Tujuan Penulisan Batasan Masalah Metode Penulisan Sejarah Bento

yang susah makan. Salah satu restoran siap saji yang menyediakan hidangan ala bento yaitu Hoka Hoka Bento sejak tahun 1985. Bento memiliki beragam jenis dan bentuk serta warna makanan yang dihasilkan dari penataan bento dapat menarik perhatian para pecinta kuliner baik anak-anak ataupun orang dewasa untuk mencicipi makanan tersebut. Seiring perkembangan kuliner dan seni, tentu saja kreasi “Bento” yang memenuhi kebutuhan gizi dan penampilan visualnya semakin diminati untuk dipelajari dan dipraktikkan dalam meningkatkan kreatifitas yang tinggi dalam menata bento. Hal tersebutlah yang membuat penulis menjadi sangat tertarik terhadap bento dan sekaligus menjadikan bento sebagai bahan penelitian untuk kertas karya ini. Selain itu penulis juga ingin mengetahui lebih banyak lagi segala sesuatu tentang bento beserta jenis-jenisnya.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis memilih judul Bento dalam penyusunan kertas karya ini adalah: 1. Untuk mengetahui asal mula bento serta perkembangannya di masa sekarang ini. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis dan bahan bento. 3. Untuk menggali lebih dalam tentang kreasi bento Universitas Sumatera Utara

1.3 Batasan Masalah

Penulis akan memfokuskan pembahasan hanya pada kreasi-kreasi pada bento. Untuk mendukung pembahasan akan dikemukakan tentang bento secara umum yang meliputi sejarah, jenis dan cara pembuatan bento.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penyusunan kertas karya ini penuis menggunakan metode penelitian kepustakaan Library Research yakni dengan cara memanfaatkan sumber-sumber bacaan yang ada yakni berupa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas kemudian dirangkum dan dianalisa serta dideskripsikan ke dalam kertas karya ini. Selain itu, penulis juga memanfaatkan Informasi Teknologi Internet sebagai referensi tambahan agar data yang didapatkan menjadi lebih akurat dan lebih jelas. Universitas Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BENTO

2.1 Sejarah Bento

Pada akhir zaman Kamakura, orang Jepang mengenal makanan praktis berupa nasi yang ditanak dan dikeringkan. Makanan ini disebut hoshi-ii nasi kering dan dibawa di dalam tas kecil. Hoshi-ii bisa dimakan begitu saja, atau direbus di dalam air sebelum dimakan. Di zaman Azuchi Momoyama 1568-1600, orang sudah mulai senang makan di luar, dan kotak kayu yang dipernis digunakan sebagai wadah membawa makanan. Bentō mulai dikenal sebagai makanan praktis dalam kesempatan hanami atau upacara minum teh. Pada zaman Edo 1603-1867, kebudayaan bentō semakin meluas di kalangan rakyat banyak. Orang yang bepergian atau berwisata membawa makanan praktis yang disebut koshibentō bentō di pinggang. Isinya beberapa onigiri yang dibungkus daun bambu, atau nasi di dalam kemasan kotak beranyam dari bambu yang diikatkan di pinggang. Salah satu jenis bentō yang disebut makunouchi bentō populer di kalangan rakyat yang menonton pertunjukan noh dan kabuki. Bentō dimakan sewaktu pergantian layar panggung maku sehingga dinamakan makunouchi bentō. Di zaman Universitas Sumatera Utara Edo, cara memasak, mengemas, dan menyiapkan bentō untuk kesempatan hanami dan hinamatsuri sudah diterbitkan dalam buku resep masakan. Penjualan paket nasi yang disebut ekiben 駅弁 bentō stasiun dimulai sejak zaman Meiji. Ekiben dimaksudkan untuk dinikmati di atas kereta, dan sering merupakan hidangan khas dari daerah tempat stasiun kereta api tersebut berada. Stasiun KA Utsunomiya Prefektur Ibaraki merupakan salah satu stasiun yang mengklaim sebagai penjual ekiben yang pertama. Pada 16 Juli 1885, di Stasiun KA Utsunomiya dijual ekiben berupa dua buah onigiri berisi umeboshi dan potongan asinan lobak takuan dengan pembungkus daun bambu. Bekal bentō yang dibawa murid dan guru juga mulai populer di zaman Meiji. Jam pelajaran baru selesai di petang hari, dan sekolah-sekolah belum memiliki dapur dan kafetaria yang menyediakan makan siang. Selain bentō berisi nasi, penjual bentō juga mulai menyediakan bentō ala Eropa berisi sandwich. Pada zaman Taisho 1912 -1926, perbedaan kaya-miskin yang tajam seusai Perang Dunia I menimbulkan gerakan sosial untuk menghentikan kebiasaan membawa bentō ke sekolah. Bentō dituduh sebagai sarana pamer kekayaan bagi anak orang berada yang mampu membawa nasi ke sekolah. Pada awal zaman Showa, kotak dari aluminum untuk membawa bento sangat digemari orang Jepang dan merupakan barang mewah. Setelah Perang Dunia II, tradisi membawa bentō secara berangsur-angsur Universitas Sumatera Utara hilang sejalan dengan semakin banyaknya sekolah yang menyediakan ransum makan siang. Bentō kembali populer di tahun 1980-an setelah dikenal kemasan kotak plastik polistirena sekali pakai, oven microwave, dan semakin meluasnya toko kelontong 24 jam. Sementara itu, bentō buatan ibu kembali mulai digemari, dan tradisi membawa bentō dari rumah hidup kembali. Keahlian menyiapkan bentō untuk anak-anak merupakan kebanggaan tersendiri bagi ibu rumah tangga. Lauk seperti sosis dan nori dipotong- potong atau digunting untuk dijadikan hiasan, seperti daun, bunga, binatang, hingga karakter anime.

2.2 Jenis-jenis Bento