Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Chapter III V

BAB III

TINJAUAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG BPJS

G. Landasan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Pendirian BPJS oleh penguasa negara dengan undang-undang yaitu UU
SJSN, dan UU BPJS, yang di mana pendirian BPJS ini tidak didaftarkan pada
notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.78 Kehadiran yang
tertuang dalam UU SJSN merupakan instrumen negara untuk mewujudkan cita-cita
bangsa ini guna meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS
kesehatan adalah BUMN yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan.79
1. Landasan Filosofis SJSN.
Pemikiran

mendasar

yang


melandasi

penyusunan

SJSN

bagi

penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai berikut:
Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak
konstitusional setiap orang UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan,”Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.” Penyelenggaraan SJSN adalah

78

Nasir WSetyanto, 2012, Peningkatan Kualitas Pelayanan Nasabah BPJS
Ketenagakerjaan Dengan Metode Fuzzy-Servqual dan Indeks PGCV (Studi Kasus BPJS
Ketenagakerjaan Cabang Malang), Jurnal, Hukum Bisnis Vol. 26, Malang.
79

http://www.bpjs-kis.info/2016/09/dasar-hukum-bpjs-kesehatan-jaminan.html, diakses
tanggal 11 Januari 2017.

48
Universitas Sumatera Utara

49

wujud tanggung jawab negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial: UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, ”Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu
mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. Tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3),”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat.” Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan
dengan penghargaan terhadap martabat manusia. UU SJSN Pasal 2 menetapkan,
“SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, asas keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Penjelasan Pasal 2 UU SJSN menjelaskan bahwa asas kemanusiaan
berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. SJSN bertujuan untuk
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. UU SJSN Pasal 3 menetapkan, “SJSN bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.” Penjelasan UU SJSN Pasal 3 menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial
setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.80

80

Asih Eka Putri, Paham SJSN. Sistem Jaminan Sosial Nasional, (Jakarta, FriedrichEbert-Stiftung, 2014). hal 4

Universitas Sumatera Utara

50

2. Landasan Yuridis SJSN
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD 1945 Pasal 28H ayat

(3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) dinyatakan dalam Perubahan Kedua
UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (2) dinyatakan dalam Perubahan Keempat UUD 1945.
Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU SJSN. Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundangkan sebuah peraturan
pelaksanaan UU SJSN setingkat undang-undang, yaitu UU BPJS. Peraturan
Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah
hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi
SJSN yang mencakup UUD 1945, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya
membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014). UUD 1945 Perubahan Kedua
(2000) dan Perubahan Keempat (2002): Pasal 28H ayat (3):”Setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermanfaat.” Pasal 28H ayat (3) meletakkan jaminan sosial sebagai
hak asasi manusia. Pasal 34 ayat (2): ”Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Pasal 34 ayat (2) meletakkan
jaminan sosial sebagai elemen penyelenggaraan perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial. UU SJSN diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004,
sebagai pelaksanaan amanat konstitusi tentang hak konstitusional setiap orang atas
jaminan sosial dengan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang

menyeluruh bagi seluruh warga negara Indonesia. UU SJSN adalah dasar hukum

Universitas Sumatera Utara

51

untuk menyinkronkan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah
dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkau
kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap
peserta. UU BPJS adalah dasar hukum bagi pembentukan badan penyelenggara
jaminan sosial, yaitu BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.
BPJS ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun bagi seluruh tenaga kerja
di Indonesia. UU BPJS mengatur fungsi, tugas, wewenang dan tata kelola badan
penyelenggara jaminan sosial. UU BPJS mengaturtata cara pembubaran empat
Persero penyelenggara program jaminan sosial (PT Askes, PT Jamsostek, PT
Asabri, PT Taspen) berikut tata cara pengalihan aset, liabilitas, hak, kewajiban, dan
pegawai keempat persero kepada BPJS.81
3. Landasan Sosiologis SJSN

