Proses Pembuatan Biodiesel dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Dimethyl Carbonate dengan Reaktor Packed Bed Menggunakan Katalis Novozym® 435

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1BIODIESEL

Biodiesel didefinisikan sebagai ester monoalkil dari asam lemak rantai panjang, atau dikenal sebagai Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang berasal dari bahan baku terbarukan seperti minyak sayur atau lemak hewan [10,13].

Minyak yang paling sering digunakan dalam proses pembuatan biodiesel di seluruh dunia adalah rapeseed (terutama di negara-negara Uni Eropa), kedelai (Argentina dan Amerika Serikat), kelapa sawit (negara-negara Asia dan Amerika Tengah) dan bunga matahari, meskipun minyak lainnya juga banyak digunakan seperti kacang tanah, biji rami, safflower, minyak nabati lainnya, dan juga lemak hewani [23].

Keuntungan penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel yaitu [24-27] :

1. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewan.

2. Toksisitas rendah dibandingkan dengan bahan bakar diesel.

3. Terdegradasi lebih cepat daripada bahan bakar diesel sehingga meminimalkan dampak lingkungan dari tumpahan biodiesel.

4. Emisi lebih rendah dari kontaminan seperti karbon monoksida, partikel, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan aldehida.

5. Resiko kesehatan renfah karena mengurangi emizi zat karsinogenik. 6. Tidak ada kandungan sulfur dioksida (SO2).

7. Titik nyala yang lebih tinggi (minimum 100 oC).

Beberapa kelemahan penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel yaitu [24-27] :

a. Konsumsi bahan bakar sedikit lebih tinggi karena nilai kalori yang lebih rendah.


(2)

c. Titik beku lebih tinggi daripada bahan bakar diesel dimana akan menjadi kendala dan menyulitkan dalam cuaca dingin.

d. Kurang stabil dibandingkan bahan bakar diesel sehingga penyimpanan jangka panjang (lebih dari enam bulan) dari biodiesel tidak dianjurkan.

e. Dapat mendegradasi plastik, karet alam gasket, dan selang bila digunakan dalam bentuk murni.

f. Dapat melarutkan endapan sedimen dan kontaminan lainnya dari bahan bakar diesel dalam tangki penyimpanan dan saluran bahan bakar yang kemudian menuju kedalam mesin sehingga dapat menyebabkan masalah pada katup dan sistem injeksi. Karena itu, pembersihan tangki sebelum mengisi dengan biodiesel dianjurkan.

Titik nyala biodiesel lebih tinggi dari bahan bakar diesel. Titik nyala ini penting untuk penyimpanan bahan bakar dan transportasi di jalan keselamatan. Angka setana biodiesel (~50) lebih tinggi dari bahan bakar diesel. Angka setana merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas bahan bakar diesel, terutama kualitas pengapian bahan bakar diesel. Viskositas juga merupakan faktor penting untuk biodiesel. Viskositas mempengaruhi kebanyakan peralatan injeksi bahan bakar dan peningkatan viskositas bahan bakar mengubah viskositas pada suhu rendah. Viskositas tinggi memiliki efek negatif pada atomisasi semprot bahan bakar [28].

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Unsur Kimia Biodiesel dan Solar [28] Kandungan Biodiesel (%) Solar (%)

Karbon 79,6 86,4

Hidrogen 10,5 13,6

Oksigen 8,6 -

Nitrogen 1,3 -

C/H 7,6 6,5

n-Aliphatik 15,2 67,4

Olephenik 84,7 3,4

Aromatik - 20,1


(3)

Tabel 2.2 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan Pr EN 14214/09 [29-31]

No. Parameter Satuan ASTM D 6751/09

EN 14214/03

Pr EN 14214/09

1. Kandungan ester % w/w - ≥96,5 ≥96,5

2. Densitas kg/m3 - 860-900 860-900

3. Viskositas kinematik mm2/s 1,9-6,0 3,5-5,0 3,5-5,0

4. Titik nyala oC

≥ 130 ≥ 93

(gelas tertutup)

