Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

(1)

(2)

DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (CHILD SEXUAL ABUSE) DAMPINGAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

A. Informan Kunci (Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID SUMUT)

Profil Informan

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin :

Alamat :

Agama :


(3)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak (Child Sexual Abuse)

a) Faktor Internal (Anak)

1. Apakah menurut Anda anak-anak yang menjadi korban tersebut mengetahui tentang kekerasan seksual terhadap anak?

2. Apakah menurut Anda anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut mengetahui bahwa terdapat hak perlindungan bagi anak atas tindakan kekerasan seksual?

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor pendukung yang berasal dari diri anak korban tersebut? Jika ya, jelaskan. 4. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor

penghambat yang berasal dari diri anak korban tersebut? Jika ya, jelaskan.

b) Faktor Eksternal (Pihak Keluarga/Pelapor)

1. Bagaimana sikap serta respon dari pihak keluarga korban atau pihak lain sebagai pelapor dalam proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak?

2. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor pendukung yang berasal dari pihak keluarga korban atau pihak lain sebagai pelapor tersebut? Jika ya, jelaskan.

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor penghambat yang berasal dari pihak keluarga korban atau pihak lain sebagai pelapor tersebut? Jika ya, jelaskan.


(4)

c) Faktor Eksternal (Pihak Pelaku/Terlapor)

1. Apakah pelaku/terlapor atas tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut pernah terbukti mengancam anak/korban selama proses penyelesaian kasus?

2. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor pendukung yang berasal dari pelaku/terlapor atas tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut? Jika ya, jelaskan.

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor penghambat yang berasal dari pelaku/terlapor atas tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut? Jika ya, jelaskan.

d) Faktor Eksternal (Proses Hukum dengan APH)

1. Menurut pandangan Anda, apakah APH yang terlibat selama proses penyelesaian kasus cukup familier dalam menangani anak korban kekerasan seksual tersebut?

2. Menurut pandangan Anda, apakah proses penyelesaian kasus baik di kepolisian, pengadilan, dan dalam rumah perlindungan sudah ramah anak? 3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor

pendukung yang berasal dari APH yang terlibat selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.

4. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor penghambat yang berasal dari APH yang terlibat selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.


(5)

e) Faktor Eksternal (Pihak KPAID SUMUT)

1. Apa saja bentuk-bentuk intervensi atau pendampingan dari KPAID SUMUT selama proses penyelesaian kasus berlangsung?

2. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor pendukung yang berasal dari pihak KPAID SUMUT sebagai pendamping selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor penghambat yang berasal dari pihak KPAID SUMUT sebagai pendamping selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.

f) Faktor Eksternal (Pihak-pihak lain)

1. Apakah terdapat pihak-pihak lain yang terlibat selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut? Jika ya, sebutkan dan jelaskan.

2. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor pendukung yang berasal dari pihak-pihak lain selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terdapat faktor penghambat yang berasal dari pihak-pihak lain selama proses penyelesaian kasus tersebut? Jika ya, jelaskan.


(6)

B. Informan Utama (Anak Korban Kekerasan Seksual) Profil Informan

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin :

Alamat :

Agama :

Pendidikan :

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak (Child Sexual Abuse)

a) Faktor Internal (Anak)

1. Apakah Anda mengetahui tentang tindakan kekerasan seksual terhadap anak? 2. Apakah Anda mengetahui bahwa terdapat hak perlindungan bagi anak atas

tindakan kekerasan seksual?

3. Apakah Anda menyadari bahwa Anda memerlukan bantuan dalam memenuhi hak perlindungan dan hak rehabilitasi?

4. Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimana pandangan selanjutnya terkait dengan diri Anda?


(7)

5. Ketika Anda disarankan untuk ditempatkan sementara di rumah perlindungan selama proses penyelesaian kasus, apakah Anda memilih berdasarkan keinginan sendiri? Sebutkan alasannya.

6. Selama mengikuti proses penyelesaian kasus tersebut, apakah yang Anda rasakan dalam menghadapi lingkungan sekitar Anda?

7. Apa harapan Anda dalam penyelesaian kasus tersebut? b) Faktor Eksternal (Pihak Keluarga/Pelapor)

1. Apakah Anda memberitahukan tindakan kekerasan seksual tersebut pertama kali kepada keluarga Anda? Jika pihak lain, sebutkan.

2. Hal apakah yang mendorong Anda untuk memberitahukan hal tersebut? 3. Bagaimana respon dari keluarga atau pihak lain yang Anda beritahukan

ketika mengetahui adanya tindakan kekerasan seksual tersebut?

4. Apakah tindakan awal dari keluarga atau pihak lain tersebut setelah mengetahui hal demikian?

5. Selama proses penyelesaian kasus, bagaimana respon keluarga atau pihak lain tersebut ketika Anda dikoordinasikan ke rumah perlindungan?

6. Bagaimana sikap keluarga atau pihak lain tersebut selama proses penyelesaian kasus?

c) Faktor Eksternal (Pihak Pelaku/Terlapor) 1. Apakah Anda mengenali Pelaku/Terlapor?

2. Bagaimana hubungan Anda dengan Pelaku/Terlapor?

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus Anda pernah berhubungan dengan Pelaku/Terlapor?


(8)

4. Apakah Pelaku/Terlapor pernah melakukan ancaman terhadap Anda selama proses penyelesaian kasus tersebut?

5. Apakah harapan Anda terhadap Pelaku/Terlapor terkait penyelesaian kasus tersebut?

d) Faktor Eksternal (Proses Hukum dengan APH)

1. Apakah pihak APH yang menangani kasus merupakan petugas wanita? 2. Bagaimana pandangan Anda mengenai petugas serta pihak-pihak APH yang

menangani kasus tersebut?

3. Apakah Anda pernah terpikirkan untuk mencabut laporan dari pihak yang berwenang menangani kasus? Jika ya, sebutkan alasannya.

4. Bagaimana pandangan Anda selama berada di rumah perlindungan dalam proses penyelesaian kasus?

5. Bagaimana pandangan Anda selama mengikuti proses pengadilan dalam proses penyelesaian kasus?

e) Faktor Eksternal (Pihak KPAID SUMUT)

1. Apakah pihak dari KPAID SUMUT selalu mendampingi Anda selama proses penyelesaian kasus?

2. Apa saja bentuk-bentuk intervensi dari KPAID SUMUT terhadap Anda selama proses penyelesaian kasus berlangsung?

3. Bagaimana menurut pandangan Anda mengenai pendampingan dari KPAID SUMUT selama proses penyelesaian kasus?


(9)

f) Faktor Eksternal (Pihak-pihak lain)

1. Apakah terdapat pihak-pihak lain yang terlibat selama proses penyelesaian kasus? Jika ya, sebutkan dan jelaskan.

2. Bagaimana menurut pandangan Anda terhadap adanya intervensi dari pihak-pihak lain tersebut?

C. Informan Tambahan (Keluarga Anak Korban Kekerasan Seksual/Pelapor) Profil Informan

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin :

Alamat :

Agama :

Pendidikan :

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak (Child Sexual Abuse)

a) Faktor Internal (Anak)

1. Apakah menurut Anda korban mengetahui kasus yang terjadi pada dirinya? 2. Apakah menurut Anda korban menyadari bahwa ia membutuhkan


(10)

3. Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimana pandangan selanjutnya terkait dengan korban?

4. Ketika korban disarankan untuk ditempatkan sementara di rumah perlindungan selama proses penyelesaian kasus, apakah menurut Anda korban memilih berdasarkan keinginannya sendiri? Sebutkan alasannya. 5. Selama proses penyelesaian kasus tersebut, menurut Anda apakah yang

korban rasakan dalam menghadapi lingkungan sekitarnya?

b) Faktor Eksternal (Pihak Keluarga/Pelapor)

1. Apakah korban memberitahukan kepada Anda tindakan kekerasan seksual tersebut pertama kali? Jika pihak lain, sebutkan.

2. Menurut pandangan Anda, hal apakah yang mendorong korban untuk memberitahukan hal tersebut?

3. Bagaimana respon dari Anda yang setelah mengetahui adanya tindakan kekerasan seksual tersebut?

4. Apakah tindakan awal dari Anda setelah mengetahui hal demikian?

5. Selama proses penyelesaian kasus, bagaimana respon Anda ketika korban dikoordinasikan ke rumah perlindungan?

6. Bagaimana sikap Anda selama proses penyelesaian kasus berlangsung?

c) Faktor Eksternal (Pihak Pelaku/Terlapor) 1. Apakah Anda mengenali Pelaku/Terlapor?


(11)

3. Apakah selama proses penyelesaian kasus Anda dan korban pernah berhubungan dengan Pelaku/Terlapor?

4. Apakah Pelaku/Terlapor pernah melakukan ancaman terhadap Anda atau korban selama proses penyelesaian kasus tersebut?

5. Apakah harapan Anda terhadap Pelaku/Terlapor terkait penyelesaian kasus tersebut?

d) Faktor Eksternal (Proses Hukum dengan APH)

1. Apakah pihak APH yang menangani kasus merupakan petugas wanita? 2. Bagaimana pandangan Anda mengenai petugas serta pihak-pihak APH yang

menangani kasus tersebut?

3. Apakah Anda pernah terpikirkan untuk mencabut laporan dari pihak yang berwenang menangani kasus? Jika ya, sebutkan alasannya.

4. Bagaimana pandangan Anda selama korban berada di rumah perlindungan dalam proses penyelesaian kasus?

5. Bagaimana pandangan Anda selama korban mengikuti proses pengadilan dalam proses penyelesaian kasus?

e) Faktor Eksternal (Pihak KPAID SUMUT)

1. Apakah pihak dari KPAID SUMUT selalu mendampingi Anda dan korban selama proses penyelesaian kasus?

2. Apa saja bentuk-bentuk intervensi dari KPAID SUMUT terhadap Anda dan korban selama proses penyelesaian kasus berlangsung?


