Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

BAB II
PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
KEKERASAN SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA

A. Ditinjau Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan
hidup dan kehidupannya. 32 Kata setiap orang yang disebutkan dalam pasal 28A
mengartikan semua orang tanpa terkecuali, seorang anak juga memiliki hak yang
sama seperti hal nya orang dewasa.
Menjamin hak anak untuk menjalani kehidupannya maka diaturlah
mengenai pengaturan tentang kekerasan seksual di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana. Tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam BAB XIV BUKU
II KUHP, yaitu yang berhubungan erat dengan kejahatan terhadap badan, sebab
kejahatan ini dapat menimbulkan bahaya terhadap badan maupun jiwa orang lain.
Jadi perbuatan tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP, yaitu;
1. Memaksa wanita untuk bersetubuh dengan dia di luar pernikahan.
2. Memperkosa wanita, padahal diketahui wanita tersebut dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya.
3. Bersetubuh dengan perempuan yang masih dibawah umur (belum 15
tahun atau belum masanya buat kawin).
4. Bersetubuh dengan istri yang masih dibawah umur dan mengakibatkan

luka, luka berat atau meninggal dunia.

32

Pasal 28A Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

22
Universitas Sumatera Utara

23

5. Memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul.
6. Melakukan perbuatan cabul, padahal diketahui wanita tersebut dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya.
7. Melakukan perbuatan cabul dengan seorang, yang masih dibawah
umur (belum 15 tahun atau belum masanya buat kawin).
8. Melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang berjenis
kelaminnya sama.
9. Memberi atau menjanjikan uang atau barang untuk melakukan
perbuatan cabul dengan yang masih di bawah umur.

10. Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur.
11. Menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.
12. Menjadikan

mata

pencaharian

dengan

menghubungkan

atau

memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.
Adapun Pengaturan hukum tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP:
1. Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, di hukum, karena

memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
a. Yang di ancam hukuman dalam pasal ini ialah dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk
bersetubuh dengan dia. Pembuat undang-undang ternyata menganggap
tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi perempuan yang memaksa
untuk bersetubuh, bukankah semata-mata oleh karenapaksaan oleh
seorang perempuan terhadap laki-laki itu di pandang tidak mungkin,

Universitas Sumatera Utara

24

akan tetapi justru karena perbuatan itu bagi laki-laki di pandang tidak
mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang merugikan. Bukankah
seorang perempuan ada bahaya untuk melahirkan anak, oleh karena itu
seorang perempuan yang dipaksademikian rupa, sehingga tak dapat
melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, masuk
pula dalam pasal ini “persetubuhan” harus benar-benar dilakukan
(persetubuhan, adalah panduan antara anggota kemaluan laki-laki
dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi

anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan, sehingga
mengeluarkan mani sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Pebuari 1912
(w.9292)). Apabila tidak, mungkin dapat dikenakan pasal 289 yang
mengatakan tentang “perbuatan cabul”. 33
b. Melakukan kekerasan artinya : mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil secara tidak syah, misalnya memukul dengan tangan,
atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dsb. 34
2. Pasal 286 KUHP
Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya sedang
diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara
selama-lamanya Sembilan tahun.
a. Pingsan, artinya “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”, umpamanya
member minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya
33

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1994), hlm. 210
34

Ibid., hlm. 98


Universitas Sumatera Utara

25

tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang
terjadi pada dirinya. 35
b. Tidak berdaya, artinya tidak mempunyai kekuatan atautenaga sama sekali,
sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya
mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar,
memberikan suntikan sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak
berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Perlu
dicatat disini bahwa mengancam orang dengan akan membuat orang itu
pingsan atau tidak berdaya itu tidak boleh disamakan dengan “mengancam
dengan kekerasan”, sebab dalam pasal ini hanya mengatakan tentang
“melakukan kekerasan”, bukan membicarakan tentang “kekerasan”, atau
“ancaman kekerasan”. 36
c. Perempuan yang sedang tidur nyenyak tidak masuk dalam pasal ini
d. Pingsan dan tidak berdayanya perempuan itu bukan perbuatan sipelanggar
sendiri, maka ia dapat dikenakan pasal 285 KUHP

e. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri tidak
dikenakan pasal ini.
3. Pasal 287 KUHP
(1) Barangsiapa besetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya,
sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu
belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu
belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

35

Ibid.
Ibid.