Paradigma hubungan antara penyelenggara negara dengan warganya
mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada medio
tahun 1998. Selama pemerintahan orde baru, hubungan tersebut berorientasi kepada
Negara (state oriented). Kemudian sejak reformasi hubungan tersebut berubah
menjadi atau berorientasi kepada rakyat yang berdaulat (people oriented). Rakyat
tidak dipandang sebagai objek tetapi subjek yang diberi wewenang untuk turut
menentukan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak
lagi menguasai penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur

81

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

52

dan mengarahkannya. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut
direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial.
Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika

masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita
hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara
mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan
dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

H. Pengertian Pelayanan Kesehatan dan Syarat-Syarat Pelayanan Kesehatan
Secara etimologis pelayanan berasal dari kata “layan” yang berarti
menolong, menyajikan, membalas, menghidangkan, menanggapi, membantu,
memuaskan, menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan atau diperhatikan orang
(pihak) lain. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan
manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik.82
Menurut Kasmir pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau
organisasi untuk memberikan kepuasan pada pelanggan atau nasabah. Tindakan


82

Lijan Poltok Sinambela. Reformasi Pelayanan Publik. (Jakarta, Bumi Aksara, 2010),

hal 3

Universitas Sumatera Utara

53

yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan sesuatu produk atau
jasa.83
Sedangkan menurut Boediono, menyatakan bahwa “pelayanan adalah
suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang didambakan dari
pelayanan adalah adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan
pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang terkadang sengaja dibuatbuat dan mendapatkan pelayanan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan
yang sama, tertib dan tidak adanya kesenjangan.
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan,
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.84
Pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan
mutu layanan kesehatan kedalam terminologi operasional, sehingga semua orang
yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien,
penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan ataupun manajemen
organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam melaksanakan
tugas dan perannya masing-masing.85

83

Boediono. Pelayanan Prima Perpajakan.Cetakan kedua (Jakarta, Rineka Cipta, 2003),

hal 60
84

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009
Imbalo Pohan, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. (Jakarta, EGC, 2007), hal 28

85

Universitas Sumatera Utara

54

Pelayanan kesehatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan
sasaran utamanya adalah masyarakat. Ruang lingkup pelayanan kesehatan
masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peran pemerintah
dalam pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar. 86
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan
kesehatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service). pelayanan kesehatan
ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan
keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada
institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin,
praktik mandiri.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) Pelayanan kesehatan
masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan

86

Satrianegara MF dan Sitti, Buku Ajar dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta
Kebidanan, (Jakarta, Salemba Medika, 2009), hal 29.

Universitas Sumatera Utara

55

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan
promotif dan preventif. 87
Pelayanan kesehatan dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan
adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.
Syarat-syarat pelayanan kesehatan, antara lain :
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat
berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaanya dalam
masyarakakt adalah setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima dengan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat
diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate) artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat
istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat tidak
wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

87

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 52 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

56

3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan
disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan
pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah
perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah
pelayanan kesehatan yang baik.
4. Mudah di jangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dijangkau (affordable) oleh

masyarakat.

Pengertian

keterjangkauan

yang

dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan
yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan
karena itu hanya mungkin di nikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja,
bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu
(quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu
pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara

Universitas Sumatera Utara

57

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah di
tetapkan.88
Akibat perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran kelima persyaratan
pokok ini sering kali tidak dipenuhi. Dengan telah berkembangnnya ilmu dan
teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan.

I. Sistem Pembiayaan Pembayaran Kesehatan di Indonesia
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2
(dua) sistem yaitu:
1. Fee for Service
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, di mana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada
pemberi pelayanan kesehatan (selanjutnya

disebut

PPK).

PPK mendapatkan

pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang
dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian besar
masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan
kesehatan secara free for service. Dari laporan World Health Organization
(WHO) di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem free for service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti
sistem health insurance (WHO, 2009).
Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak
PPK

untuk memanfaatkan hubungan

Agency Relationship,

di

mana

PPK

mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya
88

http://kebunhadi.blogspot.co.id/2012/11/konsep-pelayanan-kesehatan_17.html, diakses
tanggal 15 Januari 2017

Universitas Sumatera Utara

58

kepada pasien yang sekecil-kecilnya ditentukan dari negoisasi. Semakin banyak
jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari
jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung
PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk
mendapatkanimbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak
ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem
health insurance ini dapat berupasystem kapitasi dan System Diagnose Related
Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa
pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu.
Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang
dilakukan oleh suatu lembaga PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan
pembayaran oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan dengan
pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan
biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan
Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Masyarakat yang
telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan
kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai
ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga
dan biaya terjangkau.