(12)

3. Bagaimana menurut pandangan Anda mengenai pendampingan dari KPAID SUMUT selama proses penyelesaian kasus?

f) Faktor Eksternal (Pihak-pihak lain)

1. Apakah terdapat pihak-pihak lain yang terlibat selama proses penyelesaian kasus? Jika ya, sebutkan dan jelaskan.

2. Bagaimana menurut pandangan Anda terhadap adanya intervensi dari pihak-pihak lain tersebut?


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anshor, Maria Ulfa. 2014. Menghentikan Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Anak dan Kelompok Minoritas dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Makalah disampaikan pada Konferensi INFID “Re -demokratisasi Ekonomi, Sosial, dan Politik untuk Pembangunan Nasional”. 14-15 Oktober 2014. Jakarta.

Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan untuk di Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Dwiatmodjo, Haryanto. 2011. Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap Anak

yang Menjadi Korban Tindak Pidana di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banyumas. Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 No. 2 Mei 2011. Hall, Liz & Lloyd, Siobhan. 2007. Surviving Child Sexual Abuse. New

York: Philadelphia, London: The Falmers Press.

Hariwoerjanto, Drs. S. Kasni. 1987. Metode Bimbingan Sosial Kelompok. Bandung: PT. Bale Bandung.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini. 1992. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: CV.

Rajawali.

Kelman, Mark. 1987. A Guide To Critical Legal Studies. Massachusetts: Harvard University Press.

LBH Jakarta. 2012. Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum. LBH Jakarta: Jakarta.

Luhulima, Achie Sudiarti. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekereasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakya.

Poerwandari, Kristi. 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan Tinjauan Psikologis dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Bandung: Alumni.

Purwatiningsih, Ary. 2008. Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak atas Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) berdasarkan Pasal 66 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Studi di Kota Surakarta). Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Puspitasari, Ratih. 2009. Pemasaran Sosial Peningkatan Pendidikan Seksual Oleh Orang Tua. Depok: FISIP UI.

Saraswati, Rika. 2009. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sarlito, Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Edisi Revisi.

Siagian, Matias, Suriadi, Agus. 2012. CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: PT. Grasindo Manoratama.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grafindo Monoratama. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sukanto. 1980. Jurnal Psikologi UI. Jakarta: UI Press.

Suyatno, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.


(14)

Wadong, Maulana Hasan. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Grasindo.

Windu, I. Marshana. 1992. Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung. Yogyakarta: Kanisius.

Sumber lain:

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak

Sumut Pos. 06 Mei 2014. Kekerasan Seksual Anak Tertinggi Kedua di Sumut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Sumber online:

http://pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasi-seksual-komersial-anak-pusdatin-eska&catid=68:lsm-nasional&Itemid=97, diakses pada tanggal 18 Januari 2016, 19:07 WIB

http://rri.co.id/post/berita/104143/nasional/kpai_setiap_tahun_terjadi_3700_kasu s_kekerasan_terhadap_anak.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 15:00 WIB

http://medansatu.com/berita/476/cabuli-anak-9-tahun-pengangguran-ini-ditangkap-polsek-medan-baru-sumut/, diakses pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 13:53 WIB

http://matatelinga.com/view/Berita-Sumut/34815/Saling-Tuduh--Ayah-Atau-Kakeknya-yang-Cabuli-Gadis-Belia-ini----.html#.VpyLvpp97IV, diakses pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 13:52 WIB

http://news.liputan6.com/read/2101694/unicef-1-dari-10-anak-perempuan-alami-pelecehan-seksual, diakses pada tanggal 4 Februari 2016 pukul 14:45 WIB


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus adalah kumpulan dari semua bahan-bahan (informasi-informasi) yang berguna dari seseorang yang ditulis sedemikian rupa sehingga memberikan suatu gambaran yang jelas tentang latar belakang dan keadaan seseorang pada waktu ini yang merupakan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap kasus tersebut (Hariwoerjanto, 1987:106). Sedangkan menurut Moleong (2000:5), metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang merupakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang dan perilaku yang diamati.

Melalui penelitian studi kasus yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif ini, penulis ingin memberikan gambaran secara jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT), Jalan Perintis Kemerdekaan No. 39 Medan. Alasan peneliti dalam pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena KPAID SUMUT merupakan sebuah komisi independen milik Negara yang memiliki peranan seperti lembaga perlindungan anak lain yakni menjalankan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dengan menerima pengaduan masyarakat di Sumatera Utara atas tindak kekerasan dan


(16)

diskriminasi terhadap anak dibawah umur terutama kasus kekerasan seksual. Peneliti juga melakukan praktikum di lokasi penelitian tersebut dan ikut serta dalam penanganan berbagai kasus kekerasan dan diskriminasi, dan dalam penelitian ini terkhusus kasus kekerasan seksual. Hal ini mendasari dan membuat peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak dampingan KPAID SUMUT.

3.3Informan

Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditemukan secara sengaja (purposive). Subjek penelitian ini menjadi informan yang memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian ini (Idrus, 2009:24). Adapun informan dalam penelitian ini meliputi beberapa macam, yakni informan kunci dan juga informan utama. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti mengambil informan sebagai subjek penelitian yang dipilih dari 53 kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam dampingan KPAID SUMUT pada data tahun 2015, dimana terdapat 26 kasus selesai dan sisanya kasus yang tidak selesai atau belum selesai penanganannya.

3.3.1 Informan Kunci

Informan kunci merupakan orang-orang sebagai informan yang dianggap mengetahui memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(17)

3.3.2 Informan Utama

Informan utama yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam proses penanganan yang diteliti. Berdasarkan 53 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang tercatat kasusnya dalam dampingan KPAID SUMUT tahun 2015, peneliti mengambil informan utama sebanyak 4 orang anak korban kekerasan seksual. Adapun diantaranya yakni 2 orang anak korban dari 26 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang telah selesai penanganannya, kemudian 2 orang anak korban dari 27 kasus yang belum selesai penanganan kasusnya.

3.3.3 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Hendarso, dalam Suyanto, 2005:171-172). Adapun yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah 4 orang Ayah atau Ibu dari anak korban kekerasan seksual pada informan utama yang berperan sebagai pelapor dan turut serta dalam proses penyelesaian kasus tersebut.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Data Primer (Studi Lapangan)

Studi lapangan adalah pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian studi lapangan dalam peneltian sosial dikenal 2 jenis, yaitu:


(18)

berkaitan dengan penelitian. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan dan keabsahannya. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi karena peneliti terlibat langsung secara aktif dalam obyek yang diteliti. Observasi dilakukan di KPAID SUMUT agar peneliti tahu bagaimana proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak disana sehingga dapat menemukan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b) Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan peneliti dengan informan, sehingga mereka memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah terpimpin dimana tanya jawab dilakukan dengan terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan (Siagian, 2011:206&207). Wawancara dilakukan terhadap 4 (empat) orang anak korban kekerasan seksual dampingan KPAID SUMUT beserta keluarganya sebagai pelapor, dan juga pihak KPAID SUMUT sebagai informan kunci dari penelitian ini.

c) Dokumentasi, yaitu mempelajari dokumen yang relevan dimana dokumen bisa berasal dari lembaga, bisa juga berasal dari informan kunci, utama, ataupun tambahan. Arsip-arsip yang dimiliki oleh informan biasanya baru diperoleh setelah peneliti berusaha melakukan berbagai upaya pendekatan yang bisa meyakinkan informan bahwa data itu akan dijaga kerahasiaannya dan peneliti tidak akan


(19)

menggunakan data itu untuk keperluan lain selain penelitian.

2. Data Sekunder (Studi Kepustakaan), yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti melalui sumber kepustakaan. Studi kepustakaan (library research) dilakukan dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, karya ilmiah, artikel, buletin, dan bahan tulisan lainnya yang memiliki relevansi dengan masalah dalam penelitian ini.

3.5Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, dimana penulis akan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahapan berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moleong, 2000:247).

Pada data-data yang penulis peroleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, dalam arti untuk menganalisis data tidak diperlukan model uji statistic dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sebagai catatan lapangan yang merupakan data utama maupun data penunjang lainnya yang diperoleh selama penelitian sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan suatu analisa data yang baik dan dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian ini.


(20)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Sebagai wujud nyata bahwa Negara sebagai pelindung martabat anak, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Peraturan Daerah Provinsi SUMUT No.3 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak dan Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Sumatera Utara No. 463/026.K/2006 yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka dibentuklah Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT) yang disahkan pada tanggal 21 Februari 2006 yang pada awalnya terletak di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara di Jalan Diponegoro No. 30 Medan Sumatera Utara. Namun, sejak tahun 2009 hingga saat ini KPAID Sumatera Utara telah terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 39 Medan (Komplek Kantor BAPEMMAS).

Pembentukan KPAID bukan merupakan kewajiban tetapi merupakan kebutuhan daerah masing–masing. Karena itu, KPAID merupakan refleksi dari kedudukan dan tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) seperti tercantum pada pasal 9, ayat (1) Keppres Nomor 77 tahun 2003 tentang perwakilan KPAI yang

berbunyi “apabila dipandang perlu dalam menunjang pelaksanaan tugasnya, Komisi


(21)

perwakilan dalam rumusan tersebut merupakan perwakilan lembaga pusat di daerah demi kepentingan terbaik bagi anak, sesuai dengan jiwa dan semangat Undang– undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. KPAID bukan merupakan perwakilan KPAI yang bersifat hierarkis, melainkan lebih bersifat koordinatif dan fungsional. Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah dimana pembangunan perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah. Dengan demikian, sifat indepedensi KPAID SUMUT tetap terjamin sejalan dengan visi, misi dan strategi KPAI.

KPAID Provinsi Sumatera Utara bersifat independen yang dibentuk untuk mendorong atau memfasilitasi dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan hak– hak anak baik hak hidup, hak sipil, hak tumbuh kembang anak dan hak berpartisipasi sesuai keinginan, bakat, minat dan kebutuhannya. Pemenuhan hak– hak tersebut dilakukan dengan tujuan “demi kepentingan terbaik bagi anak” sebagai generasi penerus sekaligus pemilik dan pengelola masa depan bangsa.