36

Universitas Sumatera Utara

26

(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduian, kecuali kalau

umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang
pada pasal 291 dan 294 (K.U.H.P 37, 72, 288, 291, 294, 298).
a. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri
mungkin dapat dikenakan pasal 288, akan tetapipersetunuhan itu harus
berakibat luka pada tubuh perempuan tersebut.
b. “Persetubuhan” harus benar-benar dilakukan, apabila belum sampai
demikian mungkin perbuatan itu dapat dikenakan pasal 290 sub.2
c. Sipelanggar harus mengetahui atau patut dapat menyangka, bahwa
perempuan itu belum cukup berumur 15 tahun, atau bila umur ini tidak
nyata, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin.
d. Peristiwa ini adalah delik aduan, kecuali apabila umur perempuan itu
belum cukup 12 tahun, atau peristiwa ini berakibat luka berat atau mati.
Dalam hal ini tidak dinyatakan siapakah yang berhak mengajukan
pengaduan itu, dianggap bahwa yang berhak itu adalah perempuan yang
menderita itu. 37
4. Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,
dihukum karena merusakkan kesopanan deg=ngan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun.


37

Ibid., hlm. 211

Universitas Sumatera Utara

27

a. Yang dimaksudkan dengan perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang
melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu
dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, merabaraba

anggota

kemaluan,

meraba-raba

buah


dada,

dsb.

persetubuhan masuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi
dalam undang-undang disebutkan sendiri. 38
b. Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk
melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan
dilakukannya para dirinya perbuatan cabul.
c. Tentang kekerasan lihat pasal 89
5. Pasal 290 KUHP
Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :
1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang
diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum
cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu
belum masanya buat kawin.
3e. Barangsiapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau
patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup masanya

buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukannya pada dirinya

38

Ibid., hlm. 212

Universitas Sumatera Utara

28

perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada
kawin.
Pasal ini mengatakan tentang “berbuat cabul”. Isinya hampir sama dengan
pasal 286 dan 287 hanya kedua pasal ini menghendaki nyata-nyata persetubuhan.
Menurut pasal ini dapat dihukum juga :
a. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang yang
umurnya belumcukup 15 tahun atau belum masanya dikawin untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbutan cabul.
b. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang (laki-laki
atau perempuan) yang belum cukup umur 15 tahun atau belum

masanya untuj dikawin untuk bersetubuh dengan orang lain di luar
nikah.
Persetubuhan dilakukan oleh seseorang perempuan berumur 35 tahun
dengan seorang pemuda berumur 13 tahun dapat dipandang melakukan
perbuatan cabul pada pemuda itu dan dapat dikenakan pasal ini.
6. Pasal 291 KUHP
(1) Kalau salah satu kejahatan yang di terangkan dalam pasal 286, 287,
289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286,
287, 289, dan 290 itu menyebabkan orang mati, dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Universitas Sumatera Utara

29

Luka berat atau luka parah ialah antara lain 39 :
a. Penyakit atau luka yang tak boleh diharap akan sembuh lagi dengan
sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit
bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan sempurna dan
tidak mendatangkan bahaya maut itu bukanlah luka berat.
b. Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan. Kalau
hanya buat sementara saja bolehnya tidak cakap melakukan pekerjaannya
itu

tidak

masuk

luka

berat.

Penyanyi

misalnya

jika

rusak

kerongkongannya, sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya itu
masuk luka berat.
c. Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indra. Panca indra =
pengelihatan, pencium, pendengaran, rasa lidah, rasa kulit. Orang yang
menjadi buta satu mata atau tuli satu telinga, belum masuk kedalam
pengertian ini, karena dengan mata dan telingayang lain ia masih dapat
melihat dan mendengar.
d. Kudung (rompong) dalam teks bahasa belanda nya “verminking”, cacad
sehingga jelek rupanya, karena ada suatu anggota badan yang putus,
misalnya hidungnya rompong, daun telinganya teriris putus, jari tangan
atau kakinya putus, dsb.
e. Lumpuh (verlamming) artinya tidak bisa menggerakan anggota badannya.
f. Berobah pikiran lebih dari empat minggu. Pikirannya terganggu, kacau,
tidak dapat memikir lagi dengan normal, semua itu lamanya harus lebih

39

Ibid., hlm. 99

Universitas Sumatera Utara

30

dari empat minggu, jika kurang, tidak masuk kedalam pengertian luka
berat.
g. Menggugurkan atau membunuh anak kandungan ibu.
7. Pasal 292 KUHP
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum
dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus
disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
a. Yang dimaksud dewasa seseorang telah berumur 21 tahun atau belum
berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah kawin.
b. Jenis kelamin yang sama = laki-laki dengan laki-laki atau perempuan
dengan perempuan.
8. Pasal 293 KUHP
(1) Barang siapa dengan mempergunakan hadiah atau menjanjikan akan
memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang
berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya
ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak
bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum
dewasanya, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan
dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara sealamalamanya lima tahun.
(2) penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang di kenal
kejahatan itu.

