Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008
HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
AWIDA ROOSE
067023002/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2008
(2)
HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan/Epidemiologi
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AWIDA ROOSE
067023002/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2008
(3)
PERNYATAAN
HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2008
(4)
Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : AwidaRoose Nomor Pokok : 067023002
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes) (drh.Rasmaliah, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)
(5)
Telah diuji
Pada tanggal : 10 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes Anggota : 1. drh.Rasmaliah, M.Kes
2. Ir. Indra Chahaya, M.Si 3. Ir. Evinaria, M.Kes
(6)
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, sebanyak 7 dari 12 Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru merupakan daerah endemis DBD, dari 7 kecamatan tersebut Kecamatan Bukit Raya merupakan Kecamatan dengan case fatality rate dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut 1,44%, 0,0% dan 3,5% melebihi indikator nasional (1,0%).
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi dan lingkungan (jarak rumah, tata rumah, kelembaban, tempat penampungan air (TPA), TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami, keberadaan jentik dan tanaman hias/pekarangan) dengan kejadian DBD.
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol berpadanan. Sampel terdiri dari 85 kasus dan 85 kontrol dipadankan menurut jenis kelamin, umur dan kondisi tempat tinggal. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan Mc Nemar dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda kondisional.
Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu variabel pendidikan, pekerjaan, jarak rumah, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami dan tanaman hias/pekarangan. Hasil analisis menunjukkan variabel yang tidak ada hubungan dengan kejadian DBD yaitu, tata rumah dan keberadaan jentik. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian DBD adalah variabel mobilisasi.
Disarankan meningkatkan sosialisasi agar mengupayakan diri terhindar dari gigitan nyamuk dengan menggunakan reppelent bila akan bepergian keluar Kecamatan Bukit Raya untuk bekerja, sekolah, dan lain-lain. Peningkatan program promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat secara intensif, meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali dan meningkatkan kegiatan survei jentik.
(7)
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the public health problems in the city of Pekanbaru. Seven of the existing 12 sub-districts in Pekanbaru are DHF endemic areas and Bukit Raya is one of the 7 sub-district which has the highest number of DHF cases with respectively case fatality rates of 1.44%, 0.0%, and 3.5% from the years of 2005, until 2007. These percentages exeed the national indicator which is only 1,0%.
The purpose of this study is to examine the relationship between sosiodemografi (sex, education, occupation, mobilization), environment (home distance, home arrangement, humidity, water tank, water tank (not for the daily-used water), natural water tank, existance of mosquito larvae, and ornamental plant) with the incidents of DHF. This study is observational research with matchec case control design. The samples consist of 85 for case group and 85 for control group mached in sex, age and living place condition. Data analysis includes univariat, bivariat using Mc Nemar test and multivariate using conditional multiple logistic regression.
The result of bivarate analysis shows that variables have a significant relationship with the incident of DHF namely education, occupation, home distance, water tank not for the daily – used water, natural water tank, and ornamental plants. Home arrangement and the existence of mosquito larvae do not have a relationship with the incident of DHF. The result of multivarite analysis shows that the variable which is very dominant related to the incident of DHF is mobilization.
It is suggested to implement a proper socialization to avoid mosquito bite by using reppelent if going out of Bukit Raya Subdistrict Kota Pekanbaru to work, school etc. Intensively improve the promotion of DHF control and prevention program to the community, increase community participation in doing voluntary collective work once a week, and increase mosquito larvae survey activity.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih, semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindungan Allah SWT kepada Ibu Dr.Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan Ibu drh.Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga selesai tesis ini.
Terimakasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si dan Ibu Ir. Evinaria, M.Kes selaku tim penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.
Di samping itu penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.dr. Chairuddin P.Lubis,DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana 3. Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
(9)
4. Bapak Saiful Bahri Rab, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang telah memberi izin dan dukungan
5. Bapak dr. Zainal Abidin MPH selaku Sekretaris Program UKM, DHS I ADB Propinsi Riau dan seluruh staf yang telah memberikan bantuan dana pendidikan. 6. Rekan-rekan di peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan angkatan tahun
2006.
7. Sahabat handaitaulan yang memberikan dukungan moral dan spritual yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ucapan terimakasih kepada kedua orangtua, Abang, Abang Ipar, Kakak, Kakak Ipar, Adik, Adik Ipar, Keponakan dan kedua Ananda tercinta yang telah memberikan dukungan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, Semoga ALLAH SWT membalas kebaikan yang telah dilakukan dan melimpahkan ridho dan hidayahNya.
Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya Kota Pekanbaru.
Pekanbaru, Agustus 2008
(10)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Awida Roose
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 19 Agustus 1962
Agama : Islam
Alamat : Jln. Singgalang No. 7 Pekanbaru, Telp (0761)24833
Telp/HP : 085271547332
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1969 – 1975 : SDN II Pekanbaru
Tahun 1975 – 1979 : SMP Santa Maria Pekanbaru Tahun 1979 – 1982 : SMU N I Pekanbaru
Tahun 1982- 1985 : APK – TS Padang
Tahun 2002– 2004 : STIKES Hang Tuah Pekanbaru
Tahun 2006 – 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Epidemiologi.