Universitas Sumatera Utara

59

Sistem kedua yaitu DRG tidak berbeda jauh dengan sistem kapitasi di atas.
Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang
dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan
diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit.
Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaanya demi
kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari
sistem health insurance adalah dapat terjadinya underutilization di mana dapat
terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak
bergabung dalam sistem ini, maka risiko kerugian tidak dapat terhindarkan.
Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan sistem ini berupa PPK mendapat
jaminan adanya pasien (captive market ), mendapat kepastian dana di tiap awal
periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose. Dengan menggunakan sistem ini akan membuat
PPK lebih kearah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan
sistem

kapitasi

dinilai

lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan

dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan yang selama ini berlaku.
Hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat
memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang
disebutkan dalam SJSN. Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih
banyak memilah peserta asuransi di mana peserta dengan risiko penyakit tinggi
dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi.

Universitas Sumatera Utara

60

Terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat
wajib di mana penduduk yang mempunyai risiko kesehatan rendah akan
membantu yang berisiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan lebih
akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih
menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia. Harus diakui, bahwa
tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang
sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Namun sistem pembiayaan pelayanan kesehatan ini harus
bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam sistem kesehatan yang
komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari
pelayanan

kesehatan

sehingga

terwujud

sistem

yang

lebih

efektif

dan efisien bagi pelayanan kesehatan.89

J. Pengertian dan Latar Belakang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan
UU SJSN ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan
jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui sistem
SJSN setiap orang yang memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal
28H ayat (3) yang dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

89

https://www.scribd.com/doc/124740114/Sistem-Pembiayaan-Kesehatan-Indonesia,
diakses tanggal 21 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

61

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.90
Pengembangan jaminan sosial juga selaras dengan tujuan pembentukan
Negara Indonesia yang menganut paham negara kesejahteraan (welfare state).
Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain dinyatakan bahwa salah satu
tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Agar
hak setiap orang atas jaminan sosial sebagaimana amanat konstitusi dapat terwujud,
maka UU SJSN dinyatakan bahwa program jaminan sosial bersifat wajib yang
memungkinkan mencakup seluruh penduduk yang pencapaiannya dilakukan secara
bertahap. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan
sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu
adalah program jaminan kesehatan.
Upaya pencapaian jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk (universal
coverage) harus dituangkan ke dalam peta jalan (roadmap) yang sistematis,
komprehensif dan terpadu. Peta jalan ini disusun dengan melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dan telah disepakati untuk dilaksanakan. Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) Pasal 7 ayat (2) UU SJSN dinyatakan, bahwa DJSN
berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN.
Sesuai mandatnya dalam UU SJSN melakukan sinkronisasi dalam penyelenggaraan
jaminan sosial, termasuk di dalamnya kesehatan. Atas dasar beberapa pertimbangan
itulah maka disusun peta jalan pengembangan jamaninan kesehatan ini.
90

Hadi Setia Tunggal, Memahami Sistem Jaminan Sosial (SJSN) dan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, (Jakarta, Harvarindo, 2015), hal 18.

Universitas Sumatera Utara

62

Penyelenggaran jaminan sosial di Indonesia dikelola oleh pemerintah negara
yang kemudian berkembang menjadi BUMN. Berdasarkan Inpres No. 17 tahun
1967 (yang selanjutnya dikukuhkan dengan Undang-Undnag No. 8 tahun 1969,
dibentuk perusahaan negara ada tiga, yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan),
Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Negara Perseroan Terbatas (Persero
atau PT). Perjan untuk menangani usaha yang bersifat public utility, Perum untuk
menangani usaha yang bersifat vital bagi negara dan Persero/PT untuk menangani
usaha sebagaimana perusahaan swasta.91
BPJS Kesehatan tidak bisa terlepas dari kehadiran PT Askes (Persero), oleh
karena ini merupakan cikal bakal dari terbentuknya BPJS Kesehatan. Pada tahun
1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan
ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230
Tahun 1968.92 Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr.
G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Kemudian pada tahun 1984 cakupan peserta badan tersebut diperluas dan dikelola
secara profesional dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun
(PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi
91