Universitas Sumatera Utara

31

(3) Tempo yang tersebut dalam pasal 74, ditentukan buat satu-satu
pengaduan ini ialah 9 dan 12 bulan.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah 40 :
a. Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan
dia atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya.
b. Membujuknya itu dengan mempergunakan :
b 1.

Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang,

b 2.

Pengaruh yang berlebih-lebihan yang ada disebabkan oleh
perhubungan yang sesungguhnya ada,

b 3.

Tipu.

c. Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa dan tidak bercacat
kelakuannya, ini harus diketahui atau patut dapat disangka oleh yang
membujuk.
Membujuk adalah usaha supaya orang menuruti kehendak yang
membujuk, bukan memaksa.
Tidak bercacat kelakuannya = hanya mengenai kelakuan dalam hal
seksuil, membujuk seorang pelacur, meskipun belum dewasa, tidak masuk
disini, karena pelacur sudah bercacat kelakuannya dalam lapangan seksuil.
9. Pasal 294 KUHP
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum
dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang
40

Ibid., hlm. 215

Universitas Sumatera Utara

32

yang belum dewasadipercajakan, atau orang seebawahnya yang belum dewasa,
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(2) Dengan hukuman yang serupa dihukum :
Ke-1.Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di
bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakannya, atau
diserahkan padanya untuk dijaga.
Ke-2.Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor (opzichter) atau bujang dalam
penjara,

rumah

tempat

melakukan

pekerjaan

untuk

negeri

(landswerkinrichting), rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah
sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang
yang ditempatkan disitu.
Dalam ayat (1) dapat dikenakan pula misalnya, mamak (paman dari garis
ibu), ditanah minangkabauyang menurut adatmenjabat sebagai kepala rumah
keluarga, dan menjalankan kekuasaan orang tua, segala macam guru, misalnya
guru ngaji, guru olah raga, instruktur, dsb. Tidak perlu perbuatan itu dilakukan
selama jam mengajar.
Ayat (1) menyebutkan semua terhadap orang yang belum dewasa, sedang
ayat (2) dapat pula mengenai orang dewasa. 41
10. Pasal 295 KUHP
(1) Dihukum :

41

Ibid., hlm. 216

Universitas Sumatera Utara

33

Ke-1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa
dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang
dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya, atau anak angkatnya yag belum
dewasa, oleh anak dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa
yang diserahkan padanya supaya dipeliharanya, dididiknya atau
dijaganya atau bujangnya yang dibawah umur atau orang yang
dibawahnya dengan orang lain.
Ke-2. Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barangsiapa
yang dengan sengaja, diluar hal-hal yang tersebut pada Ke-1,
menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain
yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau
patut disangkanya, bahwa ia ada belum dewasa.
(2) Kalau melakukan kejahatan itu oleh yang bersalah dijalankan sebagai
pencahariannya atau kebiasaannya, maka hukuman itu dapat ditambah dengan
sepertiganya.
Semua dalam pasal ini disebutkan perbuatan cabul (termasuk pula
bersetubuh) oleh orang-orang yang belum dewasa. Jika dilakukan oleh orang
dewasa,

mungkin

dikenakan

pasal

296.

Jika

kejahatan

itu

dijadikan

pencahariannya atau kebiasaannya, maka ancaman hukumannya di tambah.
(pencahariannya = jika dalam hal itu ada pembayarannya), (kebiasaannya = jika
melakukan sedikitnya lebih dari satu kali).