≥120 ≥101

5. Kandungan sulfur mg/kg ≤ 15 ≤10 ≤10

6. Residu karbon % w/w ≤0,05 ≤0,30 -

7. Angka Setana ≥47 ≥51 ≥51

8. Kadar abu tersulfatasi % w/w ≤0,02 ≤0,02 ≤0,02

9. Air dan sedimen % w/w ≤0,05 - -

10. Kandungan air mg/kg - ≤500 ≤500

11. Total kontaminasi mg/kg - ≤24 ≤24

12. Korosi pada jalur

tembaga ≤No.3 Kelas 1 Kelas 1

13. Stabilitas oksidasi h ≥3 ≥6 ≥8

14. Angka asam mg

KOH/g ≤0,80 ≤0,50 ≤0,50

15. Nilai Iodin

g Iodin/10 0 g

- ≤120 ≤120

16. Linolenat metil ester % w/w - ≤12,0 ≤12,0 17. Metil ester ganda tak

jenuh % w/w - ≤1 ≤1

18. Kandungan metanol % w/w ≤0,20 ≤0,20 ≤0,20 19. Kandungan

monogliserida % w/w - ≤0,80 ≤0,80

20. Kandungan digliserida % w/w - ≤0,20 ≤0,20 21. Kadungan trigliserida % w/w - ≤0,20 ≤0,20

22. Gliserol bebas % w/w ≤0,020 ≤0,020 ≤0,020

23. Total gliserol % w/w ≤0,24 ≤0,25 ≤0,25

24. Logam kelompok I

(natrium dan kalium) mg/kg ≤5,0 ≤5,0 ≤5,0 25.

Logam kelompok II (kalsium dan magnesium)

mg/kg ≤5,0 ≤5,0 ≤5,0

26. Kandungan fosfor mg/kg ≤10,0 ≤10,0 ≤2,0

27. Cold soak filterability s ≤360 - - 28. Cold filter plugging

point (CFPP)

o

C -

Bergantu ng pada kelas Bergantun g pada kelas


(4)

Biodiesel dapat digunakan dalam bentuk murni atau bila dicampur dengan bahan bakar diesel dalam proporsi tertentu. Kebanyakan campuran biodiesel umum adalah B2 (2% biodiesel, 98% solar), B5 (5% biodiesel, 95% solar), B20 (20% biodiesel, 80% solar) [32].

2.2BAHAN BAKU

2.2.1 Dimethyl Carbonate (DMC)

Dimethyl Carbonate (DMC) diproduksi dari metanol dan karbon dioksida (CO2) sehingga DMC disebut zat kimia yang ramah lingkungan dan memiliki

reaktivitas kimia yang baik, tidak mudah larut dalam air dan memiliki sifat melarut yang baik dengan sebagian besar pelarut organik [33-34].

Salah satu manfaat dari DMC berbasis transesterifikasi asam lemak adalah bahwa reaksi tidak berada dalam kesetimbangan karena senyawanya terurai menjadi CO2 dan alkohol [35]. Sifat-sifat fisika dan kimia DMC dapat dilihat

pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisika dan Kimia DMC [36] Karakteristik Nilai

Berat molekul 90,08 g/mol Wujud cairan tidak berwarna Titik didih 90 oC pada 760 mmHg

Titik leleh 2-4 oC

Densitas 1,0690 g/cm3

Kelarutan dalam air Tidak mudah larut 2.2.2 Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) adalah produk sampingan dari proses pemurnian minyak kelapa sawit dengan asam lemak bebas (FFA) lebih dari 93% berat [37]. PFAD berwarna kuning muda dan berwujud padat pada temperatur kamar [8]. Oleh karena PFAD merupakan produk sampingan maka harga PFAD jauh lebih murah daripada minyak olahan lainnya [11].

Saat ini, kelemahan utama untuk komersialisasi biodiesel adalah biaya yang lebih tinggi dari solar berbasis minyak bumi. Tingginya biaya biodiesel adalah karena bahan baku sebagian besar dari virgin oil yang mahal [8].


(5)

Tabel 2.4 Kompisisi Bahan Baku Biodiesel (%berat) [38]

Rapeseed Kedelai Kelapa

Sawit Tallow PFAD

Minyak Goreng Bekas

Trigliserida 96,0 98,6 87,0 74,0 8,0 62,0

Digliserida 2,0 0,8 6,0 12,0 5,0 16,0

Monogliserida 0,5 0,1 2,0 4,0 2,0 7,0

FFA 1,5 0,5 5,0 10,0 85,0 15,0

Tabel 2.5 Komposisi Asam Lemak pada PFAD [8] Asam Lemak Rumus Molekul Struktur %berat Asam Lemak Jenuh