RIWAYAT PEKERJAAN
1986 – 1987 : Staf Dinkes TK I Propinsi Riau 1987 – 1989 : Pjs Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru 1989 – 2002 : Pj. Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru 2002 – Sekarang : KASI PSM DKK Pekanbaru
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Demam Berdarah Dengue ... 9
2.1.1 Epidemiologi Penyakit DBD ... 9
2.1.2 Etiologi ... 12
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ... 13
2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik ... 14
2.1.5 Mekanisme Penularan ... 16
2.1.6 Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD ... 17
2.2 Nyamuk Penular DBD ... 18
2.2.1 Ekologi ... 20
2.2.2 Bionomik Vektor ... 23
2.2.3 Pengamatan Kepadatan Vektor ... 26
2.3 Landasan Teori ... 28
2.4 Kerangka Konsep ... 31
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Jenis Penelitian ... 33
(12)
3.3 Populasi dan Sampel ... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 37
3.6 Metode Pengukuran ... 39
3.7 Metode Analisis Data ... 43
1. Analisis Univariat ... 43
2. Analisis Bivariat ... 43
3. Analisis Multivariat ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Bukit Raya ... 44
4.2. Gambaran Karakteristik Responden ... 48
4.3. Analisa Bivariat ... 56
4.4. Analisis Multivariat ... 60
BAB 5. PEMBAHASAN ... 63
5.1. Sosiodemografi ... 63
5.2. Lingkungan Fisik dan Biologi ... 66
5.3. Faktor Paling Dominan yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 74 5.4.Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1. Kesimpulan ... 77
6.2. Saran ... 78
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Variabel dari Beberapa Penelitian Terdahulu ... 36 3.2. Defenisi Operasional Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur,
Skala Ukur dan Hasil Ukur ... 40 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di
Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 45 4.2. Penduduk > 5 tahun Menurut Jenis Pendidikan yang Dijalani
dan Ditamatkan Pada Tiap Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 45 4.3. Jumlah Penduduk yang Datang dan pindah Menurut Kelurahan di
Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 46 4.4. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Menurut tipe dinding berdasarkan
Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007 ... 47 4.5. Jumlah Bangunan Tempat Tinggal Menurut Tipe Atap Berdasarkan
Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 47 4.6. Distribusi Kasus dan Kontrol Menurut Sosiodemografi (umur,
Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Mobilisasi ... 48 4.7. Distribusi kasus dan kontrol menurut lingkungan
fisik dan biologi ... 49 4.8. Jenis dan jumlah kontainer yang terdapat pada
Rumah responden... 53 4.9. Jumlah dan Jenis kontainer yang ditemukan jentik ... 54
4.10. Tabulasi silang sosiodemografi dengan kejadian DBD
(14)
4.11. Tabulasi silang Lingkungan Fisik dan Biologi responden
dengan kejadian DBD ... 58 4.12. Hasil analisis regresi logistik ganda kondisional hubungan
mobilisasi, tata rumah, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air alami, keberadaan jentik dan tanaman hias
dengan kejadian DBD ... 61 4.13. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Kondisional ... 62
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti... 24 2.2. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 29 2.3. Modifikasi Hubungan Sosiodemografi dan
Lingkungan dengan Kejadian DBD ... 31 2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 32 3.1. Skema Penelitian ... 33
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 83
2. Master Data Penelitian ... 87
3. Tabel 4a.Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA yang dimiliki ... 117
4. Tabel 4b. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA bukan untuk keperluan sehari-hari ... 118
5. Tabel 4.c. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA Alami ... 119
6. Tabel 4.d. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA ... 120
7. Tabel 4.e. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA bukan untuk keperluan sehari-hari ... 121
8. Tabel 4.f. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA Alami ... 122
9. Surat Izin Penelitian ... 123
10. Surat Keterangan Penelitian ... 124
11. Surat Izin Survei dan Pengambilan Data dari BMG ... 125
12. Data Klimatologi ... 126
13. Hasil Pengolahan dan Penelitian ... 128
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan berarti pembangunan kesehatan harus lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian pemberantasan penyakit menular merupakan program yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan guna mencapai visi dan misi pembangunan kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tangguh, subsistem pertama SKN adalah upaya kesehatan yang mencakup antara lain pemberantasan penyakit menular (Depkes RI, 2004b).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad 21, menurut WHO (2000) antara tahun 1975-1995 terdeteksi di 102 negara dari lima wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat (Depkes RI, 2003)
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara antara tahun 1985-1996 telah berkembang menjadi wilayah hiperendemis. Jumlah kasus menunjukan peningkatan
(18)
yang tajam dalam jumlah kematian dan kesakitan pada tiga sampai lima tahun terakhir. Munculnya kembali Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah DBD diperkirakan bahwa terdapat sekurang-kurangnya seratus juta kasus DBD per tahun dan 500.000 kasus yang memerlukan rawat inap di rumah sakit, dimana 90% penderita adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka kematian yang disebabkan oleh DBD rata-rata 5%, dengan catatan kematian sekitar 25.000 terjadi tiap tahun. Walaupun semula DBD menjadi permasalahan di daerah perkotaan namun saat ini juga mengancam daerah pinggiran (Depkes RI, 2003).
Di Indonesia penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 berupa KLB di Jakarta dan di Surabaya dimana tercatat 54 kasus dengan 24 kematian Case Fatality Rate 41,5%), Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan (Soegijanto, 2003).
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan jumlah pasien yang cenderung meningkat serta daerah menyebaran yang semakin meluas. DBD terutama menyerang anak-anak namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa (Depkes RI, 2004a).
Awal kejadian luar biasa penyakit virus Dengue setiap lima tahun selanjutnya mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus Dengue pada bulan-bulan
(19)
tertentu. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan a) perubahan iklim dan kelembaban nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang belum ditemukan infeksi virus Dengue ke daerah endemis penyakit virus Dengue atau dari pedesaan ke perkotaan; c) meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk
Ae.aegyptidi perkotaan terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2003).
Pada awal tahun 2004 Indonesia menghadapi KLB DBD dengan jumlah kasus DBD sejak Januari sampai Mei 2004 mencapai 64.000 (Incidence Rate 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (Case Fatality Rate 1,1%) (Depkes RI, 2005). Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dalam press release
tanggal 16 Februari 2004 menetapkan bahwa telah terjadi KLB DBD dan pada tanggal 24 Februari 2004, 12 provinsi dikategorikan sebagai provinsi KLB DBD yaitu seluruh provinsi di pulau Jawa, NAD, Bali, Kalsel, Sulsel, NTB dan NTT, Beberapa daerah lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan kasus yaitu di Provinsi Riau, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Sulut dan Papua (Depkes RI, 2004a). Tahun 2007 jumlah kasus DBD meningkat dengan jumlah kasus sebanyak 156.697 (Incidence Rate 71,43 per 100. 000 penduduk) dengan kematian sebanyak 1.568 orang (Case Fatality Rate 1%) (Depkes RI, 2007).
Hasil Rekapitulasi Laporan Program Pemberantasan penyakit DBD Dinas Kesehatan Propinsi Riau yang berasal dari 11 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Riau menunjukkan selama kurun waktu (2005 sampai dengan pertengahan tahun 2007) hampir seluruh Kabupaten/Kota tersebut merupakan daerah endemis penyakit
(20)
DBD. Pada tahun 2006 lebih dari 50% Kabupaten/Kota di Propinsi Riau angka kematian akibat DBD cukup tinggi dimana angka kematian (Case Fatality Rate) melebihi dari Indikator Nasional yaitu 1%. Dari seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Riau, bila dilihat jumlah kasus DBD dan jumlah kematian akibat DBD selama 3 tahun berturut-turut tersebut Kota Pekanbaru termasuk tinggi. Tahun 2006 angka
Incidence Rate (IR) sebesar 50,0 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 0,9%, tahun 2007 (data dari Januari sampai dengan Oktober) angka Incidence Rate (IR) sebesar 41,5 per 100.000 dengan CFR 1,7% (Dinkes Provinsi Riau, 2007).
Kota Pekanbaru merupakan Ibu Kota Provinsi Riau terdiri dari 12 Kecamatan dan 58 Kelurahan, dimana 7 dari 12 Kecamatan tersebut (Kecamatan Limapuluh, Sail, Bukit Raya, Tenayan Raya, Marpoyan Damai, Tampan dan Payung Sekaki) merupakan daerah endemis DBD sedangkan 5 Kecamatan lainnya (Kecamatan Sukajadi, Senapelan, Rumbai Pesisir, Rumbai dan Pekanbaru Kota) kejadian DBD di tiap kelurahannya bervariasi yaitu sebagian kelurahannya merupakan daerah endemis DBD sebagian lagi merupakan daerah sporadis DBD.
