Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla Planifolia A) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Trichoderma Harzianum Pada Tanah Ultisol

PERTUMBUHAN BIBIT VANILI (Vanilla planifolia A.)
TERINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN
Trichoderma harzianum PADA TANAH ULTISOL

MEISILVA ERONA S

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Bibit Vanili
(Vanilla planifolia A.) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum pada Tanah Ultisol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Meisilva Erona S
NIM A252130161

RINGKASAN
MEISILVA ERONA S. Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla planifolia A.)
Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum pada Tanah
Ultisol. Dibimbing oleh HARYADI dan SRI WILARSO BUDI R.
Peluang pasar komoditas vanili Indonesia masih terbuka luas karena
permintaan vanili diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah
penduduk dunia. Namun demikian ada beberapa kendala dalam pengembangan
vanilidi Indonesia. Salah satunya adalah luas areal penanaman vanili di Indonesia
yang mengalami penurunan. Salah satu usaha perluasan areal penanaman vanili di
Indonesia dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan marginal. Lahan
marginal yang berpotensi bagi pengembangan vanili apabila dikelola dengan baik
adalah tanah ultisol. Alternatif dalam memaksimalkan serapan hara pada tanah
ultisol adalah inokulasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan Trichoderma
harzianum.

Tujuan Penelitian ini mendapatkan jenis FMA terbaik untuk meningkatkan
pertumbuhan bibit vanili, mengkaji pengaruh inokulasi FMA terhadap
pertumbuhan bibit vanili, mengkaji interaksi antara Trichoderma harzianumdan
FMA terhadap pertumbuhan bibit vanili. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap:
Percobaan 1 dan 2. Percobaan 1 disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dua faktor. Faktor 1 adalah Jenis Mikoriza: Glomus agregatum, Gigaspora
margarita, Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita, Glomus
agregatum + Aucaulospora, Gigaspora margarita + Aucaulospora, Glomus
agregatum + Gigaspora margarita + Aucaulospora, Faktor 2 = Waktu Aplikasi,
Pada saat tanam, 3 MST (Minggu Setelah Tanam). Percobaan 2 disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dua faktor. Faktor 1 adalah inokulasi
FMA dan faktor kedua Trichoderma harzianum. Faktor 1: Inokulasi FMA; Tanpa
FMA, dan inokulasi FMA, Faktor 2: Trichoderma harzianum; Tanpa
Trichoderma harzianum dan Trichoderma harzianum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa FMA jenis Glomus agregatum dan
Gigaspora margarita jenis FMA yang tepat untuk diinokulasikan pada bibit
vanili. Inokulasi FMA mampu meningkatkan pertumbuhan bibit vanili pada tanah
ultisol yaitu; panjang tunas rata-rata 30.57 cm dengan jumlah ruas rata-rata 6-7
ruas pada umur 12 MST, diameter ruas rata-rata 4.93 nm, panjang akar rata-rata
44.02 cm, biomassa total 4.42 g, meningkatkan serapan P sebesar 75%

dibandingkan tanpa FMA, dan kolonisasi akar tergolong kategori tinggi dengan
persen kolonisasi 63.50 %. Tidak terdapat interaksi antar perlakuan inokulasi
FMA dan Trichoderma harzianum.
Kata kunci: FMA, pembibitan, T. harzianum, ultisol, vanili.

SUMMARY
MEISILVA ERONA S. Growth of Vanilla (Vanilla planifolia Andrews)
Inoculations with Arbuscular Mycorrhyzal Fungi and Trichoderma harzianum at
Ultisol. Supervised by HARIYADI and SRI WILARSO BUDI R.
The market opportunity of vanilla in Indonesia widely open due to the
increasing demand of vanilla as the increasing world population. However, there
are some obstacles in the development of vanilla in Indonesia. One of them was
the decreasing of vanilla planting area in Indonesia. One solution to expand
vanilla planting area can be done with the use of marginal lands. Marginal land
which potential for vanilla development with better management was ultisol. The
alternative solution to maximise the nutrient uptake in the ultisol land by inoculate
arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and Trichoderma harzianum.
This research aimed to get the best type of AMF to increase the vanilla
seedling growth, to reviewing the interaction between Trichoderma harzianum
and AMF to vanilla seedling growth. This research contains two step: Experiment

1 and 2. Experiment 1 designed using Randomised Complete Block Design
(RCBD) with two factors. The first factor was Mycorrhiza types: Glomus
agregatum, Gigaspora margarita, Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora
margarita, Glomus agregatum + Aucaulospora, Gigaspora margarita +
Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita + Aucaulospora, The
second factor was application time, i.e. applied at the first day of planting and 3
weeks after planting (WAP). Experiment 2 designed using Randomised Complete
Block Design with two factors. The first factor was innoculation of AMF, i.e.
without AMF and with the innoculation of AMF. The second factor was
Trichoderma harzianum, i.e. without Trichoderma harzianum and with the
innoculation of Trichoderma harzianum.
The result showed that Glomus agregatum and Gigaspora margarita were
the appropriate AMF to be innoculated at vanilla seedling. The innoculation of
AMF could increase the vanilla seedling growth at ultisol soil on the average of
bud length 30.57 cm with the average number of internode 6-7 at 12 WAP, the
average of stem diameter 4.93 nm, the average of root length 44.02 cm, total
biomass 4.42 g, increased the P uptake 75% than without AMF, and root
colonisation classified into high with the percentage of colonisation 63.50%.
There no interaction between AMF and Trichoderma harzianum.
Keywords: AMF, nursery, T. harzianum, ultisol, vanilla


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN BIBIT VANILI (Vanilla planifolia A.)
TERINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN
Trichoderma harzianum PADA TANAH ULTISOL