Ibid, hal 3.
http://www.mgtradio.com/component/k2/item/4975-sejarah-singkat-bpjs-kesehatan,
diakses tanggal 15 Januari 2017.
92

Universitas Sumatera Utara

63

Perusahaan Umum Husada Bhakti. Badan ini terus mengalami transformasi yang
dari tadinya Perum kemudian pada tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT
Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi
kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta
dan manajemen lebih mandiri.
Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1241/Menkes/SK/XI/2004 dan No.56/Menkes/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dengan prinsip penyelenggaraan
mengacu pada :
1.

Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong
royong sehingga terjadi subsidi silang.

2.

Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

3.

Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.

4.

Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

5.

Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

6.

Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan
prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.93
BPJS kesehatan merupakan suatu BUMN yang mempunyai tugas khusus

untuk menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat

93

Ibid

Universitas Sumatera Utara

64

Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS kesehatan ini merupakan salah satu program
pemerintah dalam bentuk kesatuan jaminan kesehatan nasional atau JKN. Jaminan
Kesehatan Nasional ini diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Dasar hukum
dari BPJS kesehatan ini adalah UU SJSN khususnya pada Pasal 5 dan UU BPJS.
Dalam UU BPJS askes (Asuransi Kesehatan) yang sebelumnya dikelola oleh PT
Askes Indonesia (Persero), berubah menjadi BPJS kesehatan sejak tanggal 1
Januari 2014.94
BPJS kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan
Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan merupakan transformasi kelembagaan
PT. Askes (Persero), yaitu:
a. Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) Tahun 1968
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi PNS dan ABRI beserta anggota keluarganya
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan
membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu
Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) dimana oleh
Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan
sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.
b. Perusahaan

Umum

Husada

Bhakti

Tahun

1984-1991,

untuk

lebih

meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar

94

Ibid

Universitas Sumatera Utara

65

dapat dikelola secara professional, Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 1984 tentang Pemeliharaan bagi PNS, Penerima
Pensiun (PNS, ABRI, dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya.
Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984, status badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
c. PT. Askes (Persero) Tahun 1992 – 2013 Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT
Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi
kepada Pemerintah dapat dinegoisasi untuk kepentingan pelayanan kepada
peserta dan manajemen lebih mandiri. Pada tahun 2005 berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero)
ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat
Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat penugasan untuk mengelola
kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
d. BPJS kesehatan Tahun 2014 hingga saat ini berdasarkan UU SJSN dan UU
BPJS maka pada tanggal 1 Januari 2014 PT. Askes (Persero) melakukan
transformasi kelembagaan menjadi BPJS kesehatan. Transformasi tersebut
diiikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta
hak dan kewajiban. PT Askes (Persero) berubah bentuk menjadi BPJS
kesehatan untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat
Indonesia berdasarkan UU BPJS.
Kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKNKIS) yang dikelola BPJS Kesehatan dalam rangka menjalankan amanat UU

Universitas Sumatera Utara

66

SJSN, terbukti telah memberikan harapan baru bagi seluruh rakyat Indonesia
akan adanya kepastian perlindungan atas hak jaminan sosial. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat. Sesuai dengan UU SJSN, jaminan
kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Ketentuan dalam
UU SJSN tersebut sejalan dengan Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 UUD 1945.
Pelaksanaan SJSN bidang kesehatan, salah satunya dilakukan melalui
peningkatan cakupan kepesertaan JKN-KIS melalui pendistribusian Kartu
Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan salah satu sasaran pokok yang tertuang
dalam RPJMN 2015-2019 sebagai penjabaran dari Sembilan Agenda Prioritas
(Nawacita).95

K. Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
BPJS

kesehatan

adalah

badan

hukum

yang

dibentuk

untuk

menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS adalah peleburan 4 (empat)
badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang
dimaksud adalah PT Taspen, PT Jamsostek, PT ASABRI, dan PT Askes. BPJS ini