Universitas Sumatera Utara

34

11. Pasal 296 KUHP
Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasannya yaitu dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum
penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 15.000.
a. Pasal ini gunanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan
bordil-bordil atau tempat-tempat pelacuran yang banyak terdapat di kotakota besar.
b. Supaya dapat dihukum harus dibuktikan,bahwa perbuatan itu menjadi
pencahariannya (dengan pembayaran) atau kebiasaannya (lebih dari satu
kali).
c. Yang didapat dikenakan pasal ini misalnya orang menyediakan rumah atau
kamarnya (dengan pembayaran atau lebih dari satu kali) kepada
perempuan dan laki-laki untuk melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu
kelaminnya dengan jalan lain) disitu biasanya untuk itu disediakan pula
tempat

tidur.

Orang yang menyewakan rumah kepada seorang perempuan yang
kebetulan seorang pelacur dan tidak berhubungan dengan dia, melakukan
pelacuran dirumah itu, tidak dikenakan pasal ini, oleh karena orang itu
tidak ada maksud sama sekali untuk mengadakan atau memudahkan
perbuatan cabul, niatnya hanya menyewakan rumah. 42

42

Ibid., hlm. 217

Universitas Sumatera Utara

35

12. Pasal 297 KUHP
Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum
dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.
a. Yang dimaksud dengan memperniagakan atau perdagangan perempuan
ialah

melakukan

perbuatan

dengan

maksud

untuk

menyerahkan

perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya
mencari perempuan-perempuan muda untuk dikirim keluar negeri yang
maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran. 43
b. Menurut pasal ini maka pasal 253, 256, 257, dan 260 berlaku juga, jika
perdagangan orang laki-laki tetapi laki-laki yang belum dewasa.
13. Pasal 298 KUHP
(1) Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasl 281, 284-290, dan 292-297, maka dijatuhkan hukuman
pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-5.
(2) kalau sitersalah melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 292-297 dalam pekerjaannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya itu.
14. Pasal 299 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan atau mengerjakan

43

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

36

sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau
menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapat gugur kandungannya,
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 45.000,(2) Kalau sitersalah mengerjakan itu karena mengharapkan keuntungan,
dari pekerjaannya atau kebiasaannya dalam melakukan kejahatan itu, atau kalau ia
seorang tabib, dukun beranak (bidan), atau tukang membuat obat, hukuman itu,
dapat ditambah dengan sepertiganya.
(3) Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dapat ia
dipecat dari pekerjaannya itu
Dalam pasal ini kiranya perlu pula dibuktikan bahwa perempuan itu betulbetul mengandung, akan tetapi tidak diminta, bahwa kandungan itu betul-betul
gugur atau mati karena pengobatan. (sengaja menggugurkan kandungan
kandungan diancam hukuman pasal 48). Sudah cukupapabila orang itu sengaja
mengobati atau mengerjakan perbuatan pada perempuan dengan memberitahukan
atau menimbulkan pengharapan, bahwa dengan itu dapat terganggu (gugur, mati,
hilang) kandungannya. Jadi yang perlu dibuktikan adalah tentang pemberitahuan
atau penimbulan harapan tersebut. 44
Jika dalam hal itu salah dikira, bahwa perempuan itu hamil, maka orang
yang mengerjakannya itu tidak dapat dihukum, oleh karena tidak ada kandungan
yang di ganggu. Kejahatan dalam pasal ini menjadi selesai, Segera sesudah

44

Ibid., hlm. 219

Universitas Sumatera Utara

37

dimulai dengan obat itu telah diberikan, pemijatan telah dilakukan, jika hal itu
telah diberitahukan atau telah menimbulkan harapan, bahwa kandungan itu dapat
digugurkan.
Seorang wanita merasa mengandung karena tidak mempunyai suami
merasa malu dan ingin menghilangkan kandungan itu. Ia pergi kepada dokter dan
menceritakan maksudnya itu. Sudah barang tentu dokter itu tidak akan
melaksanakan maksudnya itu, karena ini suatu perbuatan yang dicela dan dapat
dihukum, akan tetapi untuk mengajar wanita itu ia pura-pura sanggup dan
memberitahukan pil-pil kepadanya. Main lama kandungan wanita itu tidak tidak
menjadi hilang, akan tetapi perutnya tetap menjadi besar, karena dengan tidak
diketahui oleh wanita itu, pil-pil yang diberikan oleh dokter tadi memang sengaja
hanya pil vitamin saja. Dapatkah dokter itu dihukum menurut pasal ini ? memang
betull semua elemen-elemen dari pasal ini telah dipenuhi, ialah sengaja mengobati
wanita dengan menimbulkan pengharapan, bahwa kandungannya dapat gugur,
akan tetapi tidak dapat dihukum, oleh

karena sifat melawan hukum yang

diperlukan bagi tiap-tiap peristiwa pidana disini tidak ada. Bukankah tindakan
dokter disini tidak sekali-kali dimaksud untuk melanggar hukum, bahkan ia
bermaksud untuk melindungi kandungan itu.
Menurut ayat (2) maka ancaman hukumnya diperberat, apabila perbuatan
itu dilakukan :
a. Karena mencari untung ; atau
b. Sebagai pekerjaannya sehari-hari atau sebagai kebiasaan ; dan
c. Oleh dokter, bidan, atau tukang membuat obat.

