Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara mengenai masalah sosial di Indonesia, anak merupakan kajian
permasalahan yang sensitif dibahas dan selalu mendapat perhatian khusus oleh
semua kalangan. Problematika anak dapat disebut juga sebagai unfinished agenda,
agenda yang tidak terselesaikan. Sangat disayangkan melihat sekarang ini fenomena
masalah sosial kritis di Indonesia salah satunya mengenai anak. Anak sebagai pribadi
yang masih menjalani masa perkembangan sering kali mengahadapi permasalahan
sosial yang terkadang tidak dapat diselesaikannya sendiri karena keterbatasannya
sebagai seorang anak. Tidak jarang anak terjerumus dalam masalah sosial seperti
yang sering kita lihat di kepala-kepala berita di berbagai media massa sebagian besar
mengenai kejahatan terhadap anak, yang mana menjadikannya sebagai salah satu
masalah sosial terhangat di Indonesia sekarang ini.
Kejahatan terhadap anak pada saat ini telah mencapai ambang batas yang
memilukan, dimana jika dicermati dalam beberapa kasus kejahatan terhadap anak
justru dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya diharapkan berperan penting
dalam mengasuh dan melindungi anak, yakni orang tua/keluarga dan juga guru
sebagai pendidik. Dalam laporan yang dirilis oleh Badan PBB untuk anak-anak,
UNICEF, pada tahun 2014 sebanyak 6 dari 10 orang anak di seluruh dunia yang
totalnya mencapai 1 miliar, mengalami kekerasan fisik antara usia 2-14 tahun.

Berbekal data dari 190 negara, UNICEF mencatat bahwa seluruh anak-anak di dunia
secara terus menerus dilecehkan secara fisik maupun emosional mulai dari

1

Universitas Sumatera Utara

pembunuhan, tindakan seksual, bullying, dan penegakkan disiplin yang terlalu kasar.
Laporan tersebut menyebutkan hanya ada 39 negara di seluruh dunia yang memiliki
perlindungan anak-anak secara hukum.
(http://news.liputan6.com/read/2101694/unicef-1-dari-10-anak-perempuan-alamipelecehan-seksual, diakses pada tanggal 4 Februari 2016 pukul 14:45 WIB).
Beberapa kasus kejahatan terhadap anak sebagian besar dilakukan oleh orang
terdekat anak itu sendiri dalam bentuk kekerasan ataupun diskriminasi. Di Indonesia
sendiri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan dalam setiap
tahunnya telah terjadi 3.700-an atau sebanyak 13-15 kasus kekerasan terhadap anak
dalam setiap harinya.
(http://rri.co.id/post/berita/104143/nasional/kpai_setiap_tahun_terjadi_3700_kasus_k
ekerasan_terhadap_anak.html diakses pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 15:00
WIB).
Seperti yang tercantum dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.” Pasal ini menunjukkan bahwa anak harus dilindungi
dari segala tindak kekerasan maupun diskriminasi.
Child abuse atau kekerasan terhadap anak antara lain dirumuskan sebagai suatu
bentuk tindakan yang bersifat tidak wajar pada anak dan biasanya dilakukan oleh
orang dewasa. Para pakar umumnya memberikan definisi ini menjadi suatu bentuk
perlakuan salah terhadap anak baik secara fisik (physically abused) seperti

2

Universitas Sumatera Utara

penganiayaan, pemukulan, melukai anak, maupun kejiwaan (mentally abused) seperti
melampiaskan kemarahan terhadap anak dengan mengeluarkan kata-kata kotor dan
tidak senonoh. Bentuk lain dari tindakan tidak wajar terhadap anak dapat juga
berbentuk perlakuan salah secara seksual (sexual abused). Contoh tindakan ini antara
lain kontak seksual langsung yang dilakukan antara orang dewasa dan anak
berdasarkan paska (perkosaan) maupun tanpa paksaan (incest). Tindakan perlakuan
salah secara seksual lainnya adalah eksploitasi seksual seperti prostitusi anak dan

pelecehan seksual terhadap anak. (Wahid & Irfan, 2001:99).
Kekerasan seksual merupakan salah satu dari sekian banyak contoh tindakan
kejahatan terhadap anak dalam bentuk kekerasan. Kekerasan seksual (sexual
violence) terhadap anak merupakan bentuk perlakuan yang merendahkan martabat
anak dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Bentuk perlakuan kekerasan
seksual seperti digerayangi, diperkosa, dicabuli atapun digaulli dengan paksaan telah
membawa dampak yang sangat endemik, dalam kacamata psikologis anak akan
menyimpan semua derita yang pernah ada, terlebih kekerasan seksual pada anak.
(Kartono, 1992:8). Dalam banyak kejadian, kasus kekerasan seksual terhadap anak
sering tidak dilaporkan kepada kepolisi. Kasus tersebut cenderung dirahasiakan,
bahkan jarang dibicarakan baik oleh pelaku maupun korban. Para korban merasa
malu karena menganggap hal itu sebagai sebuah aib yang harus disembunyikan
rapat- rapat atau korban merasa takut akan ancaman pelaku. Sedangkan si pelaku
merasa malu dan takut akan di hukum apabila perbuatannya diketahui.
Berdasarkan laporan UNICEF tahun 2014 yang telah dijelaskan sebelumnya,
dalam laporan tersebut dikatakan bahwa 1 dari 10 anak perempuan di dunia
mengalami pelecehan seksual. Menurut laporan tersebut, kekerasan seksual
3

