KETERSEDIAAN INFORMASI DAN PERILAKU KEBERDAYAAN KONSUMEN DI PROVINSI JAWA TENGAH

5
KETERSEDIAAN INFORMASI
DAN PERILAKU KEBERDAYAAN
KONSUMEN DI PROVINSI
JAWA TENGAH
Ketersediaan informasi dan perilaku keberdayaan konsumen dilihat
dalam sepuluh variabel yang merupakan indikator konsumen cerdas.
Kesepuluh indikator tersebut meliputi (1) meneliti produk sebelum
membeli, (2) membaca panduan produk, (3) mengecek apakah produk
yang dibeli memiliki kartu garansi, (4) mengecek apakah hasil timbangan
sudah sesuai dengan informasi berat yang tercantum pada produk, (5)
melakukan pengaduan kepada produsen jika terjadi sesuatu yang tidak
beres ketika menggunakan produk, (6) memperhatikan tanggal
kadaluarsa produk, (7) mengecek apakah produk yang akan dibeli sudah
memenuhi standar SNI, (8) kualitas mutu K3L (Kesehatan, Keamanan,
Keselamatan dan Lingkungan) pada produk, (9) memprioritaskan membeli
produk dalam negeri, (10) melakukan pengaduan kepada lembaga
perlindungan konsumen (contoh: YLKI, BPSK) jika terjadi sesuatu yang
tidak beres ketika menggunakan produk.

5.1. PERSEPSI ATAS KETERSEDIAAN INFORMASI

KEBERDAYAAN KONSUMEN
Menurut persepsi aparatur pemerintah, untuk indikator konsumen cerdas
yang pertama-tama yaitu meneliti produk sebelum membeli, 46%
| 33

aparatur pemerintah menganggap bahwa informasi untuk meneliti
produk sebelum membeli produk dalam kondisi cukup memadai.
Sementara, 33% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa
informasi untuk meneliti produk sebelum melakukan pembelian dalam
kondisi yang memadai dan sisanya yaitu 21% beranggapan bahwa
informasi untuk meneliti produk sebelum melakukan pembelian kurang
memadai.
Membaca terlebih panduan sebuah produk sebelum membeli dan
menggunakan sebuah produk berguna untuk menghindari kesalahan
dalam membeli ataupun menggunakan produk. Oleh sebab itu, perlu
adanya informasi yang memadai tentang pentingnya membaca terlebih
panduan sebuah produk untuk menghindari kesalahan. Ketersediaan
informasi berkaitan dengan kewajiban konsumen untuk membaca
panduan produk terlebih dahulu menurut 62% aparatur pemerintah
adalah cukup memadai sementara 17% aparatur pemerintah menganggap

bahwa informasi yang tersedia kurang memadai. Selebihnya yaitu 21%
aparatur pemerintah menganggap bahwa informasi untuk membaca
panduan produk terlebih dahulu sebelum membeli atau menggunakan
dalam kondisi memadai.
Kartu garansi berfungsi untuk menjamin suatu produk dalam kondisi
baik dalam jangka waktu tertentu dan jika terjadi kerusakan dalam waktu
yang telah ditentukan tersebut, produsen menjamin untuk memperbaiki
produk supaya berfungsi seperti yang diharapkan. Kadangkala, konsumen
kurang memperhatikan ada atau tidaknya kartu garansi. Konsekuensi
tidak memiliki kartu garansi adalah jika terjadi kerusakan produk, konsumen
tidak memiliki hak untuk meminta perbaikan kepada produsen. Oleh sebab
itu diperlukan informasi yang menunjukkan bahwa adalah hal yang
penting untuk memperhatikan apakah tersedia kartu garansi atau tidak.
Hasil penelitian lapangan menunjukan 62% dari aparatur pemerintah
menganggap bahwa informasi tentang pentingnya melakukan