Dari 7 kecamatan endemis DBD di Kota Pekanbaru, Kecamatan Bukit Raya merupakan kecamatan dengan jumlah kasus DBD paling tinggi tahun 2005 jumlah kasus 138 orang, tahun 2006 jumlah kasus DBD sebanyak 52 orang penderita sebagian besar berumur > 15 tahun (61%), perbandingan penderita DBD antara perempuan dan laki-laki hampir sama yaitu 49% dan 51%. Tahun 2007 di Kecamatan Bukit Raya jumlah kasus DBD 80 orang sebagian besar penderita dari kelompok umur 15 tahun yaitu 73%. Perbandingan penderita DBD antara perempuan dan
(21)
laki-laki adalah 49 % dan 51%. Sedangkan Case Fatality Rate di Kecamatan Bukit Raya tahun 2005 adalah sebesar 1,44% menduduki peringkat ke 2 setelah Kecamatan Tampan dilihat dari angka CFR. Tahun 2006 tidak terjadi kematian tetapi tahun 2007
Case Fatality Rate meningkat menjadi 3,5% (Puskesmas Harapan Raya, 2007). Terjadinya kasus DBD baik kasus kesakitan maupun kematian di Kecamatan Bukit Raya dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berfluktuasi sebagaimana diuraikan diatas, terjadinya keadaan berfluktuasi tersebut di atas tidak dapat diprediksi secara pasti faktor penyebabnya. Bila dilihat hasil pelaksanaan pemantauan bebas jentik nyamuk Aedes terhadap rumah/bangunan di Kota Pekanbaru tahun 2006 dan 2007, untuk semua Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru Angka Bebas Jentik (ABJ) rata-rata berkisar antara 90%– 95% hal ini menunjukkan bahwa Angka Bebas Jentik di tiap Kecamatan di Kota Pekanbaru sudah memenuhi Indikator Nasional (95%) tidak terkecuali Kecamatan Bukit Raya. Namun dengan angka bebas jentik rata-rata berkisar 90%-95%, Kecamatan Bukit Raya tetap merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus paling tinggi serta Case Fatality Rate melebihi Indikator Nasional (1%).
Secara teoritis penyebab munculnya KLB/wabah DBD antara lain disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, urbanisasi yang tidak terencana dan terkontrol, mobilitas penduduk yang tinggi, sistem pengelolaan limbah padat berupa wadah yang dapat menjadi tepat penampungan air seperti kaleng bekas, ban bekas, kulit buah dan lain-lain yang tidak saniter dan sarana penyedian air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan
(22)
nyamuk-nyamuk, kurangnya sistem pengamatan nyamuk yang efektif, meningkatnya pergerakan dan penyebaran virus dengue, perkembangan hiperendemisitas dan melemahnya infrastruktur kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2003).
Teori penyebab timbulnya KLB terjadi di Kota Pekanbaru karena pertumbuhan penduduk akibat arus migrasi ke Kota Pekanbaru yang relatif cukup tinggi sehingga menimbulkan berbagai akibat antara lain meningkatnya jumlah pengangguran, kemiskinan dan pemukiman kumuh serta rawan sosial sebagaimana pidato walikota Pekanbaru pada hari jadi Kota Pekanbaru ke-223 (Abdullah, 2007)
Sesuai teori di atas dan pidato walikota Pekanbaru penyebab tingginya angka kesakitan dan CFR DBD di Kecamatan Bukit Raya diperkirakan antara lain arus migrasi yang relatif tinggi menimbulkan pemukiman kumuh, penyebab lain yaitu tingginya mobilitas penduduk karena sebagian penduduk bekerja di luar wilayah kota Pekanbaru yaitu pada kabupaten lain secara geografis kabupaten tersebut berbatasan dengan Kecamatan Bukit Raya. Disamping itu Kecamatan Bukit Raya merupakan kecamatan yang sebagian wilayahnya mengalami pemekaran sejalan dengan itu perkembangan pembangunan pemukiman cukup pesat yang merupakan sasaran pemukiman para urban namun pada wilayah lain perkembangan pembangunan belum tertata baik dan masih banyak lahan yang merupakan tanah kosong sehingga ditumbuhi semak yang dapat dijadikan tempat beristrahat nyamuk demikian juga daerah pemukiman baru dimana beberapa rumah belum ada penghuninya yang kemungkinan besar didalam rumah tersebut terdapat genangan air tempat perindukan nyamuk.
(23)
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang Sosiodemografi dan Lingkungan Masyarakat di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru dengan kejadian penyakit DBD.
1.2. Rumusan Masalah
Kecamatan Bukit Raya merupakan wilayah endemis DBD dengan angka CFR dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut 1,44%, 0%, 2,35%, sedangkan Angka Bebas Jentik (ABJ) rata-rata berkisar antara 90% - 95% yaitu sudah memenuhi indikator nasional, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Belum diketahuinya hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru tahun 2008.
2. Belum diketahuinya hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru tahun 2008.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
2. Mengetahui hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
(24)
3. Mengetahui faktor yang paling dominan hubugannya dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
2. Ada hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rangka pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD dan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan operasional dan strategi yang efisien dan komprehensif dalam pelaksanaan penanggulangan DBD yang terjadi pada masyarakat Kota Pekanbaru 2. Untuk keperluan perencanaan dan dasar penyusunan usulan anggaran
program DBD dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang DBD.
(25)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat menyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun tidak tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalah demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003).
Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi, tulang dan otot. Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yang utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997).
2.1.1 Epidemiologi Penyakit DBD
1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat menyerang semua umur, walaupun sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terkahir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada
(26)
kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar (WHO, 1998).
Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata di antara anak laki-laki dan wanita. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Kelompok penduduk Cina banyak terserang DBD dari pada yang lain. Penemuan ini dijumpai pada awal epidemi (Soegijanto, 2003)
2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat-tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Ae.aegyptitidak sempurna (Depkes RI, 2007).
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000
(27)
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6 - 27 per 100.000 penduduk pada tahun 2004 (Depkes RI, 2005).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2003).
3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Menurut Depkes RI (2003), pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28 – 320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegyptie akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April – Mei setiap tahun.
4. Pola Epidemiologi Penyakit DBD a. Infeksi virus – pejamu
Untuk memahami berbagai situasi yang muncul, penting untuk mengenali beberapa aspek interaksi virus pejamu. Aspek-aspek tersebut meliputi :
(28)
i. Infeksi dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
ii. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi beberapa starain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
iii. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
2.1.2 Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue pada seseorang disebabkan oleh virus dengue termasuk famili Flaviviridae dan harus dibedakan dengan demam yang disebabkan virus Japanese Encephalitis dan Yellow Fever (demam kuning) (Soegijanto, 2003).
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang temasuk kelompok B Arthropoda Borne Virus (Arboviroses). Dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN- 2, DEN- 3 dan DEN 4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan anti bodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat
(29)
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat. Serotipe DEN-3 berasal dari Asia, ditemukan pada populasi dengan tingkat imun rendah dengan tingkat penyebaran yang tinggi, meski sudah diketahui sejak 300 tahun yang lalu penanggulangannya belum juga tuntas (Depkes RI, 2004).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
Ae.aegyptiatau Aedes albopictus. Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi perlawanan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 2001). Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang, serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tesebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2003).