MEISILVA ERONA S

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ani Kurniawati SP, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia dan nikmat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Shalawat
dan salam tercurah untuk Rasulullah Muhammad SAW atas semua perjuangan
dan dakwah beliau. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai
Agustus 2015 ini dengan judul Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla Planifolia A.)
Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum pada Tanah
Ultisol.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Hariyadi, MS dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku komisi

pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan
nasehat demi terselesaikannya tesis ini.
2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku ketua Program studi Agonomi dan
Hortikultura dan seluruh Dosen, karyawan serta teknisi atas semua ilmu dan
bantuannya.
3. Prof Dr Ir Warnita, MP, Dr Yusniwati SP, MP, Prof Dr Ir Reni Maryeni, MS
dan Prof Dr Ir Irfan Suliansyah, MS atas rekomendasi untuk melanjutkan
studi pascasarjana di IPB.
4. DIKTI atas BPPDN tahun 2013-2015.
5. Ayahanda Maju Karo-karo dan Ibunda Zulmiati, Kakak Mega Silvana S,
Skm, Abang Wira Dewata NR Amd, Adik Septri Andre Sitepu serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
6. Rendi Sukma Hidayat SP, terimakasih atas semangat dan dukungannya
selalu.
7. Rekan-rekan pascasarjana AGH angkatan 2013 untuk semua kebersamaan
dan perjuangannya.
8. Keluarga besar Pondok Malea Putri atas segala doa dan kebersamaannya.
9. Keluarga besar BDP angkatan 2007 (last generation) Universitas Andalas
atas semua kebersamaanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pertanian

khususnya berkaitan dengan perkebunan vanili .

Bogor, Agustus 2016

Meisilva Erona S

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bagan Alir Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Vanili
Tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning)
Fungi Mikoriza Arbuskula
Trichoderma harzianum

4

4
5
6
7

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan alat
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan

8
8
8
8
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1: Pertumbuhan akar setek vanili pada aplikasi beberapa
jenis FMA dan waktu aplikasi yang berbeda

Percobaan II: Pertumbuhan bibit vanili dengan inokulasi FMA dan
Trichoderma harzianum

15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

43

17
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

19

Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)
Data iklim selama percobaan
Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan waktu aplikasi
terhadap persen penyakit busuk batang
Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap
persen setek berakar dan panjang akar
Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap
panjang tunas.
Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap
persen kolonisasi FMA pada akar vanili
Rekapitulasi hasil sidik ragam percobaan dua
Hasil analisis media tanam awal
Hasil analisis media tanam setelah perlakuan
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap persen setek hidup bibit vanili pada umur 12 MST
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap panjang tunasbibit vanili
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap jumlah ruas bibit vanili
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap diameter ruas bibit vanili
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap jumlah daun dan ketebalan daun bibit vanili
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap panjang akar dan volume akar
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadapkerapatan stomatadan kandungan klorofil
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma
harzianum terhadap biomassa total bibit vanili dan serapan hara N, P,
K.
Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap persen
kolonisasi FMA pada akar vanili.

12
15
15
17
18
19
20
22
23
24
25
25
26
27
28
29
31

32
33

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir penelitian pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.)
terinokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol.
2 Cawan petri plastik diameter 9 cm yang dilubangi 0.5x0.5 cm sebagai
tempat tumbuh tanaman inang. Batuan zeolit steril digunakan untuk
menunjang pertumbuhan akar tanaman dan FMA
3 Penyakit busuk batang menyerang pada semua bagian setek tanaman
vanili akar batang dan daun pada 2 MST
4 Pertumbuhan bibit vanili pada umur 8 MST
5 Pertumbuhan akar bibit vanili terinokulasi FMA dan Trichoderma
harzianum

3

11
16
16
30

6

Hasil pengamatan akar vanili 12 minggu setelah tanam yang terinfeksi
FMA dan yang tidak terinfeksi FMA.

35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Prosedur analisis
Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)

42
42

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java vanilla beans dengan kadar
vanillin 2.75% (Hadisutrisno 2004). Kadar vanillin tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara produsen lainnya yaitu Madagaskar (1.91-1.98%),
Tahiti (1.55-2.02%), Mexico (1.89-1.98%), dan Sri Lanka (1.48%) (Arianto
2013). Vanillin (C8H8O3) merupakan bahan penguat rasa dan aroma yang banyak
digunakan pada industri makanan, minuman dan kosmetik sehingga peluang pasar
komoditas vanili Indonesia masih terbuka luas. Namun, vanili Indonesia yang
secara kualitas menduduki posisi paling tinggi di dunia tidak sejalan dengan
kuantitasnya karena Indonesia hanya bisa memasok sekitar 10% dari total
kebutuhan pasar dunia (Salisbury et al. 1995). Rendahnya kuantitas vanili
disebabkan adanya beberapa kendala dalam pengembangan tanaman vanili di
Indonesia diantaranya adalah luas areal penanaman valini mengalami penurunan
setiap tahunnya dan penyakit busuk batang (PBB) pada tanaman vanili. Untuk itu
diperlukan upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Luas areal penanaman vanili menurut data statistik perkebunan Indonesia
pada tahun 2007 yaitu 31.801 ha mengalami penurunan sampai dengan tahun
2014 menjadi 19.728 ha (BPS 2014). Luas areal penanaman ini diperkirakan akan
terus menurun setiap tahunnya.Usaha perluasan areal penanaman vanili di
Indonesia dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan marginal. Lahan
marginal yang berpotensi bagi pengembangan vanili apabila dikelola dengan baik
adalah tanah ultisol. Tanah ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang
ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo et al. 2000). Hampir semua tanaman dapat tumbuh dan
dikembangkan pada tanah ini. Namun, tanah ultisol termasuk tanah dengan
tingkat kemasaman tinggi, kandungan hara makro dan mikro rendah (Prahastuti
2005). Tingginya harga pupuk belakangan ini menjadikan petani vanili tidak
tertarik memanfaatkan tanah ultisol sebagai alternatif pengembangan dan
pengusahaan tanaman vanili. Alternatif untuk memulihkan produksi vanili
nasional angat perlu dilakukan diantaranya dengan menanam vanili di tanah
ultisol dengan menggunakan pupuk hayati yang berasal dari alam yaitu fungi
mikoriza arbuskula (FMA).
FMA merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara fungi dan akar
tanaman (Feronika 2003). FMA merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar
sangat luas dan terdapat pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan
antara tanaman dengan rizosfer, dan simbiosis FMA terjadi dalam akar tanaman
(Kurniawan 2013). Beberapa genus FMA yang umum dijumpai adalah Glomus,
Gigaspora, Acaulospora dan Scutellospora (Brundrett et al. 1996), namun setiap
jenis FMA memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam membantu
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Inokulasi FMA pada tanaman pembibitan
telah banyak dilakukan penelitian Lovato (1992) inokulasi FMA pada setek nenas
di tanah masam menghasilkan pertumbuhan tanaman nenas yang lebih baik
dibandingkan tanaman kontrol. Inokulasi FMA pada tanaman vanili pernah
dilakukan oleh Firman (2008) dengan hasil FMA mampu meningkatkan

