Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene Perseorangan dengan Kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah tempat tersangka atau

terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan atau terdakwa ditahan selama
proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia.
Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksanaan teknis di bawah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Rutan didirikan
pada setiap ibukota kabupaten atau kota dan apabila perlu dapat dibentuk pula
Cabang Rutan. Di dalam rutan, ditempatkan tahanan yang masih dalam proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi
dan Mahkamah Agung.
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau Lapas) atau biasa disebut juga
dengan rumah tahanan (Rutan) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan di Indonesia. Selain berfungsi sebagai
tempat pembinaan bagi narapidana, juga menyediakan tempat pelayanan kesehatan
bagi narapidana. Pelayanan kesehatan bagi narapidana ini merupakan salah satu

faktor penunjang dari Program Pembinaan Jasmani dan Rohani terhadap narapidana
di lembaga pemasyarakatan / rumah tahanan (Menhum dan Hak Azazi, 2006).
Rumah tahanan atau lebih sering dikenal dengan kata penjara selalu diidentik
dengan ruangan yang penuh sesak, tidak begitu terawat dan kurang ventilasi
karenanya sangat memungkinkan timbulnya berbagai penyakit. Banyak kejahatan

1
Universitas Sumatera Utara

yang bisa menyeret seseorang masuk ke dalam jeruji besi, mulai dari kejahatan ringan
hingga yang terkena pasal berlapis. Kondisi penjara yang kurang memadai tentunya
menjadi faktor risiko timbulnya berbagai penyakit menular maupun tidak.
Lingkungan rumah tahanan yang biasanya tidak terawat dengan baik atau
penggunaan air yang tidak bersih seringkali menimbulkan masalah pada kulit seperti
gatal – gatal, alergi atau kulit menjadi kering.
Salah satu penyakit kulit yaitu skabies dan hal ini pernah dilakukan
pengobatan skabies massal di Rumah Tahanan Negara Labuhan Deli, Medan
Sumatera Utara pada tanggal 30 Oktober – 2 November 2011 oleh Komite
Internasional Palang Merah (ICRC Jakarta) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan. Pengobatan yang dilakukan diikuti oleh 908 warga binaan dan lebih

dari 110 warga binaan pemasyarakatan dengan kondisi infeksi yang sudah
mendapatkan perawatan khusus dan diberi obat.
Penyakit

skabies

pada

umumnya

menyerang

individu

yang

hidup

berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit,
perkampungan padat dan rumah jompo (Sudirman, 2006). Berdasarkan Departemen

Kesehatan RI, prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,60 – 12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering, sedangkan untuk negara
yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 – 27 % dari populasi umum.
Menurut Wibisono (2011), Skabies ditandai rasa gatal yang sangat intens,
timbulnya bintik merah pada kulit dan pada kasus yang sudah berat, akan muncul
luka bernanah. Penyebaran skabies pada umumnya terjadi melalui kontak langsung
antar kulit atau melalui peralatan tidur, pakaian dan handuk. Dengan demikian,

2
Universitas Sumatera Utara

penjara yang padat penghuni merupakan lingkungan yang ideal untuk penyebaran
skabies yang dibawa oleh kutu sarcoptes scabei.
Tempat – tempat yang menjadi favorit bagi kutu sarcoptes scabei adalah
daerah – daerah lipatan kulit, seperti telapak tangan, kaki, selangkangan, lipatan paha,
lipatan perut, ketiak dan daerah vital. Penyakit skabies disebabkan faktor kebersihan
yang kurang dipelihara secara baik. Alat tidur berupa kasur, sprai, bantal, tempat tidur
dan kondisi kamar yang pengab, dapat memicu terjadinya gatal – gatal (Yulianus,
2005). Hal inilah umumnya menjadi penyebab timbulnya penyakit skabies. Faktor
yang mempengaruhi penularan penyakit skabies adalah sosial ekonomi yang rendah,

kebersihan perseorangan yang buruk, perilaku yang tidak mendukung kesehatan,
hunian yang padat, tinggal satu kamar, ditambah kebiasaan saling bertukar pakaian,
handuk, dan perlengkapan pribadi meningkatkan risiko penularan (Badri, 2008).
Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah sanitasi yang
buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup secara berkelompok, yang tinggal di
asrama, barak – barak tentara, rumah tahanan, dan pesantren maupun panti asuhan
(Badri, 2008). Usaha penyehatan lingkungan merupakan suatu pencegahan terhadap
berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit dan sanitasi merupakan
faktor yang utama yang harus diperhatikan (Mukono, 2006). Walaupun tidak sampai
membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat
penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu kenyamanan, terutama saat tidur
dimalam hari dan gangguan konsep diri (Kuspriyanto, 2002).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6% – 12,9% dan skabies menduduki urutan