Universitas Sumatera Utara

38

Seorang dokter yang menggugurkan kandungan atau mengobati agar
kandungan menjadi gugur, berdasarkan atas ilmu pengobatan untuk memelihara
kesehatan atau menolong jiwa perempuan itu tidak dihukum.
A. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Yang di maksud dengan “kekerasan dalam rumah tangga” dalam Pasal 1
Poin 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Adapun ruang lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 2 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
meliputi :
1) Suami, isteri, dan anak;
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan sebagaimana
dimaksud pada angka (1) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan).

Universitas Sumatera Utara

39

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ini yang dimaksud dengan anak dalam
ketentuan ini adalah termasuk juga anak angkat dan anak tiri, sedangkan yang
dimaksud dengan hubungan perkawinan dalam ketentuan ini, misalnya mertua,
mantu, ipar, dan besan.
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
lingkup rumah tangganya sebagaimana diatur dalam Pasal 5, dengan cara :
1) Kekerasan fisik, merupakan perbuatan yang mengakibatkan, jatuh
sakit, atau luka berat (Pasal 6).
kekerasan fisik itu dapat berupa dorongan, cubitan, tendangan,
pukulan, cekikan, luka bakar, pemukulan dengan alat pukul,
siraman zat kimia atau air panas, kekerasan dengan benda tajam,
dan lain-lainnya. Pada pemeriksaan terhadap korban akibat
kekerasan fisik maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan
adalah bila didapati perlukaan yang bukan karena kecelakaan pada
korban. Bekas luka itu dapat diakibatkan oleh suatu kejadian
kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga
fatal. 45
2) Kekerasan psikis/psikologi, adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang (Pasal7).

45

Aroma Elmina Martha, Kekerasan Perempuan dan Hukum, UII Press, Yogyakarta,
2003, hlm.35

Universitas Sumatera Utara

40

Pada kekerasan psikis/psikologi, sebenarnya dampak

yang

dirasakan lebih menyakitkan dari pada kekerasan fisik, bentuk
tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivisme
emosi seseorang sangat bervariasi. Indentifikasi akibat yang timbul
pada kekerasan psikis sulit untuk diukur.
3) Kekerasan seksual, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8).
Yang dimaksud dengan kekerasan seksual (Dalam penjelasan
Pasal 8) adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4) Penelantaran rumah tangga, dalam Pasal 9 menyebutkan bahwa
setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam ruang lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan terhadap orang tersebut,
penelantaran

ini

juga

berlaku

bagi

setiap

orang

yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Ketentuan Sanksi Pidana dan Pemberatannya Dalam Tindak Pidana
Perkosaan Dalam Rumah Tangga
Undang-undang no 24 tahun 2004 tidak mengenal tindak pidana yang
berupa persetubuhan secara paksa atau perbuatan cabul secara paksa. Pembuat
undang-undang menetapkan perbuatan perkosaan atau perbuatan cabul sebagai
kekerasan seksual sehingga pengertiannya lebih luas dari pada keduanya tersebut.
Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku
seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak
korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. adanya kekerasan seksual
yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang
membutuhkan perhatian. 46
Di dalam pasal 46 menyebutkan bahwa “setiap orang yang melakukan
perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf (a)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda
paling banyak Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enak juta rupiah)”.
Pasal 47 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda
paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”.

46

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 32

Universitas Sumatera Utara

42

Adapun berdasarkan Pasal 48 menyebutkan bahwa Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami
gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang kurangnya selama 4 (empat) minggu
terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin
dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, di
pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Selain sanksi pidana pokok, dalam hal kekerasan dalam rumah tangga baik
kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga, hakim dapat
menjatuhkan sanksi pidana tambahan berdasarkan pasal 50 yang menyebutkan
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan
pidana tambahan berupa :
1) pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku
dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku;
2) penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.