2
pertumbuhan tanaman vanili yaitu panjang tunas, jumlah ruas dan meningkatkan
serapan hara bibit vanili dibandingkan dengan tanpa inokulasi FMA. Rahayu &
Akbar (2003) melaporkan lebih banyak lagi unsur hara yang serapannya
meningkat dari adanya mikoriza, unsur hara yang meningkat penyerapannya
adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Menurut Prayudyaningsih (2014)
aplikasi FMA dapat dilakukan pada tahap pembibitan sehingga diharapkan bibit
yang dihasilkan merupakan bibit yang berkualitas dan tahan terhadap kondisi
lapangan yang ekstrim.
Adapun usaha yang dilakukan untuk mengatasi dan menekan penyakit
busuk batang (PBB), yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f. sp
adalah dengan pengendalian hayati yaitu Aplikasi Trichoderma harzianum.
Menurut Hadisutrisno (2004) sejak tahun 1982 lebih dari 80% tanaman vanili
sudah terinfeksi penyakit busuk batang, sehingga sulit diperoleh setek yang bebas
penyakit. Penyebaran PBB semakin cepat meluas dan sulit dikendalikan, hal
tersebut dialami oleh petani vanili di Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan sentra
tanaman vanili lainnya. Usaha pengendalian PBB hendaknya dimulai pada
tahapan pembibitan salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian
Trichoderma harzianum pada tahap pembibitan. Trichoderma harzianum selain
mampu menekan penyakit busuk batang pada tanaman juga mampu meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Hartal et al. (2010)
keberadaan Trichoderma harzianum selain mampu menekan perkembangan
penyakit busuk batang pada vanili juga dapat menyediakan ketersediaan hara bagi
tanaman. Trichoderma harzianum dapat melakukan proses dekomposisi bahan
organik yang ada pada tanah, dalam proses dekomposisi tersebut Trichoderma
harzianum mengubah unsur yang ada dalam bentuk larut sehingga bisa diserap
oleh tanaman. Penelitian Charisma (2012) tentang inokulasi Trichoderma sp dan
FMA pada tanaman kedelai di tanah kapur memperoleh hasil terdapat pengaruh
Trichoderma sp dan FMA pada media tanam tanah kapur terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai. Namun penelitian tentang inokulasi FMA dan Trichoderma
harzianum pada bibit vanili belum pernah dilakukan.
Perumusan Masalah
Perkembangan dari segi luas areal tersebut, belum sejalan dengan
peningkatan produktivitas tanaman vanilidi Indonesiaserta penyakit busuk batang
(PBB)yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f. sp maka
pemanfaatan teknologi seperti penggunaan mikoriza dan Trichoderma harzianum
pada bibit vanili diharapkan bisa meningkatkan penyerapan unsur hara,
mempercepat tumbuhnya akar, menghasilkan bibit yang sehat sehingga dapat
meningkatkan produktivitas tanaman vanili.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan jenis FMA terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit vanili
2. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan bibit vanili
3. Mengkaji interaksi antara Trichoderma harzianum dan FMA terhadap
pertumbuhan bibit vanili.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berguna dalam pengembangan vanili secara vegetatif
pada tanah marginal salah satunya tanah ultisol. Manfaat lainnya memberikan
informasi mengenai jenis FMA yang tepat untuk inokulasi pada tanaman vanili
serta memanfaatkan FMA dan agen hayati Trichoderma harzianum dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan vanili secara vegetatif
pada tanah ultisol.
Bagan Alir Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu percobaan 1 dan percobaan 2,
bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Percobaan 1

Pertumbuhan akar setek vanili pada aplikasi
beberapa jenis FMA dengan waktu aplikasi yang
berbeda

Output: Mikoriza yang terbaik dan waktu
aplikasi yang tepat, dalam memacu
pertumbuhan akar setek vanili

Percobaan II

Aplikasi mikoriza (sesuai waktu pada
percobaan I) dan T. harzianum (pada
awal tanam)

Output:Keefektifan inokulasimikoriza dan
T.harzianum dalam meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan bibit vanili

Pertumbuhan bibit vanili (Vanilla Planifolia A.) terinokulasi fungi
mikoriza arbuskula dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol
Pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.) terinokulasi FMA dan
Trichoderma harzianum pada tanah ultisol