Universitas Sumatera Utara


menyebar luas. Satu dari 3 remaja perempuan yang telah menikah, dan sekitar 84 juta
orang telah menjadi koban kekerasan emosional, fisik atau seksual yang dilakukan
oleh suami mereka sendiri. Kekerasan oleh pasangan sendiri paling tinggi terjadi di
Kongo dan Guinea. Sedangkan seperti yang diungkapkan oleh Anshor (2014:1)
bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, dari bulan Januari
sampai Agustus tahun 2014, telah terjadi sebanyak 621 (enam ratus dua puluh satu)
kasus kejahatan seksual, sedangkan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 590 (lima
ratus sembilan puluh) kasus. Data lain juga dikemukakan oleh Dwiatmodjo
(2011:202), bahwa dari 1998 kasus kekerasan anak pada tahun 2009, sekitar 62,7%
adalah kasus kekerasan seksual (sodomi, perkosaan, pencabulan, dan incest) yang
diadukan ke Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan ibukota
Provinsi Sumatera Utara juga menjadi sorotan dalam kasus kekerasan seksual yang
dilakukan terhadap anak. Berdasarkan data yang tercantum dalam surat kabar Sumut
Pos tanggal 06 Mei 2014 bahwa di Sumatera Utara, kasus kekerasan seksual terhadap
anak merupakan kasus tertinggi kedua setelah kasus hak kuasa asuh yang ditangani
oleh KPAID Provinsi Sumatera Utara dan setiap tahunnya kasus kekerasan seksual
ini mengalami peningkatan. Seperti yang bisa dilihat dalam kutipan berita online
tentang pencabulan yang dilakukan oleh Y.A (34 tahun) terhadap tetangganya

seorang anak berusia 9 tahun. Kanit Reskrim Polsek Medan Baru, Iptu Oscar S Setjo,
pada hari Selasa tanggal 6 Januari 2015 mengatakan, kejadian bermula saat pelaku
dipergoki oleh kakek korban sedang menunjukkan video dewasa sembari meraba
tubuh korban. Kakek korban melihat cucunya diraba dan langsung berteriak hingga
mengundang perhatian warga. Kemudian pelaku langsung diamankan dan dihajar
4

Universitas Sumatera Utara

hingga babak belur. Kepada polisi pelaku mengaku telah 4 kali melakukan aksi
pencabulan anak di bawah umur. (http://medansatu.com/berita/476/cabuli-anak-9tahun-pengangguran-ini-ditangkap-polsek-medan-baru-sumut/, diakses pada tanggal
18 Januari 2016 pukul 13:53 WIB).
Masih di Kota Medan dengan kasus serupa yakni pencabulan terhadap anak
dibawah umur, dimana dalam kasus ini penulis sebagai peneliti ikut serta pada proses
penanganannya ketika melakukan proses praktikum di Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah Sumatera Utara. Kali ini kasus pencabulan atas N (Pr, 13 tahun)
pada November 2015 lalu yang mana hingga penelitian ini ditulis proses hukum dan
penyidikannya masih berlangsung. Belum diketahui pasti siapa pelaku pencabulan N,
apakah ayah kandungnya sendiri (A, 40 tahun) atau kakeknya sendiri (K, 69 tahun).
Kapolresta Medan Kombes Pol Mardiaz Husein yang turun langsung menangani

kasus tersebut mengatakan bahwa sudah dilakukan pemeriksaan terhadap korban,
namun belum bisa ditetapkan siapa pelaku dari kedua orang terduga tersebut. Korban
belum bisa memberikan pernyataan sebenarnya karena mentalnya masih terganggu,
dan untuk sementara korban dipindahkan ke Rumah Aman KPAID untuk
mendapatkan perawatan supaya jiwa dan mentalnya pulih.
Selengkapnya:

(http://matatelinga.com/view/Berita-Sumut/34815/Saling-Tuduh--

Ayah-Atau-Kakeknya-yang-Cabuli-Gadis-Belia-ini----.html#.VpyLvpp97IV, diakses
pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 13:52 WIB)
Sebagai wujud nyata bahwa Negara sebagai pelindung martabat anak, melalui
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kepres No. 77
tahun 2003 untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang biasa
5

