2006 ...

Piramida penduduk Desa Kudi Tahun 2006 ...

Persentasi penduduk Desa Kudi berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2005 ...

Persentasi penduduk Desa Kudi berdasarkan matapencaharian utama Tahun 2005 ...………..……...

Persentasi luas lahan Desa Kudi berdasarkan penggunaannya Tahun 2005 ...

Diagram Venn hubungan kelembagaan dengan komunitas petani miskin di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Industri rumahtangga pengupasan kacang mete di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Pertemuan rutin Rukun Tetangga 03 Dusun Ngrau; kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi Rukun Tetangga, tanggal 14 Juli 2006 ...

Pola hubungan anggota dengan Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Perkembangan pemupukan modal pada tiga kasus Koperasi Rukun Tetangga dari Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2006 ...

Bagan alir dana kredit Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006 ...

Profil petani miskin ...

22

24

34

36

37

40

42

44

51

75

83

84


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Daftar Pertanyaan Untuk Petugas Pengelola Program Koperasi RT ...

Daftar Pertanyaan Untuk Pengurus Koperasi RT ...

Daftar Pertanyaan Untuk Anggota Koperasi RT ...

Tabel 23. Metode pengumpulan data ...

Dokumentasi Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ...

Rapat Anggota Tahunan (Koperasi RT 04 Dusun Sukosari Desa Kudi)

Contoh Pembukuan Keuangan Usaha Koperasi RT 02 Dusun Pundung

Profil Kehidupan Petani Miskin Aras Individu (Rumahtangga Petani Miskin) ...

Peta Kudi Desa...

131

132

133

134

138

140

146

154

158


(27)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama ini Indonesia dikenal dengan sistem pemerintahan yang “sentralistis” di mana peranan Pemerintah Pusat sangat dominan dalam memberikan arahan pembangunan. Dominasi birokrat dalam pembangunan ini tidak terlepas dari adanya pandangan bahwa masyarakat dianggap tidak mampu dalam melakukan proses kegiatan pembangunan, sementara sumberdaya yang dianggap mampu hanyalah birokrasi pemerintah. Birokrasi menjadi aktor utama dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembangunan. Dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk, meningkatnya tuntutan masyarakat, dan semakin komplek permasalahan sosial-ekonomi dan politik yang dihadapi, sistem sentralistis dirasakan tidak efektif lagi pelaksanaannya. Sistem tersebut telah menyebabkan ketergantungan masyarakat pada birokrasi yang memiliki daya absorbsi yang besar namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan lokal, dan secara sistematis telah mematikan inisiatif masyarakat untuk memecahkan masalah- masalah yang mereka hadapi.

Di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, kemiskinan pedesaan (rural poverty) merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah beserta masyarakatnya. Dapat dikatakan masalah tersebut merupakan salah satu topik pokok yang tidak dapat dilepaskan dari masalah pembangunan daerah. Penduduk Kabupaten Wonogiri berjumlah 1.117.115 jiwa, sebanyak 319.443 jiwa atau 86.336 keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar dari mereka 74,51 persen adalah tinggal di daerah pedesaan dan bekerja di sektor pertanian (BPS Kabupaten Wonogiri, 2004).

Pemetaan sosial yang pengkaji lakukan di Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno Tahun 2005, menunjukkan masalah kemiskinan di Desa Kudi merupakan masalah utama yang banyak terjadi pula di Kabupaten Wonogiri. Jumlah keluarga miskin di Desa Kudi pada tahun 2005, tercatat sebanyak 539 keluarga miskin atau 65,82 persen dari keseluruhan keluarga, dan mereka


(28)

2

bermatapencaharian pokok di sektor pertanian, yaitu; petani pemilik lahan sempit, petani penggarap dan buruh tani. Kondisi kemiskinan tersebut beserta penyebabnya berdampak pada ketidakberdayaan petani miskin dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Upaya untuk mengatasi kemiskinan di wilayah Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri telah banyak dilakukan oleh pihak pemerintah. Program tersebut antara lain adalah; Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Wilayah Terpadu (PPWT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Kredit Usaha Tani (KUT), mengalami kegagalan dan tidak berkelanjutan. Kelompok masyarakat yang dibentuk oleh program tidak aktif lagi, kelompok mengalami kemacetan usaha, dana kelompok habis, dan masyarakat Desa Kudi tetap miskin. Salah satu aspek penyebab kegagalan tersebut adalah tidak adanya unsur pemberdayaan komunitas untuk pengembangan masyarakat.

Pada tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Wonogiri melakukan gerakan koperasi melalui pendekatan kewilayahan setingkat Rukun Tetangga (RT). Diharapkan dengan adanya lembaga keuangan mikro di tataran komunitas RT maka masyarakat khususnya di daerah pedesaan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah yang memiliki kesamaan kepentingan dan kebutuhan yang dirasakan bersama akan mudah terdorong membentuk usaha swadaya masyarakat. Selanjutnya program tersebut dinamakan “Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri ”.

Secara normatif pendirian Koperasi RT memiliki tujuan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan memanfaatkan potensi kegiatan ekonomi yang ada pada komunitas di tingkat Rukun Tetangga (RT). Akan tetapi dalam implementasi kebijakan, penyeragaman struktur kelembagaan Koperasi RT di seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, menunjukkan bahwa program masih diberdasarkan pada pendekatan ”top down” dan model pemikiran”mekanistik”. Masyarakat dipandang sebagai obyek penerima pembangunan, dan program tidak menghargai terhadap keragaman struktur maupun kultur yang ada pada komunitas atau dengan kata lain program tidak memiliki kepekaan sosial.


(29)

3

Struktur kelembagaan Koperasi RT yang dibangun oleh pemerintah pada masyarakat melalui kelembagaan sosial Rukun Tetangga (RT), tidak secara otomatis dapat diikuti dengan perubahan nilai- nilai yang ada di masyarakat sesuai dengan nilai- nilai yang dikehendaki dalam kehidupan berkoperasi. Hal itu berkaitan dengan kelembagaan Koperasi RT masih sangat terkait dengan struktur dan nilai- nilai yang ada dalam kelembagaan Rukun Tetangga (RT), yaitu kelembagaan sosial yang memiliki peran menjalankan fungsi pemerintahan. Sehingga perkembanga n kelembagaan Koperasi RT masih diberdasarkan pada kepatuhan atas arahan dari lembaga pemerintahan tersebut.

Kepatuhan dan arahan yang demikian memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kelembagaan Koperasi RT. Dalam pelaksanaannya Koperasi RT belum dapat berkembang dalam konteks kelembagaan yang lebih luas. Kelembagaan Koperasi RT yang seharusnya dapat memberdayakan anggota yang sebagian besar adalah petani miskin, ternyata masih jauh dari apa yang menjadi harapan mereka. Koperasi RT belum dapat memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan taraf kehidupan anggota.

Krisnamurthi (2002), berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi di masyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup;

1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.

2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.

3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai- nilai koperasi.

4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.


(30)

4

5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang; a. luwes, sesuai dengan kepentingan anggota

b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota

d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi

e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.

6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor- faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.