Gambar 1 Bagan alir penelitian pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.)
terinokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Vanili
Vanili termasuk jenis anggrek tergolong kedalam divisi: Spermatophyta,
kelas: Angiospermae, subkelas: Monocotyledoneae, ordo: Orchidales, famili:
Orchidaceae, genus: Vanilla, dan species: Vanilla spp. Tanaman ini terdiri atas
700 genus dan 20.000 spesies (Ruhnayat 2003). Genus vanilla mempunyai 50
spesies. Jenisyang mempunyai nilai ekonomi yaitu Vanilla planifolia Andrews, V.
pompan S. V. tahitensis J.W. Moore. V. planifolia mempunyai produksi tinggi dan
lebih bermutu karena kadar vanilinnya lebih tinggi, namun rentan terhadap
penyakit busuk batang. Sedangkan V.pompana mempunyai kadar vanillin dan
produksi yang rendah tetapi tahan penyakit busuk batang (Hadisutrisno 2004).
Tanaman vanili termasuk monokotil dimana akar utama pada dasar batang
bercabang dan tersebar pada lapisan atas tanah. Batangnya berbuku-buku,
berkelok-kelok dan mudah patah, percabangan hampir tidak ada, bila ada hanya
1-2 cabang saja. Daunnya merupakan daun tunggal, dengan bentuk jorong dan
memanjang dengan panjang daun sekitar 2-25 cm dan lebar daun 2-8 cm.
Bunganya membentuk rangkaian, yang biasanya setiap rangkaian terdiri atas 6-15
bunga, dimana proses pembuahannya adalah merupakan proses yang terpenting
dalam budidaya vanili ini dikarenakan membutuhkan bantuan manusia agar
sempurna dan berhasil. Tanpa bantuan manusia dalam masa atau proses
pembuahan, maka akan sangat kecil kemungkinan akan terbentuknya buah vanili
(Elizabeth 2002).
Bentuk buah vanili adalah berupa kapsul dengan tangkai pendek, panjang
buah sekitar 10-25 cm dengan diameter buah sekitar 5-15 mm. Buah ini beraroma
bila dalam kondisi sudah kering. Biji-biji berwarna hitam mengkilat dan sangat
kecil (sekitar 3 mm per bijinya) sangat banyak di dalam buahnya. Tanaman vanili
biasanya tumbuh secara memanjat di batang penopangnya (di pohon panjat)
dengan jarak tanam pohon 1.25 x 2 m atau 1.5 x 1.75 m. Vanili dapat diperbanyak
secara generatif dengan biji dan vegetatif dengan setek. Perbanyakan dengan biji
memakan waktu lama dan berbunga lebih lambat, maka perbanyakan vanili untuk
komersial dilakukan dengan setek. Petani umumnya menggunakan bahan tanaman
vanili berupa setek panjang (50-60cm) (Sukarman & Melati 2009).
Bibit tanaman yang berasal dari setek sangat ditentukanantara lain oleh
kematangan batang setek (umur fisiologis batang), teknik pengambilan dan
pemotongansetek, waktu pengambilan, dan cara pembibitannya. Setekharus
diambil dari tanaman yang sehat dan vigor. Hadipoeyanti (2005) menyatakan
bahwa setek yangdapat digunakan untuk perbanyakan tanaman vanili
harusmemenuhi persyaratan: umur tanaman telah lebih dari 2tahun, tidak kahat
hara, tidak terserang hama dan penyakit,warna daun hijau tua, panjang setek 1-1.5
m (10-15 ruas),dan diameter batang atau sulur ≥ 1 cm. Tanaman harus
sudahpernah berbunga/berbuah dan jarak antar buku ≤ 12 cm.
Kondisi iklim (lingkungan) yang cocok untuk tanaman vanili yaitu
padaketinggian 400-600 m dpl, dengan curah hujan 1500-2000 mm tahun-1, terdiri
atas bulan basah 7-9 bulan dan 3-5 bulan kering, serta hari hujan sekitar 100-180
hari tahun-1. Kelembaban 60-75%, suhu udara 20-30oC dan radiasi matahari 30-

5
50% (Pusposendjojo 2004). Tanaman vanili dapat dibudidayakan di berbagai jenis
tanah asalkan sifat fisik dan kimianya baik. Tanah yang remah dengan solum yang
relative dalam dan banyak mengandung bahan organik sangat baik untuk
pertumbuhan tanaman vanili. Keasaman tanah (pH) yang sesuai berkisar 5.5-7.0
(Hadisutrisno 2004).
Tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning)
Tanah ultisol umunya bereaksi masam, produktifitasnya rendah, kapasitas
tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang rendah kejenuhan aluminium
(Al) yang tinggi, kandungan bahan organik rendah dan peka terhadap erosi.
Masalah utama pada ultisol ini adalah jumlah kelarutan dan kejenuhan Al yang
tinggi sehingga mengakibatkan fosfor (P) membentuk senyawa yang tidak larut
dengan Al. Ketersediaan P sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu (Sanchez 1992).
Ciri morfologi dari tanah Ultisol yaitu: pada umumnya ultisol berwarna
kuning kecokelatan hingga merah, tekstur tanah ultisol bervariasi dan dipengaruhi
oleh bahan induk tanahnya. Tanah ultisol dari granit yang kaya akan mineral
kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar seperti liat berpasir, sedangkan
tanah ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung mempunyai
tekstur yang halus seperti liat dan liat halus. Ciri morfologi yang penting pada
ultisol adalah adanya peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon
seperti yang disyaratkan dalam Soil Taxonomy. Horizon tanah dengan
peningkatan liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Horizon tersebut dapat
dikenali dari fraksi liat hasil analisis di laboratorium maupun dari penampang
profil tanah. Horizon argilik umumnya kayaAl sehingga peka terhadap
perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat
menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik
(Hardjowigeno 2003).
Kekahatan P di tanah ultisol merupakan masalah keharaan yang paling
penting, sebab kekahatan P itu tidaklah semata-mata karena kandungan P tanah
yang memang rendah akan tetapi juga karena sebagian besar P dalam keadaan
terjerap (Hardjowigeno 2003). Salah satu tanah ultisol yang terluas di Indonesia
adalah tanah podsolik merah kuning yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45
794 000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al.
2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21938000 ha), diikuti di Sumatera
(9 469 000 ha), Maluku dan Papua (8 859 000 ha), Sulawesi (4 303 000 ha), Jawa
(1 172 000 ha), dan Nusa Tenggara (53 000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada
berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.
Secara umum tanah podsolik merah kuning memiliki kesuburan yang
rendah, kesuburan alamiah tanah ini hanya tergantung pada lapisan atas bahan
organik yang bersifat tidak mantap dan menurun dengan cepat setelah pembukaan
lahan. Penanaman yang intensif dan terus menerus tanpa memperhatikan daur
ulang bahan organik akan menguras hara tanaman dari tanah. Faktor lain yang
juga mempengaruhi kesuburan tanah podsolik merah kuning adalah kekahatan
fosfor (Sudjadi 1984). Penggunaan jasad renik mikoriza telah mulai diupayakan
dalam kebijaksanaan pengelolaan tanah mineral masam tropika. Widada &
Kabirun et al. (1997) menemukan bahwa mikoriza mempunyai peranan yang