Ada beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi dibangunnya KPAID SUMUT ini yaitu:

1. Adanya keprihatinan terhadap jumlah anak yang diterlantarkan hak-haknya sehingga sangat diperlukan adanya undang-undang mengenai perlindungan anak yang mengikat agar pihak yang tidak bertanggungjawab dapat dijatuhi hukuman sesuai yang tertulis di undang-undang tersebut.


(22)

2. Keprihatinan dengan semakin banyaknya jumlah anak-anak yang terindas dari perlakuan orang dewasa seperti kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi dan lain-lain yang berhubungan dengan kekerasan pada anak.

3. Diperlukan upaya untuk mencegah bertambahnya korban anak-anak yang semakin marak dan mengupayakan membela hak-haknya dari mereka yang tidak memperdulikan.

Adapun strategi yang diciptakan KPAID SUMUT yaitu:

a. Pengarusutamaan anak (child meanstreaming) dalam perumusan dan pelaksanaan pembangunan.

b. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dalam upaya mendorong partisipasi masyarakat bagi pelaksanaan perlindungan anak. c. Pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya perlindungan anak.

d. Membangun kesadaran anak akan hak–haknya.

e. Pengkajian, penyempurnaan, penyerasian produk hukum dan penegakan supermasi hukum dalam rangka perlindungan anak.

4.1.2 Visi dan Misi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Visi KPAID SUMUT

Visi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SU) adalah terjamin, terpenuhi dan terlindunginya hak–hak anak Indonesia dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak di Sumatera Utara.


(23)

Misi KPAID SUMUT

1. Menyadarkan semua pihak akan pentingnya pemenuhan dan perlindungan hak– hak anak; menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi pelaynan dan pendampingan terhadap anak–anak yang mengalami kekerasan;

2. Melakukan kajian dan analisis atas perundang–undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak dan kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak;

3. Menjalani kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan anak; 4. Melakukan pemantauan, evaluasi, pelaporan dan dokumentasi terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak;

5. Melakukan pengawasan terhadap instansi dan lembaga perlindungan anak;

6. Mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan anak;

7. Memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada pemerintah dan pihak penyelenggara perlindungan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

4.1.3 Dasar Hukum dan Letak Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Dasar Hukum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID-SUMUT) telah diatur dalam UUD 1945, pasal 28 meliputi:


(24)

a. UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

b. KEPRES No. 39 tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak–Hak Anak tahun 1989;

c. KEPRES No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia;

d. Perda Provinsi SUMUT No.3 tahun 2014 tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak;

e. SK. Gubernur Sumatera Utara No. 463/026.K/2006 tanggal 23 Januari 2006 tentang Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara;

f. SK. Gubernur Sumatera Utara No. 463/1682/K tahun 2009 tanggal 19 Mei 2009 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Letak KPAID Provinsi Sumatera Utara yakni sebagai berikut:

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan No.39 Medan Tanggal didirikan : 21 Februari 2006

Telepon : (061) 77605180 Fax : (061) 4564093


(25)

4.2Fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Dalam menjalankan fungsinya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT) menangani hal-hal yang berkaitan dengan upaya pemenuhan hak–hak anak yang dilakukan dengan:

a. Fungsi sosialisasi dan pendampingan

Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang Peraturan Perundang–undangan yang berkaitan dengan anak.

b. Fungsi riset dan kajian

Melakukan pengkajian Peraturan Perundang–undangan, kebijakan pemerintah dan kondisi pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi dan budaya. c. Fungsi monitoring dan evaluasi

Menyampaikan dan memberi masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak terutama Gubernur, DPRD, Instansi Pemerintah terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

d. Fungsi supervisi

Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Gubernur Provinsi Sumatera Utara dalam rangka penyelenggaraan Perlindungan Anak di Provinsi Sumatera Utara.


(26)

e. Fungsi penyelia data dan informasi

Mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak.

4.3Struktur Organisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Pembagian Tugas

4.3.1 Struktur Organisasi KPAID SUMUT

Struktur organisasi merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga untuk mencapai hasil kerja yang efisien dan efektif. Disamping itu struktur organisasi merupakan kerangka landasan bagi pengemban tugas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hierarki yang ada.

Adapun struktur KPAI Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah:

Ketua : Mhd. Zahrin Piliang

Pokja Kelembagaan dan Kemitraan : Elvi Hadriany

Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan : Muslim Harahap, S.H.,M.H Sekretariat/staff : 1. Nora Liza Fitri, SE

2. Afriana Devyanti Sirait, S.sos 3. Ramadhan Lubis

4. Syarifuddin Ali Khan, S.H., M.H 5. T Putri Shuha Dwita Syafira


(27)

Bagan 4.1

Bagan Struktur Lembaga KPAID SUMUT

Sumber: Data Primer KPAID SUMUT 4.3.2 Pembagian Tugas

Berikut pemaparan tentang pembagian tugas dalam struktur organisasi sosial di KPAID SUMUT:

1. Ketua

Adapun tugas daripada Ketua KPAID SUMUT yakni:

a. Memimpin KPAID baik ke dalam maupun ke luar lembaga b. Memimpin seluruh anggota KPAID

c. Memimpin keseluruhan pelaksanaan program lembaga KETUA

KELOMPOK KERJA (POKJA)

Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan

Kemitraan dan Kelembagaan

SEKRETARIAT


(28)

d. Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program lembaga e. Melakukan dan berkoordinasi dengan bagian administrasi keuangan

dalam pengelolaan keuangan secara profesional

f. Melakukan monitoring dan evaluasi atas program yang dilakukan anggota

g. Melaporkan pelaksanaan program kepada Gubernur dan KPAI Pusat atau lembaga lain yang mendukung pembiayaan program

h. Menerima dan menilai laporan anggota

i. Melaksanakan hal lain yang bersifat strategis untuk memajukan hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak anak

j. Membuka jaringan (networking) 2. Kelompok Kerja (Pokja)

a. Bidang Pokja Penanggungjawab Bidang Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID SUMUT memiliki tugas:

1. Membantu pimpinan menyusun rencana strategis dalam pelaksanaan pengaduan dan fasilitasi pelayanan kasus-kasus yang menimpa anak baik sebagai korban maupun pelaku.

2. Melakukan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pengaduan masyarakat atau perorangan atas anak-anak yang berkonflik dengan hukum.

3. Memonitoring kasus yang ditemukan dan melakukan investigasi kasus.

4. Melaksanakan atau membuat forum pengaduan dan melakukan pengolahan data.


(29)

b. Bidang Pokja Penanggungjawab Bidang Kemitraan dan Kelembagaan KPAID SUMUT memiliki tugas:

1. Melakukan kontak dengan beberapa lembaga yang menaruh perhatian besar terhadap perlindungan hak-hak anak.

2. Melakukan networking dalam bentuk kemitraan untuk bekerjasama dalam terwujudnya perlindungan hak-hak anak demi kepentingan terbaik untuk anak.

3. Sekretariat/staff

Adapun tugas daripada secretariat/staff KPAID SUMUT yakni:

a. Membantu tugas-tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara

b. Membantu kegiatan administrasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara

c. Membantu tugas sekretariat serta Pokja yang ada di KPAID SUMUT d. Menyiapkan segala keperluan kegiatan yang ada di KPAID SUMUT 4. Volunteer

a. Membantu kegiatan-kegiatan Pokja perihal tanggap kasus yang ada di KPAID SUMUT

b. Membantu kegiatan-kegiatan KPAID SUMUT yang berkaitan tentang pengaduan masyarakat

c. Membantu staff-staff yang ada di KPAID SUMUT dalam melayani masyarakat yang memiliki kasus.


(30)

4.4Pola Pendanaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Pola pendanaan KPAID Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan pasal 19 Kepres RI No. 77 Tahun 2003 yaitu segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang KPAID Provinsi Sumatera Utara merupakan dana hibah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara.

Dana yang diperoleh dipergunakan untuk: 1. Biaya operasional kantor

2. Biaya gaji (Komisioner dan Staff)

3. Biaya program kerja, sosialisasi, advokasi dan fasilitas

4.5Fasilitas di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT) awalnya terletak di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Tetapi sejak tahun 2006 KPAID SUMUT sudah menetap di jalan Perintis Kemerdekaan No. 39 Medan tepat di belakang RSU Pirngadi di Komplek BAPEMMAS hingga saat ini. KPAID SUMUT ini dirancang dengan nuansa dunia anak-anak yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan serta sesuai dengan anak sehingga anak-anak yang datang tidak merasakan seperti berada di kantor polisi.

Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh KPAID SUMUT antara lain: a. Ruang Mediasi

Fasilitas ini diperuntukkan bagi para orang tua atau keluarga yang mempunyai masalah terhadap anaknya. Ketika permasalahan yang dialami tidak mendapatkan


(31)

titik terang dari suatu lembaga negara seperti pengadilan, maka dari pihak KPAID SUMUT memberikan jalan penengah dibalik permasalahan tersebut. KPAID SUMUT sendiri akan membuka percakapan dari pihak pelapor dan terlapor dengan segala keinginan kedua pihak untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi anak, maka dari pihak KPAID SUMUT akan menampung segala harapan dan keinginan dari masing-masing pihak lewat notulensi.

Setiap percakapan yang terjadi selama mediasi akan dituliskan kembali ke berita acara, agar jika suatu saat salah satu pihak menginginkan hasil dari percakapan selama mediasi dapat diberikan kepada pihak terlapor maupun pelapor sebagai pertimbangan atau catatan pribadi. Apabila segala kesepakatan yang tercatat dilanggar, maka segala keinginan dan harapan salah satu pihak akan dicabut.

b. Ruang Sholat

KPAID SUMUT juga menyediakan tempat ibadah bagi setiap pengaduan yang datang. Ruangan ini digunakan untuk melakukan kegiatan kerohanian bagi setiap orang khususnya yang beragama Muslim yang datang ke KPAID SUMUT untuk ibadah sholat. Adapun luas ruangan ini adalah 5 x 4,5 m dengan dilengkapi 2 buah kitab Al-Qur’an, 2 pasang mukenah dan sebuah tempat berwudhu.

c. Ruang Bimbingan Konseling

Fungsi ruang ini adalah sebagai tempat konsultasi dan evaluasi perkembangan psikologis korban. Ruang ini khususnya digunakan oleh konselor untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi korban. Sehingga korban dapat memperoleh terapi psikologi dari ahlinya. Disini juga nantinya korban akan diajak bicara tentang apa yang dialaminya.