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
(30)
komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada ” cross protective” terhadap serotipe virus yang lain (Soegijanto, 2003).
Patogenesis DBD terdapat dua perubahan patofisiologi yang menyolok yaitu : meningkatnya permeabelitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang terjadi singkat (24 – 48 jam), hipovolemia dan terjadi syok. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan (Depkes RI, 2003).
2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik
Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet. Gejala klinik :
1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari 2. Manifestasi perdarahan
a. Uji torniquet positif
b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.
(31)
3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah.
Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh pada umumnya antara 39ûC – 40ûC menetap antara 5 – 7 hari, pada fase awal demam terdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki. Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet positif.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over diagnosis).
1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2 – 7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahan mukosa, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan melena, pembesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak gelisah.
2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20%
(32)
atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.
WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai berikut:
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dam lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
2.1.5 Mekanisme penularan
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengue yaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
(33)
pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting (Suroso, 2000).
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiktif). Dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4- 6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.
Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4 – 7 hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya.
Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Depkes RI, 2004c).
2.1.6 Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD
Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
(34)
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu :
1. Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.
2. Puskesmas/Rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue.
3. Tempat-tempat umum lainnya :
a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan tempat-tempat ibadah.
b. Wilayah rawan DBD (endemis) c. Pemukiman baru di pinggir kota
Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes RI, 2005).
2.2 Nyamuk Penular DBD
Di Indonesia nyamuk penular (Vektor) penyakit DBD yang penting adalah
Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutelluris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama penyakit DBD adalah Ae.aegypti(Soegijanto, 2003). Nyamuk
(35)
Ae.aegyptibetina suka bertelur di permukaan air pada dinding vertikel bagian dalam tempat-tempat yang berisi sedikit air, harus jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dan dekat rumah. Larva Ae.aegyptiumumnya ditemukan di drum, tempayan, tong atau bak mandi di rumah keluarga yang kurang diperhatikan kebersihannya. Besarnya kontainer dan lamanya air disimpan didalamnya mengakibatkan banyak nyamuk yang dapat berasal dari drum itu (Soeroso, 2000).
Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat bertelur dibandingkan tempat air yang terbuka. Karena tutupnya jarang dipasang secara baik dan jarang dibuka, ruang didalamnya relatif lebih gelap dibandingkan tempat air yang terbuka. Telur Ae.aegyptiberwarna hitam seperti sarang tawon, diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak lebih kurang 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu –20C sampai 420C. Namun, bila kelembaban terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama sekurang-kurangnya 9-10 hari. Telur yang dihasilkan kurang lebih 10-100 butir setiap kali bertelur dan biasanya pada interval 4-5 hari. Walaupun nyamuk betina berumur kira-kira 9-10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukup untuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 km, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-kira 40 meter. Larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan sepanjang tahun di semua kota
(36)
di Indonesia. Dari penyelidikan intensif selama 2 (dua) musim dalam setahun yang dilakukan di Jakarta, ternyata tidak terdapat pengaruh musim terhadap kepadatan nyamuk (Soedarmo, 1998).
2.2.1 Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungannya. Eksistensi nyamuk Ae.aegyptidipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lain ketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae.aegyptikarena pada ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk (Depkes RI, 1998).
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam kontainer, ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998).
1. Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah
(37)
tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit. 2. Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur.
3. Ketinggian tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia nyamuk Ae.aegyptidan Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut.
d. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari : suhu, udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.
1. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250C – 270C. Pertumbuhan
(38)
nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari 400C.
2. Kelembaban nisbi
Menurut Gobler dalam Depkes RI, (1998) umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada suhu 200C kelembaban nisbi 27% umur nyamuk betina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban nisbi 55% umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari. Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor, karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah.
3. Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Bila kecepatan angin 11-10 meter atau 25-31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk.
4. Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi. Kelembaban udara naik maka tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musim penghujan (Soeroso, 2000).
(39)
b. Lingkungan Biologik
Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003).
2.2.2 Bionomik Vektor
Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) danjarak terbang (flight range) (Soedarmo, 1998).
Menurut Soegijanto (2003), tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan di sekitar rumah. Biasanya tidak melebihi jarak 500 (lima ratus) meter dari rumah. Nyamuk Ae.aegyptitidak berkembang biak pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptidapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, dan lain-lain.
(40)
Nyamuk Ae. aegypti disebut black-white mosquito karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam, yamuk ini sering disebut nyamuk rumah. Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti
mengalami metamorfosa sempurna melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa dan dewasa.
Nyamuk Dewasa 1 - 2 hari
Pupa
(Kepompong) Telur
1 – 2 hari
6 – 7 hari
Jentik
Gambar 2. 1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5 – 0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, diletakkan satu per satu pada benda – benda yang terapung pada dinding bagian dalam tempat penampungan air yang berbatasan langsung dengan permukaan air.
Jentik kecil berwarna transparan dengan corong pernafasan berwarna hitam (siphon) yang menetas dari telur dan akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5 – 1 cm. Jentik akan selalu bergerak aktif dalam air dengan gerakan berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara), kemudian turun
(41)
kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik akan berubah menjadi kepompong. Kepompong berbentuk koma, geraknya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk betina Ae. aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus
gonotropik. Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua) puncak aktivitas yaitu pukul 09.00 – 10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk
Ae.aegyptimempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus
gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk. Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh nyamuk dari penguapan oleh
(42)
karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat, terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000).
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae. aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida (CO2) dan warna. Untuk jarak
yang lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang tergantung, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung (Soegijanto, 2003).
2.2.3 Pengamatan Kepadatan Vektor
Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survei perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang diperiksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Dalam pelaksanaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi : (Depkes RI, 1998)
1) Metode Single Survei
Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.
(43)
2) Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu : a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah – rumah penduduk yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
b. House Indeks (HI)
House Indeks (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah yang ditemukan jentik
x 100% Jumlah rumah yang diperiksa
(44)
c. Container Indeks (CI)
Container Indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang diperiksa ditemukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak.
Jumlah Container ditemukan jentik
x 100% Jumlah container yang diperiksa
d. Breteau Indeks (BI)
Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah.
Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti Angka Bebas Jentik dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House Index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 1% atau 99% rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif. Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian nyamuk penularan DBD (Depkes RI, 1998).
2.3 Landasan Teori
Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu
(45)
maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptinamun dapat juga ditularkan oleh nyamuk Ae. albopictus tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2004c). Pada prinsipnya kejadian penyakit yang digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit, yaitu penjamu, agen dan lingkunan seperti gambar 2.2 berikut :
AGENT
VEKTOR
HOST ENVIRONMENT
Gambar 2.2. Model klasik kausasi segitiga epidemiologi
Sumber : CDC, 2002 Gordis, 2000; Gerstman, 1998 ; Mausner dan Kramer,1985
dalam Murti (2003)
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubah ketiga komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk terjadinya penyakit DBD yaitu :
(46)
(1). Agent
Agent penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang termasuk kelompok B arthropoda Borne Virus (arboviroses). Anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti dan juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.