34|

pengecekkan kartu garansi dalam kondisi cukup memadai dan 21%
aparatur pemerintah lainnya menganggap bahwa informasi tentang

pentingnya melakukan pengecekan kartu garansi adalah memadai.
Sementara 17% aparatur pemerintah lainnya menganggap bahwa
informasi yang ada kurang memadai.
Hasil timbangan sudah sesuai dengan informasi yang tercantum pada
produk menurut sebagian besar aparatur pemerintah atau 46% adalah
cukup memadai dan 33% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa
informasi yang diberikan telah memadai. Sementara 21% dari aparatur
pemerintah menganggap bahwa informasi tentang pengecekan berat
produk kurang memadai.
Dalam hal pengaduan dilakukan kepada produsen, 67% dari aparatur
pemerintah menganggap informasi yang ada adalah cukup memadai
dan 17% aparatur pemerintah menganggap informasi tentang layanan
pengaduan ke produsen sudah memadai.
Pola yang sama dengan ketersediaan informasi atas pengaduan kepada
produsen juga terlihat pada ketersediaan informasi atas pengaduan
kepada lembaga perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan
konsumen yang dimaksud misalnya adalah YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia) ataupun BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen). Sebagian besar aparatur pemerintah atau 71% menganggap
bahwa informasi tentang tata cara pengaduan ke lembaga perlindungan

konsumen adalah cukup memadai. Hanya 8% dari aparatur pemerintah
saja yang menganggap informasi tersebut telah tersedia secara memadai
dan 21% lainnya menganggap informasi tentang tata cara pengaduan
ke lembaga perlindungan konsumen kurang memadai.
Informasi lain yang sebaiknya tersedia untuk meningkatkan keberdayaan
konsumen adalah pengecekan tanggal kadaluarsa. Para konsumen
sebaiknya diberikan informasi untuk senantiasa mengecek tanggal

| 35

kadaluarsa produk terutama produk makanan. Sebagian besar dari aparatur
pemerintah (46%) menganggap informasi yang tersedia untuk senantiasa
melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa adalah cukup memadai. Namun
demikian 21% aparatur pemerintah menganggap informasi yang tersedia
kurang memadai dan 33% lainnya menganggap informasi yang tersedia untuk
senantiasa melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa sudah memadai.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis
dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Standardisasi ini
bertujuan melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat

dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi
lingkungan. Standardisasi ini dilakukan dalam rangka menjamin mutu
barang serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional
dalam transaksi pasar global. Oleh sebab itu, salah satu ciri dari produk
yang memiliki mutu yang baik adalah yang telah memiliki label SNI.
Menurut sebagian besar aparatur pemerintah yaitu 58% menganggap
bahwa informasi yang tersedia berkaitan dengan pengecekan label SNI
dalam kondisi cukup memadai. Namun demikian, 34% dari aparatur
pemerintah menganggap bahwa informasi yang diberikan kepada
konsumen tentang pentingnya meneliti apakah produk yang akan dibeli
sudah memiliki standar SNI adalah kurang memadai.
Hal cukup memprihatinkan adalah dalam hal ketersediaan informasi
tentang pengecekan kualitas mutu K3L. Tidak ada satupun dari aparatur
pemerintah yang menganggap ketersediaan informasi untuk pengecekan
kualitas mutu K3L adalah memadai. K3L adalah kualitas mutu sebuah
produk tercermin dari kesehatan, keamanan, keselamatan dan lingkungan.
Sementara 58% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa informasi
tentang pentingnya pengecekan kualitas mutu K3L adalah cukup
memadai dan 42% aparatur pemerintah menganggap informasi yang
tersedia kurang memadai.

36|

Gerakan pemerintah untuk membeli produk dalam negeri sudah
selayaknya untuk diinformasikan kepada konsumen. Menurut 58%
aparatur pemerintah, informasi untuk memprioritaskan pembelian
produk yang diproduksi di dalam negeri adalah cukup memadai.
Sementara 21% dari aparatur pemerintah menganggap informasi
tersebut kurang memadai dan 21% lainnya mengganggap memadai.
Secara keseluruhan informasi tentang kesepuluh indikator konsumen
cerdas dalam kategori cukup memadai. Gambar 5.1 menunjukkan baik
untuk indikator meneliti produk sebelum membeli, membaca panduan
produk, mengecek kartu garansi, mengecek berat produk, melakukan
pengaduan kepada produsen dan lembaga perlindungan konsumen,
tanggal kadaluarsa produk, memiliki standar SNI, pengecekan kualitas
mutu K3L maupun memprioritaskan membeli produk dalam negeri
memiliki skor yang termasuk dalam kategori cukup memadai. Secara
rerata, skor untuk kesepuluh indikator keberdayaan konsumen adalah
5,83 yang juga menunjukkan informasi yang ada di masyarakat menurut
persepsi aparatur pemerintah adalah dalam kondisi cukup memadai.
7.00 6.67