Universitas Sumatera Utara

disebut dengan KPAI. KPAI merupakan lembaga negara yang bersifat independen
yang bertugas untuk melindungi anak-anak bangsa dari segala tindakan yang

merugikan mereka.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah
Komisi Daerah (KPAI-Komisi Negara) yang bersifat Independen yang terbentuk
untuk mendorong/memfasilitasi dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan hakhak anak baik hak hidup, hak sipil, hak tumbuh kembang anak dan hak berpartisipasi
sesuai keinginan bakat dan minat dan kebutuhannya. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya dalam penelitian ini
disebut KPAID SUMUT dibentuk semenjak tanggal 26 Januari 2006 yang lalu oleh
Gubernur Sumatera Utara pada waktu itu Rudolf M. Pardede. Saat ini KPAID
SUMUT masih tetap konsisten dalam mengawal UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Perlindungan hak-hak tersebut dilakukan dengan tujuan “demi
kepentingan terbaik bagi anak” sebagai generasi penerus sekaligus pemilik dan
pengelola masa depan bangsa.
Urgensitas KPAID SUMUT dirasa sangat penting pada saat ini, melihat
kondisi kekerasan seksual terhadap anak khususnya di Kota Medan. Sebagai lembaga
Independen Negara, secara spesifik KPAID SUMUT mempunyai tugas dan fungsi
menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu antara lain:
a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan
Hak Anak.

6


Universitas Sumatera Utara

b) Memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
c) Mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak.
d) Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai
pelanggaran Hak Anak.
e) Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak.
f) Melakukan kerjasama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang
Perlindungan Anak.
g) Memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan
pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.
Dengan begitu tugas dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah jelas
secara legalitasnya. Sekarang ini yang difokuskan adalah bagaimana mengenai
pelaksanaan tugas dan fungsi KPAID SUMUT itu sendiri terhadap maraknya kasus
kekerasan anak yang terjadi seperti pelecehan dan kekerasan seksual di mana-mana.
Berdasarkan data yang peneliti dapat dari pihak KPAID SUMUT mengenai
daftar kasus pengaduan dan juga klasifikasi kasus dalam dua tahun terakhir yang
nantinya akan dilampirkan pada akhir penelitian ini, pengaduan kekerasan terhadap

anak yang dilaporkan ke KPAID SUMUT atas kasus kekerasan seksual pada tahun
2014 sebanyak 56 kasus dengan klasifikasi kasus yang telah selesai sebanyak 39
kasus, termasuk dialamnya kasus yang selesai ditangani melalui proses kepolisian
sebanyak 11 kasus, dan sisanya sebanyak 17 kasus belum tercatat selesai kasusnya,
baik itu karena masih dalam proses hukum ataupun tidak ada keterangan lanjutan

7

Universitas Sumatera Utara

kepada pihak KPAID SUMUT. Sedangkan data kasus kekerasan seksual yang masuk
ke KPAID SUMUT tahun 2015 sebanyak 53 kasus, dengan klasifikasi kasus yang
telah selesai yakni 26 kasus, dimana termasuk didalamnya 23 kasus selesai melalui
proses kepolisian, 2 kasus diproses pengadilan, dan 1 kasus di kejaksaan, kemudian
sisanya sebanyak 27 kasus belum dinyatakan sebagai kasus yang selesai karena
masih dalam proses hukum ataupun tidak ada keterangan lanjutan kepada pihak
KPAID SUMUT.
No

Jenis Kasus


Jumlah

%

1.

Hak Kuasa Asuh (HKA)

72

29,88

2.

Kekerasan Seksual

53

21,99


3.

Penelantaran

36

14,94

4.

Penganiayaan

31

12,86

5.

16

6,64

6.

Anak Berhadapan dengan Hukum
(ABH)
Hak Pendidikan Anak

7

2,90

7.

Pembunuhan

0

0,00

8.

Trafficking

7

12,86

9.

Perlakuan Salah Terhadap Anak

13

6,64

10.

Hak Kesehatan

0

2,90

11.

Melarikan Anak

2

5,39

12.

Korban Kebakaran

0

0,00

13.

Hak Identitas

2

0,83

14.

Kenakalan Anak

1

0,41

15.

