Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

(1)

KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR PENDERITA MALARIA DI DESA BAGAN DALAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM

KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 101000352 TEGUH RAHARDJO

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR PENDERITA MALARIA DI DESA BAGAN DALAM KECAMATAN TANJUNG TIRAM

KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM 101000352 TEGUH RAHARDJO

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 17 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

NIP. 19580404 198702 1001 NIP. 19681101 199003 2005 dr. Surya Dharma, MPHIr. Indra Chahaya S, MSi

Penguji II Penguji III

NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19491119 198701 1 001 Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MSDr.dr. Wirsal Hasan, MPH

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP. 19610831 198903 1001 Dr. Drs. Surya Utama,MS


(3)

ABSTRAK

Desa Bagan Dalam yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara, merupakan daerah endemis malaria, dan Annual Parasit Index (API) tahun 2011 Desa Bagan Dalam adalah sebesar 30 per 1.000 penduduk. Rumah di Desa Bagan Dalam masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan dan ekosistem Desa Bagan Dalam yang terdiri dari semak-semak, pertambakan, rawa-rawa dan parit yang tergenang yang merupakan faktor resiko kejadian malaria.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah penduduk sekitar penderita malaria di desa Bagan dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Populasi penderita malaria yang tercatat dalam laporan tahunan Puskesmas Tanjung Tiram tahun 2011, sebesar 271 orang. Sampel yang diambil 73 rumah penderita malaria dengan menggunakan metode proporsional random sampling.

Berdasarkan hasil penelitian dari 73 rumah yang diobservasi 67 rumah (91,8%) dindingnya tidak rapat, 73 rumah (100%) tidak memakai kawat kasa, 69 rumah (94,5%) tidak memasang lanit-langit, 73 (100%) rumah suhu ruangan rumah antara 25-27˚C, dan 73 rumah (100%) pada kelembaban diatas 60%. Lingkungan sekitar 73 rumah penderita malaria yang diobservasi yang berdekatan dengan semak-semak 38 rumah (52,1%), rumah berdekatan dengan tambak 38 rumah (52,1%), yang berdekatan dengan rawa-rawa 73 rumah (100%) dan yang berdekatan dengan parit sebanyak 73 rumah (100%). pH pada tambak 8,1, rawa-rawa antara 7,8-8,4 dan parit antara 7,8-8,3.

Dianjurkan agar dinding rumah tidak memiliki lubang kurang dari 1,5 mm², ventilasi harus dipasang kawat kasa, dan rumah harus dilengkapi dengan langit-langit untuk mengindari nyamuk masuk ke rumah dan masyarakat harus memperhatikan kebersihan lingkungan. Sebaiknya di Desa bagan Dalam di bangun rumah susun dan rawa-rawa dijadikan kolam untuk tempat rekreasi.


(4)

ABSTACT

Bagan Dalam village located in Sub District of Tanjung Tiram, District of Batu Bara North Sumatera Povince is a malaria-endemic areas, and Annual Parasite Index (API) in 2011 in the village of Bagan Dalam was 30 per 1.000 population. Houses in village Bagan Dalam still many who do not meet health requirenments and ecosystem Bagan Dalam village consists of shrubs, ponds, swamps and many of the flooded trenches which was risk factors for the incidence of malaria.

This study aims to know the description of the physical condition of the house and environment surrounding people with malaria in village of Bagan dalam, Sub Distrisc of Tanjung Tiram, Distric of Batu Bara. This type of research is a descriptive survey. Population malaria patients recorded in the annual report Tanjung Tiram Health Center in 2011, was amounting to 271 people. Samples wre taken 73 patients house of malaria using proporsional random sampling method. Based on the results of study of observed 73 houses, 67 haouses (91,8%) have unclosed wall, 73 houses (100%) with unscreened, 69 houses (94,5%) without plafond, 73 houses (100%) have temperature between 25-27˚C, and 73 houses (100%) near the swmp are, and 73 houses (100%) near the ditches. The average pH on the sample point as the habitat of mosquito at Desa Bagan Dalam, i.e on fish pond area with pH 8,1, on swamp area with pH between 7,8-8,4 and on ditch area with pH between 7,8-8,3.