Berdasarkan perihal tersebut dan hasil kajian pendahuluan pada kegiatan Pemetaan Sosial dan Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat yang telah dilakukan oleh pengkaji di Desa Kudi, maka pengkaji akan meninjau program pemberdayaan Koperasi RT yang sudah berjalan selama ini, untuk selanjutnya melakukan kajian lebih dalam bagaimana upaya perbaikan program pengembangan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan komunitas dengan mengambil judul ”PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA: Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah kajian yang dapat pengkaji susun adalah :

1. Bagaimana kinerja kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga dalam memberdayakan anggota ?

2. Faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga dalam memberdayakan anggota ?

3. Bagaimana strategi pengembangan komunitas yang partisipatif untuk meningkatkan keberdayaan kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga ?


(31)

5

Tujuan

Kajian Pengembangan Masyarakat ini secara umum bertujuan untuk meninjau Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri. Sedangkan secara khusus kajian ini bertujuan untuk;

1. Mendeskripsikan kinerja kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga dalam memberdayakan anggota;

2. Mendeskripsikan faktor- faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga dalam memberdayakan anggota;

3. Merumuskan program pengembangan komunitas secara partisipatif untuk meningkatkan keberdayaan kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga.


(32)

6

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pengertian Kemiskinan dan Petani Miskin

Pengertian Kemiskinan. Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencapai kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural (Nugroho dan Dahuri, 2004). Ada dua pengertian tentang kemiskinan, yaitu pertama, kemiskinan relatif dan kedua, kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif dinyatakan dengan berapa persen dari pendapatan total yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan tertentu dibandingkan dengan proporsi pendapatan total yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan lainnya (Djojohadikusumo, 1980). Sedangkan kemiskinan absolut adalah, apabila tingkat pendapatan berada di bawah ”garis kemiskinan” atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup bekerja (Jamasy, 2004).

Kriteria kemiskinan yang dikembangkan oleh Sajogyo (1978) menggunakan tingkat pengeluaran setara beras dalam menetapkan garis kemiskinan. Tingkat pengeluaran perkapita pertahun setara kurang dari 240 kg beras bagi penduduk perdesaan dan 360 kg beras bagi penduduk perkotaan digolongkan miskin sekali. Adapun pengeluaran setara kurang dari 180 kg beras bagi penduduk perdesaan dan 270 kg beras bagi penduduk perkotaan digolongkan sebagai paling miskin.

Petani Miskin. Menunjuk pada suatu profesi maka yang dimaksud dengan petani adalah mereka yang menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian. Menurut Redfield sebagaimana dikutip oleh Soetarto (2005), di Indonesia terdapat


(33)

7

dua tipe petani; “peisan” dan “farmer”. Perbedaan antara keduanya terletak pada sifat usaha pertanian mereka. Petani “peisan” mengolah lahan pertanian dengan bantuan tenaga keluarga sendiri untuk menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari- hari keluarga petani tersebut. Petani “farmer”, sebaliknya mengusahakan lahan pertanian mereka dengan bantuan tenaga buruh tani, dan mereka menjalankan produksi dalam rangka meraih keuntungan. Dengan demikian maka petani “peisan” menjalankan usaha rumahtangga sedangkan petani “farmer” mengusahakan ekonomi perusahaan.

Sementara itu pengertian petani miskin jika ditinjau dari aspek ekonomi dicirikan sebagai berikut;

1. Pendapatan rumahtangga petani rendah (termasuk pendapatan di luar usaha tani). Dari perhitungan pendapatan rumahtangga petani ini dapat dihitung pendapatan per kapita, yang selanjutnya dipergunakan untuk menentukan kedudukan petani terhadap garis kemiskinan. Petani tersebut disebut miskin bila tingkat pendapatan per kapita per tahun kurang dari 320 kilogram setara beras untuk daerah perdesaan (menurut klasifikasi Sajogyo).

2. Luas tanah garapan sempit (khusus untuk usaha tani pertanaman dan perikanan darat). Untuk Jawa, luas tanah garapan tersebut kurang atau sama dengan 0,25 hektar dan di luar Jawa luasnya kurang dari 0,5 hektar atas dasar tanah sawah yang tingkat produktivitasnya tinggi (dapat ditanami dua kali setahun). Untuk tanah darat digunakan kriteria yaitu untuk Jawa kurang atau sama dengan 0,50 hektar dan luar Jawa kurang dari satu hektar.

3. Produktivitas tenaga kerja rendah. Penggunaan tenaga kerja tidak efisien, sehingga pendapatan per kapita rendah.

4. Modal relatif kecil atau tidak ada. Karena pendapatan rendah, simpanan atau tabungan yang dimiliki sangat kecil atau relatif tidak ada. Akibatnya kesempatan untuk memperluas usahanya menjadi sangat terbatas. Selain uang tunai, pengertian modal di sini termasuk tanah, ternak, alat-alat dan sebagainya.

5. Tingkat ketrampilan rendah. Secara umum, ketrampilan petani miskin rendah. Akibatnya jiwa kewirausahaan dan kemampuan ma najerialnya juga rendah.


(34)

8

Akibat selanjutnya daya tanggap mereka terhadap teknologi baru lambat atau kecil, sehingga produktivitas usaha secara keseluruhan rendah.

Ciri-ciri petani miskin tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengkait satu sama lain serta saling pengaruh- mempengaruhi penilaian terhadap seorang petani apakah dia termasuk petani miskin atau tidak (Ampang, 1984).

Petani berlahan sempit di pedesaan dapat diidentifikasikan sebagai anggota masyarakat berpenghasilan rendah. Pada dasarnya, petani berlahan sempit menghadapi dua hal pokok yang krusial dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Disatu sisi, kelompok masyarakat ini menerima pendapatan yang rendah dari penguasaan dan pengusahaan lahan yang sempit, di sisi lain menghadapi keterbatasan terhadap peluang-peluang ekonomi terutama pada jenis-jenis kegiatan dengan produktivitas tinggi yang menuntut adanya dukungan ketrampilan dan permodalan.

Sebab-Sebab Kemiskinan Petani

Sumodiningrat (1999) beranggapan bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor di luar jangkauan individu yang menghambat seseorang untuk meraih kesempatan. Dengan perkataan lain, bukan karena seseorang tidak mau bekerja tapi struktur yang ada menjadi hambatan. Berbagai studi memberi gambaran bahwa kemiskinan suatu komunitas dicirikan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penguasaan aset produktif, seperti lahan pertanian dan rendahnya aksesibilitas anggota komunitas terhadap sumber-sumber permodalan dan peluang-peluang ekonomi. Sedangkan menurut Friedmann (1992), kemiskinan disebabkan oleh ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial ini meliputi; modal yang produktif (lahan, perumahan, dan peralatan); sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama ( partai politik, koperasi, kelompok usaha, kelompok simpan pinjam); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan,


(35)

9

barang-barang, pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan.