Universitas Sumatera Utara

43

3. Perlindungan Hukum Dalam Hal Mengenai Tindak
Perkosaan Yang Dilakukan Ayah Terhadap Anaknya.

Pidana

Dalam hal korban korban (orang yang mengalami kekerasan dan/atau
ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga) maka berdasarkan pasal 26
menyebutkan bahwa korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam
rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat
kejadian perkara, hal pelaporan atas kekerasan dalam rumah tangga kepada
kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara dapat
dilakukan oleh keluarga atau orang lain, dengan ketentuan bahwa korban
memberikan kuasa (baik lisan atau tulisan).
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh
orang tua, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai
dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku.

mengenai perihal alat pembuktian dalam perkara dlam perkara kekerasan dalam
rumah tangga ini berdasarkan Pasal 55 menyebutkan bahwa sebagai salah satu
alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk
membuktikan terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah
lainnya, dimana alat bukti yang sah lainnya dalam kekerasan seksual yang
dilakukan selain dari suami-isteri adalah pengakuan terdakwa.
Tindak pidana perkosaan (kekerasan seksual) yang dilakukan ayah
terhadap anaknya sendiri tidak membedakan usia anak, karena pengertian anak
disini tidak diatur secara tegas apakah dilihat dari segi usia atau tidak, namun jika
dilihat dalam penjelasan Pasal 2 menyebutkan bahwa yang dimaksud anak dalam
ketentuan ini adalah anak kandung, termasuk anak angkat dan anak tiri. Jadi tidak

Universitas Sumatera Utara

44

mempersalahkan usia anak tersebut seperti pengertian anak dalam peraturan
perundang-undangan lainnya yang membatasi usia anak, dalam undang-undang
ini yang terpenting adalah anak tersebut masih dalam ruang lingkup rumah
tangga.
Ada yang membedakan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan
suami terhadap isterinya atau sebaliknya merupakan delik aduan (berdasarkan
Pasal 53), sedangkan tindak pidana perkosaan yang dilakukan diluar suami
terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik biasa.
B. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 jo. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014Tentang Perlindungan
Anak.
1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Bentuk-bentuk kekerasan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 meliputi
kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Undang-undang tidak memberikan secara
tegas definisi tentang kekerasan dan bentuk-bentuk kekerasan itu sendiri. Abuse
adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan,
penyiksaan, atau perlakuan yang salah.
Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Article from Encarta mengartikan
Child Abuse sebagai berikut :
“International acts resukt in physical or emotional harm to children.
The term child abuse covers a wide range of behavior from actual

Universitas Sumatera Utara

45

physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a
child’s basic needs”
(kekerasan terhadap anak adalah perbuatan yang disengaja yang
menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik
maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam
bentuk tingkah-laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh
orang tua atau orang dewasa lainnya, sampai kepada penelantaran
kebutuhan-kebutuhan dasar dasar anak). 47
Suharto mengelompokan child abuse menjadi : physical abuse (kekerasan
fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan
seksual), dan social abuse (kekerasan secara sosial).
Keempat bentuk child abuse ini dijelaskan sebagai berikut ;
1) Kekerasan anak secara fisik (physical abuse), adalah penyiksaan,
pemukulan,

dan

penganiayaan

terhadap

anak,

dengan

atau

tanpamenggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan lukaluka fisik atau kematian pada anak. bentuk luka dapat berupa lecet atau
memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas
gigitan, cubita, ikat pingganng, atau rotan. Dapat pula berupa luka
bakar akibat bensin panas atau berpola seperti sunutan rokok atau
setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan di daerah paha, lengan, mulut,
pipi, dada , perut, punggung, atau daerah bokong. Terjadinya
kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkahlaku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal, sering

47

Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak: Fenomena Masalah Sosial Kritisdi
Indonesia, Nuansa, Bandung, 2006, hlm. 36