Miristat C14H28O2 14 : 0 1,0

Palmitat C16H32O2 16 : 0 45,6

Stearat C18H36O2 18 : 0 3,8

Arachidiat C20H40O2 20 : 0 0,3

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal

Palmitoleat C16H30O2 16 : 1 0,2

Oleat C18H34O2 18 : 1 33,3

Ecosenoat C20H38O2 20 : 1 0,2

Tetracosenoat C24H46O2 24 : 1 0,6

Asam Lemak Tak Jenuh Ganda

Linoleat C18H32O2 18 : 2 7,7

Linoleneat C18H30O2 18 : 3 0,3

(a) (b)

Gambar 2.1 Palm Fatty Acid Distillate (a) Pada Suhu Ruangan (b) Setelah Dipanaskan

2.2.3 Katalis Enzim

Pada dasarnya, biodiesel diproduksi menggunakan katalis kimia. Proses katalis basa seperti NaOH / KOH atau yang biasa disebut dengan proses transesterifikasi membutuhkan bahan baku berkualitas tinggi dan seragam. Penggunaan minyak berkualitas rendah membutuhkan langkah-langkah proses tambahan untuk menghilangkan asam lemak bebas (FFA) dengan menggunakan


(6)

katalis asam seperti H2SO4 / HCl atau yang biasa disebut dengan proses

esterifikasi untuk menurunkan kandungan FFA sebelum memasuki proses transesterifikasi [3,38].

Katalis berupa enzim merupakan solusi untuk kandungan FFA yang tinggi pada minyak [38], sehingga diharapkan PFAD berpotensi dijadikan bahan baku yang murah untuk pembuatan biodiesel.

Tabel 2.6 Tingkat FFA yang Direkomendasi untuk Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis Basa

Referensi FFA (%berat)

Ma dan Milford, 1999 [39] < 1 Ramadhas, dkk., 2005 [40] ≤ 2 Zhang, dkk., 2003 [41] < 0,5 Freedman, dkk., 1984 [42] < 1 Tiwari, dkk., 2007 [43] < 1 Sahoo, dkk., 2007 [44] ≤ 2 Enzim dikategorikan kedalam dua bagian yaitu [28] : 1. Free Enzyme

Diisolasi dari berbagai spesies tanaman (getah pepaya, lipase biji oat, dan lipase jarak biji), hewan bakteri (babi dan lipase pankreas manusia), jamur berserabut dan ragi.

2. Immobilized Enzyme

Imobilisasi adalah metode modifikasi yang menempelkan enzim ke sebuah bahan pendukung padat yang tidak larut. Untuk mendapatkan lipase yang lebih ekonomis, aktif, selektif, atau stabil maka dilakukan modifikasi kimia, fisik, dan ekspresi gen teknik.


(7)

Tabel 2.7 Perbandingan Antara Free Enzyme dan Immobilized Enzyme [28] Karakterisitik Free Enzyme Immobilized Enzyme

Harga Tinggi Rendah

Efisiensi Rendah Tinggi

Aktivitas Tidak stabil Stabil

Penggunaan kembali dan pemulihan

Tidak mungkin Mungkin Toleransi terhadap suhu,

pH dll

Rendah Tinggi

Untuk memisahkan dari substrat

Sulit Mudah

Untuk memisahkan dari produk

Sulit Mudah

Pada penelitian ini digunakan enzim Novozym® 435. Novozym® 435 adalah lipase komersial yang diperoleh dengan imobilisasi Candida antarctica pada resin akrilik dan merupakan katalis yang baik yang memberikan yield biodiesel lebih tinggi dari 90% [45].

Gambar 2.2 Novozym® 435 2.3TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK

Transesterifikasi enzimatik telah menarik banyak perhatian karena memproduksi produk kemurnian tinggi dan memungkinkan pemisahan mudah dari produk sampingan berupa gliserol [46].

Transesterifikasi enzimatik memiliki sejumlah keunggulan yaitu [47] : a. Sedikitnya limbah yang dihasilkan industri

b. Enzim dapat digunakan kembali

c. Sensitivitas rendah dengan komposisi bahan baku d. Kecepatan reaksi yang tinggi bahkan pada suhu kamar e. Konsentrasi alkohol yang rendah


(8)

Transesterifikasi secara enzimatik mudah dalam memisahkan antara biodiesel, enzim dan alkohol. Transesterifikasi alkali membutuhkan proses yang banyak dalam pemisahan katalis dan alkohol yang tidak bereaksi dengan biodiesel. Penghapusan katalis melibatkan banyak komplikasi dan biodiesel harus dicuci secara berulang-ulang untuk mencapai kemurnian tertentu [46].