Penny dan Ginting (1984), Prayitno dan Arsyad (1986) menyatakan di Indonesia, para petani merupakan golongan terendah pendapatannya. Pendapatan yang rendah itu terutama disebabkan oleh produksi yang rendah. Produksi yang rendah ini disebabkan lahan yang sempit dan dikelola dengan teknologi yang sederhana serta peralatan yang terbatas. Karena pendapatan rendah, petani miskin tidak mampu untuk menabung dan menambah investasi. Karena tidak ada investasi maka teknologi dan peralatan yang mereka gunakan tetap sederhana dan tidak mengalami kemajuan. Akibat selanjutnya adalah produksi dan pendapatan yang diperoleh tetap rendah dan seterusnya. Keadaan tersebut akan lebih buruk lagi jika kondisi lahan garapan tergolong pada lahan marjinal (marginally suitable land). Karena intensifikasi usahatani, dengan menambah modal atau berapapun faktor masukan produksi lainnya pada lahan seperti ini biasanya tidak mendapatkan hasil yang memadai (Djamhuri dan Maamun, 1996). Termasuk katagori lahan marjinal antara lain; lahan sulfur masam, lahan salin, lahan pasir, lahan perbukitan, dan lahan bebatuan.

Dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab kemiskinan tersebut, maka faktor penyebab kemiskinan adalah bersifat multidimensional. Dalam kajian ini kemiskinan dan faktor-faktor penyebabnya dipahami menurut pengertian yang disampaikan oleh Friedmann. Kemiskinan dan faktor- faktor penyebabnya yang dialami petani di Desa Kudi, disebabkan; tidak memiliki organisasi sosial dan jaringan sosial yang berfungsi secara baik dan berguna untuk memajukan kehidupannya. Sehubungan dengan hal itu upaya penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan dengan membangun kelembagaan sosial yang tepat sesuai dengan karakteristik mereka, agar petani miskin di Desa Kudi dapat melepaskan diri dari belenggu lingkaran setan kemiskinan. Salah satu upaya itu dapat diatasi denga n melakukan serangkaian kegiatan pembangunan alternatif yang mendasarkan diri pada asas keadilan sosial dan ekologis. Yaitu melalui program pemberdayaan untuk pengembangan masyarakat yang berbasis pada komunitas petani miskin.


(36)

10

Komunitas

Konsep komunitas menjadi semakin penting dalam upaya pembangunan, karena setiap proses pembangunan sosial-ekonomi, pertanian, kesehatan, hukum, perekonomian dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk kebijakan. Cary sebagaimana dikutip oleh Lubis, dkk. (2005), mengungkapkan bahwa keunggulan menggunakan pendekatan komunitas adalah adanya partisipasi tinggi dari warga dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan, adanya penelaahan masalah- masalah secara menyeluruh, dan menghasilkan perubahan yang didasari oleh pengertian, dukungan moral pelaksanaan oleh seluruh warga.

Warren, sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2005) secara sosiologi mendefinisikan komunitas sebagai kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan di mana setiap unit sosial menjalankan fungsi- fungsi sosialnya secara konsisten, sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib. Sedangkan Koentjaraningrat (1981), mendefinisikan bahwa komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontinyu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas.

Hillery Jr., sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2005) merumuskan sebanyak 69 dari 94 definisi tentang komunitas memfokuskan makna komunitas sebagai; (i) the common elements of area; (ii) commonties; dan (iii) social interaction. Berdasarkan fokus tersebut, dirumuskan suatu pengertian komunitas sebagai; “people living within a specific area, sharing common ties, and interacting with one another”. Masih dalam tulisan Nasdian dan Dharmawan, oleh karena itu sangat relevan pengertian komunitas yang dipaparkan oleh R.E. Park, bahwa ;

A community is not only a collection of people, but is a collection of institutions, Not people but institutions, are final and decisive in distinguishing the community from other social constellations. (R.E. Park, dikutip Nasdian danDharmawan , 2005:21-22)


(37)

11

Pemahaman lebih luas mengenai komunitas tersebut ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunitas menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batasan-batasan tertentu dan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya (Soekanto, 1990).

Dari beberapa pandangan tersebut terdapat beberapa elemen atau aspek penting pembentuk komunitas yang selalu melekat pada pengertian komunitas. Suatu komunitas terbentuk atas dasar lokalitas, adanya ikatan- ikatan sosial-budaya, adanya interaksi kontinyu antar sesama angota dalam komunitas. Membandingkan dengan Young yang dikutip Soetarto (2005) mengemukakan komunitas memiliki ciri-ciri; (i) menempati suatu wilayah (teritorial); (ii) mempunyai kepentingan sosial-ekonomi bersama; (iii) mempunyai pola hubungan sosial-ekonomi bersama; (iv) menarik suatu ikatan solideritas bersama dari kondisi keberadaannya; (v) me miliki suatu konstelasi pranata sosial; dan (vi) tunduk pada pengendalian group sampai taraf tertentu. Dengan demikian komunitas dapat dikenal adanya faktor penciri atau pembeda yang secara cepat dapat diidentifikasi.

Berdasarkan uraian tersebut berkenaan dengan konsep komunitas beserta ciri-ciri yang mengikutinya, maka kelompok petani miskin dapat disebut sebagai komunitas. Petani miskin memiliki pembeda yang secara cepat dapat diidentifikasikan, yaitu; mata pencaharian pokok bercocok tanam; mengusahakan tanah pertanian mereka dengan bantuan tenaga keluarga sendiri; interaksi sosial berlangsung secara kontinyu; memiliki budaya dan adat istiadat yang bercirikan masyarakat tradisioanl, kuatnya ikatan dengan alam, eratnya ikatan kelompok, ”guyub rukun, gotong royong, alon-alon waton kelakon gremet-gremet asal selamet”, paternalistik dan sebagainya; berada di pedesaan; dan hidup dalam kondisi kemiskinan (sesuai dengan ciri-ciri kemiskinan yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya).


(38)

12

Pemberdayaan

Pranarka (1996), Lubis, dkk. (2005) menyatakan pemberdayaan merupakan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah. Sedangkan Marriam Webster, Negarayati, sebagaimana dikutip Subagio (2005) mengemukakan pemberdayaan mengandung dua pengertian, yaitu;

1. to give ability or enable to, upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan;

2. to give power or authority to, memberi kewenangan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.

Sementara itu Friedmann (1992) menyatakan bahwa pemberdayaan dimaknai sebagai mendapatkan kekuatan (power) dan mengkaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke basis kekuasaan sosial. Ife (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan kepada orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Selanjutnya menurut Persons (1994) pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif solusi masalah tersebut, serta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resources yang dimiliki dan dikuasai. Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif, namun dalam beberapa situasi tertentu strategi pemberdayaan dapat dilakukan secara individual meskipun pada


(39)

13

gilirannya strategi ini tetap berkaitan dengan kolektifitas yaitu dengan mengaitkan antara klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya.

Sesuai dengan visi pengembangan masyarakat itu sendiri merujuk pada definisi sebagaimana disampaikan oleh Brokensha dan Hodge dalam kutipan Adi (2001);

Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui patisipatif aktif dan inisiatif dari masyarakat. (Brokensha dan Hodge (1969): h. 36 dalam Adi 2001)

Ini berarti terkandung makna sesungguhnya pemberdayaan selaras dengan pengembangan masyarakat yang dimaksudkan untuk me ningkatkan taraf hidup masyarakat, yang didukung secara aktif dan partisipasi masyarakat melalui inisiatif yang datang dari masyarakat itu sendiri.