(32)

Konseling ini bertujuan untuk memberikan kebebasan bicara buat korban dalam berinteraksi dengan konselor. Diharapkan ketika korban diberi pertanyaan soal kejadian yang dia alami, dapat memberikan informasi yang dijadikan sebagai kronologis dari kejadian yang korban alami dengan memberikan kenyamanan agar si korban tidak takut untuk berinteraksi dengan konselor.

d. Ruang Pengaduan

Ruangan ini digunakan dimana seseorang atau kelompok yang datang dengan membawa permasalahan yang berkaitan dengan anak dan mengadukan segalanya dengan harapan pihak KPAID dapat membantu masalah tersebut sampai tuntas. Pengaduan yang datang ke KPAID SUMUT akan memberikan informasi dari apa yang dialami oleh anak mereka. Segala pengaduan yang datang akan diijinkan untuk mengutarakan apa yang dirasakan oleh anak. Sehingga dari pihak KPAID SUMUT dapat segera melakukan upaya terkait dengan kasus yang dialami anak tersebut.

e. Ruang Rapat

Ruangan ini digunakan untuk melakukan pertemuan antara para staff di KPAID SUMUT untuk membahas program-program apa yang akan dibuat untuk kegiatan selanjutnya. Luas ruangan ini berukuran 9 x 6 m dan berada di belakang tepat di sebelah tempat pengambilan air wudhu. Ruangan ini bukan hanya digunakan untuk rapat antar staff saja melainkan bisa digunakan untuk pertemuan antar instansi lain yang terkait dengan permasalahan anak seperti Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Pekerja Sosial Kemensos dan lain-lain.


(33)

f. Gudang

Ruangan ini digunakan sebagai tempat penyimpanan segala berkas-berkas pengaduan dari tahun-tahun lalu, penyimpanan makalah-makalah tentang informasi yang berkaitan dengan masalah anak yang diperoleh dari media cetak. Ruangan ini mempunyai ukuran luas 4,5 x 4,5 m.

g. Rumah Aman (Shelter)

Shelter atau rumah aman milik KPAID SUMUT dinamakan RUPA (Rumah Perlindungan Anak), rumah aman merupakan tempat tersembunyi yang digunakan untuk memberikan perlindungan bagi anak–anak yang merasa ataupun mengalami suatu ancaman akan jiwa dan keselamatannya. Begitu juga halnya dengan penindasan dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, sehingga diharapkan dapat memberikan ketenangan dalam jiwa dan berpikir si anak. Biasanya shelter atau rumah aman hanya dilakukan dalam kurun waktu sementara. Ini dilakukan agar anak-anak tersebut dapat merasakan ketenangan dan menghilangkan ketakutan pada diri anak ketika melihat orang banyak.

4.6Penanganan Kasus

4.6.1 Klasifikasi Kasus dalam Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Indonesia semakin memprihatinkan dengan tingginya angka pengaduan atas tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap anak. berbagai tindakan tersebut dapat dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok tertentu dengan berbagai modus perilaku yang dikemas secara kriminal. Adapun sebagai salah satu lembaga independen Negara yang berfokus dalam menangani permasalahan anak, sejak awal berdiri KPAID SUMUT telah menangani kasus-kasus kekerasan dan diskriminasi


(34)

terhadap anak dalam klasifikasi kasus yang akan peneliti rangkum beserta pendampingan yang dilakukan sebagai berikut:

a. Hak Kuasa Asuh (HKA)

Dalam suatu gugatan perceraian, selain dapat memohonkan agar perkawinan itu putus karena perceraian, maka salah satu pihak juga dapat memohonkan agar diberikan Hak Asuh atas anak-anak (yang masih dibawah umur) yang lahir dari perkawinan tersebut. Kasus ini menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan ke KPAID SUMUT, dimana salah satu pihak tidak mematuhi putusan Hak Kuasa Asuh. Maka penanganan yang dilakukan oleh KPAID SUMUT yakni melakukan mediasi yang mempertemukan kedua belah pihak untuk dapat membicarakan mengenai pengasuhan anak mereka.

b. Kekerasan Seksual

Klasifikasi kasus ini yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian, dimana meliputi pemerkosaan, pencabulan, sodomi, pelecehan seksual, dan berbagai bentuk kekerasan seksual lainnya dengan anak sebagai korbannya. Kasus yang merupakan tindak pidana ini mendapatkan pendampingan dan penanganan KPAID SUMUT dalam proses hukum dan rehabilitasi sosial anak korban.

c. Penelantaran

Penelantaran anak adalah di mana orang tua yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter). KPAID SUMUT menangani kasus


(35)

penelantaran seperti Hak Pendidikan Anak, Hak Identitas, serta Hak Kesehatan Anak. Adapun penanganan dalam klasifikasi ini, KPAID SUMUT melakukan pemantauan terhadap orang tua dan atau wali anak untuk kemudian melakukan mediasi.

d. Penganiayaan

Merupakan suatu tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Kasus penganiayaan terhadap anak yang dilaporkan ke KPAID SUMUT meliputi penganiayaan fisik dan juga psikis. Adapun kasus ini terbilang tindak pidana, maka KPAID SUMUT memberikan pendampingan dalam proses hukum serta penanganan terhadap pemulihan kondisi fisik atau psikis anak.

e. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Klasifikasi kasus ini mengenai anak yang sedang terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana misalnya kasus Pembunuhan, sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh, berkembang, sehingga berhak untuk dilindungi sesuai dengan Undang–undang. KPAID SUMUT memberikan pendampingan terhadap ABH dalam menjalani setiap proses persidangan sampai tahap putusan pengadilan. Penanganan berupa konseling juga dilakukan kepada ABH. Lain halnya lagi dengan kasus Kenakalan Anak yang terkadang tidak termasuk tindak pidana, KPAID SUMUT hanya melakukan mediasi dengan anak, orang tua anak, serta pihak-pihak yang terlibat atau dirugikan.


(36)

f. Trafficking Anak

Merupakan kasus perdagangan anak yang biasanya juga berkaitan dengan kasus Eksploitasi Anak. KPAID SUMUT menangani kasus ini dari mulai pendampingan proses hukum, pemulihan kondisi anak, sampai pemulangan anak yang menjadi korban perdagangan ke tempat asalnya.

g. Perlakuan Salah terhadap Anak

Kasus ini kebanyakan merujuk pada kekerasan pada anak, namun tidak hanya kekerasan fisik saja. Banyak kasus perlakuan salah terhadap anak yang dilaporkan di KPAID SUMUT merupakan kasus kekerasan terhadap psikis anak, atau dapat merusak moral anak misalnya pernah ada kasus mengenai orang dewasa yang menunjukkan video porno kepada anak-anak dibawah umur. Melihat kasus tersebut maka penanganan KPAID SUMUT yakni dengan memberikan peringatan kepada pelaku, dan bekerja sama dengan pihak adat atau lingkungan setempat untuk memberikan sanksi yang tepat.

h. Melarikan Anak

Kasus ini dapat berupa penculikan anak yang dilakukan oleh oknum tertentu, atau bisa juga dikaitkan dengan kasus Hak Kuasa Asuh dimana salah satu pihak orang tua mengambil anaknya tanpa sepengetahuan pihak lain. Maka penanganan KPAID SUMUT dapat berbeda pula dilihat dari kasusnya.

4.6.2 Proses Penanganan Kasus di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

Ada beberapa tahapan-tahapan atau proses yang akan dilakukan ketika menangani kasus kekerasan di KPAID SUMUT yaitu:


(37)

a. Pengaduan

Proses pengaduan ini merupakan langkah awal ketika seseorang, instansi, atau kelompok yang datang mengajukan suatu kasus yang terkait dengan permasalahan anak. Biasanya seseorang atau kelompok yang datang mengadu disebut pelapor, dimana orang tersebut merupakan yang pertama kali mengetahui secara lengkap kronologis akan persitiwa tersebut. Pelapor akan memberikan informasi yang akurat dengan apa yang menjadi masalah terhadap anak tersebut, sehingga lembaga ini akan mencatat kronologis tersebut untuk dijadikan sebagai bukti penerimaan pengaduan.

Adapun syarat yang akan dipenuhi ketika pelapor datang dan memberikan pengaduannya kepada KPAID SUMUT seperti memberikan data diri pelapor, identitas korban dan menceritakan kronologis kejadian secara benar. Jika semuanya terpenuhi maka tahapan selanjutnya pelapor dan terlapor akan diundang untuk menghadiri proses mediasi baik secara via telepon atau melalui pos.

Tata Cara Pengaduan

1. Langsung, melalui menerima pelaporan atau pengaduan masyarakat yang datang langsung ke Kantor KPAID SUMUT secara langsung.

2. Tidak langsung, menerima pengaduan atau pelaporan dari masyarakat baik melalui telepon, surat serta via e-mail.

Prinsip-prinsip Pengaduan

Dalam penanganan pengaduan, harus memperhatikan beberapa prinsip: 1. Non Diskriminasi

Dalam penerimaan pengaduan anak harus didudukkan sebagai subyek atau manusia yang mempunyai martabat yang harus dihormati dan dilindungi.


(38)

Penerimaan pengaduan sebaiknya menghindari perbedaan yang menyangkut SARA, kondisi fisik dan mental anak.

2. Mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak

Dalam penerimaan pengaduan harus memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak yang diperlakukan secara manusiawi, mempunyai akses informasi dan menjaga privasi anak dan pengadu.