C O

OH C O

H3CO OCH3

+ C

O

OCH3

+ CH3OH + CO2 Gambar 2.3 Reaksi Esterifikasi Enzimatik

Oil Transesterification Separation

Glycerol Alkali

+ MeOH

Evaporation of MeOH

Upper Phase

Lower Phase Washing

Waste Water-Alkaline

Biodiesel

Purification Evaporation of MeOH

Saponified Products


(9)

Oil MeOH Enzyme

Separation Transesterification

Biodiesel Upper Phase

Glycerol Lower

Phase

Gambar 2.5 Produksi Biodiesel dengan Proses Enzimatik [46] 2.4REAKTOR PADA TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK

Reaktor yang paling sering digunakan dalam transesterifikasi enzimatik adalah reaktor batch dan reaktor packed bed.

2.4.1 Reaktor Batch

Reaktor Batch adalah desain sederhana yang biasa digunakan didalam laboratorium. Proses ini dioperasikan dengan penambahan semua komponen dari awal. Proses batch berguna untuk mengumpulkan data tentang proses, seperti untuk produktivitas misalnya enzim. Kekurangan pada proses ini adalah sulitnya memproduksi ester dalam skala besar karena diperlukan volume tangki yang besar, waktu reaksi yang lama dan proses ini tidak berlangsung kontinu.

Fakta lain yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah penurunan bertahap aktivitas enzim akibat dari agitasi fisik yang disebabkan oleh tegangan geser dari pengadukan. Ketika aktivitas enzim menurun, waktu reaksi harus ditingkatkan sesuai, untuk menjaga tingkat tinggi konstan konversi. Dengan waktu, kapasitas pabrik akan berkurang dan akhirnya menjadi rendah sehingga enzim harus diganti [28-38].


(10)

Gambar 2.6 Reaktor Batch 2.4.2 Reaktor Packed Bed

Reaktor packed bed adalah alternatif dari reaktor batch yang secara substansual lebih cepat dan merupakan reaktor kontinu yang lebih ekonomis. Reaktor Packed bed paling banyak digunakan di bidang bioteknologi karena mudah untuk mengoperasikan. Keuntungan yang paling penting dari reaktor packed bed adalah penurunan tegangan geser pada enzim yang akan mengarah ke stabilitas enzim jangka panjang [28]. Dan selain itu, sebuah sistem reaktor packed bed dengan imobilisasi enzim menghasilkan kontak yang baik antara reaktan cair dan katalis padat [38].

1 2

3

4 5

7

6

1. Conical Flask 2. Heater

3. Peristaltic Pump 4. Reactor

5. Glass Beads

6. Novozyme® 435

7. Water Bath 8. Conical Flask


(11)

Dari kedua reaktor tersebut maka reaktor packed bed merupakan sistem reaktor transesterifikasi praktis dengan efisiensi transesterifikasi tinggi [28].

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja transesterifikasi enzimatik dengan proses kontinu :

1. Temperatur

Transesterifikasi enzimatik berlangsung pada suhu rendah dengan rentang 25-60 oC. Pada umumnya, laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu reaksi karena dengan peningkatan konstanta laju dengan suhu dan berkurangnya transfer massa [48-49]. Namun, peningkatan suhu melebihi suhu optimum akan mengakibatkan denaturasi dan deaktivasi termal yang tinggi terhadap enzim sehingga akan terjadinya penurunan aktivitas katalitik [50].

2. Konsentrasi enzim

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka semakin meningkat kandungan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) karena semakin banyak lipase, semakin banyak molekul substrat yang diserap ke pusat aktif dari lipase tersebu [17].

3. Laju alir

Laju alir yang lebih tinggi dapat mempersingkat waktu reaksi. Ketika laju alir rendah maka reaktan (alkohol) akan memiliki waktu yang lebih lama untuk berkontak dengan enzim sehingga mengurangi aktivitas enzim. Sebaliknya laju alir yang tinggi dapat menurunkan kadar FAME karena kontak antara enzim dan substrat tidak begitu lama [17].

4. Perbandingan rasio molar

Semakin tinggi rasio molar minyak terhadap alkohol akan meningkatkan yield biodiesel, akan tetapi dapat menonaktifkan kerja enzim terutama apabila alkohol tidak larut dalam campuran reaksi [51].