95

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/Mjg, diakses tanggal 21
Desember 2016

Universitas Sumatera Utara

67

berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga Indonesia diwajibkan untuk
mengikuti program ini.96
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.Peserta jaminan
kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh Pemerintah. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain
menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.
Sesuai dengan Perpres No. 12 Tahun 2013 Peserta Jaminan kesehatan,
yaitu:
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan PBI atau Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan adalah masyarakat yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.Penetapan peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peserta bukan PBI
Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya (Pegawai Negeri Sipil,
Anggota TNI, anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai pemerintar non
pegawai negeri, pegawai swasta);
b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya (pekerja di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri); dan

96

http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses tanggal
15 Januari 2017.

Universitas Sumatera Utara

68

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya (investor, pemberi kerja, penerima
pension, veteran, perintis kemerdekaan).

L. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang
menjadi misi negara untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi
hak rakyat atas jaminan sosial yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945.
Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu
pilar untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 1945. UU SJSN menentukan lima jenis program jaminan social,
yaitu program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian, yang diselenggarakan oleh BPJS yang
merupakan transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang
telah berjalan.
Berdasarkan UU BPJS, dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS kesehatan dan
BPJS ketenagakerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan program jaminan
kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian PT Askes (Persero)
berubah menjadi BPJS kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari 2014, sedangkan
BPJS ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi
peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero) dan PT Asabri
(Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) Jamsostek yang akan berubah

Universitas Sumatera Utara

69

menjadi BPJS ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. UU BPJS
memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan
dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.
Hak dan kewajiban peserta BPJS kesehatan telah dinyatakan dalam
Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan. Hak peserta BPJS kesehatan antara lain :
Hak Peserta
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS kesehatan; dan
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor BPJS kesehatan
Kewajiban Peserta
a. Mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS
kesehatan.
b. Membayar iuran.
c. Memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar.
d.

Melaporkan perubahan data dirinya dan anggota keluarganya, antara lain
perubahan golongan, pangkat, atau besaran gaji, pernikahan, perceraian,

Universitas Sumatera Utara

70

kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
e. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang
yang tidak berhak.
f. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam
melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.
Hak BPJS
UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS
berhak, yaitu:
1) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
jaminan sosial dari DJSN.97
Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan
hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan
operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.

UU BPJS tidak

memberikan pengaturan mengenai berapa besaran “dana operasional” yang dapat
diambil dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannnya. UU

97

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/276, diakses tanggal 21 Desember

2017

Universitas Sumatera Utara

71

BPJS tidak juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut
kepada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Dana operasional yang digunakan oleh BPJS untuk membiayai kegiatan
operasional penyelenggaraan program jaminan sosial tentunya harus cukup pantas
jumlahnya agar BPJS dapat bekerja secara optimal, tetapi tidak boleh berlebihan
apalagi menjadi seperti kata pepatah lebih besar pasak daripada tiang.
Besaran dana operasional harus dihitung dengan cermat, mengunakan ratio
yang wajar sesuai dengan best practice penyelenggaraan program jaminan sosial.
Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS
memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif
memperbaiki

penyelenggaraan

program

jaminan

sosial.

Perbaikan

penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang
semakin baik kepada peserta.
Tentunya DJSN sendiri dituntut untuk melakukan monitoring dan evaluasi
secara objektif dan profesional untuk menjamin terselenggaranya program
jaminan sosial yang optimal dan berkelanjutan, termasuk tingkat kesehatan
keuangan BPJS.
Kewajiban BPJS
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS
berkewajiban untuk:
a) Memberikan

nomor

identitas

tunggal

kepada

Peserta;

Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang

Universitas Sumatera Utara

72

diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin
tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas
tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial
b) Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta
c) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai

kinerja,

kondisi

keuangan, serta

kekayaan

dan

hasil

pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup
informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan
pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan
liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS.
d) Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN.
e) Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku.
f) Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban.
g) Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua
dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun.
h) Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali
dalam 1 tahun.
i) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum.