6.00

6.13

6.00

6.50
5.71

5.71

5.21

5.92
4.96

5.46

5.83


5.00
4.00
3.00
1.00
0.00

Keterangan: untuk kepentingan analisis maka skor dibagi kedalam tiga
kategori meliputi; untuk skor antara 1,00 –4,00 = tidak memadai; 4,01-7,00 =
cukup memadai; 7,01-10 = memadai
Sumber: Data Primer, 2017

Gambar 5.1 Informasi tentang Keberdayaan Konsumen
| 37

Rerata ketersediaan informasi di atas, jika dipilah berdasarkan kecukupan
ketersediaan informasi menunjukkan bahwa 67% aparatur pemerintah
menganggap bahwa ketersediaan informasi tentang keberdayaan
konsumen adalah cukup memadai dan 12% aparatur pemerintah
menganggap kurang memadai. Selebihnya yaitu 21% aparatur
pemerintah menganggap bahwa informasi tentang keberdayaan

konsumen adalah memadai.
5.2. PERSEPSI ATAS PERILAKU KEBERDAYAAN KONSUMEN
Menurut persepsi aparatur pemerintah, untuk indikator pertama yaitu
meneliti produk sebelum membeli, 54% aparatur pemerintah
menganggap bahwa konsumen telah meneliti produk sebelum mereka
membeli produk. Sebaliknya, 46% dari aparatur pemerintah menganggap
bahwa konsumen hanya kadangkala saja meneliti produk sebelum
melakukan pembelian.
Indikator yang kedua yaitu membaca panduan produk. Konsumen akan
dianggap sebagai konsumen yang cerdas apabila sebelum membeli dan
menggunakan sebuah produk mereka membaca terlebih dahulu
panduan produk. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana perilaku dari
konsumen atas kebiasaan untuk membaca panduan produk sebelum
membeli atau menggunakan sebuah produk menurut persepsi aparatur
pemerintah. Kondisi dari konsumen ternyata 17% dari aparatur
pemerintah menyatakan bahwa konsumen tidak pernah membaca terlebih
dahulu panduan produk sebelum membeli ataupun menggunakansebuah
produk. Namun demikian, 37% dari aparatur pemerintah menganggap
bahwa konsumen akan membaca terlebih dahulu panduan produk sebelum
membeli ataupun menggunakan sebuah produk. Selebihnya yaitu 46%

aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen kadang-kadang saja
akan membaca terlebih dahulu panduan produk sebelum membeli
ataupun menggunakan sebuah produk.

38|

Hal yang hampir sama dengan kondisi konsumen dalam membaca terlebih
dahulu panduan produk sebelum membeli ataupun menggunakan
sebuah produk, kebiasaan untuk meneliti apakah sebuah produk
memiliki kartu garansi atau tidak menunjukkan bahwa sebagian besar
dari aparatur pemerintah yaitu 54% menganggap bahwa konsumen hanya
kadang kala saja mengecek ada atau tidaknya kartu garansi sebelum
melakukan pembelian produk.
Aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen yang melakukan
pengecekan ada atau tidaknya kartu garansi sebelum melakukan
pembelian produk lebih sedikit dibandingkan yang kadangkala
melakukan pengecekan yaitu 29%. Sementara 17% aparatur pemerintah
menganggap bahwa konsumen tidak pernah mengecek ada atau
tidaknya kartu garansi sebelum melakukan pembelian produk.
Ciri lain dari konsumen cerdas adalah selalu mengecek apakah hasil

timbangan sudah sesuai dengan informasi berat seperti yang tercantum
pada produk. Sama hanya dengan indikator konsumen cerdas lainnya
bahwa sebagian besar dari aparatur pemerintah yaitu 54% menganggap
bahwa konsumen hanya kadangkala melakukan pengecekan berat
produk. Namun demikian, 33% dari aparatur pemerintah menganggap
bahwa konsumen mengecek terlebih dahulu berat produk dan 13%
aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen tidak melakukan
pengecekan berat produk.
Berkaitan dengan apakah konsumen akan melakukan pengaduan
kepada produsen jika terjadi sesuatu yang tidak beres ketika
menggunakan produk, hasil analisis menunjukkan bahwa 46% menganggap
bahwa konsumen hanya kadangkala melakukan pengaduan kepada
produsen jika terjadi sesuatu yang tidak beres ketika menggunakan
produk. Sementara 29% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa
konsumen melakukan pengaduan kepada produsen jika terjadi sesuatu
yang tidak beres ketika menggunakan produk dan 25% aparatur
| 39