6
besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut
ditemukan beberapa spesies mikoriza yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap
kemasaman serta berpotensi besardalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Fungi Mikoriza Arbuskula
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara fungi
(mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tinggi. Fungi disini bersimbiosis dengan
akar tanaman tetapi tidak bersifat parasit, sebaliknya memberikan suatu
keuntungan kepada tanaman inang (host) nya dan fungi dapat memperoleh
makanan (karbohidrat) dari tanaman inang (Husin 1994). Tanaman yang
bermikoriza umumnya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tanpa
bermikoriza, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan
karbohidrat makro dan beberapa unsur mikro. Selain itu akar yang bermikoriza
dapat menyerap unsur hara tertentu dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk
tanaman (Rahayu & Akbar 2003).
Iskandar (2002) menyatakan bahwa mikoriza mempunyai kemampuan
untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan,
perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkanefisiensi
penyerapan unsur hara (terutama fosfor) pada lahan marginal. Prinsip kerja dari
mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanamaninang, memproduksi
jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut
akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.
Menurut Setiadi (1994), Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) termasuk jenis
Vesikular Arbuscular Mycorrhizas (VAM) atau endomikoriza dalam famili
Endogonaceae, ordo Mocurales, dan kelas Phycomicetes. Fungi ini membentuk
spora dalam tanah dan dapat berkembangbiak jika berasosiasi dengan tanaman
inang. Ukuran spora bervariasi dari 100-600 µm. Ukuran spora yang besar sudah
diisolasi dari dalam tanah dan asosiasi ini ditandai dengan adanya organ yang
terdapat dari daerah infeksi yaitu arbuskular sehingga mikoriza ini dikenal dengan
namaFungi Mikoriza Arbuskular (FMA). Ada empat genus yang mengandung
jenis-jenis pembentuk FMA yaitu Glomus, Gigaspora, Acaulaspora, dan
Sclerocytis (Fakuara 1998).
Fungi Mikoriza Arbuskular memberikan manfaat bagi tanaman dalam hal:
(1) meningkatkan serapan hara, terutama phosphor, (2) melindungi tanaman dari
serangan pathogen akar, (3) mencegah tanaman agar terhindar dari kekeringan,
dan (4) mencegah tanaman agar terhindar dari keracunan logam berat.
Berdasarkan fungsinya pada tanaman, maka inokulasi FMA pada tanaman, pada
waktu persemaian sangat membantu tanaman tersebut jika sudah tumbuh
dilapangan (Muin 2002). Berdasarkan penelitian Abbas (1991), FMA selain
meningkatkan serapan air bagi tanaman juga meningkatkan serapan P sebesar 1317% terutama pada tanah dengan persentase Fe-P yang banyak. Husin (1994)
menambahkan penggunaan FMA lebih menguntungkan dari pada pupuk
anorganik karena disamping bisa menyerap N, P, dan K, mikoriza juga dapat
menyerap Ca, Mg, serta beberapa unsur mikro. FMA bukan menggantikan pupuk
yang dibutuhkan oleh tanaman tetapi membantu tanaman menyerap unsur hara
terutama unsur P yang diberikan kedalam tanah. Tanpa adanya P yang cukup

7
dalam tanah, tanaman akan tetap defisiensi P, untuk mendapatkan efek yang baik
maka pemberian pupuk P sampai takaran tertentu (Husin 1992).
Husin (1994) menyatakan bahwa lebih dari 90% jenis tanaman didunia
respon terhadap FMA, terutama yang tumbuh dilahan kritis. Hal ini
menunujukkan besarnya pengaruh FMA terhadap tanaman. FMA dapat
memberikan efek positif terhadap tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman
perkebunan dan kehutanan. Penggunaan FMA lebih menarik ditinjau dari segi
ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila
mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya
akan diperoleh untuk selamanya. FMA juga membantu tanaman untuk beradaptasi
pada pH yang rendah. Vigor tanaman FMA yang baru dipindahkan kelapangan
lebih baik dari yang tanpa FMA (Anas 1997).
Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi
pemupukan dan nutrisi tanaman, pestisida, pH, kepadatan inokulum dan tingkat
kerentanan tanaman serta ketersediaan mineral hara terutama fosfor. Fosfor
mempengaruhi koloni FMA karena konsentrasi karbohidrat akar atau jumlah
eksudat akar. Unsur P dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat.
Persediaan karbohidrat dari tanaman inang merupakan dasar bagi perkembangan
fungi mikoriza. Selain fosfor diperlukan pula unsur hara makro lainnya dan unsur
hara mikro (Gunawan 1993).
Trichoderma harzianum
Trichoderma harzianum merupakan mikrob fungi yang umumnya hidup di
dalam tanah dan koloninya dapat ditemui pada akar tanaman (Harman et al.
2004). Trichoderma harzianum diklasifikasikan kedalam kerajaan fungi divisi
Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina kelas Sordariomycetes, bangsa
Hypocreales, suku Hypocreaceae, marga Trichoderma, jenis Trichoderma
harzianum. Trichoderma harzianum adalah salah satu jenis fungi yang berpotensi
sebagai pertahanan tanaman terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan pemacu
pertumbuhan tanaman (Chaverri et al. 2002; Chet 2001; Harman 1996).
Keunggulan Trichoderma harzianum antara lain mengunakan biaya relatif rendah
untuk ditumbuhkan, mempunyai pengaruh positif pada keseimbangan tanah, dan
tidak mempunyai efek berbahaya pada manusia (Monte 2001).
Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk berkembang dengan
cepat yaitu 7 hari pada media padat. Setelah konidia Trichoderma harzianum
diintroduksikan ke tanah, akan tumbuh kecambah konidia di sekitar perakaran
tanaman. Seiring dengan laju pertumbuhan yang cepat, maka dalam waktu sekitar
tujuh hari daerah perakaran tanaman sudah dikolonisasi (didominasi) oleh
Trichoderma harzianum. Semakin banyak koloni Trichoderma harzianum maka
kompetisi dengan jamur patogen pun lebih baik. Trichoderma harzianum pun dapat
menjadi dekomposer yang dapat memperbaiki struktur tanah, memudahkan
pertumbuhan akar tanaman, menahan air, meningkatkan aktivitas biologis
mikroorganisme tanah yang menguntungkan (Suheiti 2010). Tanaman pada tanah
yang diberi perlakuan. Trichoderma harzianum mengalami peningkatan
pertumbuhan yang dapat dilihatdari adanya peningkatan perkecambahan,
pembungaan, dan berat tanaman (Chang et al. 1986). Fenomena peningkatan

8
pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan Trichoderma harzianum terlihat
pada tanaman jagung, tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986)