3. Menghormati pandangan anak

Dalam penerimaan pengaduan anak, anak mempunyai kebebasan untuk menyampaikan pendapat menyampaikan pendapat dan sikapnya tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Mekanisme pengaduan

1. Penerimaan (pendaftaran) pengaduan

Setiap pengaduan harus didaftar terlebih dahulu sehingga kasus aduan dapat dicatat dengan jelas dan akurat sebelum memberikan saran.

2. Analisis dan klasifikasi kasus/masalah

Setiap pengaduan diberikan analisis kemudian diklasifikasi, dan dicarikan alternatif solusi terbaik bagi anak.

3. Tindak lanjut penyelesaian

Upaya mempertemukan pihak yang bermasalah untuk penyelesaian kasus demi kepentingan terbaik bagi anak.

4. Rujukan pada pihak pendampingan

KPAID dapat memberikan saran rujukan untuk pendampingan bagi anak dalam penyelesaian masalah (hukum, psikologis atau sosial).


(39)

Gambar 4.6

Mekanisme Penerimaan dan Penanganan Pengaduan oleh KPAID SUMUT

Sumber: Data Primer KPAID SUMUT Pelapor Kelompok kerja Pengaduan Berkas laporan Analisa kasus Hasil analisa kasus Diproses lebih lanjut Datang sendiri Tidak langsung:

1. Via telepon 2. via surat 3. Via e-mail

Ditolak (karena tidak terkait isu

anak) Pengawasan terhadap tindak lanjut rekomendasi Kasus Perdata dan umum a. Komunal b. Individual Kasus Pidana a. Komunal b. Individual Pemanggilan Terlapor dan para pihak Assessment & Home/School visit

Follow up kasus (rekomendasi KPAID Koordinasi internal KPAID SUMUT Koordinasi antar lembaga


(40)

b. Mediasi

Proses mediasi merupakan proses dimana merespon pengaduan pelapor yang datang. Mediasi bertujuan untuk memberikan jalan penengah dibalik permasalahan yang diperuntukkan bagi para orang tua atau keluarga yang mempunyai masalah terhadap anaknya guna untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi anak. Keinginan pelapor akan dilakukannya mediasi karena tidak mendapatkan hasil yang maksimal dari putusan pengadilan sehingga diharapkan kepada lembaga ini untuk dapat membantu dalam menemukan jalan tengah dari permasalahan tersebut. Dalam mediasi ini juga para pihak pelapor dan terlapor akan dipertemukan dan duduk bersama dalam satu ruangan, ini dilakukan agar masing-masing pihak dapat saling mendengar dan menyimak secara seksama dengan apa yang diinginkan pelapor.

Proses mediasi ini dilakukan sebanyak 3 kali pemanggilan kepada pihak terlapor, apabila dalam setiap undangan pihak terlapor tidak menghadiri proses mediasi maka akan dinyatakan tidak berhasil dalam menempuh hasil bersama yang telah dibuat oleh pihak KPAID SUMUT, maka terlapor akan dinyatakan sebagai klien yang tidak kooperatif. Ini bisa saja akan menjadi momentum yang berat terhadap terlapor, jika suatu saat pelapor memberikan informasi akan ketidakhadirannya saat dilakukannya mediasi selanjutnya di Pengadilan. Catatan itu dapat dijadikan sebagai pertimbangan Hakim di Pengadilan saat dilakukannya sidang terkait dengan hak kuasa asuh. Hasil yang didapat dari proses mediasi ini adalah adanya kesepakatan tertulis terkait dengan keinginan dari masing-masing pihak.


(41)

c. Pemantauan atau Rekam Aduan

Pemantauan atau rekam aduan ini dimaksudkan untuk memantau dan memonitoring anak setelah kembali ke lingkungan keluarganya (pengasuh) dengan apa yang sudah disepakati melalui proses mediasi yang pernah dilakukan. Pemantauan ini bisa dilakukan dengan cara berkomunikasi dengan pelapor atau melakukan tindak lanjut ke tempat kediaman pengasuh ataupun terlapor. Rekam aduan dapat dijadikan sebagai bukti bahwasanya pihak pelapor dan terlapor diketahui melanggar atau tidak memenuhi segala kesepakatan yang sudah diketahui oleh lembaga. Maka jika hal ini terjadi, dipastikan salah satu pihak akan dikenakan sanksi karena melanggar surat kesepakatan yang sudah diketahui oleh beberapa pihak.


(42)

BAB V ANALISIS DATA 5.1Pengantar

Analisis data merupakan upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Pada bab ini berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan melalui teknik wawancara dan observasi dengan informan, peneliti telah mengumpulkan data informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Penelitian dilakukan atau diawali dengan mengumpulkan berbagai dokumen dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatera Utara mengenai kasus-kasus anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Pengumpulan data tersebut berupa case record yang meliputi biodata anak korban kekerasan seksual, kronologis kasus, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan korban kekerasan seksual yang penangangan kasusnya dalam dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatera Utara.

2. Melakukan diskusi terbuka dengan staff Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatera Utara khususnya Kelompok Kerja (Pokja) bidang Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan dalam proses penentuan informasi dan kronologis kasus kekerasan seksual yang dialami korban.


(43)

3. Melakukan wawancara terhadap informan kunci, informan utama dan informan tambahan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyelesaian kasus dampingan KPAID SUMUT mengenai kekerasan seksual terhadap anak.

Data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka penulis mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut diteliti dan ditelaah, maka selanjutnya penulis mengadakan kategorisasi perbandingan-perbandingan sebelum akhirnya penulis menarik kesimpulan daripada penelitian ini.

Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan informan. Adapun informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 orang, dengan komposisi 1 orang informan kunci (pangkal), 4 orang informan utama dan 4 orang informan tambahan. Informan kunci dalam penelitian ini berperan sebagai penghubung antara peneliti dengan informan utama dan informan tambahan sekaligus sebagai sumber informasi mengenai kronologis kejadian dan data-data anak korban kekerasan seksual. Pada informan utama dan informan tambahan dilakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data dan informasi mengenai faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara


(44)

(KPAID SUMUT) yakni Bapak Muslim Harahap, S.H.,M.H. Informan utama dalam penelitian ini adalah empat orang anak korban kekerasan seksual yang dalam proses penanganannya mendapat pendampingan dari KPAID SUMUT yakni AL (Pr, 15th), DWG (Pr, 6th), NP (Pr, 13th), dan AS (Lk, 15th). Kemudian informan tambahan dalam penelitian ini berasal dari pihak pelapor yang melakukan pengaduan kasus atas tindakan kekerasan seksual terhadap anak korban yang menjadi informan utama. Ibu W yang merupakan ibu kandung AL, Bapak PG yang merupakan ayah kandung DWG, Ibu AR yang juga merupakan ibu kandung NP, serta Ibu S yang merupakan ibu kandung dari AS merupakan informan-informan tambahan dalam penelitian ini. Dalam tahapan analisis ini informasi mengenai informan utama dan informan tambahan disamarkan demi kepentingan perlindungan anak korban kekerasan seksual dan keluarganya atau pihak pelapor.

5.2Hasil Temuan

5.2.1 Informan Utama dan Tambahan 1

Nama : AL

Tempat/Tanggal Lahir : Besitang, 23 Juli 2001 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Budi Luhur Gg. Bersama No. 50A Kelurahan Dwi Kora Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Agama : Islam

Pendidikan : Pelajar aktif kelas III SMP

AL (Pr, 15th) merupakan informan utama yang peneliti wawancara pertama kali di awal bulan Maret 2016 saat AL berkunjung ke KPAID SUMUT. Pada waktu itu Pesantren dimana AL tinggal dan bersekolah sampai sekarang ini sedang libur.


(45)

Sebelumnya peneliti telah beberapa kali bertemu dan berdiskusi dengan AL di tahun 2015 ketika AL berada di KPAID SUMUT dan di Rumah Perlindungan Anak (RUPA) milik KPAID SUMUT saat kasusnya sedang menjalani proses hukum. AL adalah anak korban pencabulan incest yang dilakukan oleh Y, yang merupakan Ayah tiri AL. Pengaduan kasus AL dilaporkan pada Senin, tanggal 3 Februari 2015 pukul 10.00 WIB oleh Ibu kandung AL yakni Ibu W. Dalam penelitian ini Ibu W menjadi informan tambahan pada wawancara terpisah yang juga dilakukan dalam hari yang sama dengan AL saat kunjungan ke KPAID SUMUT. Adapun Y merupakan suami kedua Ibu W, setelah suami pertama Ibu W meninggal dunia sekitar 3 tahun yang lalu.

Tindak perlakuan cabul yang dialami AL terjadi pada 27 Januari 2015, pada saat itu AL yang masih berusia 14 tahun dijemput Y dari sekolahnya dan dibawa ke Hotel Mutiara Hawai Jalan Jamin Ginting Medan, dan di hotel tersebut Y melakukan perbuatan bejat terhadap anak tirinya. Setelah kejadian itu menurut pengakuan Ibu W kepada peneliti, AL tidak langsung memberitahunya namun Ibu W dapat melihat perubahan sikap pada AL dirumah yang menjadi ketakutan terlebih ketika ada Y. Namun saat peneliti melakukan wawancara terpisah dan mengarahkan topik ini pada AL, dia terlihat enggan membahasnya dan mengatakan bahwa sudah tidak mau mengingat masa lalu lagi, maka peneliti pun melanjutkan pembahasan wawancara yang lain.

Pada 4 Februari 2015, sehari setelah laporan pengaduan, AL yang didampingi oleh Ibu W dan pihak KPAID SUMUT membuat laporan Kepolisian terkait tindak perlakuan cabul oleh Ayah tirinya tersebut, serta membuat surat rujukan permintaan pemeriksaan kesehatan untuk menjalani proses Visum Et Revertum (VER) di Rumah


(46)

Sakit Bhayangkara pada hari yang sama. Setelah itu proses penyidikan dari pihak Kepolisian pun berlangsung. Menurut penuturan pihak KPAID SUMUT dalam wawancara penelitian ini, pada saat itu tidak terlihat tanda-tanda trauma pada diri AL yang nampak ceria, maka pihak KPAID SUMUT merasa tidak perlu melakukan pemeriksaan psikologis pada AL.