pemerintah menganggap bahwa konsumen tidak akan melakukan
pengaduan kepada produsen.
Perilaku pengaduan kepada lembaga perlindungan konsumen misalnya
YLKI atau BPSK jika terjadi sesuatu yang tidak beres ketika menggunakan
produk, menurut 46% aparatur pemerintah bahwa konsumen hanya
kadangkala melakukan pengaduan kepada lembaga perlindungan
konsumen jika terjadi sesuatu yang tidak beres ketika menggunakan
produk. Sementara 25% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa
konsumen melakukan pengaduan kepada lembaga perlindungan
konsumen jika terjadi sesuatu yang tidak beres ketika menggunakan
produk dan 29% aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen
tidak melakukan pengaduan kepada lembaga perlindungan konsumen.
Hal yang berbeda tampak dalam indikator konsumen cerdas yang
ketujuh yaitu bagaimana konsumen memperhatikan tanggal kadaluarsa
produk. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar atau 71%
dari aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen akan
memperhatikan tanggal kadaluarsa produk sebelum mereka melakukan
pembelian produk. Hanya 4% saja dari aparatur pemerintah yang
menganggap bahwa konsumen tidak akan memperhatikan tanggal
kadaluarsa produk sebelum mereka melakukan pembelian produk.
Selebihnya yaitu 25% aparatur pemerintah menganggap bahwa hanya
kadangkala saja konsumen akan memperhatikan tanggal kadaluarsa
produk sebelum mereka melakukan pembelian produk.
Kesesuaian sebuah produk dengan standar SNI merupakan salah satu
indikator konsumen cerdas. Konsumen dianggap cerdas jika mereka
melakukan pengecekan apakah produk yang dibeli sudah memenuhi
standar SNI atau belum yang tercermin dari adanya label SNI dalam
produk. Hanya 8% saja dari aparatur pemerintah yang menganggap
bahwa konsumen tidak melakukan pengecekan kesesuaian produk
dengan standar SNI. Namun sebagian besar dari aparatur pemerintah
40|

yaitu 63% menganggap bahwa konsumen kadang kala melakukan
pengecekan produk yang mereka beli apakah sesuai dengan standar
SNI atau tidak. Selebihnya yaitu 29% menganggap bahwa konsumen
melakukan pengecekan kesesuaian produk dengan standar SNI.
Kualitas mutu sebuah produk tercermin dari K3L yaitu kesehatan,
keamanan, keselamatan dan lingkungan. Sebuah produk yang bermutu
setidaknya memperhatikan apakah sudah memperhatikan kesehatan,
keamanan, keselamatan dan lingkungan dalam produksinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 25% aparatur pemerintah menganggap bahwa
konsumen tidak memperhatikan kualitas mutu K3L dalam melakukan
pembelian produk dan 21% aparatur pemerintah menganggap bahwa
konsumen melakukan pengecek-an kualitas mutu K3L sebuah produk.
Dalam kaitannya dengan pengecekkan mutu K3l sebuah produk,
sebagian besar atau 54% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa
konsumen kadangkala saja memperhatikan mutu K3L sebelum
melakukan pembelian produk.
Gaya hidup menyebabkan adanya persepsi bahwa produk luar negeri
memiliki kualitas yang lebih bagus dari produk dalam negeri. Padahal
kenyataannya tidaklah selalu demikian. Oleh sebab itu salah satu
indikator dari konsumen cerdas adalah apabila konsumen lebih
memprioritaskan untuk membeli produk dalam negeri. Namun
ternyata 46% dari aparatur pemerintah menganggap bahwa konsumen
kadangkala saja memprioritaskan untuk membeli produk produksi
dalam negeri dan 42% aparatur menganggap bahwa konsumen
memberikan prioritas untuk membeli produk yang diproduksi dari
dalam negeri.
Secara keseluruhan, dari kesepuluh indikator konsumen cerdas di atas
hanya dua indikator yang menurut persepsi aparatur pemerintah
senantiasa dilakukan oleh konsumen.

| 41

10.00
8.00
6.00

7.04

8.00
6.42

6.21 6.33 6.00

6.46 6.26

6.88
5.92

6.55

4.00
2.00
0.00

Keterangan: untuk kepentingan analisis maka skor dibagi kedalam tiga
kategori meliputi; untuk skor antara 1,00 –4,00 = tidak memadai; 4,01-7,00 =
cukup memadai; 7,01-10 = memadai
Sumber: Data Primer, 2017