(2). Host (Penjamu)
Pejamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent
Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, mobilisasi).
(3). Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah, kelembaban rumah, TPA, iklim), lingkungan biologi (tanaman hias/tumbuhan), indeks jentik (house index, container indeks, breateu indeks).
Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit disebabkan oleh
agent, penjamu (host) dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok untuk mengetahui penyebab penyakit adalah model segitiga Epidemiologi yang dimodifikasi sedemikian rupa dalam bentuk kerangka teori seperti pada gambar 2.3 berikut ini :
(47)
Sosiodemografi
- Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Mobilitas
FAKTOR VEKTOR
Lingkungan
- Bionomik Agent
- Kelembaban - Musim - Curah hujan - Temperatur
Gambar 2.3. Modifikasi hubungan sosiodemografi dan lingkungan dengan kejadian DBD
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
KEJADIAN PENYAKIT DBD
(48)
Sosiodemografi - Pendidikan - Pekerjaan - Mobilisasi
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : diteliti
dianalisis secara deskriptif
Ligkungan Fisik dan Biologi
Lingkungan Fisik
- Jarak antar rumah
- Tata Rumah (pengaturan barang dalam rumah) - Kelembaban rumah
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Keberadaan jentik
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Iklim
- Suhu - Kelembaban - Curah Hujan - Kecepatan angin
Lingkungan Biologi
- Tanaman hias dan tanaman pekarangan
Kejadian Penyakit DBD
- House Index - Container Index - Bruteau Index
(49)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan disain studi Matched Case Control untuk ukuran risiko (mOR) dengan memilih kasus yang menderita DBD dan kontrol yang tidak menderita DBD. Penelitian dilihat paparan yang dialami subjek pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada lingkungan rumah responden. Alasan penggunaan disain ini karena studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan – penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status pajanannya (Murti, 2003). Skema penelitian sebagai berikut :
Sosiodemografi - Pendidikan - Pekerjaan - Mobilisasi Kasus Ligkungan Lingkungan Fisik - Jarak antar rumah
- Tata Rumah (pengaturan barang dalam rumah) - Kelembaban rumah
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. - Tempat penampungan air tidak untuk keperluan
sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Keberadaan jentik
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. - Tempat penampungan air tidak untuk keperluan
sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Iklim
- Suhu - Kelembaban - Curah Hujan - Kecepatan angin Lingkungan Biologi
- Tanaman hias dan tanaman pekarangan Gambar 3.1 Skema Penelitian
Kasus
Kontrol
- House Index - Container Index - Bruteau Index
(50)
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru Provinsi Riau dengan mengambil lokasi di Kecamatan Bukit Raya. Dipilihnya Kecamatan Bukit Raya sebagai lokasi penelitian karena kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang paling tinggi kasus DBD dibandingkan dengan Kecamatan lain.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan akhir yang membutuhkan waktu lebih kurang 6 (enam) bulan dari bulan Januari s/d Juni 2008.
3.3Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah penderita DBD dan bukan DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru pada tahun 2007 sampai dengan April 2008 sampel penelitian terdiri dari :
a. Sampel kasus adalah penderita DBD di Kecamatan Bukit Raya yang dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru pada tahun 2007 sampai dengan April 2008.
b. Sampel kontrol adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga terdekat dalam satu lingkungan dengan pencocokan (matching) sama dengan kasus dalam hal umur, jenis kelamin dan kondisi tempat tinggal pada tahun 2007 sampai dengan April 2008.
(51)
Pengambilan sampel dengan menggunakan kriteria eklusi yaitu apabila responden yang terpilih pindah/mandah keluar kota atau meninggal dunia maka responden tersebut digantikan dengan responden terpilih yang lain, bila responden terpilih tidak berada di tempat atau tidak mau diwawancarai sampai kunjungan ketiga maka responden tersebut digantikan dengan responden terpilih lainnya.
Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus sebagai berikut (Schlesselman, 1982) :
) (p q1 p1q0
m n o + = 2 2 ) 2 / 1 ( ) 1 ( 2 − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + − = P P P z Za m β
q1 = 1 – P1
q0 = 1 – P0
OR OR P + = 1 Keterangan :
α = tingkat kemaknaan 5% → maka Z =1,96 Zα = Nilai devisi normal pada α 5% = 1, 96 Zβ = Nilai devisi normal pada β 10% = 1, 28 OR = Odd rasio
P0 = proporsi kontrol yang mempunyai faktor positif/terpajan
(52)
Besar sampel berdasarkan beberapa variabel dari penelitian terdahulu sesuai tabel berikut :
Tabel 3.1. Besar sampel berdasarkan beberapa variabel dari penelitian terdahulu.
Variabel Po P1 OR n Referensi
Keberadaan jentik TPA Kontainer
0,25 0,29 0,50
0,66 0,66 0,27
5,8 4,6 2,79
29 37 83
Sitorus (2005) Sitorus (2005) Hasan (2007)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat besar sampel minimum 83. Namun karena jumlah kasus DBD di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007 s/d April 2008 adalah 85 orang, maka semua kasus dapat dijadikan sampel dengan kontrol 85 orang, perbandingan kasus dan kontrol 1 : 1.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang terdiri dari penderita DBD sebagai kasus dan bukan penderita DBD sebagai kontrol apabila penderita (kasus) atau kontrol berumur < 15 tahun maka digantikan oleh ibunya sebagai responden. Data sekunder diperoleh dari Laporan dan Profil Puskesmas Harapan Raya yang merupakan Puskesmas di Wilayah Kecamatan Bukit Raya, Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, data dari tiap Kelurahan di Kecamatan
(53)
Bukit Raya serta data tentang Kecamatan itu sendiri mengenai situasi kependudukan dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dan permasalahan penelitian.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variable) adalah kejadian DBD sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, mobilisasi) dan lingkungan (jarak antar rumah, tata rumah (pengaturan barang dalam rumah), kelembaban rumah, TPA, iklim, tanaman hias/tumbuhan. Indeks jentik (house indeks, container indeks, breateu indeks).
1. Kasus DBD adalah penderita demam berdarah yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter bahwa penderita tersebut telah didiagnosa dan didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada tahun 2007 sampai dengan April 2008.
2. Kontrol adalah bukan penderita DBD dengan pencocokan (maching) dalam hal jenis kelamin, umur dan lingkungan sama dengan kasus.
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden dengan kategori perempuan dan laki-laki.
4. Pendidikan adalah pendidikan fomal tertinggi yang pernah dijalani oleh responden dengan mendapat ijazah.
5. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan rutin yang dilakukan oleh responden guna menghasilkan pendapatan setiap bulan minimal 6 bulan.
(54)
6. Mobilisasi adalah gerak berpindah seseorang dari satu tempat ke tempat lain yang dilakukan setiap hari
7. Jarak rumah adalah adanya halaman pembatas antara satu rumah dan rumah lainnya dengan kategori tidak baik ≤ 5 m, baik > 5 m baik.