(12)

2.5ANALISIS EKONOMI

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) adalah produk sampingan dari proses pemurnian minyak kelapa sawit sehingga PFAD dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Karena PFAD merupakan produk samping maka diharapkan PDAD dapat meminimalkan biaya produksi dan dampak terhadap lingkungan sehinngga dapat diproduksi untuk mencukupo kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin meningkat.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari PFAD. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel.

 Biaya bahan baku :

 Biaya pembelian asam lemak sawit distilat = Rp 1.130 / L [52]

 Biaya pembelian dimethyl carbonate = 1,80 ml (1.5 L Rp 1.800.000) = Rp 2.160 [53]

 Biaya pembelian Novozym®435

$1 / g x Rp 13.401 / $ x 0,01 g = Rp 134,01 [54,55]

 Biaya listrik pada carousel

0,5 kWh x Rp 1,352 /kWh x 2 jam = Rp 1.352 [56] Total biaya bahan baku = Rp 3.654,27

Dapat dilihat bahwa, harga jual bahan baku pembuatan biodiesel dari PFAD berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO (Crude Palm Oil) yaitu sekitar Rp 7.500/liter, canola oil yaitu sekitar Rp. 90.000/liter, dan minyak jarak yaitu sekitar Rp. 180.000/liter [57]. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari PFAD. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku PFAD berpotensi untuk menjadi industri alternatif yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.


(1)

Tabel 2.7 Perbandingan Antara Free Enzyme dan Immobilized Enzyme [28]

Karakterisitik Free Enzyme Immobilized Enzyme

Harga Tinggi Rendah

Efisiensi Rendah Tinggi

Aktivitas Tidak stabil Stabil

Penggunaan kembali dan pemulihan

Tidak mungkin Mungkin Toleransi terhadap suhu,

pH dll

Rendah Tinggi

Untuk memisahkan dari substrat

Sulit Mudah

Untuk memisahkan dari produk

Sulit Mudah

Pada penelitian ini digunakan enzim Novozym® 435. Novozym® 435 adalah lipase komersial yang diperoleh dengan imobilisasi Candida antarctica pada resin akrilik dan merupakan katalis yang baik yang memberikan yield biodiesel lebih tinggi dari 90% [45].

Gambar 2.2 Novozym® 435

2.3TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK

Transesterifikasi enzimatik telah menarik banyak perhatian karena memproduksi produk kemurnian tinggi dan memungkinkan pemisahan mudah dari produk sampingan berupa gliserol [46].

Transesterifikasi enzimatik memiliki sejumlah keunggulan yaitu [47] : a. Sedikitnya limbah yang dihasilkan industri

b. Enzim dapat digunakan kembali

c. Sensitivitas rendah dengan komposisi bahan baku d. Kecepatan reaksi yang tinggi bahkan pada suhu kamar e. Konsentrasi alkohol yang rendah


(2)

Transesterifikasi secara enzimatik mudah dalam memisahkan antara biodiesel, enzim dan alkohol. Transesterifikasi alkali membutuhkan proses yang banyak dalam pemisahan katalis dan alkohol yang tidak bereaksi dengan biodiesel. Penghapusan katalis melibatkan banyak komplikasi dan biodiesel harus dicuci secara berulang-ulang untuk mencapai kemurnian tertentu [46].

C O

OH C

O

H3CO OCH3

+ C

O

OCH3

+ CH3OH + CO2

Gambar 2.3 Reaksi Esterifikasi Enzimatik

Oil Transesterification Separation

Glycerol Alkali

+ MeOH

Evaporation of MeOH

Upper Phase

Lower Phase Washing

Waste Water-Alkaline

Biodiesel

Purification Evaporation of MeOH

Saponified Products


(3)

Oil MeOH Enzyme

Separation Transesterification

Biodiesel Upper Phase

Glycerol Lower

Phase

Gambar 2.5 Produksi Biodiesel dengan Proses Enzimatik [46]

2.4REAKTOR PADA TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK

Reaktor yang paling sering digunakan dalam transesterifikasi enzimatik adalah reaktor batch dan reaktor packed bed.

2.4.1 Reaktor Batch

Reaktor Batch adalah desain sederhana yang biasa digunakan didalam laboratorium. Proses ini dioperasikan dengan penambahan semua komponen dari awal. Proses batch berguna untuk mengumpulkan data tentang proses, seperti untuk produktivitas misalnya enzim. Kekurangan pada proses ini adalah sulitnya memproduksi ester dalam skala besar karena diperlukan volume tangki yang besar, waktu reaksi yang lama dan proses ini tidak berlangsung kontinu.

