Kelompok 5 Sengketa Impor Jeroan
KASUS POSISI SENGKETA IMPOR
JEROAN DARI LUAR NEGERI
Kelompok 5:
•
•
•
•
•
•
•
•
Deasy
Steffi Rap Ratu Mondru
Irfan Imanuel
Dian Anggraeni
Berthy Maryani
Dyah Arum I
Sarah Mardalena
Chandra Kusuma
KASUS POSISI
Kasus ini berawal dari Kebijakan pemerintah yang diprotes AS itu adalah
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012
tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang diberlakukan mulai 27
Oktober 2012.
Permendag itu mewajibkan para importir produk hortikultura untuk
memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam
negeri, dan penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura.
Para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan,
standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
Para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan,
standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
Selain itu, melalui Permentan Nomor 60 Tahun 2012, pelabuhan masuk
produk horti impor juga tidak bisa sembarang lagi. Pemerintah hanya
membolehkan produk horti impor itu masuk melalui empat pelabuhan saja,
yakni Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar
dan Bandara SoekarnoHatta.
IMPLIKASI
Kebijakan soal pembatasan impor produk horti dan
daging serta hewan sapi ini dianggap merugikan
perdagangan Amerika Serikat. Indonesia dituduh
menerapkan persyaratan yang ketat terhadap produk
produk hortikultura impor. Selain itu, Indonesia
merapkan kuota impor daging sapi dan produk
peternakan lainnya yang membuat industri AS turun
drastis.
Kebijakan ini membuat pejabat perdagangannya, Ron
Kirk mengajukan nota protes resmi ke Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) pada 10 Januari 2013.
Mereka meminta konsultasi ke Badan Penyelesaian
Sengketa WTO terkait importasi produk hortikultura,
hewan dan produk hewan yang diterapkan pemerintah
Indonesia.
ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus posisi yang dijabarkan pada
slide sebelumnya, kebijakan yang diambil oleh
Negara Indonesia dalam hal ini Kementrian
Perdagangan dengan membatasi impor horti dan
daging tidak melanggar prinsip non diskriminasi
treatment dan most favoured nation, karena dalam
hal ini Indonesia memberlakukan pembatasan
impor horti dan daging untuk seluruh negara
dalam hal ini Amerika Serikat, Australia dan
Selandia Baru. Selain itu, pembatasan impor
dilakukan karena alasan kesehatan dimana
didalam produk horti dan daging tersebut
mengandung kandungan logam.
Kandungan logam berat pada jeroan (2008).
Dari hasil penelitian diperoleh 32 sampel jeroan sapi
mengandung kadar Pb (Timbal) cukup tinggi melebihi BMR Pb
(Timbal) pada daging berkisar antara 0,0429,39 ppm yang
terdiri dari 11 sampel (34,4%) jeroan impor dan 21 sampel
(65,6%) jeroan lokal.
Jika dibandingkan dengan BMR Pb (Timbal) pada daging
menurut SNI sebesar 0,02 ppm karena BMR Pb (Timbal)
khusus jeroan belum ditentukan, BMR Pb (Timbal) pada
daging menurut WHO sebesar 0,05 ppm dan BMR Pb
(Timbal) pada daging menurut European Communities
sebesar 0,2 ppm maka sampel tersebut dinyatakan positif
mengandung logam berat Pb (Timbal) dan tidak layak
untuk di konsumsi.
KESIMPULAN
Bahwa merupakan suatu urgensi tersendiri bagi suatu negara
untuk memprioritaskan perlindungan terhadap segenap
masyarakatnya dari halhal yang dapat membahayakan hajat
hidup orang banyak. Dalam hal ini, mengingat juga tanggung
jawab negara sebagaimana yang diamanahkan dalam Universal
Declaration of Human Rights dalam Pasal 25 (1), yang mengatur
mengenai hakhak asasi manusia secara esensial, yaitu:
Pasal 25 UDHR (1) “Setiap orang berhak atas tingkat hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.”