Beberapa hari setelah penahanan Y di Polresta Medan yang dilaksanakan pada 13 Maret 2015, Ibu W bersama AL datang ke KPAID SUMUT untuk meminta pihak KPAID SUMUT mencabut laporan pengaduan disana dan di Kepolisian. Ketika peneliti menanyakan hal ini kepada Ibu W dalam wawancara, menurut penuturannya pada saat itu beliau memikirkan bagaimana kehidupannya dan AL terutama dari segi ekonomi apabila Y yang merupakan pencari nafkah dalam keluarga divonis penjara. Hal senada dibenarkan oleh pihak KPAID SUMUT yang menangani kasus AL tersebut dalam wawancara dengan peneliti, namun karena prinsip KPAID SUMUT yang mengutamakan pendapat anak maka saat itu pihak KPAID SUMUT melakukan konseling tertutup dengan AL. Seperti halnya dengan penuturan AL kepada peneliti saat wawancara, bahwa pada konseling tertutup tersebut AL mengaku ibunya terus membujuknya untuk menempuh jalan damai agar Y tidak dilanjutkan ke proses persidangan pertama yang akan diselenggarakan pada Kamis tanggal 19 Maret 2015 saat itu.

Pihak KPAID SUMUT dalam konseling tertutup tersebut menyarankan agar AL membuat surat pernyataan terkait sebagai solusi atas kekhawatiran AL. AL pada saat itu menyadari bahwa tindakan Ayah tirinya tersebut salah dan harus di proses secara hukum, maka pendapat AL waktu itu seperti yang ia katakan pada peneliti ketika wawancara sebagai berikut:


(47)

Itulah kak AL kemarin didampingin sama orang KPAID buat surat pernyataan kalo AL sebagai korban minta bapak tiri AL di hukum seberat-beratnya, dan AL nggak mau pake jalan damai

Rasa takut dan ingin menghindari ibunya membuat AL pada saat itu enggan pulang ke rumah dan memohon perlindungan dari KPAID SUMUT dalam sesi konseling itu. Pihak KPAID SUMUT melihat perubahaan psikologis dan emosional pada diri AL kemudian memberikan solusi agar AL dikoordinasikan untuk tinggal sementara di Rumah Perlindungan Anak (RUPA) milik KPAID SUMUT. Keberadaan RUPA hanya diketahui oleh pihak KPAID SUMUT serta pihak-pihak yang berkepentingan demi keamanan dan perlindungan anak. Ibu W pada saat itu menginginkan agar AL tetap dirumah, namun setelah diskusi lebih lanjut dengan pihak KPAID SUMUT akhirnya beliau setuju. Maka pada hari itu juga AL tinggal sementara di RUPA tanpa mengganggu urusan sekolahnya, dan proses hukum terhadap Ayah tirinya tetap berlangsung.

AL berada di RUPA dalam waktu kurang lebih tiga bulan, selama itu AL tetap bersekolah dan menjalani kehidupan sosialnya dengan lingkungan sekolah serta teman-temannya dengan baik, karena menurut penuturannya dalam wawancara penelitian ini, selama di RUPA AL beberapa kali mengikuti program konseling dari pihak konselor KPAID SUMUT dan psikolog yang bermitra dengan KPAID SUMUT untuk memulihkan kepercayaan diri AL yang sempat malu untuk bersekolah setelah kejadian yang menimpanya. AL juga mengikuti ujian sehingga dia tidak dapat berhadir ketika persidangan kedua yang diselenggarakan pada Kamis tanggal 11 Juni 2015 dengan agenda Pembacaan Tuntutan Pidana.

AL tetap tidak mau menemui Ibu W yang menurut pihak KPAID SUMUT beberapa kali ke KPAID SUMUT untuk mengambil anaknya dan bersikeras untuk


(48)

mencabut laporan pengaduan. Menurut pengakuan Ibu W dalam wawancara penelitian ini, pada saat itu Ibu W mendapat intervensi dari suaminya sebelum dan selama masa tahanan serta masa persidangan agar AL mencabut laporan dan menarik kembali surat pernyataannya tersebut. Ibu W pun sempat mengeluhkan pada pihak KPAID SUMUT bahwa pada saat itu dia merasa tidak mampu menanggung biaya sekolah AL saat suaminya ditahan. Pihak KPAID SUMUT yang memperjuangkan hak pendidikan anak mengambil inisiatif dengan mencari donatur untuk membantu biaya pendidikan AL, lalu pada Sabtu tanggal 28 Maret 2015 berkoordinasi dengan pihak sekolah AL untuk mengurus surat kepindahan AL ke sebuah Pesantren di daerah Tapanuli Tengah berdasarkan rekomendasi dari donatur tersebut.

Proses hukum yang melibatkan Ayah tirinya juga masih berlangsung sampai persidangan terakhir pada tanggal 25 Juni 2015 di Pengadilan Negeri Medan dengan agenda Pembacaan Putusan Pengadilan dimana Y sebagai Ayah tiri AL yang menjadi pelaku tindak pencabulan incest tersebut di vonis 8 tahun penjara. AL berhenti mendapatkan penanganan dari KPAID SUMUT di RUPA karena dikoordinasikan untuk pindah sekolah dan di asramakan ke Pesantren pada tanggal 17 April 2015 hingga sekarang.

5.2.2 Informan Utama dan Tambahan 2

Nama : DWG

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 04 November 2009 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Blok F Graha Martubung Lingkungan V Kel. Martubung Kec. Medan Labuhan


(49)

Pendidikan : Pelajar aktif kelas I SD

Peneliti melakukan wawancara dengan DWG (Pr, 6th) beserta ayahnya Bapak PG pada pertengahan Maret 2016 di kediaman mereka, Blok F Graha Martubung Kel. Martubung Kec. Medan Labuhan. Pada saat itu DWG yang masih duduk di kelas 1 SD terlihat masih takut dan belum begitu paham dengan pertanyaan wawancara penelitian ini, maka peneliti lebih menekankan wawancara dengan Bapak PG sebagai Pelapor dalam laporan pengaduan kasus di KPAID SUMUT dan yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini. Adapun sebelumnya di tahun 2015 ketika pertama kali kasus DWG dilaporkan ke KPAID SUMUT, peneliti telah beberapa kali berinteraksi dengan DWG dan Bapak PG.

Saat usianya 5 tahun DWG menjadi korban kejahatan seksual dalam bentuk pencabulan yang dilakukan oleh BS (Lk, 48th), dimana kasusnya tercatat dalam laporan pengaduan yang diadukan oleh ayahnya Bapak PG di KPAID SUMUT hari Senin tanggal 1 Juni 2015 pukul 15.40 WIB dan sebelumnya Bapak PG telah membuat laporan Kepolisan pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2015. Adapun pelaku tindak pencabulan tersebut (BS) merupakan Pak Tua daripada DWG sendiri, perbuatan keji tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 1 Mei 2015 sekitar pukul 11.00 WIB di rumah BS di Jalan Melati Komplek Graha Martubung. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan DWG mengenai kejadian tersebut, saat itu DWG sedang menonton televisi di rumah BS, lalu tiba-tiba BS memaksa DWG untuk masuk kamar dan tidur. Berikut penuturan DWG:

Aku lagi nonton, kak. Dipaksanya bobok, dibawa ke kamar…

Setelah kejadian itu DWG mengaku diberi uang Rp. 2.000,- dan di ancam apabila memberitahukan kejadian tersebut kepada orang tuanya DWG tidak akan di


(50)

ajak jalan-jalan lagi dengan BS. Menurut pendapat DWG yang masih dibawah umur, BS adalah orang jahat yang harus di penjara, namun selebihnya dalam wawancara penelitian ini DWG tidak banyak berbicara, hanya mengangguk atau menggeleng dan mengiyakan saja saat peneliti bertanya. Bapak PG yang mendampingi DWG saat wawancara mengatakan bahwa DWG enggan membicarakan kembali hal tersebut, bahkan mendengar nama atau marga BS pun dia terkadang menutup telinga dan raut wajahnya pun berubah. Maka peneliti memutuskan untuk menanyakan tentang kejadian tersebut dalam wawancara terpisah dengan Bapak PG, dan melanjutkan wawancara dengan DWG terkait proses penyelesaian kasusnya.

DWG dikoordinasikan untuk tinggal sementara di Rumah Perlindungan Anak (RUPA) milik KPAID SUMUT dengan persetujuan Bapak PG pada tanggal 2 Juni 2015, sehari setelah laporan pengaduan kasusnya tercatat di KPAID SUMUT. Hal ini dikarenakan pertimbangan pihak KPAID SUMUT yang sebelumnya mengassesmen DWG melihat tanda-tanda traumatik pada diri DWG. Bapak PG menyatakan bahwa beliau juga khawatir pada kondisi psikologis anaknya tersebut, maka beliau mempercayakan pada pihak KPAID SUMUT untuk memberikan penanganan dan perlindungan pada DWG saat itu. Awalnya DWG takut ketika akan dibawa ke RUPA, seperti yang dia katakan dalam wawancara penelitian ini DWG memberikan alasan bahwa saat itu dia takut diculik. Namun akhirnya DWG mau setelah pendekatan dari pihak KPAID SUMUT dan Bapak PG yang meyakinkan bahwa pihak tersebut adalah orang-orang baik yang akan menolong dan melindunginya. Memang pada dasarnya DWG merupakan anak yang tidak terlalu rewel dengan orang lain, karena dia sering dititipkan di rumah BS dan istrinya untuk dijaga ketika orang tua DWG pergi bekerja. Lalu pada hari yang sama DWG dengan didampingi


(51)

pihak KPAID SUMUT dari RUPA melakukan Visum Et Repertum (VER) di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan, dan hasil visum menyatakan bahwa kemaluan DWG tergores. Menurut Bapak PG memang waktu itu DWG sempat mengeluh perih ketika buang air kecil.