Dari berbagai pengertian pemberdayaan tersebut menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Termasuk kelompok lemah dalam masyarakat adalah petani miskin yang mengalami keterbatasan kemampuan dalam mengakses sumber-sumber kekuasaan sosial, dan tidak cukup berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan yang mempengaruhi kehidupannya. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu kelompok petani miskin yang berdaya ; mampu mengakses sumberdaya untuk mencari nafkah dan memiliki cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan ini seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Schuler, Hashemi, dan Riley , dalam kutipan Suharto (2005) mengembangkan delapan indikator pemberdayaan yang disebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan. Merangkum kedelapan indikator keberdayaan tersebut apabila dikaitkan dengan dimensi kekuasaan, yaitu; “kekuasaan untuk ” dan “kekuasaan atas” kemampuan ekonomi dan manfaat kesejahteraan, maka indikator keberdayaan petani miskin berkenaan dengan


(40)

14

kegiatan usaha simpan pinjam yang dilakukan oleh Koperasi RT adalah kemampuan mereka untuk mengakses pelayanan keuangan mikro dan kekuasaan untuk mengkontrol (keterlibatan dalam pengambilan keputusan) atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya. Sedangkan kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan termasuk didalamnya adalah kemampuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

Kelembagaan dan Modal Sosial

Kelembagaan merupakan social form atau kelompok-kelompok sosial yang berfungsi ibarat organ-organ dalam tubuh masyarakat. Bertrand, sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Utomo (2005) mengemukakan bahwa kelembagaan sosial adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari group, organisasi dan sistem lainnya. Menurut Sugiyanto (2002), kelembagaan dalam pendekatan bahasa merupakan terjemahan dari dua istilah, yaitu; institute yang merupakan wujud konkrit dari lembaga yang berarti organisasi dan institution yang merupakan wujud abstrak dari lembaga yang berarti pranata, sebab merupakan sekumpulan norma-norma pengatur perilaku dalam aktifitas hidup tertentu.

Koentjaraningrat (1981), menggunakan istilah pranata sosial untuk menjelaskan kelembagaan sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Soekanto (1990), mendefinisikan kelembagaan sebagai himpunan norma-norma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia.

Sesungguhnya masih banyak lagi pendapat ahli tentang kelembagaan, namun apa yang dimaksud pada umumnya adalah sama. Kelembagaan merupakan sekumpulan norma yang stabil, mantap, dan berpola, berfungsi untuk tujuan tertentu di masyarakat, ditemukan dalam sistem sosia l tradisional dan modern atau dapat berbentuk tradisional dan modern, dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

Penelaahan lebih jauh, Syahyuti (2003) menunjukkan bahwa jika masuk kedalamnya, maka terlihat ada dua aspek dalam kelembagaan, yaitu; (i) aspek


(41)

15

kelembagaan---nilai; (ii) aspek keorganisasian---struktur. Keduanya merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial. Perhatian pokok aspek kelembagaan adalah perilaku dengan kompleks faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut. Sekumpulan faktor- faktor tersebut adalah berupa ide-ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Sedangkan pokok utama aspek keorganisasian adalah struktur, yaitu; menjelaskan tentang bagian-bagian pekerjaan dalam aktifitas kelembagaan, bagaimana kaitan antar fungsi- fungsi yang berbeda, penjenjangan antar bagian, konfigurasi otoritas, kesalinghubungan antar otoritas, serta berhubungan dengan lingkungan.

Masih dalam tulisan Syahyuti, dengan mempelajari kinerja suatu kelembagaan berarti dapat dipahami seluruh aspek kelembagaan. Kinerja kelembagaan dalam hal ini didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara efisien dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Sitorus (1998), mengemukakan ada dua hal untuk menilai kinerja kelembagaan yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material---pelayanan, dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut dapat dihasilkannya---pengelolaan. Kedua hal tersebut; pela yanan dan pengelolaan dalam kajian ini, terkait dengan tinjauan penguatan kelembagaan Koperasi RT, digunaakan sebagai aspek dalam kategorisasi keragaan kinerja kelembagaan Koperasi RT.

Djatiman (1997) menggolongkan institusi atau kelembagaan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut ;

1. Bureaucratic institution; adalah institusi yang datangnya dari pemerintah dan tetap akan menjadi milik birokrasi, contohnya pemerintahan desa;

2. Community Based institution ; adalah institusi yang dibentuk pemerintah berdasarkan atas sumber daya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti Koperasi;

3. Grass Root institution; adalah institusi yang murni tumbuh dari masyarakat dan merupakan milik masyarakat, contohnya arisan.

Saptana dkk. (2003) menyatakan bahwa ada tiga pilar utama kelembagaan sebagai pendukung kehidupan masyarakat di pedesaan, yaitu kelembagaan


(42)

16

komunitas lokal- tradisional (voluntary sector), kelembagaan pasar (private sector) dan kelembagaan politik dalam pengambilan keputusan ditingkat publik (public sector). Kelembagaan komunitas lokal-tradisional perlu ditransformasikan ke arah kelembagaan komunitas lokal yang maju dan representatif terhadap perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan teknologi (tradisional- modern), sektoral (pertanian-industri) maupun tata nilai yang hidup dalam masyarakat (budaya pertanian tradisional-pertanian industrial). Kelembagaan pasar dapat menciptakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang punya jiwa kewirausahaan tinggi, ulet, tidak mengenal lelah dan dinamis dalam mengikuti perubahan. Sementara kelembagaan politik di tingkat lokal dapat mempermudah akses masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat otonomi yang lebih tinggi.

Dengan diperlukannya ketiga pilar kelembagaan sebagai pendukung kehidupan masyarakat di pedesaan, maka kelembagaan Koperasi RT yang dibentuk dengan mendasarkan diri pada kelembagaan tradisional atau usaha ekonomi komunitas, dapat berperan memajukan kelembagaan komunitas. Sebagai sebuah kelembagaan, koperasi memiliki nilai-nilai, norma dan peraturan-peraturan. Jika nilai- nilai koperasi tersebut dapat dilembagakan pada komunitas maka arah perubahan tata nilai kelembagaan yang ada di komunitas akan dapat mengikuti perubahan sosial yang terjadi, dan memungkinkan Koperasi RT dapat mencapai kesetaraan dalam berinteraksi dengan kelembagaan lain yang telah berkembang lebih maju.