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Sindang barang, Bogor, Jawa
Barat pada bulan Februari-Agustus 2015. Analisis Spora FMA dilakukan di
laboratorium Teknologi Mikoriza dan Kualitas Bibit Departemen Silvikultur
Institut Pertanian Bogor. Analisis media tanam dan hara jaringan dilakukan di
laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kandungan klorofil, ketebalan daun, dan kerapatan
stomata dilakukan di laboratorium Pasca Panen dan Mikroteknik Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan, antara lain adalah setek vanili varietas Vania 1 satu
buku berasal dari BALITRI Sukabumi, Fungi Mikoriza Arbuskula dengan spora
tunggal Glomus agreggatum dan Gigaspora margarita berasal dari Seameo
BIOTROP, spora tunggal Acaulospora sp berasal dari laboratorium Teknologi
Mikoriza dan Kualitas Bibit Departemen Silvikultur Institut Pertanian Bogor.
Isolat Trichoderma harzianum berasal dari IPB Culture Collection Departemen
Biologi Institut Pertanian Bogor, serta tanah ultisol (podsolik merah kuning) dari
lahan kering Leuwiliang Bogor, pupuk kandang sapi, dan arang sekam. Peralatan
yang digunakan antara lain adalah kantong plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20
cm, paranet intensitas cahaya 75%, penggaris, timbangan, oven, mikroskop,
kamera, alat-alat laboratorium untuk analisis kimia, dan alat penunjang lainnya.
Prosedur Analisis Data
Penelitian terdiri dari dua tahap. Percobaan pertama bertujuan untuk
mendapatkan jenis FMA terbaik untuk percepatan pertumbuhan akar pada setek
vanili dan waktu aplikasi terbaik untuk inokulasi FMA, sedangkan percobaan ke
dua untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum
terhadap pertumbuhan bibit vanili.
Percobaan I: Pertumbuhan Akar Bibit Vanili Terinokulasi Beberapa Jenis
FMA dengan Waktu Aplikasi yang Berbeda pada Tanah
Ultisol
Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan pertama disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Faktor 1 Jenis
Mikoriza : tanpa FMA, Glomus agreggatum, Gigaspora margarita, Acaulospora,
Glomus agreggatum + Gigaspora margarita, Glomus agreggatum + Acaulospora,
Gigaspora margarita + Acaulospora, Glomus agreggatum + Gigaspora

9
margarita + Acaulospora. Faktor 2 waktu inokulasi FMA: Pada saat tanam, tiga
minggu setelah tanam (MST). Terdapat 16 kombinasi perlakuan dan masingmasing perlakuan diulang 5 kali sehingga terdapat 80 satuan percobaan. Setiap
satuan percobaan terdapat 5 tanaman sehingga terdapat 400 tanaman.
Model linear aditif Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor.
Y (ij) k = μ + α (i) + β (j) + α β (ij)+ ρk + є (ij) k
Keterangan: Yij k merupakan pengamatan faktor ke ataraf ke-1, faktor B taraf ke-j
dan kelompok ke k. (μ, α (i), β (j)) merupakan kompenen aditif dari
rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (α β
(ij) ) merupakan kompenen interaksi dari faktor A dan faktor B. ρk
merupakan pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak
berinteraksi dengan perlakuan (bersifat aditif), sedangkan є ijk
pengaruh acak yang menyebar normal (0. σє2).
Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan sidik ragam pada
taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji berganda
(DMRT).
Percobaan II: Pertumbuhan Bibit Vanili Terinokulasi FMA dan Trichoderma
harzianum pada Tanah Ultisol
Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua
faktor dimana, Faktor pertama inokulasi FMA: tanpa inokulasi FMA dan
inokulasi Glomus agregatum + Gigaspora margarita. Faktor kedua Trichoderma
harzianum: tanpa Trichoderma harzianum dan pemberian Trichoderma
harzianum. Terdapat 4 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan
diulang 6 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdapat 5 tanaman sehingga terdapat 120 tanaman.
Model linear aditif Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor.
Y (ij) k = μ + α (i) + β (j) + α β (ij)+ ρk + є (ij) k
Keterangan: Yij k merupakan pengamatan faktor ke ataraf ke-1, faktor B taraf ke-j
dan kelompok ke k. (μ, α (i), β (j)) merupakan kompenen aditif dari
rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (α β
(ij) ) merupakan kompenen interaksi dari faktor A dan faktor B. ρk
merupakan pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak
berinteraksi dengan perlakuan (bersifat aditif), sedangkan є ijk
pengaruh acak yang menyebar normal (0. σє2).
Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan sidik ragam pada
taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji berganda
(DMRT)

10
Prosedur Percobaan
Percobaan I: Pertumbuhan akar bibit vanili terinokulasi beberapa jenis
FMA dengan waktu aplikasi yang berbeda pada tanah ultisol
Persiapan media tanam dan bahan tanam
Tanah ultisol yang digunakan dibersihkan dan dipisahkan dari akar dan
tanaman lain, kemudian diayak, dicampur dengan arang sekam dan pupuk
kandang sapi dengan perbandingan 2:1:1. Media tanam tersebut dimasukkan ke
dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm dengan volume 1 L. Bahan
tanam yang digunakan adalah setek vanili satu ruas.
Persiapan naungan
Naungan yang digunakan dari paranet hitam dengan intensitas cahaya75%
dibuat dengan ukuran 6 m x 5 m x 2 m. Pembuatan naungan dilakukan dua
minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah
pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata.
Persiapan Perlakuan
Tahapan kegiatan untuk mendapatkan FMA spora tunggal.
Persiapan Media Tumbuh
Batuan zeolit (ukuran 1-2 mm) dicuci sampai bersih guna menghilangkan
serbuk halus zeolit dan kotoran yang ada. Batuan zeolit yang tidak bersih
dapatberdampak negatif terhadap perkembangan FMA. Kemudian disterilisasi
dengan autoclave pada tekanan 15 atm selama 15 menit untuk menghilangkan
kemungkinan patogen yang ada. Setelah itu batuan zeolit direndam dalam larutan
NaCl 5 000 ppm selama 24 jam.
Persiapan Tanaman Inang
Benih-benih P. javanica yang digunakan sebagai tanaman inang terlebih
dahulu direndam dalam larutan Chlorox 5% selama 5-10 menit sebagai upaya
sterilisasi permukaan. Kemudian direndam dalam air hangat selama ±24 jam
untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Selanjutnya benih-benih
tersebut disemaikan dalam bak persemaian selama ±10 hari atau telah muncul dua
helai daun. Setelah itu dapat langsung dilakukan penanaman.
Pemerangkapan (Trapping)
Teknik trapping yang digunakan mengikuti metoda Brundrett et al. (1994)
dengan menggunakan pot kultur terbuka. Media tanam yang digunakan berupa
campuran contoh tanah sebanyak ±50 g dan batuan zeolit sebanyak ±150 g.
Teknik pengisian media tanam dalam potkultur adalah pot kultur diisi dengan
zeolit sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan contoh tanah dan
terakhir ditutup dengan zeolit sehingga media tanam tersusun atas zeolit-contoh
tanah-zeolit.