Gambar 5.2 Perilaku Keberdayaan Konsumen

Kedua indikator tersebut adalah meneliti produk sebelum membeli dan
memperhatikan tanggal kadaluarsa produk sebelum melakukan pembelian
produk. Sementara kedelapan indikator lainnya hanya kadangkala saja
dilakukan oleh konsumen.
Rata-rata dari kesepuluh indikator konsumen cerdas di atas menunjuk-kan
skor 6,55, yang berarti bahwa menurut persepsi dari aparatur pemerintah,
konsumen hanya kadangkala saja melakukan kesepuluh indikator konsumen
cerdas dalam pembelian produk. Jika dipilah berdasarkan perilakunya,
secara rata-rata atas kesepuluh indikator konsumen cerdas, 63% aparatur
pemerintah menganggap bahwa konsumen hanya kadangkala saja
melakukan dan 8% aparatur pemerintah berpersepsi bahwa konsumen
sama sekali tidak melakukan sepuluh indikator konsumen cerdas.

5.3. GAP ANTARA INFORMASI DAN PERILAKU
KEBERDAYAAN KONSUMEN
Analisis ketersediaan informasi keberdayaan konsumen menunjukkan
bahwa informasi atas sepuluh indikator keberdayaan konsumen dalam
42|

kondisi cukup memadai. Rata-rata dari kesepuluh indikator tersebut
menunjukkan bahwa 67% aparatur pemerintah menganggap bahwa
ketersediaan informasi tentang keberdayaan konsumen adalah cukup
memadai, 12% menganggap kurang memadai dan 21% menganggap
memadai.
Rata-rata

5.83

Pengaduan Ke...

5.46

Produk Dalam.

5.92
4.96

Mutu K3L

5.21

Standar SNI
Tanggal Kadaluarsa

Ketersediaan Informasi
Perilaku

6.50
5.71

Pengaduan ke...

5.71

Mengecek Berat
Mengecek Kartu

6.00

Membaca Panduan

6.13
6.67

Meneliti Produk
0.00

5.00

10.00

Sumber: Data Primer, 2017

Gambar 5.3 Gap antara Ketersediaan Informasi dan
Perilaku Keberdayaan Konsumen

Dari segi perilaku keberdayaan konsumen, dari kesepuluh indikator
konsumen cerdas terdapat dua indikator yang menurut persepsi
aparatur pemerintah senantiasa dilakukan oleh konsumen. Kedua
indikator tersebut adalah meneliti produk sebelum membeli dan
memperhatikan tanggal kadaluarsa produk sebelum melakukan
pembelian produk. Sementara kedelapan indikator lainnya hanya
kadangkala saja dilakukan oleh konsumen. Rata-rata dari kesepuluh
indikator keberdayaan konsumen menunjukkan bahwa 63% aparatur
pemerintah menganggap bahwa konsumen hanya kadangkala saja
| 43

melakukan dan 8% aparatur pemerintah berpersepsi bahwa konsumen
sama sekali tidak melakukan sepuluh indikator konsumen cerdas.
Berdasarkan analisis tampak bahwa muncul adanya gap antara informasi
yang diterima oleh konsumen dengan perilaku konsumen atas kesepuluh
indikator konsumen cerdas. Gap antara informasi yang diterima oleh
konsumen dengan perilaku konsumen tampak dalam Gambar 5.3
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa untuk kesepuluh indikator keberdayaan
konsumen, perilaku konsumen memiliki skor yang lebih tinggi
dibandingkan dengan informasi yang diterima oleh masyarakat. Namun
demikian jika dianalisis lebih lanjut dalam Tabel 5.1, menunjukkan
bahwa gap hanya terjadi untuk indikator meneliti sebelum membeli
sebuah produk dan melakukan pengecekkan tanggal kadaluarsa. Kedua
indikator ini menunjukkan perilaku berada dalam kategori tinggi
sementara ketersediaan informasi dalam kategori sedang yang berarti
bahwa bahwa mayoritas aparatur pemerintah menganggap walaupun
informasi yang diperoleh konsumen cukup memadai, namun konsumen
senantiasa melakukan kedua hal tersebut sebelum membeli produk.
Hal ini berarti bahwa perilaku konsumen untuk meneliti produk sebelum
membeli dan pengecekkan tanggal kadaluarsa bukan semata mata
disebabkan oleh informasi yang diperoleh namun diduga sudah ada
kesadaran dari dalam diri konsumen untuk melakukannya.
Hal yang berbeda tampak untuk kedelapan indikator lainnya, yang
menunjukkan baik ketersediaan informasi maupun perilaku konsumen
berada dalam kategori sedang. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk
indikator membaca panduan produk, mengecek kartu garansi,
mengecek berat produk, melakukan pengaduan kepada produsen dan
lembaga perlindungan konsumen, memiliki standar SNI, pengecekan
kualitas mutu K3L maupun memprioritaskan membeli produk dalam
negeri terdapat konsistensi antara informasi yang tersedia dengan
perilaku yang dihasilkan oleh konsumen. Dalam hal informasi yang
44|