Fakta lain yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah penurunan bertahap aktivitas enzim akibat dari agitasi fisik yang disebabkan oleh tegangan geser dari pengadukan. Ketika aktivitas enzim menurun, waktu reaksi harus ditingkatkan sesuai, untuk menjaga tingkat tinggi konstan konversi. Dengan waktu, kapasitas pabrik akan berkurang dan akhirnya menjadi rendah sehingga enzim harus diganti [28-38].


(4)

Gambar 2.6 Reaktor Batch

2.4.2 Reaktor Packed Bed

Reaktor packed bed adalah alternatif dari reaktor batch yang secara substansual lebih cepat dan merupakan reaktor kontinu yang lebih ekonomis. Reaktor Packed bed paling banyak digunakan di bidang bioteknologi karena mudah untuk mengoperasikan. Keuntungan yang paling penting dari reaktor packed bed adalah penurunan tegangan geser pada enzim yang akan mengarah ke stabilitas enzim jangka panjang [28]. Dan selain itu, sebuah sistem reaktor packed bed dengan imobilisasi enzim menghasilkan kontak yang baik antara reaktan cair dan katalis padat [38].

1

2

3

4 5

7

8 6

1. Conical Flask 2. Heater

3. Peristaltic Pump 4. Reactor

5. Glass Beads 6. Novozyme® 435 7. Water Bath 8. Conical Flask


(5)

Dari kedua reaktor tersebut maka reaktor packed bed merupakan sistem reaktor transesterifikasi praktis dengan efisiensi transesterifikasi tinggi [28].

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja transesterifikasi enzimatik dengan proses kontinu :

1. Temperatur

Transesterifikasi enzimatik berlangsung pada suhu rendah dengan rentang 25-60 oC. Pada umumnya, laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu reaksi karena dengan peningkatan konstanta laju dengan suhu dan berkurangnya transfer massa [48-49]. Namun, peningkatan suhu melebihi suhu optimum akan mengakibatkan denaturasi dan deaktivasi termal yang tinggi terhadap enzim sehingga akan terjadinya penurunan aktivitas katalitik [50].

2. Konsentrasi enzim

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka semakin meningkat kandungan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) karena semakin banyak lipase, semakin banyak molekul substrat yang diserap ke pusat aktif dari lipase tersebu [17].

3. Laju alir

Laju alir yang lebih tinggi dapat mempersingkat waktu reaksi. Ketika laju alir rendah maka reaktan (alkohol) akan memiliki waktu yang lebih lama untuk berkontak dengan enzim sehingga mengurangi aktivitas enzim. Sebaliknya laju alir yang tinggi dapat menurunkan kadar FAME karena kontak antara enzim dan substrat tidak begitu lama [17].

4. Perbandingan rasio molar

Semakin tinggi rasio molar minyak terhadap alkohol akan meningkatkan yield biodiesel, akan tetapi dapat menonaktifkan kerja enzim terutama apabila alkohol tidak larut dalam campuran reaksi [51].


(6)

2.5ANALISIS EKONOMI

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) adalah produk sampingan dari proses pemurnian minyak kelapa sawit sehingga PFAD dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Karena PFAD merupakan produk samping maka diharapkan PDAD dapat meminimalkan biaya produksi dan dampak terhadap lingkungan sehinngga dapat diproduksi untuk mencukupo kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin meningkat.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari PFAD. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel.

 Biaya bahan baku :

 Biaya pembelian asam lemak sawit distilat = Rp 1.130 / L [52]

 Biaya pembelian dimethyl carbonate = 1,80 ml (1.5 L Rp 1.800.000) = Rp 2.160 [53]

 Biaya pembelian Novozym®435

$1 / g x Rp 13.401 / $ x 0,01 g = Rp 134,01 [54,55]

 Biaya listrik pada carousel

0,5 kWh x Rp 1,352 /kWh x 2 jam = Rp 1.352 [56] Total biaya bahan baku = Rp 3.654,27

Dapat dilihat bahwa, harga jual bahan baku pembuatan biodiesel dari PFAD berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO (Crude Palm Oil) yaitu sekitar Rp 7.500/liter, canola oil yaitu sekitar Rp. 90.000/liter, dan minyak jarak yaitu sekitar Rp. 180.000/liter [57]. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari PFAD. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku PFAD berpotensi untuk menjadi industri alternatif yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.