Penentuan Nilai Koefisien Tanaman dari Beberapa Spesies Tanaman Hortikultura pada Tanah Inceptisol dengan Pembenahan Kompos

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan
yang berinteraksi dengan cairan dan udara. Komponen pembentuk tanah yang
berupa padatan, cair, dan udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan,
selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang
dipengaruhi oleh suhu udara, angin, dan sinar matahari. Untuk bidang pertanian,
tanah merupakan media tumbuh tanaman. Media yang baik bagi pertumbuhan
tanaman harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air, udara, unsur
hara, dan terbebas dari bahan-bahan beracun dengan konsentrasi yang berlebihan
(Kurnia, et al., 2006).
Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan
tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik
bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses
utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong
degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh
karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk
hidup di muka bumi (Sunaryo, et al., 2003).
Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia hal ini akan
diikuti dengan semakin tingginya kebutuhan pangan nasional. Akan tetapi

banyaknya lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi areal perumahan
maupun kawasan industri mengakibatkan sektor pertanian tidak mampu lagi untuk
mencukupi kebutuhan pangan nasional sehingga menimbulkan krisis pangan
belakangan ini, hal ini disebabkan sudah semakin sempitnya luas lahan yang
1
Universitas Sumatera Utara

2

subur untuk bisa ditanami. Sementara itu dalam upaya untuk menambah total luas
lahan yang subur, saat ini pemerintah sedang giat-giatnya untuk mengkonversi
lahan kering yang secara fisika, kimia ataupun biologinya sama sekali tidak
memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai lahan subur menjadi lahan subur
yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi di sektor pertanian.
Dengan perkataan lain bahwa pembangunan pertanian dapat mengarah
pada lahan-lahan marginal. Tufaila, et al (2014) menyatakan bahwa lahan
marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai dengan sangat
rendah untuk menghasilkan tanaman pertanian. Potensi yang sangat rendah pada
lahan marginal ini disebabkan oleh sifat tanah, lingkungan fisik, atau kombinasi
dari keduanya yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Di

Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan basah maupun lahan kering.
Jenis-jenis tanah yang tergolong lahan marginal untuk lahan kering,
umumnya termasuk ordo Ultisol dan Oksisol (Podsolik/Podsolik merah-kuning),
Entisol dan Inceptisol (Alluvial). Sebagian besar tanah Podsolik mempunyai
kendala berupa tingkat kesuburan yang rendah dan sifat fisika tanah yang kurang
mendukung pertumbuhan tanaman (Noor, 1996).
Kasno (2009) menyatakan bahwa dari ketiga ordo tanah tersebut,
Inceptisol merupakan jenis tanah yang potensial untuk dikembangkan dengan luas
mencapai 52,0 juta ha secara nasional. Untuk memperbaiki sifat fisik, kimia
maupun biologi dari tanah tersebut diperlukan pengelolaan tanah yang tepat
contohnya dengan penggunaan kompos untuk meningkatkan kandungan bahan
organik dalam tanah. Hairiah, et al (2000) menyatakan bahwa penurunan
kandungan bahan organik menyebabkan kemampuan tanah menahan air semakin

Universitas Sumatera Utara

3

rendah dan menurut pengalaman petani tanah itu cepat menjadi kering bila tidak
hujan beberapa hari saja, sehingga tanaman sering menderita kekeringan.

Sebaliknya, air berlebih di saat hujan mengakibatkan terjadinya aliran permukaan
dan erosi yang cukup besar.
Huda (2016) dan Harahap (2016) telah melakukan kajian sifat fisika dan
kimia tanah, masing-masing pada tanah Ultisol dan Inceptisol dengan perlakuan
pemberian kompos. Perlakuan pemakaian kompos diawali dengan tanah mineral
tanpa kompos (sebagai kontrol), hingga perbandingan pemakaian tanah mineral
7 kg dan kompos 3 kg. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan porositas,
kemampuan tanah menyimpan air dan air tersedia dengan semakin meningkatnya
pemakaian kompos, dan masih ada kecenderungan peningkatan terus dengan
meningkatnya pemakaian kompos.
Berdasarkan penelitian Harahap (2016) hasil penelitian menunjukkan
tanah Inceptisol bertekstur lempung berpasir, dengan kandungan bahan organik
tanah terendah (kontrol) sebesar 1,31% dan tertinggi pada K4 (7 kg tanah + 3 kg
kompos) sebesar 5,86%, porositas terendah (kontrol) sebesar 51,94 dan tertinggi
pada K4 sebesar 56,40 %, permeabilitas terendah (kontrol) sebesar 4,52 dan
tertinggi pada K4 sebesar 7,39 cm/jam, kadar air kapasitas lapang pada PF 2,54
terendah (kontrol) sebesar 37,93 dan tertinggi pada K4 sebesar 50,74%, PF 4,2
terendah (kontrol) sebesar 30,39 dan tertinggi pada K4 sebesar 41,68% sehingga
air tersedia terendah (kontrol) sebesar 7,54 dan tertinggi pada K4 sebesar 9,06%.
Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi tumpukan

sampah/serasah tanaman dan bahan organik lainnya. Keberlangsungan proses
dekomposisi ditandai dengan nisbah C/N bahan yang menurun sejalan dengan