Eksploitasi Anak

1

0,41

241

100,00

TOTAL

Tabel I.1 Daftar Kasus Pengaduan KPAID SUMUT Tahun 2015

8

Universitas Sumatera Utara

Jenis Kasus

Jlh

Pr

Lk

Selesai

Proses
Mediasi

Gagal

Proses
Kepolisian

Proses
Pengadilan

Proses
Kejaksaan

Tanpa
Keterangan

HKA

72

50

49

48

2

14

3

-

-

5

Kekerasan
Seksual

53

49

17

26

-

-

23

2

1

4

Penelantaran

36

31

26

26

2

3

1

1

Penganiayaan

31

6

23

22

-

-

7

-

1

1

ABH

16

3

14

13

-

-

1

-

-

2

Pendidikan

7

186

191

4

1

1

-

-

-

1

Traficking

7

6

1

1

1

-

4

-

1

-

Perlakuan
Salah

13

18

6

10

1

-

-

-

-

2

Melarikan
Anak

2

2

-

2

-

-

-

-

-

-

Hak Identitas

2

1

1

-

1

1

-

-

-

-

Kenakalan
Anak

1

1

-

1

-

-

-

-

-

-

Eksploitasi
Anak

1

-

1

1

-

-

-

-

-

-

Total

3

241

Tabel I.2 Daftar Klasifikasi Kasus KPAID SUMUT Tahun 2015

Setelah melihat data-data di atas, jumlah pengaduan yang dilaporkan ke KPAID
SUMUT mengalami penurunan sebanyak 2 kasus. Penurunan tersebut tidak
signifikan, dan kasus kekerasan seksual masih menjadi kasus terbanyak nomor dua di
Sumatera Utara khususnya Kota Medan. Kemudian dapat dilihat kasus yang sudah
selesai proses penanganannya juga mengalami penurunan, dari 39 kasus menjadi 26
kasus, dapat diartikan bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak
yang menjadi dampingan KPAID SUMUT cukup menurun. Melihat hal ini, penulis
menemukan permasalahan dari menurunya kasus kekerasan seksual yang dinyatakan
selesai proses penyelesaiannya, dari penurunan tersebut pastilah terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak
9

Universitas Sumatera Utara

tersebut. Adapun kasus yang telah selesai dalam penanganan KPAID SUMUT yakni
terlapor atau pelaku tindakan pidana kekerasan seksual terhadap anak tersebut telah
mendapat vonis hukuman dari pengadilan berupa penjara dan denda, dikabulkannya
hak restitusi apabila diajukan oleh pihak korban, serta anak korban kekerasan seksual
dikembalikan kepada orangtuanya setelah mendapatkan perlindungan berupa hak
rehabilitasi fisik, psikis, dan reintegrasi sosial di RPTC (Rumah Perlindungan
Trauma Center) milik Kementerian Sosial RI, RUPA (Rumah Perlindungan Anak)
milik KPAID SUMUT, atau di rumah perlindungan anak lainnya dengan
pendampingan KPAID SUMUT bersama pihak Pekerja Sosial atau Sakti Peksos
Kemensos RI terkait.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penulis sebagai
peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui hal-hal apa saja yang berpengaruh
dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak dampingan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT)
dan mengklasifikasikannya menjadi faktor-faktor seperti faktor pendukung dan
penghambat dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual tersebut. Penulis
membatasi penelitian ini pada ruang lingkup kasus kekerasan seksual yang diadukan
di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan
studi kasus pada data tahun 2015. Penulis mengangkat permasalahan yang
dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara”.

10

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Agar memudahkan peneliti dalam menginterpretasikan data dan fakta ke dalam
penulisan, maka penulis sebagai peneliti akan merumuskan permasalahan yang akan
diteliti terlebih dahulu. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah dalam penelitian ini yakni
“Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual
dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyelesaian kasus kekerasan
seksual dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
1.3.2

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam

pengembangan:
1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial mengenai konsep pelayanan sosial
dan juga diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam
menambah referensi dan kajian bagi peneliti atau mahasiswa yang tertarik
terhadap

penelitian

yang

berkaitan

dengan

Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual terhadap anak (Child

11

Universitas Sumatera Utara

Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
Provinsi Sumatera Utara.
2. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan
informasi bagi peneliti untuk meningkatkan lagi pemahaman mengenai
perlindungan anak khususnya pada anak korban kekerasan seksual, serta
masukan dalam pengembangan penyelesaian kasus kekerasan seksual
terhadap anak.
3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam penanganan anak korban
kekerasan khususnya kekerasan seksual dan juga lembaga atau institusi
lainnya yang terkait dalam menangani permasalahan anak agar dapat
membuat suatu pelayanan sosial terkait memberikan perlindungan kepada
anak.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat, serta sistematika penulisan.

12

Universitas Sumatera Utara

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi
operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Komisi Perlindungan
Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatera Utara, dan
gambaran lokasi penelitian secara umum.

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta analisisnya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan
dengan penelitian yang dilakukan.

13

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

8 143 150

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 22 137

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 32

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.1.1 Pengertian anak - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 15

POLA ASUH ORANG TUA ANAK KORBAN PERCERAIAN DAMPINGAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA (KPAID-SU)

0 0 9