Universitas Sumatera Utara

46

menangis, minta jajan, buang air, atau muntah di sembarang tempat,
memecahkan barang berharga;
2) Kekerasan anak secara psikis (psychological abuse), meliputi
penghardikan,

penyampaian

kata-kata

kasar

atau

kotor,

memperlihatkan buku, gambar, film pornografi pada anak. anak yang
mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukan gejala perilaku
seperti menarik diri, pemalu, takut keluar rumah, dan takut bertemu
orang lain;
3) Kekerasan anak secara seksual (sexual abuse), dapat berupa perlakuan
kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui
kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan
kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa (incest,
perkosaan, eksploitasi seksual);
4) Kekerasan secara social, dapat mencakup penelantaran anak dan
eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap perlakuan orang tua
yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh
kembang anak. Misalnya anak dasingkan dari keluarga, dikucilkan,
atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.
Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau
masyarakat. Sebagai contoh memaksa anak untuk melakukan sesuatu
demi kepentingan ekonomi, social, atau politik tanpa memperhatikan
hak-hak

anakuntuk

mendapatkan

perlindungan

sesuai

dengan

perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya anak bekerja

Universitas Sumatera Utara

47

di pabrik dengan upah yang rendah atau tanpa alat yang memadai,
dipaksa

melakukan

pekerjaan

berat

yang

melebihi

batas

kemampuannya.
Menurut Resna dan Darmawan, tindakan kekerasan seksual terhadap anak
dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu : 48
1) Perkosaan. Pelaku perkosaan yang biasanya dilakukan oleh pria,
biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku lebih dahulu
mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika
anak diperiksa dengan segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat
ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan
penemuan mengejutkan dari penemuan akut suatu penganiayaan.
Apabila terdapat kasus perkosaan dengan kekerasan terhadap anak
akan merupakan suatu resiko terbesar karena pengeniayaan sering
berdampak pada emosi yang tidak stabil.
2) Incest. Didefinisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual
lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yaitu
perkawinan di antara mereka dilarang oleh hukum maupun adat. Incest
biasanya terjadi dalam waktu yang lama dan sering menyangkut suatu
proses terkondisi.
3) Eksploitasi.

Eksploitasi

secara

seksual

meliputiprostitusi

dan

pornografi, dan hal ini cukup unik karena meliputi suatu kelompok
secara berpartisipasi, hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau

48

Ibid., hlm. 61

Universitas Sumatera Utara

48

di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan
dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada
beberapa kasus ini meliputi keluarga-keluarga, seluruh keluarga ibu,
ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus dilindungi dan
dipindahkan dari situasi rumah, hal ini merupakan situasi patologi
dimana kedua orang tua sering terlibat kegiatan seksual dengan anakanak dan mempergunakan anak-anaknya untuk prostitusi atau untuk
pornografi.
2. Ketentuan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
Pada Pasal 76 D, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014, menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain. 49
Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,
menyebutkan tentang sanksi pidana 76 D :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
49

Penjelasan Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Universitas Sumatera Utara

49

kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pasal ini, antara lain :
1) Setiap orang.
Dalam undang-undang ini ‘setiap orang’ yang dimaksud adalah orang
perseorangan atau korporasi;
2) Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dalam melakukan persetubuhan, terdakwa melakukan kekerasan atau
ancaman demi memuluskan perbuatannya, bentuk konkret kekerasan
itu misalnya dengan memukul, menendang, menusuk dengan pisau,
dan lain sebagainya, sedangkan ancaman kekerasan itu merupakan
ancaman kekerasan fisik yang didapat berupa perbuatan persiapan
untuk dilakukan perbuatan fisik yang berupa kekerasan yang ditujukan
pada korban guna memudahkan melakukan suatu perbuatan;
3) Memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya. Pengertian
memaksa dsisini merupakan suatu perbuatan untuk menekan kehendak
orang lain agar orang tersebut menerima kehendak terdakwa dalam
melakukan persetubhan, sedangkan yang dimaksud “anak” dalam

Universitas Sumatera Utara

50

undang-undang ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan.
Pada Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014, menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.”
Pada Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014, menyebutkan tentang sanksi pidana 76 E :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Ada kesamaan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 76 D dan Pasal 76 E
Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 dengan Pasal 285 dan Pasal 289 KUHP,
dimana unsur-unsur tersebut adalah adanya unsur “ancaman kekerasan atau
kekerasan” dan unsur “memaksa”. Namun yang membedakannya adalah
terdapatnya unsur “kesengajaan” dalam Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