Universitas Sumatera Utara

73

j) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku
dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan
k) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada
DJSN.98
Jika

dicermati

ke

11

kewajiban

BPJS

tersebut

berkaitan

dengan governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan
sesuai dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility,
responsiveness, independency, danfairness.
Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya
menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan publik untuk
mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan
badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi
mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

98

Ibid

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

MEKANISME PELAKSANAAN DAN KUALITAS PELAYANAN
KESEHATAN TERHADAP PENGGUNA BPJS KESEHATAN
DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2011 TENTANG BPJS

A. Mekanisme Klaim BPJS Kesehatan dan sanksi Bagi Para Pihak Jika
Terjadi Pelanggaran Berdasarkan Peraturan Yang Berlaku
Pertama kali setiap peserta didaftarkan oleh BPJS kesehatan pada suatu
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan setelah
mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota.99
Mekenisme klaim peserta BPJS kesehatan, langkah awal untuk
mendapatkan klaim BPJS kesehatan, agar pengobatan dapat sepenuhnya
ditanggung pihak BPJS kesehatan, maka peserta harus memenuhi aturan atau
prosedur, yaitu:
1. Mendatangi Puskesmas Setempat
Ketika seseorang yang terdaftar pada BPJS kesehatan mengalami sakit dan
ingin mengklaim haknya, peserta tidak dapat langsung datang ke rumah sakit,
maka hal pertama yang harus dilakukan adalah berobat ke fasilitas kesehatan
(Faskes) 1 (satu) terlebih dahulu. Faskes yang dimaksud dalam hal ini adalah
Puskesmas, klinik atau dokter keluarga, namun jika peserta sakit dalam keadaan
darurat dan butuh penanganan cepat dan peralatan yang lebih lengkap, maka dapat

99

Erie Syahrizal, Himpunan Peraturan BPJS Kesehatan, (Jakarta, Antara, 2014), hal 18.

74
Universitas Sumatera Utara

75

saja peserta langsung ke rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS
kesehatan. Pasien dikatakan darurat sendiri jika pasien dalam kondisi sakit yang
dapat menyebabkan kematian maupun cacat. Tapi jika sakit yang tidak bersifat
darurat, maka peserta harus merujuk dulu ke Faskes 1 dalam hal ini yaitu
Puskesmas atau dokter keluarga. Apabila peserta seorang karyawan maka sebelum
ke rumah sakit alangkah lebih baiknya peserta meminta surat izin berobat terlebih
dahulu dari perusahaan. Kemudian setelah mendapat surat izin, maka peserta akan
leluasa untuk berobat puskesmas, klinik atau dokter keluarga.
2. Pemeriksaan di Puskesmas
Puskesmas, klinik atau dokter keluarga Fakes 1, peserta BPJS kesehatan
yang sakit akan diperiksa dan diobati. Di sinilah peserta akan diputuskan apakah
akan dirujuk ke rumah sakit karena kesanggupan puskesmas atau tidak. Jika
memang pihak puskesmas tidak sanggup menangani, maka pasien akan dirujuk ke
rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Saat peserta akan ke
rumah sakit maka peserta harus membawa kartu atau surat rujukan dari Faskes 1.
Karena tanpa adanya kartu rujukan itu, klaim peserta akan ditolak pihak BPJS
kesehatan tidak akan menanggung biaya pengobatan. Maka dari itu membawa
surat rujukan memang merupakan hal yang hukumnya wajib jika peserta ingin
mendapatkan pengobatan secara gratis.
3. Ke Rumah Sakit Rujukan
Setelah peserta siap dengan kelengkapan yang dipersayaratkan, maka
pasien langsung berangkat menuju rumah sakit yang telah ditetapkan. Ingat saat
datang jangan terlambat, karena jika peserta datang terlambat maka peserta tidak