Bahkan, sekedar sebagai analogi, dapat diketemukan
dalam International Covenant on Civil and Political
Rights, bahwa ketentuan dalam suatu konvensi dapat
dikesampingkan manakala terdapat suatu kepentingan
yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan hajat hidup
orang banyak dalam suatu negara, sebagaimana dikutip
sebagai berikut:
Pasal 22 (2) ICCPR: “No restrictions may be placed on the exercise of this
right other than those which are prescribed by law and which are necessary
in a democratic society in the interests of national security or public safety,
public order (ordre public), the protection of public health or morals or
the protection of the rights and freedoms of others. This article shall not
prevent the imposition of lawful restrictions on members of the armed forces
and of the police in their exercise of this right.”
Dengan demikian, selama tendensi dan tujuan
utamanya adalah untuk menjamin terpenuhinya
standar kesehatan masyarakat secara menyeluruh,
maka tindakan pembatasan kuota impor jeroan sapi
oleh Indinesua dapat dijustifikasi demi kepentingan
nasional yang lebih tinggi dan esensil. Lebih lagi, dalil
Indonesia adalah bahwa tindakan tersebut
diimplementasikan secara merata bagi seluruh negara
pengimpor sesama anggota WTO.
TINJUAN PUSTAKA
Jurnal Hukum “KETERKAITAN PRINSIPPRINSIP
HUKUM ANTARA PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL” Oleh
Muchammad Zaidun (Dosen Airlangga).
Adolf, Huala, “Hukum Perdagangan Internasional”, Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2004.
Universal Declaration of Human Rights
International Covenant on Civil and Political Rights.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Internet
http://www.antaranews.com/print/316354/kemendagtun
dapermberlakuanaturanimporhortikultura
http://www.neraca.co.id/article/13699/PerkuatPasar
DomestikKemendagKeluarkanAturanImporHortikultur
a
http://foodreview.co.id/index1.php?view2&id=56454#.U
y538aiSwVE
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/1541/3Nega
raproteslaranganimporjeroan
JEROAN DARI LUAR NEGERI
Kelompok 5:
•
•
•
•
•
•
•
•
Deasy
Steffi Rap Ratu Mondru
Irfan Imanuel
Dian Anggraeni
Berthy Maryani
Dyah Arum I
Sarah Mardalena
Chandra Kusuma
KASUS POSISI
Kasus ini berawal dari Kebijakan pemerintah yang diprotes AS itu adalah
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012
tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang diberlakukan mulai 27
Oktober 2012.
Permendag itu mewajibkan para importir produk hortikultura untuk
memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam
negeri, dan penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura.
Para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan,
standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
Para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan,
standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
Selain itu, melalui Permentan Nomor 60 Tahun 2012, pelabuhan masuk
produk horti impor juga tidak bisa sembarang lagi. Pemerintah hanya
membolehkan produk horti impor itu masuk melalui empat pelabuhan saja,
yakni Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar
dan Bandara SoekarnoHatta.
IMPLIKASI
Kebijakan soal pembatasan impor produk horti dan
daging serta hewan sapi ini dianggap merugikan
perdagangan Amerika Serikat. Indonesia dituduh
menerapkan persyaratan yang ketat terhadap produk
produk hortikultura impor. Selain itu, Indonesia
merapkan kuota impor daging sapi dan produk
peternakan lainnya yang membuat industri AS turun
drastis.
Kebijakan ini membuat pejabat perdagangannya, Ron
Kirk mengajukan nota protes resmi ke Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) pada 10 Januari 2013.
Mereka meminta konsultasi ke Badan Penyelesaian
Sengketa WTO terkait importasi produk hortikultura,
hewan dan produk hewan yang diterapkan pemerintah
Indonesia.
ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus posisi yang dijabarkan pada
slide sebelumnya, kebijakan yang diambil oleh
Negara Indonesia dalam hal ini Kementrian
Perdagangan dengan membatasi impor horti dan
daging tidak melanggar prinsip non diskriminasi
treatment dan most favoured nation, karena dalam
hal ini Indonesia memberlakukan pembatasan
impor horti dan daging untuk seluruh negara
dalam hal ini Amerika Serikat, Australia dan
Selandia Baru. Selain itu, pembatasan impor
dilakukan karena alasan kesehatan dimana
didalam produk horti dan daging tersebut
mengandung kandungan logam.
Kandungan logam berat pada jeroan (2008).
Dari hasil penelitian diperoleh 32 sampel jeroan sapi
mengandung kadar Pb (Timbal) cukup tinggi melebihi BMR Pb
(Timbal) pada daging berkisar antara 0,0429,39 ppm yang
terdiri dari 11 sampel (34,4%) jeroan impor dan 21 sampel
(65,6%) jeroan lokal.
Jika dibandingkan dengan BMR Pb (Timbal) pada daging
menurut SNI sebesar 0,02 ppm karena BMR Pb (Timbal)
khusus jeroan belum ditentukan, BMR Pb (Timbal) pada
daging menurut WHO sebesar 0,05 ppm dan BMR Pb
(Timbal) pada daging menurut European Communities
sebesar 0,2 ppm maka sampel tersebut dinyatakan positif
mengandung logam berat Pb (Timbal) dan tidak layak
untuk di konsumsi.
KESIMPULAN
Bahwa merupakan suatu urgensi tersendiri bagi suatu negara
untuk memprioritaskan perlindungan terhadap segenap
masyarakatnya dari halhal yang dapat membahayakan hajat
hidup orang banyak. Dalam hal ini, mengingat juga tanggung
jawab negara sebagaimana yang diamanahkan dalam Universal
Declaration of Human Rights dalam Pasal 25 (1), yang mengatur
mengenai hakhak asasi manusia secara esensial, yaitu:
Pasal 25 UDHR (1) “Setiap orang berhak atas tingkat hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.”
Bahkan, sekedar sebagai analogi, dapat diketemukan
dalam International Covenant on Civil and Political
Rights, bahwa ketentuan dalam suatu konvensi dapat
dikesampingkan manakala terdapat suatu kepentingan
yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan hajat hidup
orang banyak dalam suatu negara, sebagaimana dikutip
sebagai berikut:
Pasal 22 (2) ICCPR: “No restrictions may be placed on the exercise of this
right other than those which are prescribed by law and which are necessary
in a democratic society in the interests of national security or public safety,
public order (ordre public), the protection of public health or morals or
the protection of the rights and freedoms of others. This article shall not
prevent the imposition of lawful restrictions on members of the armed forces
and of the police in their exercise of this right.”
Dengan demikian, selama tendensi dan tujuan
utamanya adalah untuk menjamin terpenuhinya
standar kesehatan masyarakat secara menyeluruh,
maka tindakan pembatasan kuota impor jeroan sapi
oleh Indinesua dapat dijustifikasi demi kepentingan
nasional yang lebih tinggi dan esensil. Lebih lagi, dalil
Indonesia adalah bahwa tindakan tersebut
diimplementasikan secara merata bagi seluruh negara
pengimpor sesama anggota WTO.
TINJUAN PUSTAKA
Jurnal Hukum “KETERKAITAN PRINSIPPRINSIP
HUKUM ANTARA PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL” Oleh
Muchammad Zaidun (Dosen Airlangga).
Adolf, Huala, “Hukum Perdagangan Internasional”, Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2004.
Universal Declaration of Human Rights
International Covenant on Civil and Political Rights.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Internet
http://www.antaranews.com/print/316354/kemendagtun
dapermberlakuanaturanimporhortikultura
http://www.neraca.co.id/article/13699/PerkuatPasar
DomestikKemendagKeluarkanAturanImporHortikultur
a
http://foodreview.co.id/index1.php?view2&id=56454#.U
y538aiSwVE
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/1541/3Nega
raproteslaranganimporjeroan