Dalam pembahasan tentang kelembagaan dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum didefinisikan oleh Woolcock sebagai informasi, kepercayaan dan norma- norma timbal-balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial. Dengan mengulas pandangan beberapa ahli, Woolcock menggolongkan modal sosial menjadi empat tipe utama, yaitu; (i) tipe ikatan solidaritas (bounded solidarity), dimana modal sosial menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang merugikan kelompok; (ii) tipe pertukaran timbal-balik (reciprocity transaction), yaitu pranata yang melahirkan pertukaran antar para pelaku; (iii) tipe nilai luhur (value introjection), yakni gagasan dan nilai, moral yang luhur, dan komitmen melalui hubungan-hubungan kontraktual dan menyampaikan tujuan-tujuan individu dibalik tujuan-tujuan instrumental; dan


(43)

17

(iv) tipe membina kepercayaan (enforceable trust), bahwa institusi formal dan kelompok-kelompok partikelir menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menjamin pemenuhan kebutuhan berdasarkan kesepakatan terdahulu dengan menggunakan mekanisme rasional.

Portes, sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Utomo (2005) menyatakan bahwa keempat tipe modal sosial terebut selalu terikat dengan penggunaan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakt untuk mencapai tujuan tertentu dan bersifat timbal-balik. Sumber dari modal sosial itu dapat bersifat consummatory, yaitu nilai- nilai sosial budaya dasar dan solideritas sosial. Dan dapat pula bersifat instrumental, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan dan saling percaya.

Uphoff yang dikutip Dasgupta dan Ismail (2000) menjelaskan bahwa modal sosial sangat membantu jika dipahami dalam dua katagori, yaitu struktural, dan kognitif. Katagori pertama diasosiasikan dengan berbagai bentuk organisasi sosial, khususnya peran (roles), atau aturan (rules), preseden (precedents), prosedur (procedures), dan networks yang memberikan kontribusi terhadap perilaku kerjasama (cooperative behavior), serta terutama terhadap tindakan kolektif yang memberikan manfaat timbal-balik, “mutuallly beneficial collective action” (MBCA). Sedangkan katagori yang kedua berasal dari proses mental dan hasil gagasan-gagasan yang diperkuat oleh budaya dan idiologi, khususnya norma-norma (norms), nilai- nilai (values), sikap perilaku (attitudes), dan keyakinan (beliefs) yang memberikan kontribusi terhadap perilaku kerjasama. Kedua katagori tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi dan saling melengkapi satu sama lain.

Dalam konteks komunitas petani miskin, beberapa konsep modal sosial di atas dijadikan sebagai alat analisis, nilai- nilai dan norma-norma yang membentuk perilaku kerjasama (cooperative behavior); kedua, kapabilitas yang muncul dari prevalansi kepercayaan dalam komunitas. Dalam kasus ini, modal sosial dapat diamati pada dua tingkat, yaitu; vertikal dan horisontal. Pada tingkat vertikal, dilihat bagaimana komunitas membangun hubungan kerjasama dengan kelembagaan lain (swasta dan pemerintah). Sedangkan pada tingkat horisontal, dilihat bagaimana komunitas saling bekerjasama kemudian melahirkan kepercayaan sosial (social trust).


(44)

18

Ekonomi Kelembagaan Koperasi

Soetrisno (2003) menyatakan bahwa sejak kelahiranya, koperasi disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet and solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi.

Hendar dan Kusnadi (1999) mendefinisikan koperasi menurut pengertian nominalis yang sesuai dengan pendekatan ilmiah modern dalam ilmu ekonomi koperasi; koperasi adalah lembaga- lembaga atau organisasi-organisasi yang tanpa meperhatikan bentuk hukum atau wujudnya memenuhi kriteria atau ciri-ciri; (i) kelompok koperasi; sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama; (ii) swadaya dari kelompok koperasi; anggota-anggota kelompok koperasi secara individu bertekad mewujudkan tujuannya, yaitu memperbaiki situasi ekonomi dan sosial mereka, melalui usaha-usaha (aksi-aksi) bersama dan saling membantu; (iii) perusahaan koperasi; sebagai instrumen (wahana) untuk mewujudkannya adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dibina secara bersama; (iv) tujuan/tugas atau prinsip promosi anggota; perusahaan koperasi itu ditugaskan untuk menunjang kepentingan para anggota kelompok koperasi itu, dengan cara menyediakan atau menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh para anggota dalam kegiatan ekonominya, yaitu dalam perusahaan atau usaha dan atau rumah tangganya masing- masing.

Dari ciri-ciri koperasi tersebut maka jika mendefinisikan suatu koperasi tidak cukup hanya dengan mendefinisikan karakter sosial, tetapi juga harus mendefinisikan karakter ekonomi, dan sebaliknya. Namun demikian wujud eksistensi dan tujuan pembentukan koperasi pada dasarnya adalah sebagai lembaga usaha atau lembaga ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota berdasarkan nilai- nilai seperti kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan perhatian pada sesama. Adapun nilai- nilai koperasi yang tertuang dalam prinsip-prinsip koperasi yang dianut oleh koperasi di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah; (i) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; (ii)


(45)

19

pengelolaan dilakukan secara demokratis; (iii) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya usaha masing- masing anggota; (iv) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; (v) kemandirian; (vi) pendidikan koperasi; (vii) kerjasama antar koperasi.

Krisnamurthi (1998) menyatakan setidaknya ada lima alasan mengapa kegiatan usaha dilakukan dengan badan hukum berbentuk koperasi. Pertama, karena koperasi merupakan perusahaan komunitas (community enterprises). Koperasi mempertahankan manfaat ekonomi dalam masyarakat yang bersangkutan. Keuntungan tidak dibawa keluar oleh kepentingan luar karena anggota koperasi adalah pemilik, dan keberadaan koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh bentuk usaha atau perusahaan lainnya. Kedua, koperasi mendorong demokrasi (promote democracy). Setiap anggota dalam koperasi mengembangkan modal bersama-sama, mengangkat pengurus, dan menerima manfaat dari koperasi dengan prinsip persamaan dan pemerataan. Pemecahan masalah dan kebijakan usaha juga diputuskan secara demokratis melalui suatu mekanisme tertentu. Ketiga, koperasi mengembangkan pasar yang terbuka. Keberadaan koperasi dengan melibatkan banyak anggota mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada beberapa swasta tertentu. Keempat, koperasi meningkatkan harkat hidup dan harga diri kemanusiaan. Kelima, koperasi merupakan sistem untuk melakukan pembangunan, terutama jika kegiatan komunitas dikembangkan dalam jaringan regional dan nasional.

Bagi koperasi yang masih baru tumbuh dan memiliki skala usaha kecil, seperti Koperasi RT yang ada di Desa Kudi, maka perspektif ekonomi kelembagaan perlu mendapatkan perhatian. Hanafiah (1990) mengemukakan bahwa struktur sosial komunitas, nilai- nilai dan norma komunitas yang terintegrasi dengan pengembangan dan fungsionalisasi koperasi akan menciptakan;

1. Kegiatan sosial ekonomi komunitas yang melembaga; 2. Peningkatan peran serta komunitas; dan


(46)

20

Kerangka Pikir

Program pemberdayaan Koperasi RT secara normatif dimaksudkan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin, termasuk kelompok tersebut adalah petani miskin yang ada di Desa Kudi. Sebagai suatu kelembagaan, dilihat dari struktur dan nilai- nilai yang dikembangkannya, kelembagaan Koperasi RT memiliki potensi sebagai wahana pemberdayaan bagi anggota. Karena eksistensi dan tujuan pembentukan Koperasi RT pada dasarnya adalah sebagai lembaga ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota berdasarkan nilai- nilai yang selaras dengan tujuan pemberdayaan komunitas. Akan tetapi dalam kenyataannya, di Desa Kudi banyak Koperasi RT belum dapat memperbaiki nasib anggota yang sebagian besar adalah petani miskin. Diduga hal ini berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT yang belum optimal.