Universitas Sumatera Utara

76

dilayani hari itu dan peserta harus menunggu besok harinya. Kelengkapan yang
dipersyaratkan kepada pasien yang tergolong bukan pasien darurat saat berobat ke
rumah sakit sendiri yaitu:
a. Kartu BPJS asli beserta foto copynya.
b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku.
c. Foto copy Kartu Keluarga (KK).
d. Foto copy Surat Rujukan dari Faskes 1100
Pelanggaran BPJS kesehatan dapat terjadi antara peserta dengan BPJS
kesehatan. Peserta BPJS kesehatan memberikan informasi yang tidak benar
mengenai pekerjaan, penghasilan, anggota keluarga atau status pekerjaan.
Pelanggaran juga dapat terjadi pada pemberi kerja/pengusaha, yaitu dengan
melaporkan upah lebih rendah dari yang dibayarkan, mendaftarkan sebagian
peserta, menunggak pembayaran, bahkan menggelapkan iuran yang dikumpulkan
dari potongan gaji/upah pekerja. Tujuannya sangat jelas yaitu mengurangi jumlah
iuran yang dibayarkan kepada BPJS kesehatan bahkan lebih buruk lagi adalah
penyalahgunaan dana pekerja oleh pemberi kerja.

Pelanggaran dalam

pengumpulan iuran dapat melibatkan oknum BPJS kesehatan dan pemberi
kerja. 101
Penagihan dan pembayaran klaim fasilitas kesehatan kepada BPJS
kesehatan adalah titik rawan pelanggaran yang sering dibicarakan publik akhirakhir ini. Kecurangan dapat terjadi pada dua belah pihak. Untuk mendapatkan
pembayaran seoptimal mungkin dari BPJS kesehatan, fasilitas kesehatan
100

https://www.cermati.com/artikel/cara-berobat-dengan-bpjs-bagaimana-prosedurnya,
15 Januari 2017.
101
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/556,diakses tanggal 15 Januari 2017

Universitas Sumatera Utara

77

menagihkan klaim yang lebih tinggi daripada pelayanan yang sebenarnya
diberikan kepada peserta, atau melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan. Sebaliknya, BPJS kesehatan dapat pula berlaku curang
dengan mengubah sepihak kesepakatan kerja sama dengan fasilitas kesehatan
semata-mata untuk meminimalkan kewajiban membayar pelayanan kesehatan,
atau menunda-nunda pembayaran, bahkan ingkar membayar tagihan klaim.102
Denda dan sanksi jika peserta terlambat membayar iuran BPJS kesehatan
bahkan tidak mau ikut jadi peserta BPJS kesehatan. Program pemerintah yang
satu ini jadi suatu dilemah tersendiri jika masyarakat tidak ikut menjadi peserta
BPJS kesehatan terutama untuk keluarga yang pas pasan saja, kalau untuk
keluarga kelas menengah ke atas hal ini tidak jadi masalah, keluarga yang tidak
mampu sama sekali juga bukan masalah soalnya pemeritah yang menanggung.
Dampak paling buruk jika peserta tidak ikut jadi peserta BPJS kesehatan adalah
tidak mendapatkan pelayanan publik seperti bikin SIM, STNK, bikin sertifikat
tanah. 103
Sanksi yang dapat dijatuhkan bagi orang yang melanggar regulasi terkait
BPJS berupa administrasi, denda dan pidana. Untuk itu dalam penerapan sanksi,
terutama administratif, BPJS kesehatan harus menjalin kerjasama dengan berbagai
lembaga pemerintah yang menggelar pelayanan publik. Seperti kepolisian terkait
dengan pengurusan izin mengemudi (SIM). Mengacu Pasal UU BPJS, pemberi
kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya menjadi peserta BPJS serta tidak memberi data yang benar maka
102

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/556, diakses tanggal 15 Januari 2017.
http://www.abuazmashare.id/2015/05/denda-dan-sanksi-terlambat-bayar-bpjs. html
#ixzz4WCLACaNt, diakses tanggal 15 Januari 2017.
103

Universitas Sumatera Utara

78

dijatuhi sanksi administratif. “Berupa teguran tertulis, denda dan atau tidak
mendapat pelayanan publik tertentu,”104
Sanksi bagi peserta BPJS kesehatan jika terjadi keterlambatan pembayaran
iuran, yaitu:
1.

Keterlambatan pembayaran iuran untuk Pekerja Penerima Upah
dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan,
yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh
Pemberi Kerja.