11
Kultur Spora FMA Tunggal
Pembuatan kultur spora tunggal mengacu pada metoda yang dilakukan
Mansur (2000), yaitu Petridish Observation Chamber (PDOC). Cawan petri
plastik (diameter 9 cm) yang digunakan sebagai tempat penanaman kultur terlebih
dahulu dilubangi (0.5x0.5 cm) pada bagian tepinya yang berfungsi sebagai tempat
munculnya tanaman (Gambar 2). Kemudian diisi dengan batuan zeolit yang telah
disterilkan dan dijenuhi dengan larutan NaCl (5 000 ppm).
Atas (penutup)
Bawah

Batuan zeolit
Lubang tanam

Gambar 2 Cawan petri plastik diameter 9 cm yang dilubangi 0.5x0.5 cm sebagai
tempat tumbuh tanaman inang. Batuan zeolit steril digunakan untuk
menunjang pertumbuhan akar tanaman dan FMA
Pembuatan Kultur
Spora-spora FMA yang telah diisolasi dari kultur trapping dikumpulkan
dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan spora berdasarkan genusnya,
selanutnya Bibit P. javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (7-10 hari),
kemudian cawan petri ditutup dan diberi perekat (selotip) pada sisi-sisinya. Kultur
diberi label yang memuat data tentang tanggal pembuatan kultur, cawan petri
kultur dibungkus dengan alumunium foil untuk mengurangi pengaruh langsung
cahaya terhadap media kultur.
Cawan petri kultur kemudian diletakkan dalam bak plastik kecil yang
berfungsi sebagai tempat air dan larutan hara bagi kultur. Pemberian air dilakukan
sesuai dengan kebutuhan tanaman, kulturspora tunggal ini dipelihara selama 6
bulan tergantung sporulasi yang terjadi. Pengamatan setiap dua minggu yang
dimulai pada awal bulan kedua setelah pembuatan kultur untuk mengetahui
perkembangan proses sporulasi kultur-kultur . Apabila spora yang terbentuk sudah
cukup banyak maka dilakukan subkultur sehingga diperoleh kultur yang cukup.
Penanaman
Setek vanili 1 buku ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x
20 cm yang telah diisi campuran tanah dengan arang sekam dan pupuk kandang
sapi perbandingan 2:1:1 diatur sesuai denah percobaan.
Pemberian Perlakuan
Inokulasi FMA pada lubang tanam diberikan sesuai dengan perlakuan waktu
aplikasi yaitu pada saat tanam dan 3 minggu setelah tanam. Inokulasi FMA
masing-masing dengan total berat keseluruhan 10 g/lubang tanam setara dengan

12
jumlah spora berkisar antara 50-70 spora/lubang tanam. Berikut rincian inokulasi
masing – masing jenis FMA per lubang tanam : tanpa FMA, Glomus agreggatum
(10 g/lubang tanam), Gigaspora margarita (10 g/lubang tanam), Acaulospora (10
gr/lubang tanam), Glomus agreggatum (5 g/lubang tanam) + Gigaspora margarita
(5 g/lubang tanam), Glomus agreggatum (5 g/lubang tanam) + Acaulospora (5
g/lubang tanam), Gigaspora margarita (5 g/lubang tanam) + Acaulospora (5
g/lubang tanam), Glomus agreggatum (3.33 g/lubang tanam) + Gigaspora
margarita (3.33 g/lubang tanam) + Acaulospora (3.33 g/lubang tanam).
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang penting dilakukan adalah penyiraman setiap
hari. Pelaksanaan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari dan disesuaikan
dengan kondisi curah hujan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan
cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag.
Pengamatan
Pada percobaan ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen
pertumbuhan dan komponen fisiologis tanaman:
1. Persen penyakit busuk batang (PBB).Perhitungan persen penyakit busuk
batang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan
rumus berikut.

2. Persentase setek berakar. Perhitungan persentase setek berakar dilakukan satu
kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

3. Panjang akar primer. Panjang akar primer diukur pada akhir percobaan
4. Panjang tunas. Panjang tunas diukur pada akhir percobaan dengan mengukur
panjang
5. Persen kolonisasi FMA pada akar vanili. Menggunakan rumus (Koske &
Gemma1989).