Sebagai suatu kelembagaan; pelayanan dan pengelolaan Koperasi RT merupakan dua hal yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja kelembagaan Koperasi RT. Karena dari pelayanan dan pengelolaan itulah dapat diketahui bagaimana keberadaan kelembagaan Koperasi RT memberikan manfaat dan memiliki peran dalam memberdayakan anggotanya. Dalam perkembangannya masing- masing Koperasi RT menunjukkan kinerja kelembagaan yang berbeda-beda dengan segala permasalahannya. Hal ini berkaitan dengan adanya berbagai faktor yang terkait dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT.

Faktor-faktor yang terkait dengan kinerja Koperasi RT tersebut yang dipelajari dalam kajian ini adalah; (i) profil anggota yang terdiri dari; identitas dan karakteristik anggota, yaitu matapencaharian, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat partisipasi; (ii) profil pengurus yang terdiri dari; pengetahuan tentang perkoperasian yang mereka miliki, dan tingkat ketrampilan manajemen usaha ; (iii) modal sosial, yaitu; tingkat kepercayaan dan jejaring; dan (iv) kondisi lingkungan meliputi; sumberdaya lokal, kebijakan pemerintah (program pemberdayaan Koperasi RT), serta dukungan dari pihak lain (pemerintah, bank, pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat).

Berkaitan dengan faktor-faktor yang terkait dengan kinerja Koperasi RT tersebut, kelembagaan Koperasi RT perlu dikembangkan kearah kelembagaan


(47)

21

yang maju dan representatif terhadap terjadinya perubahan sosial. Mengembangkan kelembagaan Koperasi RT berarti melakukan penguatan kapasitas komunitas dalam arti luas, sehingga dalam melakukan penguatan kelembagaan Koperasi RT perlu diperhatikan struktur sosial komunitas, nilai- nilai dan norma-norma komunitas. Berkaitan dengan hal tersebut maka strategi penguatan kelembagaan Koperasi RT tidak dapat terlepas dari pengamatan terhadap keragaan kinerja kelembagaan Koperasi RT dan permasalahan yang ada pada komunitas.

Harapan dilaksanakannya program penguatan kelembagaan Koperasi RT adalah terciptanya kelembagaan Koperasi RT yang berdaya, sehingga setelah dilaksanakannya program tersebut, Koperasi RT mampu berperan memberdayakan anggotanya baik secara individu maupun kelompok yang ditandai dengan; (i) meningkatnya kemampuan akses terhadap sumber keuangan dan informasi; (ii) semakin aktif ikut terlibat dalam setiap kegiatan Koperasi RT dan kegiatan pembangunan di wilayahnya.

Untuk lebih jelasnya kerangka pikir sebagaimana telah dijelaskan tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar 1.


(48)

22

PENGUATAN KELEMBAGAAN

KOPERASI RT

Kinerja Kelembagaan

Koperasi RT

(i) Pengelolaan dalam usaha simpan pinjam (ii) Pelayanan

dalam usaha simpan pinjam

Keberdayaan Anggota (individu-kelompok) (i) Meningkatnya

kemampuan akses kepada sumber keuangan dan informasi (ii) Meningkatnya

partisipasi dalam setiap kegiatan Koperasi RT Profil Anggota

(i) Identitas dan karakteristik;

⇒ umur

⇒ matapencaharian ⇒ tingkat pendidikan ⇒ tingkat

pendapatan (ii) Tingkat partisipasi

Profil Pengurus

(ii) Pengetahuan perkoperasian (iii) Manajemen usaha

Modal Sosial

(ii) Tingkat kepercayaan (iii) Jejaring

Kondisi Lingkungan

(i) Sumberdaya lokal (ii) Kebijakan

pemerintah (iii) Kelembagaan lain;

⇒ pemerintah, bank, pengusaha, LSM

Keterangan:

Tanda panah menunjukan arah pengaruh

Gambar 1. Kerangka pikir penguatan kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk meningkatkan keberdayaan anggota di Desa Kudi Tahun 2006


(49)

23

METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN

Prosedur yang digunakan dalam kajian ini adalah metodologi kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Alasan pilihan terhadap studi kasus, adalah; studi kasus mempunyai keunggulan, yaitu hasilnya lebih mudah dipahami, bersifat mendalam, menyeluruh, rinci, dan dapat mengungkap pola hubungan yang tidak terlihat melalui analisis statistik, serta dapat menangkap pola-pola yang bersifat “amung” atau khas.

Sifat dan Tipe Kajian Komunitas

Sesuai dengan maksud dan tujuan Kajian Pengembangan Masyarakat yang dilakukan, maka kajian ini bersifat deskripsi evaluasi sumatif yaitu tinjauan umum pada aras mikro terhadap pelaksanaan program “Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri”. Karena esensi dari kajian ini adalah pengkaji ingin mengetahui kinerja kelembagaan Koperasi RT dalam memberdayakan anggota, dan mempelajari faktor- faktor yang berkaitan dengan kinerja kelembagaan Koperasi RT. Selanjutnya setelah diperhatikan keterkaitan antar komponen masalah dan potensi yang ada pada kelembagaan tersebut, melalui pendekatan komunitas, menyusun strategi pemberdayaan secara partisipatif untuk pengembangan masyarakat yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

Tipe pendekatan kajian komunitas yang digunakan adalah pendekatan “obyektif mikro” (Sitorus dan Agusta, 2005). Dalam studi kasus ini realitas sosial yang dikaji adalah pola perilaku, tindakan, dan interaksi sosial yang terjadi pada komunitas petani miskin sebagai subyek dalam kegiatan Koperasi RT, dengan fokus perhatian dipusatkan pada kinerja kelembagaan Koperasi RT. Sedangkan aspek yang dipelajari meliputi pengelolaan usaha dan pelayanan Koperasi RT yang memiliki keterkaitan terhadap keberdayaan petani miskin dalam kehidupan sosial ekonomi mereka.


(50)

24

Lokasi dan Waktu Praktek Kajian Pengembangan Masyarakat

Kajian lapangan dilaksanakan di Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Alasan pemilihan lokasi kajian dilakukan di desa tersebut adalah adanya suatu pertimbangan terhadap hal- hal sebagai berikut:

1. Merupakan salah satu wilayah kerja Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) Dalam Rangka Ketahanan Desa Di Kabupaten Wonogiri.

2. Terdapat keragaan yang tinggi dalam penumbuhan dan perkembangan Koperasi Rukun Tetangga (RT).

3. Merupakan desa miskin dan tertinggal.

4. Penduduknya sebagian besar bermatapencaharian pokok di bidang pertanian (lebih dari tujuh puluh lima persen adalah petani miskin).