Selama di RUPA, DWG mengaku senang dengan penanganan dari pihak KPAID SUMUT yang memberikan konseling dan kegiatan-kegiatan untuk mengembalikan kepercayaan diri dan reintegrasi sosialnya. DWG juga menjalani dua kali proses konseling psikologis, pertama pada hari Kamis tanggal 11 Juni 2015 oleh psikolog Bhayangkara, lalu konseling kedua pada Jumat, 12 Juni 2015 oleh konselor psikolog dari Biro Konsultasi Psikologi Alifa yang bermitra dengan KPAID SUMUT di RUPA. Menurut Bapak PG yang setiap hari memantau perkembangan anaknya di RUPA, DWG pada awalnya sangat trauma pasca kejadian tersebut terlebih setelah berulang kali ditanyakan kronologis versinya sebagai korban oleh berbagai pihak demi kelancaran proses penyelesaian kasusnya. DWG berada di RUPA sampai akhir Juni 2015, dan diperbolehkan pulang ke rumahnya karena kondisi psikologisnya membaik dan dia sudah ceria kembali seperti anak-anak seusianya.

Sedangkan proses hukum dalam kasus DWG agak lama, terlihat dari sidang pertama yang baru berlangsung pada tanggal 23 September 2015 di Pengadilan Negeri Belawan. Menurut Bapak PG, bahwa sebelumnya beliau sempat mendapat ancaman tuntutan balik dari pihak kuasa hukum BS yang mengajukan surat permohonan praperadilan yang menyatakan bahwa BS tidak bersalah dan agar Bapak PG mencabut laporan pengaduannya. Namun setelah penyidikan dan dampingan dari KPAID SUMUT dalam menegakkan hak-hak anak maka proses berlangsung dan BS pun ditahan. Pada tanggal 8 Desember 2015 dilangsungkan sidang kedua dengan


(52)

agenda pembacaan tuntutan, dimana BS dituntut 8 tahun penjara dan denda sebesar 80 juta rupiah. Bapak PG mengatakan pada saat itu beliau mengajukan hak restitusi korban atas saran dari pihak KPAID SUMUT, namun permohonan tersebut ditolak oleh Hakim di persidangan tersebut. Lalu akhirnya dalam pembacaan putusan pengadilan, BS di vonis 5 tahun penjara pada agenda persidangan terakhir tanggal 13 Januari 2016. Bapak PG mengaku sebenarnya tidak terlalu puas dengan keputusan tersebut, namun yang beliau utamakan adalah bahwa sekarang ini DWG sudah tidak terlihat trauma dengan kejadian tersebut setelah keluar dari RUPA.

5.2.3 Informan Utama dan Tambahan 3

Nama : NP

Tempat/Tanggal Lahir : Sunggal Kanan, 05 Juli 2003 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Setia Kawan Dusun III No. 26 Desa Sunggal Kanan Kec. Sunggal, Deli Serdang

Agama : Kristen

Pendidikan : Pelajar aktif kelas V SD

Informan utama ketiga dalam penelitian ini adalah NP (Pr, 13th) dan Ibu kandungnya yakni Ibu AR (42th) yang menjadi informan tambahan. Wawancara penelitian ini dilakukan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) milik Kementerian Sosial Republik Indonesia pada akhir Maret 2016 dengan NP, dan wawancara berikutnya awal April 2016 dengan Ibu AR di KPAID SUMUT. Seperti halnya dengan dua informan utama yang lain, peneliti sudah beberapa kali berinteraksi dengan NP dan Ibu AR sebelumnya sejak kasus mereka pertama kali diadukan ke KPAID SUMUT pada tahun 2015.


(53)

NP merupakan seorang anak korban tindak pidana persetubuhan/pencabulan incest yang dilakukan oleh Ayah kandungnya sendiri yakni A (Lk, 45th). Adapun dalam kesehariannya NP bekerja sebagai tukang parkir di Pasar Petisah Medan. Penanganan KPAID SUMUT atas kasus NP bermula ketika pada hari Senin 23 November 2015, NP dengan didampingi oleh Neneknya yakni Oma K als H (ibu dari ayah kandung NP) datang ke KPAID SUMUT. Berdasarkan pengakuannya saat itu, Oma K als H membuat laporan pengaduan atas tindak kekerasan seksual berupa pencabulan terhadap NP sebagai korban dengan pelaku atau terlapor yaitu Kakek K als T. Adapun Kakek K als T adalah saudara dari Oma K als H dan merupakan kakek dari NP.

Namun dua hari setelah pengaduan tersebut tercatat, pada hari Rabu 25 November 2015 pukul 12.00 WIB seorang ibu yang mengaku sebagai ibu kandung NP datang ke KPAID SUMUT. Menurut penuturan NP pada peneliti, sejak tahun 2008 Ibu AR sudah berpisah tanpa cerai dengan ayahnya dan meninggalkan NP yang saat itu berusia 5 tahun serta adiknya yakni V yang berusia 2 tahun. Ibu AR mengalami kekerasan dalam rumah tangga serta pelecehan yang dilakukan oleh A. Kini Ibu AR sudah menikah lagi dan menetap di Pondok Teladan, Desa Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja, Kabupaten Simalungun. Adapun kedatangan Ibu AR ke KPAID SUMUT adalah untuk membuat laporan pengaduan baru atas kasus NP dengan meluruskan duduk perkara.

Dalam wawancara dengan peneliti, Ibu AR menuturkan bahwa pada beberapa hari sebelum datang ke KPAID SUMUT, beliau mendapat berita mengenai kasus NP yang dilaporkan oleh Oma K als H dari ibu asuh NP di Medan yakni Ibu A. Ibu A


(54)

juga menambahkan bahwa dirinya sudah bertanya secara pribadi dengan NP dan menurut pengakuannya menjelaskan bahwa yang melakukan perbuatan keji itu adalah ayahnya sendiri. Pada saat itu juga Ibu AR langsung meyakini A sebagai pelaku sebenarnya, karena menurutnya mantan suaminya itu sejak dulu sering berperilaku kasar terhadapnya dan juga mengonsumsi obat-obatan terlarang. Hal tersebut yang juga menjadi penjelasan Ibu AR dalam laporan pengaduannya ke KPAID SUMUT.

Kemudian penuturan NP yang senada dipaparkan oleh Ibu AR dalam wawancara terpisah, bahwa pada dua hari setelah laporan pengaduan Ibu AR tersebut, NP bertemu secara diam-diam untuk dapat hadir di KPAID SUMUT dan membuat laporan di Kepolisian demi melanjutkan proses penanganan kasusnya. Tanpa sepengetahuan ayah dan nenek NP, Ibu A sebagai ibu asuh NP memberitahukan bahwa Ibu AR sudah menunggu dirumahnya serta menceritakan maksud dan tujuan agar mereka berjumpa. NP mengatakan bahwa saat itu dirinya masih tinggal bersama ayahnya dan Oma K als H di Jalan Setia Kawan Dusun III No. 26 Desa Sunggal Kanan Kecamatan Sunggal Deli Serdang. Pada kehadirannya di KPAID SUMUT bersama Ibu AR tersebut, barulah NP mengaku mengenai kronologis kejadian sebenarnya pada pihak konselor KPAID SUMUT, seperti halnya pengakuan NP dalam wawancara penelitian ini.

NP terlihat terbuka dan tenang saat bercerita mengenai kronologis kasusnya dengan peneliti. Adapun tindakan yang dilakukan oleh ayah kandungnya tersebut pertama kali terjadi pada saat NP berusia 10 tahun. Kejadian tersebut bertempat di rumah Oma K als H, namun NP mejelaskan bahwa dia tidak begitu mengingatnya


(55)

dengan rinci karena saat itu dia masih duduk di kelas 3 SD. Berikut penuturan NP kepada peneliti:

Karena kejadiannya udah lama jadi saya nggak dapat ingat lagi hari dan tanggalnya, kak. Saat itu Bapak A hanya mencium-ciumi pipi sama leher

saya aja…

Kemudian kejadian yang kedua kalinya A mencabuli anak kandungnya tersebut pada Desember 2014 sekitar pukul 16.00 WIB di rumah lama A Jalan Mojopahit Medan. Saat itu NP sedang tidur siang lalu merasakan bahwa A mendekatinya sambil meletakkan sebilah pisau di samping bantalnya. A mengatakan hal-hal ancaman mengenai Ibu AR yang tidak pulang-pulang lagi dan dengan ditunjukkannya pisau itu dia berkata pada NP untuk membunuh Ibu AR. Selanjutnya setelah mengatakan hal tersebut A menciumi dan memaksa NP untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Saat itu NP mengaku mengeluh sakit dan takut diketahui oleh orang lain maka A mengentikan perbuatannya dan mengancam anaknya itu apabila NP memberitahukan hal tersebut kepada orang lain.

Pada bulan Juli 2015, NP diasuh oleh kerabat keluarga mereka yakni Ibu A dan Bapak R untuk tinggal bersama di Jalan Mergat No. 22 Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah. Lalu kejadian terakhir yang menjadi hal utama dalam laporan pengaduan kasus berawal dari kepergian Ibu A dan Bapak R ke Samosir pada hari Sabtu 7 November 2015, sehingga meninggalkan NP yang dijaga oleh anak mereka yakni S. Kemudian pada keesokan harinya tanggal 8 November 2015 A datang untuk membetulkan lampu, setelah sehari sebelumnya S menyuruh NP untuk memanggil ayahnya tersebut. Saat itu S sedang tidak berada dirumah, dan


(56)

tindak kekerasan seksual ketiga terjadi pukul 13.00 WIB ketika A kembali memaksa NP untuk melakukan hubungan badan dan setelah itu mengancam NP agar tidak memberitahukan kepada siapa pun.