It is suggested to build the wall of the houses closely, and ventilation with sreened and the houses must hav plafond to avoid the mosquitoes fly into the houses and the local people must pay attention to the environment sanitation.Bagan Dalam village should be built flats and marshes to pool used for recreation.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Teguh Rahardjo

Tempat/Tanggal Lahir : Dayeuhkolot/22 Oktober 1975

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 2 (Dua) Orang

Alamat Rumah : Perumnas Limah Puluh. Lingkungan I,

Kelurahan Lima Puluh, Kecamatan Lima Puluh,

Kabupaten Batu Bara

Alamat kantor : Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara

Jln Perintis Kemerdekaan No 78 Kec. Lima Puluh

Kabupaten Batu Bara

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Dayeuhkolot XI Bandung Jawa Barat Lulus Tahun 1988 2. SMP Negeri 1 Purworejo Jawa Tengah Lulus Tahun 1991

3. SMA Negeri 2 Purworejo Jawa Tengah Lulus Tahun 1994 4. AKL Depkes RI Yogyakarta Lulus Tahun 1997

5. Tugas Belajar FKM USU Medan Tahun 2010-2012 Riwayat Pekerjaan

1. PT. Pharos Indonesia Cabang Bandung , Jawa Barat Tahun 1998-2001 2. PT. Kalbe Farma Tbk Cabang Pematang Siantar , Tahun 2001-2008 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara Tahun 2008 sampai sekarang


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah berhenti mencurahkan cinta dan kasih sayang-Nya dan shalawat kepada Rasullullah SAW. Ungkapan cinta kepada kedua orang tua, kakak dan adik penulis yang telah memberikan keindahan dalam hidup penulis, yang dapat menyiapkan skripsi yang berjudul “ Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan pengetahuan penulis sebagai manusia dengan segala kekurangan dan kekhilafan.

Selama penulisan skripsi telah banyak mendapat bantuan moril dan materi dari berbagai pihak. Pada kesempatam ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Surya Dharma, MPH. dan Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya dengan keikhlasan hati untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan di FKM USU beserta staf bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku dosen penguji 5. Dr.dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen penguji

6. dr. H. Muhammad Kubri selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara

7. drg. Muhammad Husni Tarigan selaku Kepala Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

8. Muhammad Nashir Yuhanan selaku Camat Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

9. Amiruddin selaku Kepala Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang begitu besar dan tidak terhingga kepada ayahanda tercinta Karjono dan ibunda tercinta Sri Suratmi yang telah memberi semangat kepada penulis untuk terus mengejar cita-cita.Istri yang tercinta Santi Mustika Sirait dan buat anakku tersayang Rangga Sahasika dan Arya Rashendriya serta saudaraku Wuri Handayani ,Ratna Pujihartani, Pramudita serta sahabatku satu kost Abang Anas seta Rekan-rekan stambuk 2010, Jenny, Netti, Sriana, Jose,Hengky, Erianto, Indra, Dolianto dan mahasiswa stambuk 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

Akhir kata Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua dan penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi kita semua Amin.

Medan, 2012


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abastrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daffar lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria ... 5