2.

Keterlambatan pembayaran iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah
dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk
waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran
yang tertunggak.105
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas

Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan dinyatakan
bahwa:
Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah, penyetoran iuran kepada BPJS
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rekening kas
negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

104

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt549149f19f7e9/pemerintah-bahaspenerapan-sanksi-bpjs-kesehatan diakses tanggal 15 Januari 2017.
105
http://www.abuazmashare.id/2015/05/denda-dan-sanksi-terlambat-bayar-bpjs.
html#ixzz4WCQgtSKD, diakses tanggal 15 Januari 2017.

Universitas Sumatera Utara

79

Pasal 17A
(1) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran jaminan kesehatan kepada BPJS kesehatan paling lambat tanggal
10 (sepuluh) setiap bulan.
Sanksi keterlambatan pembayaran iuran BPJS kesehatan tertuang sebagai
berikut:
Dalam hal terdapat keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan lebih dari
1 (satu) bulan sejak tanggal 10 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dan ayat (2) dan dalam Pasal 17A ayat (1), penjaminan peserta diberhentikan
sementara.
Jika tidak membayar 3 bulan berturut-turut kartu peserta BPJS di blokir
Misalnya di sini seorang ibu yang mau melahirkan bayi sesar mereka seminggu
sebelumnya baru mendaftar BPJS agar langsung di pakai dan gratis, giliran suruh
bayar bulanan mereka tidak mau.106"Peserta tidak akan dikenakan denda jika tidak
menggunakan fasilitas rawat inap dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari
sejak status kepesertaan aktif kembali," akan tetapi sebaliknya, peserta akan
dikenakan denda jika dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari menggunakannya
maka rumus penghitungannya 2,5 persen x biaya rumah sakit x jumlah bulan
tertunggak.
Contoh 10 hari setelah status kepesertaan aktif, pasien dirawat di rumah sakit
yang mengahbiskan biaya Rp10 juta. Berikut jumlah denda yang harus dibayar
adalah 2,5 persen x Rp10 juta x 3 = Rp750.000.

106

http://www.bpjs-kesehatan.net/2015/05/akibat-terlambat-membayar-bpjs.html, diakses
tanggal 15 Januari 2017.

Universitas Sumatera Utara

80

B. Iuran Anggota BPJS Kesehatan dengan Pembayaran Cukup Menangani
Kebutuhan Dari Sudut Hukum Kesehatan
Pelayanan BPJS kesehatan mempunyai sasaran di dalam pelaksanaan akan
adanya sustainibilitas operasional dengan memberi manfaat kepada semua yang
terlibat dalam BPJS, pemenuhan kebutuhan medik peserta dan kehati-hatian serta
transparansi dalam pengelolaan keuangan BPJS.107 Penghentian asuransi
kesehatan dan pengalihan ke BPJS sebenarnya tidak akan jadi masalah selama
kualitas layanan BPJS setara dengan kualitas layanan asuransi kesehatan yang
selama ini dinikmati masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
1. Iuran Peserta PBI
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk
yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan
belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan.
2.

Iuran Peserta Bukan PBI
a.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri
atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara,
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen)
dari gaji atau upah per bulan.

b. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan ketentuan
sebagai berikut:
107

http://www.kompasiana.com/antiatijan/analisa-kebijakan-undang-undangimplementasi-bpjs-1-januari-2014_54f738cba3331161108b459d, diakses tanggal 15 Januari 2017.

Universitas Sumatera Utara

81

1) 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja; dan
2) 2% (dua persen) dibayar ole

Dokumen yang terkait

KONSEP ASURANSI SYARIAH DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELANGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

0 13 85

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

7 32 96

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

0 1 8

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

0 0 1

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

0 0 8

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

0 0 1

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

0 0 13

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

0 1 34

Mekanisme Pelaksanaan Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pengguna Bpjs Kesehatan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

0 0 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA BPJS KESEHATAN ATAS PENOLAKAN PELAYANAN KESEHATAN OLEH RUMAH SAKIT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BPJS - Repository UNRAM

0 0 17