8. Tata rumah adalah tidak adanya barang berserakan dan kain bergantungan dengan penilaian 1. ada, 2. tidak ada
9. Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen, diukur dengan alat hygrometer
10.Tempat penampungan air (TPA) adalah tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti : tempayan, bak mandi, bak WC, drum, bak penampungan air, ember, dan lain-lain.
11.Bukan tempat penampungan air (Non TPA) adalah tempat-tempat yang bisa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti : tempat minum hewan piaraan, barang-barang bekas, vas bunga, talang air, meteran air.
12.Tempat penampungan air alami adalah tempat tertampungnya air yang dengan sendirinya secara alami misal : lobang dipohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, potongan bambu.
13.Keberadaan jentik adalah terdapatnya jentik pada tempat penampungan air baik tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari atau tempat penampungan air alami.
(55)
14.Iklim adalah keadaan suhu udara, kelembaban nisbi udara, curah hujan dan angin dinilai dengan adanya turun hujan dalam 1 minggu.
15.Tanaman hias/tumbuhan adalah adanya tanaman hias/tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar rumah.
3.6 Metode Pengukuran
Definisi operasional variabel, cara ukur, skala ukur dan hasil ukur sebagai berikut :
(56)
Tabel 3.2. Definisi operasional variabel,cara ukur, alat ukur, skala ukur, dan hasil ukur
Variabel Definisi operasional
Cara ukur Alat ukur Skala ukur Kategori VARIABEL DEPENDEN Kasus Demam Berdarah Dengue Orang yang mempunyai gejala klinis DBD dan berdsarkan test laboratorium yang telah didiagnosa positif DBD oleh rumah sakit dan dicatat pada status kartu berobat tahun 2007 sampai dengan April 2008
Studi dokumentasi data sekunder pada Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan wawancara
Kuesioner Ordinal 1. Penderita DBD (kasus) 2. Tidak penderita DBD (kontrol) VARIABEL INDEPENDEN Sosiodemografi
Pendidikan Pendidikan fomal
tertinggi yang pernah dijalani oleh responden dengan mendapat ijazah
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Tidak sekolah (rendah), SD 2. SLTP- SLTA Akademi PT (tinggi)
Pekerjaan Jenis pekerjaan rutin yang dilakukan oleh responden guna menghasilkan pendapatan setiap bulan min 6 bulan
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Bekerja (PNS,TNI,A BRI,Wiraswa sta, Pegawai swasta, petani 2. Tidak bekerja (IRT, belum sekolah, pelajar, mahasiswa)
Mobilisasi Gerak berpindah seseorang dari satu
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Ada 2. Tidak ada
(57)
Tabel. 3.2. Lanjutan
Variabel Definisi operasional
Cara ukur Alat ukur Skala ukur
Kategori
tempat ke tempat lain yang dilakukan setiap hari Lingkungan Lingkungan Fisik Rumah Jarak rumah Adanya halaman pembatas antara satu rumah dengan rumah lainnya.
Observasi Ceklist Ordinal 1. Tidak baik (< 5 m) 2. Baik (> 5m) Tata rumah Tidak adanya barang berserakan dan kain bergantungan.
Observasi Ceklist Ordinal 1. Tidak baik (bila ada) 2. Baik (bila tidak ada) Kelembaban dalam rumah Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya
dinyatakan dalam persen.
Observasi Higrometer Ordinal 1. baik (> 60%) 2. Tidak baik (< 60%) TPA Tempat Penampu ngan air (TPA) Tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti : tempayan bak mandi, bak WC, drum, bak
penampungan air, ember dan lain-lain.
Observasi Ceklist Ordinal 1. Ada 2. Tidak Bukan tempat penampu ngan air Tempat-tempat yang bisa menampung air tetapi bukan untuk
Observasi Ceklist Nominal 1. Ada 2. Tidak
(58)
Tabel 3.2. Lanjutan
Variabel Definisi operasional
Cara ukur Alat ukur Skala ukur
Kategori
(Non TPA)
keperluan sehari-hari seperti : tempat minum hewan piaraan, barang-barang bekas, vas bunga, talang air, meteran air dan lain-lain. Tempat penampu ngan air buatan alami (natural/ alamiah) Tempat tertampungnya air yang dengan sendirinya secara alami misal : lobang dipohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, potongan bambu
Observasi Ceklist Nominal 1. Ada 2. Tidak
Keberadaan
Jentik Adalah terdapatnya
jentik pada tempat penampungan air baik tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari atau tempat penampungan air alami
Observasi Ceklist Nominal 1. Ada 2. Tidak Lingkungan Biologi Tanaman hias / tumbuhan Adanya tanaman
hias/tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar rumah yang dapat dijadikan tempat beristrahat nyamuk.
Observasi Checklist Nominal 1. Ada 2. Tidak
(59)
3.7 Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi sosiodemografi dan lingkungan serta variabel dependen yaitu kejadian penyakit DBD.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauhmana hubungan variabel independen sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi) terhadap variabel dependen (kejadian penyakit DBD) dengan menggunakan Mc Nemar untuk menentukan ukuran risiko menggunakan Mached Odds Ratio (mOR)
3. Analisis Multivariat
Analisi multivariat adalah untuk melihat hubungan antara variabel kejadian DBD dengan seluruh variabel yang diteliti sehingga diketahui variabel bebas yang paling dominan hubungannya dengan kejadian demam berdarah dengan menggunakan regresi logistik ganda kondisional (conditional multiple logistic regression).
(60)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Bukit Raya
a. Keadaan Geografis
Kecamatan Bukit Raya adalah satu dari 12 (dua belas) Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru dengan luas 23,10 Km2 dan batas - batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sail
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tenayan Raya Sebelah Barat berbatan dengan Kecamatan Marpoyan Damai
Kecamatan Bukit Raya terdiri dari 4 Kelurahan, 56 RukunWaga (RW) dan 228 Rukun Tetangga yaitu :
Kelurahan Tangkerang Utara dengan 17 RW, 79 RT Kelurahan Tangkerang Selatan dengan 15 RW, 57 RT Kelurahan Simpang Tiga dengan 12 RW, 45 RT Kelurahan Tangkerang Labuai dengan 12 RW, 47 RT
b. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Raya Tahun 2006 adalah 80.401 jiwa yang terdiri dari 40.705 jiwa laki-laki dan 39.696 jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk 3.646 jiwa per kilometer persegi. Distribusi jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut.