Tabel 1 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)
No
1
2
3
4

Persen kolonisasi
(%)
0-25
26-50
51-75
76-100

keterangan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

i

13
Percobaan II: Pertumbuhan bibit vanili terinokulasi FMA dan Trichoderma
harzianum pada tanah ultisol
Persiapan media tanam dan bahan tanam
Tanah yang digunakan dibersihkan dan dipisahkan dari akar dan tanaman
lain, kemudian diayak, dicampur dengan arang sekam dan pupuk kandang sapi
dengan perbandingan 2:1: 1. Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam wadah
plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm dengan volume 1 L. Bahan tanam yang
digunakan adalah setek vanili satu buku.
Persiapan naungan
Naungan yang digunakan dari paranet hitam dengan intensitas cahaya 75%
dibuat dengan ukuran 6 m x 5 m x 2 m. Pembuatan naungan dilakukan dua
minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah
pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata.
Persiapan Perlakuan
1.Persiapan inokulum FMA
Hasil kultur spora tunggal yang sudah ada didapat pada percobaan I Glomus
agregatum (5 g/lubang tanam ) + Gigaspora margarita (5 g/lubang tanam)
2. Persiapan Trichoderma harzianum
Peremajaan Trichoderma harzianum
Peremajaan ini dilakukan dengan menumbuhkan isolat T. harzianum yang
sudah murni pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 5 sampai 7hari. Pembiakan massal dilakukan pada 300 g jagung
pipil steril yang sebelumnya disterilisasi terlebih dahulu dengan mengunakan
autoklaf pada suhu 121 ºC. Inkubasi dilakukan selama 14 hari untuk mendapatkan
massa T. harzianum yang telah menutupi seluruh permukaan jagung.
Suspensi konidia sebanyak 1 x 106. Suspensi konidia yang digunakan berasal
dari konidia T. harzianum, yang telah ditumbuhkan pada media PDA. Untuk
mendapatkan suspensi konidia sebanyak 106, miselia cendawan beserta konidianya di
panen dengan menggunakan spatula, membuat suspensi sebanyak 10 ml aquades.
Hasil dari suspensi yang disentrifuse tersebut diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lain yang telah berisi aquades sebanyak 9 ml. Dengan
menggunakan haemacytometer jumlah konidia dihitung sebanyak 1 x 106
Penanaman
Setek ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm yang
telah diisi campuran tanah dan pupuk organik. Sebelum ditanam, setek terlebih
dahulu direndam dalam larutan fungisida (3 g/l air) dan bakterisida (2 g/l air).
Wadah plastik (polybag) diatur sesuai denah percobaan.
Pemberian Perlakuan
Inokulasi FMA Glomus agreggatum + Gigaspora margarita (5 g/lubang
tanam + 5 g/lubang tanam), untuk Trichoderma harzianum diberikan pada saat

14
tanam sebanyak 10 ml kerapatan konidia 12 x 106 disemprotkan pada media
tanam dan batang vanili.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang penting dilakukan adalah penyiraman setiap
hari. Pelaksanaan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari dan disesuaikan
dengan kondisi curah hujan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan
cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag.
Pengamatan
Pada percobaan ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen
pertumbuhan dan komponen fisiologis tanaman:
1. Persen penyakit busuk batang (PBB). Perhitungan persen penyakit busuk
batang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan
rumus berikut.

2. Persen setek hidup. Perhitungan persen keberhasilan setek dilakukan satu kali
pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

3. Panjang tunas. Pengukuran panjang tunas dilakukan setiap dua minggu dengan
cara mengukur pangkal batang (tunas) sampai titik tumbuh tertinggi.
4. Jumlah ruas. Perhitungan jumlah ruas dilakukan setiap dua minggu dengan
cara mengukur panjang ruas pada tunas.
5. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang terbuka secara
sempurna.
6. Ketebalan daun. Pengukuran ketebalan daun dilakukan satu kali pada saat akhir
percobaan dengan menggunakan mikroskop.
7. Diameter ruas. Pengukuran diameter batang dilakukan setiap dua minggu
dengan cara mengukur diameter batang dengan menggunakan jangka sorong.
8. Panjang akar. Pengukuran panjang akar dilakukan satu kali pada saat akhir
percobaan dengan cara mengukur akar terpanjang dari pangkal akar sampai
ujung akar.
9. Volume akar. Pengukuran volume akar dilakukan satu kali pada saat akhir
percobaan dengan mengukur volume air yang naik setelah akar dimasukkan ke
gelas ukur.
10. Kerapatan stomata. Penghitungan kerapatan stomata pada daun dilakukan
satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan mikroskop pada
pembesaran 400 kali.
11. Analisis kandungan klorofil. Analisis kandungan klorofil dilakukan satu kali
pada saat akhir percobaan dengan metode Sims dan Gamon (2002).
12. Bobot biomassa total. Perhitungan bobotbiomassa total dilakukan satu kali

15
pada saat akhir percobaan dengan cara menimbang tunas dan akar.
13. Serapan hara jaringan N, P, K (g/tanaman). perhitungannilai serapan unsur
hara dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Serapan hara (g/tanaman) = konsentrasi jaringan (%) x biomassa total (g).
14. Persen kolonisasi FMA pada akar vanili. Dihitung menggunakan rumus
(Koske dan Gemma1989).

Tabel 2 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)
No
1
2
3
4

Persen kolonisasi (%)
0-25
26-50
51-75
76-100

Keterangan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan yaitu bulan Januari sampai dengan Agustus tahun
2015. Berdasarkan data iklim yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika Dramaga menunjukkan pada percoban 1 selama penelitian
(Februari – Maret 2015) rata-rata curah 359. 95 mm bulan-1, intensitas cahaya
matahari rata-rata 292.3 kal cm-2 hari-1 dengan temperatur udara rata-rata 26.02oC
dan kelembaban rata-rata 86 %. Berbeda dengan percobaan 2 (Mei-Agustus 2015)
dengan curah hujan yang relatif rendah rata-rata 101.52 mm bulan-1, intensitas
cahaya matahari rata-rata 346.92 kal cm-2 hari-1, dengan rata-rata temperature
udara 27.2 oC dan kelembaban rata-rata 77.95%. Data iklim dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Data iklim selama percobaan
Intensitas cahaya Temperatur (oC)
matahari (kal cm-2
hari-1)
Februari
345.6
259.3
25.9
Maret
374.3
325.3
26.2
Mei
201.9
337.5
26.3
Juni
90.2
328.2
28.2
Juli
1.6
353.0
28.2
Agustus
112.4
369
26.2
Sumber : BMG stasiun klimatologi-Bogor
Bulan

Curahhujan
(mm)

Kelembaban
(%)
87.0
85.0
64.0
66.8
90.0
91.0

Rata-rata curah hujan pada awal penanaman pada percobaan 1 (FebruariMaret 2015) tergolong sedang 345.6 mm bulan-1, dan meningkat antara 5-8 MST
(Minggu Setelah Tanam). Kelembaban yang relatif tinggi 87 % menurun sedikit
menjadi 85 %. Setek vanili mulai bertunas pada umur 2 MST dengan rata-rata setek

16
bertunas sebesar 20.52 %, jumlah setek yang bertunas terus meningkat hingga pada
umur 8 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 96.31%. Hasil pengamatan
menunjukkan adanya serangan penyakit busuk batang vanili. Gejala busuk batang
dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman yaitu akar, batang, buah, pucuk,