diperoleh konsumen adalah cukup memadai, maka perilaku yang
ditampilkan juga dalam kategori cukup.
Tabel 5.1 Analisis Gap Antara Informasi dan
Perilaku Keberdayaan Konsumen
Informasi
Perilaku
Keterangan
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Meneliti Produk

v

v

Terdapat Gap

Membaca Panduan

v

v

Tdk Terdapat Gap

Kartu garansi

v

v

Tdk Terdapat Gap

Hasil ti mbangan

v

v

Tdk Terdapat Gap

Pengaduan ke Produsen

v

v

Tdk Terdapat Gap

Pengaduan ke Lbg. Konsumen v

v

Tdk Terdapat Gap

Tanggal Kadaluarsa

v

v

Standar SNI

v

v

Tdk Terdapat Gap

Mutu K3L

v

v

Tdk Terdapat Gap

Produk Dalam Negeri

v

v

Tdk Terdapat Gap

Tdk Terdapat Gap

5.4. PERMASALAHAN DALAM KEBERDAYAAN KONSUMEN
Keberdayaan konsumen setidaknya menyangkut tentang kesadaran tiga
pihak yaitu pengusaha, konsumen dan aparatur pemerintah. Oleh sebab
itu, permasalahan yang terjadi juga menyangkut tiga pihak tersebut.
Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada aparatur pemerintah
setidaknya terdapat lima permasalahan yang dihadapi aparatur pemerintah
dalam upaya meningkatkan keberdayaan konsumen.
1. Kurangnya kesadaran dari produsen
Produsen kurang menyadai bahwa mereka harus menghargai hakhak konsumen dengan cara memproduksi barang dan jasa yang
berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi serta
mengikuti standar yang berlaku. Namun dalam kenyataannya

| 45

masih ada oknum dari produsen yang hanya mengejar profit semata
dengan mengabaikan hal-hal tersebut di atas. Beberapa kasus yang
ditemukan adalah hasil timbangan yang tidak sesuai dan beberapa
jenis makanan yang tidak memperhatikan kesehatan.
2. Kurangnya kesadaran dari konsumen
Konsumen semestinya memahami hak dan kewajiban mereka
sehingga pada akhirnya akan menjadi konsumen cerdas. Namun
demikian, konsumen tidak terlalu memperdulikan apa yang
menjadi hak dan kewajibannya, misalnya tidak memperhatikan
mutu dari produk.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dari Aparatur Pemerintah
Sosialisasi mengenai keberdayaan konsumen yang menjadi salah
satu dari fungsi aparatur pemerintah tentu saja memerlukan
ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai baik dari sisi
kualitas maupun kuantitas. Dalam kenyataannnya, kedua hal
tersebut minim ada dalam sebuah Kabupaten/ Kota. Hal ini
menyebabkan fungsi-fungsi dari keberdayaan konsumen kurang
dapat berjalan dengan baik.
4. Keterbatasan Anggaran
Selain membutuhkan sumberdaya manusia yang memadai,
pelaksanaan fungsi-fungsi dari keberdayaan konsumen tentu
saja membutuhkan anggaran, Namun demikian anggaran yang
ada dalam pemerintahan Kabupaten/ Kota relatif terbatas.
5. Tidak adanya kewenangan di pemerintah Kabupaten/ Kota
Kewenangan dalam penanganan keberdayaan konsumen
Sejak diundangkannya UU No 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah, menyebabkan kewenangan dari
keberdayaan konsumen berada pada Pemerintah Provinsi.
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 ini mulai berlaku pada tahun
2016. Hal ini menyebabkan tidak adanya kewenangan dari
46|

pemerintah kabupaten/ kota untuk menangani keberdayaan
konsumen, sementara pemerintah Provinsi juga merasa
kesulitan untuk menjangkau permasalahan keberdayaan
konsumen di seluruh Kabupaten/ Kota di wilayah Provinsi Jawa
Tengah.

| 47