(61)
Tabel 4.1. Distribusi jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007
Kelurahan
0-5 thn 6-12 thn
13-18
thn 19-24 thn >24 thn Jumlah 2.488 3.892 2.328 2.913 8.594 20.215 2.464 3.784 2.281 2.881 8.403 19.813 3.179 5.060 2.886 3.763 9.324 24.212 Tangkerang Utara
Tangkerang Selatan Simpang Tiga
Tangkeran Labuai 2.054 2.888 1.898 2.538 6.783 16.161 Jumlah 10.185 15.624 9.393 12.095 33.104 80.401
Sumber : Kecamatan Bukit Raya Dalam Angka, 2007 c. Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk > 5 tahun di Kecamatan Bukit Raya sebagian besar mereka adalah berhasil tamat SLTA yaitu 26.096 orang sebagaimana diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Penduduk > 5 tahun menurut jenis pendidikan yang dijalani dan ditamatkan pada tiap kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007
Kelurahan Jenis Pendidikan yang dijalan/ditamatkan Tdk
tamat SD
SD SLTP SLTA Akademi/
PT Jumlah Tangkerang Utara 2.632 3.043 3.624 6.459 2.378 18.136 Tangkerang Selatan 2.314 3.277 3.382 6.795 1.96 9 17.737 Simpang Tiga 3.286 4.004 4.295 7.826 2.132 21.543 Tangkerang Labuai 2.085 2.994 2.724 5.016 1.619 14.438 Jumlah 10.317 13.318 14.025 26.096 8.098 71.854
(62)
d. Migrasi Penduduk
Pertumbuhan penduduk akibat arus migrasi ke kota Pekan Baru relatif cukup tinggi, Kecamatan Bukit raya merupakan salah satu kecamatan sasaran. Tingginya tingkat kedatangan penduduk ke Kecamatan Bukit Raya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Jumlah penduduk yang datang dan pindah menurut kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007
Penduduk yang datang Penduduk yang pindah Kelurahan
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Tangkerang Utara 350 343 26 27
Tangkerang Selatan 374 365 34 30
Simpang Tiga 620 609 43 46
Tangkerang Labuai 412 408 18 21
Jumlah 17.61 17.75 121 124
Sumber : Kecamatan Bukit Raya Dalam Angka, 2007
e. Kondisi tempat tinggal penduduk
Data tentang keadaan/kondisi bangunan tempat tinggal penduduk menurut tipe dinding di Kecamatan Bukit Raya secara umum dapat dilihat pada tabel yaitu tabel 4.4 sementara data tentang keadaan bangunan tempat tinggal menurut tupe atap di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.5
(63)
Tabel 4.4 Kondisi bangunan tempat tinggal menurut tipe dinding berdasarkan kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007
Tipe dinding Kelurahan
Tembok Setengah
tembok Lainnya
Tangkeran Utara 3724 811 288
Tangkeran Selatan 3197 625 205
Simpang Tiga 2635 409 176
Tangkeran Labuai 3163 56 216
Jumlah 12.719 2413 885
Sumber : Kecamatan Bukit Raya Dalam Angka, 2007
Tabel 4.5 Jumlah bangunan tempat tinggal menurut tipe atap berdasarkan kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007
Tipe Atap Kelurahan
Genteng Seng Lainnya
Tangkerang Utara 1.926 2.033 68
Tangkerang Selatan 1.726 2.177 45
Simpang Tiga 2.383 2.323 116
Tangkerang Labuai 1.499 1.677 45
Jumlah 7535 8.210 274
(64)
4.2.Gambaran Karakteristik Responden
a. Distribusi kasus dan kontrol menurut sosiodemografi
Variabel sosiodemografi kasus dan kontrol yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi di uraikan pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi kasus dan kontrol menurut sosio demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi
Variabel Kasus (n = 85) Kontrol (n = 85)
Pendidikan tinggi 61 (71,76%) 58 (62,23%) Tidak bekerja 54 (63,53%) 53 (62,35%) Melakukan Mobilisasi 58 (68,24%) 35 (41,18%)
Dari tabel 4.6 diketahui pada kelompok kasus responden berpendidikan tinggi 61 orang (71,76%), berpendidikan rendah 24 orang (28,24%), Pada kelompok kontrol berpendidikan tinggi 58 orang (62,33%), berpendidikan rendah 27 orang (31,36%).
Sebagian besar responden tidak bekerja dengan rincian responden kasus tidak bekerja 54 orang (63,53%), bekerja 31 orang (36,47%). Responden kontrol yang tidak bekerja 53 orang (62,35%), bekerja 32 orang (37,65%).
Sebagian besar responden kasus melakukan mobilisasi dengan rincian responden kasus yang melakukan mobilisasi 58 orang (68,24%) dan yang tidak melakukan mobilisasi 27 orang (31,76%). Responden kontrol yang melakukan mobilisasi 35 (41,18%), responden kontrol yang tidak melakukan mobilisasi 50 (58,82%).
(65)
b. Distribusi kasus dan kontrol menurut lingkungan fisik dan biologi
Distribusi kasus dan kontrol menurut lingkungan fisik dan biologi diuraikan pada tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Distribusi kasus dan kontrol menurut lingkungan fisik dan biologi
Variabel Kasus (n = 85) Kontrol (n = 85)
Jarak rumah ≤ 5 33 (38,82%) 29 (34,12%)
Tata rumah tidak baik 38 (44,71%) 32 (37,65%)
Kelembaban (<60%) 0 (0,00%) 0 (0,00%)
Ada tempat penampungan Air (TPA) 85 (0,00%) 85 (0,00%) Ada TPA bukan untuk keperluan
sehari-hari
67 (78,82%) 54 (63,53%)
Ada TPA alami 23 (27,06%) 12 (14,12%)
Ada Jentik 51 (60,00%) 43 (50,59%)
Ada tanaman hias/pekarangan 68 (80,00%) 61 (71,76%)
Sebagian besar jarak rumah responden dengan rumah lainnya > 5 m dengan rincian pada kelompok kasus 33 rumah (38,82%) ≤ 5 m , 52 rumah kasus (61,18%) > 5 meter,. Pada kelompok kontrol 29 rumah (34,12%) ≤ 5 meter, 56 rumah kontrol (65,88%), > 5, .
Sebagian besar tata rumah responden baik dengan rincian 38 (44,71%) tata rumah responden tidak baik, 47 tata rumah responden kasus baik (55,29%), 32
(66)
(37,65%) tata rumah kontrol tidak baik, dan 53 tata rumah responden kontrol baik (62,35%),
Dari semua responden baik kasus maupun kontrol setelah dilakukan pengukuran kelembaban terhadap ruangan ternyata semua rumah responden kelembabanya > 60%
Dari survei yang dilakukan terhadap rumah responden diketahui bahwa setiap rumah responden terdapat Tempat Penampungan Air (TPA), uraian lebih rinci terlampir pada tabel 4a.
Sebagian besar rumah responden terdapat TPA bukan untuk keperluan sehari-hari dengan rincian 67 rumah responden kasus terdapat TPA bukan untuk keperluan sehari-hari (78,82%), 18 rumah kasus tidak terdapat TPA bukan untuk keperluan sehari-hari (21,18%). 54 rumah responden kontrol terdapat TPA bukan untuk keperluan sehari-hari (63,53%), 31 rumah kasus kontrol tidak terdapat TPA bukan untuk keperluan sehari-hari (36,47%), uraian lebih rinci terlampir pada tabel 4b.