5. Memiliki potensi untuk dapat dikembangkan kearah yang lebih baik, sehingga memungkinkan dilakukannya program pengembangan masyarakat.

Adapun gambaran keadaan lokasi Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Kajian Pengembangan Masyarakat di Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri Tahun 2006

Praktek Lapangan dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Oktober 2006, yang sebelumnya telah diawali dengan


(51)

25

kegiatan Pemetaan Sosial dan Evaluasi Program Pengembangan Masyaraka. Masing- masing kegiatan tersebut dilakukan selama satu bulan.

Kegiatan Pemetaan Sosial pengkaji lakukakan pada tanggal 1 November sampai dengan 10 Desember 2005, dan Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat pada tanggal 17 Februari sampai dengan 19 Maret 2006. Sedangkan jadwal pelaksanaan kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat dilakukan mulai dari persiapan sampai dengan pembuatan laporan, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal pelaksanaan praktek Kajian Pengembangan Masyarakat

Tahun 2006

Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

No Kegiatan

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2

1. Pembuatan

Design Kajian 2. Kolokium dan

Perbaikan Proposal Kajian

3. Pengumpulan

Data

4. Pengolahan Data dan Analisis 5. Penulisan

Laporan Akhir

Penentuan Kasus dan Komunitas Subyek Kajian

Dalam memahami kinerja kelembagaan Koperasi RT, seluruh Koperasi RT yang ada di Desa Kudi merupakan unit analisis kajian. Sehingga pengamatan pada tahap awal, pengkaji melakukan survei terhadap seluruh Koperasi RT yang ada di Desa Kudi. Selanjutnya beberapa Koperasi RT yang menunjukkan pola perilaku khusus, dijadikan kasus dalam kajian ini. Tujuannya adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber dan bangunannya.


(52)

26

Sesuai dengan ciri-ciri yang mengarah pada kedalaman fokus kajian tersebut, maka tiga Koperasi RT yang dijadikan kasus adalah; Koperasi RT 02 Dusun Setren; Koperasi RT 04 Dusun Sukosari; dan Koperasi RT 02 Dusun Pundung. Masing- masing Koperasi RT terpilih sebagai kasus karena karakteristik yang dimilikinya dalam hal kelengkapan organisasi dan nilai- nilai yang dikembangkan pada pengelolaan usaha dan pelayanan Koperasi RT. Adapun yang dimaksud komunitas pada kajian ini adalah petani miskin, yaitu seluruh penduduk Desa Kudi yang kehidupan sehari- harinya bermata pencaharian pokok bercocok tanam, dan hidup di bawah garis kemiskinan (menurut klasifikasi Sajogyo), pada umumnya mereka adalah; petani pemilik lahan sempit, petani penggarap dan buruh tani.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari responden (anggota dan pengurus Koperasi RT) dan informan, yang terdiri dari; aparat Desa Kudi, pengurus RT, warga masyarakat yang peduli terhadap program pemberdayaan Koperasi RT, aparat Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal (PERINDAGKOP dan PENDAL) Kabupaten Wonogiri, dan pegawai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kecamatan Batuwarno. Data sekunder, bersumber dari; data base Desa Kudi, laporan perkembangan Koperasi RT Desa Kudi, dan buku administrasi pada masing- masing Koperasi RT.

Pada proses pengamatan tersebut pengkaji sekaligus berperan sebagai instrumen kajian. Dengan demikian maka di samping pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik studi dokumen, observasi, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD), pengkaji juga melakukan pengamatan berperanserta, yaitu; mengikuti secara aktif pertemuan rutin anggota Koperasi RT dan aktivitas lainnya yang dilakukan oleh petani miskin dalam kehidupan sehari-hari. Berikut diuraikan secara rinci beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini.


(1)

Lampiran-7

Contoh Pembukuan Keuangan Usaha

Koperasi RT 02 Dusun Pundung


(2)

Lampiran-8

Profil Kehidupan Petani Miskin

Aras Individu (Rumahtangga Petani Miskin).

Identitas Petani Miskin

Umur, Pendidikan, Beban Tanggungan, dan Asset. Pak Wardi yang saat ini berumur 44 tahun dan pendidikan terakhir hanya sampai tamat SD adalah tergolongan pada predikat petani yang tidak kaya. Rumah yang mereka tempati, masih terbuat dari papan kayu, lantainya tanah, dan atapnya sudah lama tidak diganti sehingga terlihat rapuh dan kotor.

Rumah yang dibangun di atas lahan seluas ± 320 m², terletak di daerah pegunungan jauh dari jalan utama desa dan fasilitas umum lainnya. Di dalam rumah inilah Pak Wardi tinggal bersama; istri, anak dan orang tuanya yang sudah jompo. Istrinya bernama Sulastri yang sekarang sudah berumur 38 tahun, sedangkan anaknya dua orang masih kecil-kecil. Anak pertamanya bernama Karno baru berumur 9 tahun dan anak keduanya bernama Ilham masih balita berumur 4 tahun.

Pada musim “labuh” (musim tanam), lahan sawah seluas 400 m² yang diperoleh dari warisan orang tuanya itu, oleh Pak Wardir ditanami padi. Sedangkan pada musim rendeng dan kemarau jika ada air yang cukup, lahan sawah tersebut ditanami jagung atau kacang tanah. Jika tidak cukup air untuk mengaliri lahan sawahnya Pak Wardi terpaksa harus mengalami gagal panen.

Pendapatan. Dalam musim panen tahun 2005, Pak Wardi memperoleh hasil padi kering 7 gebang (satu gebang setara dengan 40 kilogram), jagung 9 gebang, dan kacang tanah yang sudah dikupas kulitnya 2 gebang. Apabila masing- masing dinilai dengan harga pasar setempat, harga gabah kering: Rp. 2.250,-/kg., harga jagung: Rp. 1.500,-/ kg., dan harga kacang tanah: Rp. 7.000,-/kg.,maka jumlahnya menjadi Rp.1.730.000,- (Satu Juta Tujuh Ratus Tiga Puluh Ribu Rupiah). Demikian pula dengan ubi kayu yang ditanam di lahan tegalan miliknya yang hanya seluas 0,125 hektar. Jika digali hasilnya diperkirakan nanti sama dengan tahun sebelumnya hanya akan mendapatkan 1,5 ton ubi basah, atau senilai 900.000,- (Dua Sembilan Ratus Ribu Rupiah). Sebagian hasil panenan ubi kayu itu dibikin gaplek untuk campuran beras sebagai bahan makan pokok mereka sehari- hari. Dengan demikian penghasilan tanaman pangan dari sawah dan ladang jika ditambah dengan hasil lainnya berupa; bambu, mangga, pisang dan kelapa , yang diperkirakan senilai Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah), selama satu tahun semuanya dapat menjadi Rp. 3.130.000,- (Tiga Juta Seratus Tiga Puluh Ribu Rupiah).