Dua hari setelah itu ketika Ibu A sudah pulang dari Samosir, beliau nampak heran dengan leher dan pundak kiri-kanan NP yang terdapat bercak merah. Pada saat diminta penjelasan NP berusaha menutupi dengan mengatakan itu adalah perbuatan dirinya sendiri, sambil mempraktekkan bagaimana cara mencium pundak dan lehernya namun ternyata tidak bisa. Menyadari hal itu Ibu A langsung menangis dan memeluk NP serta bertanya siapa yang melakukan perbuatan tersebut. NP awalnya takut untuk mengatakannya namun akhirnya mengaku dengan memberi syarat agar Ibu A tidak memberitahu ayah kandungnya yang menjadi pelaku tindakan tersebut. Setelah mendengar pengakuan dari NP, Ibu A menceritakan kejadian yang NP alami kepada Oma K als H sebagai nenek NP dan ibu kandung dari A. Kemudian NP yang malu saat itu memutuskan untuk tinggal bersama neneknya tersebut.

Pada tanggal 14 November 2015 sekitar pukul 17.00 WIB, A datang menghampiri NP di parkiran Pasar Petisah Medan untuk membujuknya agar merekayasa pelaku kejadian tempo hari. NP diminta melemparkan tuduhan pelaku pada Kakek K als T, yang telah peneliti singgung diatas. Bujukan dan tekanan juga dilakukan oleh Oma K als H yang meminta NP untuk berbohong apabila dimintai keterangan, karena Oma K als H saat itu berencana mengajak NP untuk membuat laporan pengaduan ke Kepolisian dan KPAID SUMUT.

Seperti yang telah peneliti deskripsikan sebelumnya bahwa Ibu AR telah meluruskan laporan pengaduan yang sempat dibuat oleh Oma K als H ke KPAID


(57)

SUMUT. Kemudian pada tanggal 30 November 2015 NP kembali bertemu secara diam-diam dengan Ibu AR, dengan didampingi oleh pihak dari KPAID SUMUT mereka menjalani proses penanganan berikutnya. NP mendapat rujukan untuk melakukan Visum Et Repertum (VER) di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan, setelah itu NP dan Ibu AR didampingi untuk memberikan keterangan Berita Acara Perkara (BAP) di Polsek Medan Baru mengenai tindak kekerasan seksual yang menimpa NP.

Sebelumnya pada hari itu A juga menjalani pemeriksaan Kepolisian Polsek Medan Baru sebagai tersangka, namun belum ada penyidikan lebih lanjut ataupun perintah penahanan. Oleh karena itu A masih berkeliaran diluar Polsek saat NP dan Ibu AR masih memberikan keterangan pada polisi. Tidak hanya itu, Oma K als H juga berada diluar bersama A menunggu untuk membawa pulang kembali NP dan memberikan ancaman ingin membunuh Ibu AR. Menurut penuturan Ibu AR dalam wawancaranya dengan peneliti, pada saat itu juga beliau menginginkan NP dan adiknya V untuk ikut tinggal bersamanya. Awalnya NP ragu karena takut dengan ayah dan neneknya, maka pihak KPAID SUMUT yang bekerja sama dengan pihak Pekerja Sosial dari Kementerian Sosial Republik Indonesia segera mengkoordinasikan agar NP sebagai anak korban kekerasan seksual ditempatkan sementara di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) milik Kemensos RI demi keamanannya selama proses hukum berlangsung dan juga untuk memulihkan kondisi NP sebelum dapat tinggal bersama ibunya.

Beberapa hari setelahnya Ayah kandung NP ditahan dan dimulai proses hukumnya, namun sampai penelitian ini dibuat belum sampai pada tahap putusan


(58)

pengadilan. Ibu AR mengatakan beliau sangat senang bahwa saat itu kasus NP sangat diutamakan penanganannya karena adanya campur tangan langsung dari Kapolres Medan dan Kapolsek Medan Baru, meskipun dia sempat terkejut dan khawatir ketika banyaknya wartawan yang menyorot kasus NP tersebut ketika mereka keluar dari Polsek Medan Baru untuk dikoordinasikan ke RPTC. NP juga menuturkan bahwa dia merasa malu dan tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan wartawan pada dirinya, dia juga khawatir apabila Ayah kandungnya menjadi marah dan dendam padanya dengan pemberitaan media-media yang meliput kasusnya tersebut.

Kini NP sudah beberapa bulan berada di RPTC, dia mengatakan pada peneliti bahwa awalnya dia sangat trauma dengan kejadian tersebut dan takut untuk bercerita dengan orang lain karena juga trauma akan pertanyaan-pertanyaan wartawan. Namun NP mengungkapkan bahwa Pekerja Sosial dan pihak KPAID SUMUT yang bertugas memantaunya sangat baik dalam menanganinya dan membantu menghilangkan rasa ketakutan-ketakutan tersebut. Dia menyukai sesi-sesi konseling dengan pihak-pihak tersebut dan petugas di RPTC, sehingga lama kelamaan NP mulai merasa mudah bergaul kembali dengan orang lain tanpa rasa takut. NP berharap agar proses hukum ayah kandungnya tersebut segera selesai agar dia dapat keamanan untuk bisa segera keluar dari RPTC dan tinggal bersama Ibu AR.

5.2.4 Informan Utama dan Tambahan 4

Nama : AS

Tempat/Tanggal Lahir : Belawan, 04 April 2001 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Besi No. 03A, Lk IX Kec. Medan Labuhan, Kota Medan


(59)

Agama : Islam

Pendidikan : Pelajar aktif kelas III SMP

Informan terakhir dalam penelitian ini adalah AS (Lk, 15th) dan Ibu kandungnya yakni Ibu S yang menjadi Pelapor dalam pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anak di KPAID SUMUT dan juga sebagai informan tambahan pada wawancara penelitian ini. Adapun peneliti melakukan wawancara dilakukan dengan AS dan Ibu S pada awal April 2016 di kediamannya di Jalan Besi No. 03A Lingkungan IX, Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Ibu S membuat laporan pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anaknya ke KPAID SUMUT yang tercatat pada hari Rabu tanggal 11 November 2015 pukul 12.30 WIB.

Adapun AS merupakan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam bentuk pelecehan seksual sodomi, yang dilakukan oleh tetangganya D (Lk, 40th) di dekat Mesjid Al-Hasan Jalan Marelan Raya Gg. Pusara Lingkungan VIII Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan. Kejadian tersebut berlangsung pada hari Senin, 26 Oktober 2015 sekitar pukul 13.00 WIB. Berdasarkan penuturannya pada peneliti dalam wawancara penelitian ini, AS mengatakan bahwa perbuatan D tersebut telah berlangsung semenjak AS masih duduk di kelas 5 SD dan dia sudah tidak ingat lagi berapa kali D menyodominya.

Berdasarkan Ibu S dalam wawancara yang terpisah, dirinya mengetahui kejadian tersebut berawal dari adiknya/Bibi dari AS yang mencurigai AS yang setelah kelas 2 SMP apabila melihat D selalu nampak takut. Bibi dari AS tersebut terus menanyakan alasan AS ketakutan terhadap D, pada awalnya AS mengelak pertanyaan namun karena Bibinya terus bertanya maka AS mengaku bahwa dirinya


(1)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah…………... 1

1.2Perumusan Masalah……….………...…………. 10

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian………..………… 11

1.3.2 Manfaat Penelitian………..……….. 11

1.4Sistematika Penulisan……….. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.1.1 Pengertian Anak……… 14

2.1.2 Hak dan Kewajiban Anak………. 16

2.2 Kekerasan Terhadap Anak 2.2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Anak………..……… 19

2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak.………..… 20

2.2.3 Kekerasan Seksual Terhadap Anak……….. 22

2.2.4 Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak………..…… 25

2.3 Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual 2.3.1 Perlindungan Anak……….... 27


(2)

2.3.2 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual….. 30

2.3.3 Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPAID SUMUT)……….. 31

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak 2.4.1 Faktor Internal………..……..………... 37

2.4.2 Faktor Eksternal……… 38

2.5 Kerangka Pemikiran………. 40

2.6 Definisi Konsep………...………..……… 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian………. 45

3.2 Lokasi Penelitian……….. 45 3.3 Informan 3.3.1 Informan Kunci………. 46

3.3.2 Informan Utama……… 46

3.3.3 Informan Tambahan……….. 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 47

3.5 Teknik Analisis Data……… 49

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara 4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 51

4.1.2 Visi dan Misi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara...53


(3)

4.1.3 Dasar Hukum dan Letak Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah

Provinsi Sumatera Utara... 54

4.2 Fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 56

4.3 Struktur Organisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Pembagian Tugas 4.3.1 Struktur Organisasi KPAID SUMUT... 57

4.3.2 Pembagian Tugas... 58

4.4 Pola Pendanaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 61

4.5 Fasilitas di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 61

4.6 Penanganan Kasus 4.6.1 Klasifikasi Kasus dalam Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 64

4.6.2 Proses Penanganan Kasus di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara... 67

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar... 73

5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Utama dan Tambahan 1... 75

5.2.2 Informan Utama dan Tambahan 2... 79

5.2.3 Informan Utama dan Tambahan 3... 83


(4)

5.2.5 Informan Kunci... 93

5.3 Analisis Data... 98

5.3.1 Faktor Internal (Anak)... 99

5.3.2 Faktor Eksternal... 102

A. Pihak Keluarga/Pelapor... 102

B. Pihak Pelaku/Terlapor... 104

C. Proses Hukum dengan APH... 105

D. Pihak KPAID SUMUT... 106

E. Pihak-pihak lain... 107

5.4 Keterbatasan Penelitian... 108

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 109

6.2 Saran... 110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Kasus Pengaduan KPAID SUMUT Tahun 2015………. 8 Tabel 1.2 Daftar Klasifikasi Kasus KPAID SUMUT Tahun 2015……….. 9


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahapan Penanganan Anak Korban Kekerasan Seksual……….. 36 Bagan 2.2 Bagan Alir Pemikiran………... 42 Bagan 4.1 Struktur Lembaga KPAID SUMUT………. 58


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

8 143 150

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 32

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.1.1 Pengertian anak - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 15

POLA ASUH ORANG TUA ANAK KORBAN PERCERAIAN DAMPINGAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA (KPAID-SU)

0 0 9