Sebagian besar responden tidak memiliki TPA alami disekitar rumahnya dengan rincian, pada kelompok kasus 23 (27,06%) memiliki TPA alami, 62 rumah (72,94%) tidak memiliki TPA alami. Pada kelompok kontrol 12 rumah (14,12%) tidak memiliki TPA alami, 73 rumah (85,88%) tidak memiliki TPA alami, uraian lebih rinci terlampir pada tabel 4c.
Sebagian besar rumah responden terdapat jentik dengan rincian 51 responden kasus terdapat jentik (60,00%). 34 rumah kasus (40,00%) tidak terdapat jentik. Pada
(67)
responden kontrol terdapat 43 rumah (50,59%) ada jentik, 42 rumah (49,41%) tidak ada jentik , uraian lebih rinci terlampir pada tabel 4d, 4e dan 4f.
Khusus untuk data keadaan cuaca yang meliputi suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin datanya diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Kota Pekanbaru yang berlaku umum untuk seluruh Kota Pekanbaru (terlampir).
Sebagian besar responden memiliki tanaman hias/pekarangan dihalaman rumahnya dengan rincian responden kasus 68 rumah (80,00%) memiliki tanaman hias, 17 rumah (20,00%) tidak memiliki tanaman hias. Pada responden kontrol 61rumah (71,76%) memiliki tanaman hias 24 rumah (28,24%) tidak memiliki tanaman hias.
c. Deskripsi House Index (HI), Container Index (CI), Bruteau Index (BI)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui House Index (HI), Container Index (CI) dan Breteau Index (BI)
House Index (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik pada rumah yang diperiksa.
– Pada kelompok kasus :
HI = x100%
diperiksa yang
kasus rumah Jumlah
jentik ditemukan yang
kasus rumah Jumlah
(68)
= 100% 85
51
x kasus rumah
= 60%
– Pada kelompok kontrol :
HI = x100%
diperiksa yang
kontrol rumah
Jumlah
jentik ditemukan yang
kontrol rumah
Jumlah
= 100%
85 43
x kontrol rumah
= 51%
Container Index (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah kontainer yang diperiksa ditemukan jentik pada container dirumah penduduk yang dipilih secara acak.
Dari hasil penelitian diperoleh jumlah kontainer baik dari kasus maupun kontrol sebanyak 698 kontainer, yang terdiri dari : TPA 483 kontainer, TPA bukan untuk kebutuhan sehari-hari = 174 kontainer, dan TPA alami = 41 kontainer yang diuraikan pada tabel berikut :
(1)
Kasus Kontrol
TPA bukan untuk kebutuhan
sehari n % n % Jumlah
Lubang pohon Ada
Tidak ada total
1 84 85
1,2 98,2 100,0
1 84 85
1,2 98,2 100,0
2 168 170 Lobang batu
Ada Tidak ada total
2 83 85
2,4 97,6 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
2 168 170 Pelepah Daun
Ada Tidak ada total
8 77 85
9,4 90,6 100,0
4 81 85
4,7 95,3 100,0
12 158 170 Tempurung Kelapa
Ada Tidak ada total
11 84 85
12,9 87,1 100,0
6 79 85
7,1 92,9 100,0
17 153 170 Kulit kerang
Ada Tidak ada Total
1 84 85
1,2 98,2 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
1 169 170 Potongan bambu
Ada Tidak ada Total
3 82 85
3,5 96,5 100,0
1 84 85
1,2 98,8 100,0
4 169 170 Dan lain-lain
Ada Tidak ada Total
3 82 85
3,5 96,5 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
3 167 170
120
(2)
Kasus Kontrol TPA Alami
n % n % Jumlah
Tempayan (jentik Aedes aegypti) Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Bah Mandi
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
22 63 85
25,9 74,1 100,0
22 63 85
25,9 74,1 100,0
44 126 170 Bak WC
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
11 74 85
12,9 87,1 100,0
9 76 85
10,6 89,4 100,0
20 150 170 Drum
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
3 82 85
3,5 96,5 100,0
2 83 85
2,4 97,6 100,0
5 150 170 Bak penampungan air
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
4 81 85
4,7 95,3 100,0
3 82 85
3,5 96,5
85
7 163 170 Ember
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
3 82 85
4,7 95,3 100,0
1 4 85
3,5 96,5
85
4 166 170 Dan lain-lain
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada jentik Aedes aegypti Total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170
Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008.
(3)
121
Tabel 4.e. Distribusi kasus dan kontrol berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA Bukan untuk keperluan sehari-hari
Kasus Kontrol
TPA Alami
n % n % Jumlah
Tempat minum hewan Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
1 84 85
1,2 98,8 100,0
2 83 85
2,4 97,6 100,0
3 167 170 Barang-barang bekas
Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
24 61 85
28,2 71,8 100,0
21 64 85
24,7 75,3 100,0
45 125 170 Vas bunga
Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
10 75 85
11,8 88,2 100,0
6 79 85
7,1 92,9 100,0
16 144 170 Talangan air
Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Meteran air
Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Dan lain-lain
Ada Aedes aegypti Tidak Aedes aegypti Total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170
(4)
122
Tabel 4.f. Distribusi Kasus dan Kontrol berdasarkan keberadaan jentik pada TPA Alami
Kasus Kontrol
TPA Alami
n % n % Jumlah
Lubang pohon
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
1 84 85
1,2 98,2 100,0
0 85 100,0
0,0 100,0 100,0
1 169 170 Lobang batu
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Pelepah Daun
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
5 80 85
5,9 94,1 100,0
1 84 85
1,2 98,8 100,0
6 164 170 Tempurung Kelapa
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
5 80 85
5,91 94,1 100,0
6 79 85
7,1 92,9 100,0
11 159 170 Kulit kerang
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Potongan bambu
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170 Dan lain-lain
Ada jentik Aedes aegypti Tidak ada Aedes aegypti total
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 85 85
0,0 100,0 100,0
0 170 170
Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008.
(5)
KETERANGAN SINGKATAN VARIABEL
No Singkatan Artinya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Status Tgl Keluraha Rw Rt Umur Sex Didik Kerja Teker Hasil Hasil 2 Jumkel Jarak Tarum Bargan Lembab Suhu Luven Tpa Nontpa Tpaa Kebjen Suhucu Kelemcu Curhu Kecang Tahias Dikbar Kebar Almatker Jarbar Gan Tat Tatbar Bartat Tatrum Bab
Status responden Tgl menderita skit Kelurahan
RW RT Umur
Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Tempat kerja Pendapatan Pendapatan
Jumlah anggota keluarga Jarak rumah
Tata barang baik Barang bergantungan Kelembaban
Suhu
Luas ventilasi
Tempat penampungan air Bukan tempat penampungan air Tempat penampungan air alami Keberadaan jentik
Suhu cuaca Kelembaban Curah hujan Kecepatan angin Tanaman hias Pendidikan Pekerjaan Mobilisasi Jarak rumah
Barang bergantungan Tata barang
Tata rumah 1 Tata rumah 2 Tata rumah
(6)
Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008.