51

ini, mengingat dalam pasal 285 dan Pasal 289 KUHP tidak terdapat unsur
kesengajaan dalam pasal tersebut.
Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,
menyebutkan bahwa, “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.”
Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,
menyebutkan tentang sanksi pidana Pasal 76 I, “Setiap Orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ataupun Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tidak memberikan definisi apa itu kesengajaan, namun dalam
doktrin hukum pidana dikenal ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu :
1) Kesengajaan sebagai maksud/tujuan, dimana bentuk kesengajaan ini
sama artinya dengan menghendaki (willens) untuk mewujudkan suatu
perbuatan (tindak pidana aktif), menghendaki untuk tidak berbuat atau
melalaikan kewajiban hukum (tindak pidana pasif), dan atau juga
menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu (tindak pidana
materiil);
2) Kesengajaan sebagai kemungkinan, merupakan kesengajaan untuk
melakukan perbuatan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang

Universitas Sumatera Utara

52

mungkin dapat timbul yang tidak ia inginkan dari perbuatan, namun
begitu besarnya kehendak untuk mewujudkan perbuatan tersebut, ia
tidak mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan
tersebut;
3) Kesengajaan sebagai kepastian, adalah kesadaran seseorang terhadap
suatu akibat yang menurut akal orang pada umumnya pasti terjadi oleh
dilakukannya suatu perbuatan tertentu.
Dalam Pasal 1 point (1) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dengan kata lain anak disini
tidak membedakan jenis kelaminnya, apakah anak tersebut merupakan anak
angkat, anak kandung, anak tiri, ataupun anak yang berada dibawah
kepengawasannya.
Dengan demikian pembuat Undang-Undang telah menetapkan ketentuan
sanksi yang sama terhadap tindak pidana perkosaan yang dilakukan ayah terhadap
anak kandungnya, dengan perkosaan yang dilakukan dengan “setiap orang” yang
tidak mempunyai hubungan darah atau keluarga dengan korban. Karena pembuat
Undang-Undang menganggap perbuatan tersebut sama dan bukanlah sebagai
pemberatan dalam ketentuan sanksi pidananya yang telah ditetapkan.
3. Perlindungan Khusus Terhadap Anak
Perlindungan anak dalam undang-undang nomor 35 tahun 2014 jo.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah segala

Universitas Sumatera Utara

53

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskrimasi.
Pada Pasal 13 undang-undang nomor 35 tahun 2014 jo. Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak beserta penjelasannya
menyebutkan, bahwa setiap anak yang selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan: 50
1) Diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status
hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental;
2) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, misalnya tindakan atau
perbuatan

memperaklat,

memanfaatkan,

memeras

anak

untuk

memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan;
3) Penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan
sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak
sebagaimana mestinya;
4) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. Perlakuan yang kejam,
misalnya tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak
menaris belas kasihan kepada anak. perlakuan kekerasan dan

50

Penjelasan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

Universitas Sumatera Utara

54

penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/atau menciderai anak,
dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial;
5) Keadilan. Perlakuan ketidakadilan, misalnya tindakan memihak antara
anak yang satu dengan anak yang lainnya, atau kesewenang-wenangan
terhadap anak; dan
6) Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan
tidak senonoh kepada anak.
Adapun perlindungan yang diberikan bagi korban perkosaan (kekerasan
seksual) berupa perlindungan khusus, dimana dalam Pasal 59 undang-undang
nomor 35 tahun 2014 jo. undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak menyebutkan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak. Perlindungan Khusus kepada anak sebagaimana dimaksud di
berikan kepada:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)

51

Anak dalam situasi darurat
Anak yang berhadapan dengan hukum;
Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
Anak yang menjadi korban pornografi;
Anak dengan HIV/AIDS;
Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
Anak korban kejahatan seksual;
Anak korban jaringan terorisme;
Anak Penyandang Disabilitas;
Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan

51

Penjelasan Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Universitas Sumatera Utara

55

o) Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait
dengan kondisi Orang Tuanya.

Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 diatas, meliputi kekerasan fisik, mental, dan seksual, dilakukan
melalui upaya :
1) Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan ; dan
2) Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
Perlindungan khusus

ini juga berlaku bagi setiap orang

yang

menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan, sebagaimana yang dimaksud diatas.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

1 71 125

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Analisis Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif Indonesia Sebagai Wujud Hukum Berkeadilan Gender

5 100 136

Tinjauan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1345/Pid. B/2010/PN/Medan)

0 66 146

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416/Pid.Sus/2015/PN.Sgl)

4 44 84

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

0 0 6

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

0 0 1

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

0 0 21

Analisis Yuridis Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor : 416 Pid.Sus 2015 PN.Sgl)

0 0 2