3
Universitas Sumatera Utara

ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Prevalensi skabies sangat tinggi pada
lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang

kurang memadai (Depkes RI, 2000). Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam
Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode
Januari – Desember 2008, dari total 4.731 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, 139 (2,94%) diantaranya merupakan pasien dengan
diagnosis skabies dan 57 (41%) diantaranya berumur 6 – 18 tahun (usia sekolah).
Pada periode Januari – Desember 2009, dari total 5.369 pasien, 153 (2,85%)
diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 54 (35,3%) diantaranya
berumur 6 – 18 tahun (usia sekolah).
Dari rekam medik di Poliklinik Rutan, ditemukan data penyakit kulit secara
keseluruhan pada tahun 2009 dengan jumlah penderita 35 orang, tahun 2010
sebanyak 32 orang, pada tahun 2011 sebanyak 37 orang dan pada tahun 2012
sebanyak 40 orang. Sedangkan penyakit skabies terjadi pada tahun 2009 sebanyak 8
kasus, tahun 2011 sebanyak 13 kasus dan pada tahun 2012 sebanyak 17 kasus.
Kemudian warga binaan tinggal didalam 6 kamar yang disediakan di rutan
sebanyak 42 orang, kondisi ini sudah melibihi kapasitas yang seharusnya
diperuntukkan untuk 24 – 30 orang. Dengan demikian, setiap warga binaan yang
berada di rutan akan mengalami keterbatasan dan ketersediaan sanitasi lingkungan
seperti air bersih dan luas ruang tahanan yang tidak sesuai dengan jumlah penghuni.
Akibat keterbatasan tersebut maka akan menyebabkan warga binaan mengalami
keterbatasan dalam menjaga kebersihan diri. Selain itu juga, setiap ruang sel memiliki

toilet dan bak air tanpa ada ruang khusus sehingga memperparah kondisi ruang

4
Universitas Sumatera Utara

tersebut. Sebahagian perilaku warga binaan pemasyarakatan dalam menggunakan
pakaian sehari – hari cukup memprihatinkan, ini dikarenakan malasnya warga binaan
mencuci pakaian yang kotor sehingga setiap menggunakan pakaian dipakai untuk 1 –
2 hari. Begitu hal dengan pakaian dalam, sehingga rata – rata warga binaan yang
terkena skabies yang terjadi pada daerah genitalia. Pakaian warga binaan juga
digantung menumpuk bersama handuk yang digunakan kadang dipakai bersama
dengan sesama penghuni. Kondisi inilah akan meningkatkan resiko terjadinya
penularan penyakit kulit skabies antar warga binaan pemasyarakatan.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yaitu bagaimana

hubungan sanitasi lingkungan dan higiene perseorangan dengan kejadian skabies

pada warga binaan pemasyarakatan di Rutan Cabang Sibuhuan.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dan higiene perseorangan
dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas.

1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan yaitu kelembaban, ventilasi, pencahayaan,
kepadatan hunian, kondisi lantai dan ketersediaan air bersih di rutan.
b. Untuk mengetahui hubungan kebersihan kulit dan rambut warga binaan
pemasyarakatan dengan kejadian skabies

5
Universitas Sumatera Utara

c. Untuk mengetahui hubungan kebersihan tangan, kaki dan kuku warga binaan

pemasyarakatan dengan kejadian skabies
d. Untuk mengetahui hubungan kebersihan genitalia warga binaan pemasyarakatan
dengan kejadian skabies
e. Untuk mengetahui hubungan kebersihan pakaian dan handuk warga binaan
pemasyarakatan dengan kejadian skabies
f. Untuk mengetahui hubungan kebersihan tempat tidur dan sprai warga binaan
pemasyarakatan dengan kejadian skabies

1.4

Hipotesis

a. Ada hubungan sanitasi lingkungan yaitu kelembaban, ventilasi, pencahayaan,
kepadatan hunian, kondisi lantai dan ketersediaan air bersih dengan kejadian
skabies.
b. Ada hubungan kebersihan kulit dan rambut warga binaan pemasyarakatan dengan
kejadian skabies
c. Ada hubungan kebersihan tangan, kaki dan kuku warga binaan pemasyarakatan
dengan kejadian skabies
d. Ada hubungan kebersihan genitalia warga binaan pemasyarakatan dengan

kejadian skabies
e. Ada hubungan kebersihan pakaian dan handuk warga binaan pemasyarakatan
dengan kejadian skabies
f. Ada hubungan kebersihan tempat tidur dan sprai warga binaan pemasyarakatan
dengan kejadian skabies

6
Universitas Sumatera Utara

1.5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi pengembangan Ilmu Kesehatan Lingkungan yang berkaitan dengan
pencegahan dan penanggulangan penyakit skabies di Rumah Tahanan Negara.
2. Bagi Rumah Tahanan Negara Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas,
sebagai masukan dalam rangka penyusunan program kegiatan pencegahan dan
penanggulangan penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan.
3. Bagi warga binaan pemasyarakatan, sebagai informasi untuk melakukan atau

meningkatkan sanitasi lingkungan dan menjaga higiene perseorang (kebersihan
diri) sebagai upaya mengurangi resiko terkena penyakit skabies.

7
Universitas Sumatera Utara