(3)

Selain mengusahakan sawah dan ladang Pak Wardi juga beternak, ayam, kambing dan sapi. Dari induk ayam delapan ekor, pernah berkembang menjadi tiga puluh ekor. Akan tetapi karena banyak dimakan hewan musang sekarang tinggal tiga ekor. Sedangkan kambing yang dibelinya dari pasar sebanyak dua ekor, masih tampak kecil-kecil dan kurus. Dari hasil pia raan sapi yang diperolehnya dengan cara menggaduh “maro” milik Pak Tardi selama satu tahun, saat ini Pak Wardi telah memiliki satu anak sapi yang baru berusia dua bulan. Pengelolaan sawah dan ladang tegalan dilakukan sendiri oleh Pak Wardi dibantu tenaga kerja keluarga. Gotong royong secara kelompok tetap dilaksanakan sampai sekarang , terutama dalam musim- musim pekerjaan panen, membersihkan sawah

“dangir/matun” dan “ulur/tanja” atau tanam. Mengingat keterbatasan uang tunai yang dimilikinya sangat sedikit , maka Pak Wardi dalam mengerjakan lahan pertaniannya sering meminta bantuan kepada saudara dan tetangga dekatnya. Pak Wardi sebagai tuan rumah hanya menyediakan makan siang setiap hari (selama pekerjaan berlangsung) untuk mereka yang datang membantu pekerjaannya. Kompensasi lain tidak ada, tetapi pada suatu saat Pak Wardi harus mengembalikan jasa itu dengan membantu semua petani yang diundangnya tadi apabila mereka memerlukan bantuan tenaganya.

Masalah dan Harapan Petani Miskin

Masalah. Kesulitan hidup yang dialami oleh Pak Wardi terasa sekali apabila menghadapi bulan yang dianggap baik oleh komunitas; yaitu, ”Rejeb, Mulud, Besar, dan Syawal” (nama- nama bulan jawa) , untuk melangsungkan hajatan atau keperluan lainnya, seperti pernikahan, bayen dan sunatan. Pada saat inilah keluarga Pak Wardi harus banyak menyediakan dana untuk kegiatan sosial

“ngrukuni” (kerukunan) warga komunitas tersebut. Padahal hasil yang diperolehnya dari usaha pertanian dan peternakan Pak Wardi untuk mencukupi kebutuhan makan dan biaya sekolah anaknya yang sudah menginjak kelas 3 Sekolah Dasar itu dirasakan masih kurang. Belum biaya untuk perawatan kesehatan anaknya yang masih balita dan orang tuanya yang sudah jompo (sering sakit-sakitan). Semua itu harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Cara Pak Wardi memenuhi kekurangan uang dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya sebgaiman tersebut di atas adalah dengan mencari pinjaman. Jika uang yang dibutuhkannya relatif kecil (kurang dari Rp. 100.000,-) Pak Wardi dapat meminjam uang kas RT atau Koperasi RT. Akan tetapi jika uang yang dibutuhkan cukup besar, Pak Wardi betul-betul kerepotan, dan terpaksa harus menjual apa saja yang masih dimilikinya untuk dapat dijadikan uang dan digunakan memenuhi kebutuhan tersebut.

Apabila musim kemarau tiba Pak Wardi dengan susah payah mencari air untuk mengaliri lahan pertaniannya. Biasnya Pak Wardi menyewa disel untuk menyedot air dari sungai dan mengalirkan ke sawahnya yang letaknya lebih tinggi dari sungai tersebut. Ongkos untuk biaya sewa disel di Desa Kudi adalah Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu) setiap jamnya. Dalam satu musim panenan tanaman jagung atau kacang tanah, Pak Wardi menghabiskan uang untuk keperluan mengaliri air sawahnya sebesar tidak kurang dari Rp. 180.000,- (seratus Delapan Puluh Ribu


(4)

Rupiah). Karena Pak Wardi harus menyewa disel selama minimal enam jam untuk satu kali mengaliri sawahnya. Sedangkan dalam satu musim tanam itu Pak Wardi harus mengaliri sawahnya tiga kali, yaitu; masa tanam atau “ulur”; setelah

“dangir” atau “matun” (menyiangi rumput dan gulma); dan pada saat tanaman jagung sudah mulai muncul “janten” (bakal buah).

Selain biaya untuk pengairan, harga pupuk dan pestisida yang mahal juga menambah ongkos produksi yang semakin tinggi dalam menjalankan usaha pertanian tersebut. Jika cara mendapatkan barang tersebut mudah, Pak Wardi tidak begitu mempermasalahkan harga yang dirasakannya cukup mahal itu. Akan tetapi sudah harganya mahal, biasanya persediaan pupuk juga sangat langka pada saat petani membutuhkannya.

Harapan. Berbagai upaya untuk mengatasi kesulitan hidupnya, telah banyak dilakukan oleh Pak Wardi bersama rekan-rekannya, akan tetapi selalu tidak berhasil. Kadang-kadang Pak Wardi merasa putus asa, dengan keadaan dirinya yang bodoh, tidak memiliki ketrampilan lain kecuali bertani. Sebenarnya Pak Wardi sangat berharap apabila ada kesempatan untuk dapat berusaha dan bekerja selain di bidang pertanian yang dapat membantu perekonomian keluarganya, agar kehidupannya dapat lebih baik dari sekarang ini. Apalagi anak-anaknya sudah mulai banyak membutuhkan biaya dan harga kebutuhan hidup sekarang tidak ada yang murah.

Gambar 13. Profil petani miskin Desa Kudi

Ketika menceritakan berkenaan dengan harapan untuk dapat hidup lebih baik dari kondisi yang dialami saat ini, Pak Wardi hanya dapat merenungi nasib, tatapan matanya menerawang jauh, dan mengambil napas dalam-dalam sambil mengatakan;


(5)

... ajeng nopo, kados kulo niki namung tiang alit, ngertose nopo, namung sagede pasrah dumateng ingkang damel gesang, ingkang baken; taksih pinaringan selamet, sehat, saged rukun kalian tetangga-tepalih, sampun cekap...masalah kirang penguripan saged dipadosi kepripun carane sing penting mboten nyolong utawi ngapusi tiyang sanes...

... mau apa, seperti saya ini hanya orang kecil, tidak tau apa-apa, dapatnya hanya menyerahkan diri kepada Sang Pencipta yang membuat dia hidup, pokoknya masih diberi; keselamatan, kesehatan, dapat rukun dengan tetangga, sudah cukup...masalah kurang penghasilan dapat dicari yang penting tidak mencuri atau membohongi orang lain...

Menurut Pak Wardi untuk dapat tetap bertahan hidup diperlukan mental yang kuat dan yang penting harus dapat bekerja sama saling tolong menolong dengan orang lain (saudara dan tetangga dekat). Karena masalah yang dihadapi dalam hidupnya tidak cukup dapat diselesaikan sendirian. Kalau sudah tidak disukai dengan saudara atau tetangga hidupnya akan menjadi susah.


(6)

Lampiran-9

PETA DESA KUDI

KETERANGAN:

1. Kantor Desa : 2. Koperasi RT :

3. Gereja :

3. Masjid :

4. Sekolah : 5. Jalan antar Desa : 6. Jalan antar Dukuh : 7. Sungai : 8. Anak Sungai :