Universitas Sumatera Utara

4

waktu (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Lebih lanjut Harahap (2012)
menyatakan bahwa, nisbah C/N ini dapat digunakan sebagai indikator kematangan
kompos untuk dapat diaplikasikan ke tanah dan jumlah yang diaplikasikan juga
tergantung kepada kesuburan tanahnya. Untuk itu diperlukan penelitian-penelitian
berkenaan dengan respon pemberian kompos pada berbagai jenis tanah yang
marginal agar menjadi media yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, karena
setiap jenis tanah akan berbeda responnya terhadap kompos yang diberikan.
Pemakaian kompos ini sering dilakukan pada tanaman hortikultura, seperti
Pakcoy, Caisim, Selada, Kol, Kubis, Brokoli, dan lain sebagainya. Di antara
tanaman hortikultura tersebut tanaman Pakcoy, Caisim, dan Selada mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi. Lakitan (1995) menyatakan bahwa budidaya tanaman
hortikultura dapat menjadi indikator tingkat kemajuan sektor pertanian pada suatu
daerah atau negara. Pada negara-negara maju, budidaya tanaman hortikultura

merupakan komponen yang dominan dalam sektor pertanian. Potensi ekonomi,
beberapa tanaman hortikultura sangat besar, karena harganya yang tinggi dan juga
karena waktu yang dibutuhkan untuk produksinya singkat. Beberapa jenis
tanaman sayuran dapat ditanam beberapa kali dalam setahun, terutama di daerah
tropis, dimana musim tanam tidak dibatasi oleh musim dingin sebagaimana yang
terjadi pada daerah beriklim sedang (temperate zone).
Dalam budidayanya tanaman tersebut tentunya memerlukan kesuburan
tanah yang baik dan air yang cukup. Ketersediaan air bagi tanaman akan
tergantung pada keadaan tanah dan jenis tanamannya. Hillel (1980) menyatakan
bahwa ketersediaan air bagi tanaman dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu
(1) air cukup tersedia bagi tanaman dari kondisi kapasitas lapang hingga titik layu

Universitas Sumatera Utara

5

permanen, (2) air tersedia dari kondisi kapasitas lapang hingga titik kritis, dan
(3) ketersediaan air berkurang dari kondisi mulai kapasitas lapang hingga titik
layu permanen. Berkurangnya air dapat menyebabkan cekaman terhadap
pertumbuhan tanaman. Namun pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan

tanaman akan tergantung kepada jenis dan kondisi tanah serta umur dan jenis
tanamannya.
Untuk itu dalam pembudidayaan tanaman hortikultura salah satu faktor
utama yang harus diperhatikan adalah irigasi, untuk memenuhi kebutuhan
evapotranspirasi tanaman. Penentuan jumlah air untuk memenuhi kebutuhan air
yang sesuai sangat penting, mengingat bahwasannya selama pertumbuhan tanaman
hortikultura sangat peka terhadap kekurangan atau kelebihan pemakaian air.
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan
berlangsung terus-menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput,
persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa
perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui akar, batang dan daun
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Untuk dapat menentukan laju evapotranspirasi
yang terjadi, harus terlebih dahulu mengetahui koefisien tanaman (Kc) dari
tanaman-tanaman hortikultura yang akan diusahakan. Dengan demikian
kebutuhan air untuk tanaman yang diusahakan tersebut dapat ditentukan setelah
diketahuinya besar laju evapotranspirasi yang terjadi.
Besarnya laju evapotranspirasi tanaman akan tergantung kepada jenis dan
kondisi tanah, jenis dan umur tanaman serta kondisi cuaca (khususnya sifat fisik
tanahnya), dengan upaya memperbaiki sifat fisika tanah Inceptisol menggunakan


Universitas Sumatera Utara

6

pembenah kompos bagi budidaya tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.), Caisim
(Brassica juncea L.), dan Selada (Lactuca sativa L.), diharapkan kemampuan
tanah menahan atau menyimpan air akan meningkat dan kemampuan tanah dalam
mengontrol pemakaian air lebih baik yang pada gilirannya juga dapat
meningkatkan efisiensi pemakaian air. Ketiga spesies tanaman hortikultura
tersebut tentu mempunyai banyak sifat-sifat yang berbeda, sehingga kebutuhan
airnya juga berbeda untuk memenuhi laju evapotranspirasinya. Untuk itu perlu
dikaji nilai koefisien tanaman (Kc) dari ketiga tanaman tersebut.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui nilai koefisien tanaman dari tanaman Pakcoy
(Brassica rapa L.), Caisim (Brassica juncea L.), dan Selada (Lactuca sativa
L.) pada tanah Inceptisol dengan pembenahan kompos.
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai tingkat efisiensi penggunaan air bagi tanaman pada
tanah Inceptisol dengan perlakuan kompos.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu petani dalam menentukan kebutuhan air
yang sesuai bagi tanaman dalam rangka pengembangan dan pengelolaan
jenis tanaman hortikultura pada tanah Inceptisol dengan perlakuan kompos.

Universitas Sumatera Utara