2.1.1. Epidemiologi Malaria ... 5

2.1.2. Etiologi ... 6

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium ... 7

2.1.4. Patogenesis ... 9

2.1.5. Cara Penularan Penyakit Malaria ... 10

2.2. Hubungan Host, Lingkungan, dan Agent ... 11

2.2.1. Host ... 11

2.2.2. Lingkungan ... 16

2.2.3. Agent ... 21

2.3. Gejala Malaria ... 22

2.4. Indikator Penyakit Malaria dan Stratifikasi Daerah Malaria ... 24

2.4.1. Indikator Pengukuran Malaria ... 24

2.4.2. Stratifikasi Daerah Malaria ... 25

2.5. Pengendalian dan Pencegahan Malaria ... 26

2.5.1. Pengendalian Penyakit Malaria ... 26

2.5.2. Pencegahan Penyakit Malaria ... 27

2.6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Malaria ... 30

2.6.1. Faktor Fisik Rumah ... 30

2.6.2. Faktor Lingkungan Sekitar ... 33

2.7. Kerangka Konsep ... 37

BAB III METODE PENELITAN 3.1. Jenis Penelitian ... 38


(10)

3.2.1. Lokasi ... 38

3.2.2. Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 39

3.5. Definisi Operasional ... 40

3.6. Teknik Pengulan Data ... 42

3.4.1. Data Primer ... 42

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.7. Aspek Pengukuran ... 43

3.8. Teknik Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 45

4.2 Hasil Penelitian ... 46

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Kondisi Fisik Rumah Penderita Malaria ... 49

5.1.1. Kerapatan dinding ... 49

5.1.2. Kawat kasa ... 50

5.1.3. Langit-langit ... 51

5.1.4. Suhu ... 51

5.1.5. Kelembaban ... 52

5.2. Gambaran Kondisi Lingkungan Penderita ... 53

5.2.1. Semak-semak ... 53

5.2.2. Tambak ... 54

5.2.3. Rawa-rawa ... 55

5.2.3. Parit ... 55

5.2.4. pHTambak, rawa-rawa dan parit ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria ... 9 Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Data ... 43 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah Penderita MalariaDi

Desa Bagan Dalam Kec. Tajung Tiram Kabupaten Batu BaraTahun 2012 ... 46 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Penderita MalariaDi

Desa Bagan Dalam Kec. Tajung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012 ... 47 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Kimia

PenderitaMalariaDi Desa Bagan Dalam Kec. Tajung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012 ... 48


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi……… 64 Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU……… 65 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Ka. Dinas Kesehatan Kab. Batu Bara… 66 Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Kepala Puskesmas Tanjung Tiram …… 67 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Camat Tanjung Tiram……….. 68 Lampiran 6 Surat Keterangan Kepala Desa Bagan Dalam……… 69 Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan pH pada Tambak, rawa-rawa dan Parit di

Lingkungan Sekitar Penderita malaria di Desa Bagan Dalam

Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2012 …. 70 Lampiran 8 Dokumentasi Kegiatan Penelitian Di Desa Bagan Dalam………. 72 Lampiran 9 Master Data ……… 77


(13)

ABSTRAK

Desa Bagan Dalam yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara, merupakan daerah endemis malaria, dan Annual Parasit Index (API) tahun 2011 Desa Bagan Dalam adalah sebesar 30 per 1.000 penduduk. Rumah di Desa Bagan Dalam masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan dan ekosistem Desa Bagan Dalam yang terdiri dari semak-semak, pertambakan, rawa-rawa dan parit yang tergenang yang merupakan faktor resiko kejadian malaria.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah penduduk sekitar penderita malaria di desa Bagan dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Populasi penderita malaria yang tercatat dalam laporan tahunan Puskesmas Tanjung Tiram tahun 2011, sebesar 271 orang. Sampel yang diambil 73 rumah penderita malaria dengan menggunakan metode proporsional random sampling.

Berdasarkan hasil penelitian dari 73 rumah yang diobservasi 67 rumah (91,8%) dindingnya tidak rapat, 73 rumah (100%) tidak memakai kawat kasa, 69 rumah (94,5%) tidak memasang lanit-langit, 73 (100%) rumah suhu ruangan rumah antara 25-27˚C, dan 73 rumah (100%) pada kelembaban diatas 60%. Lingkungan sekitar 73 rumah penderita malaria yang diobservasi yang berdekatan dengan semak-semak 38 rumah (52,1%), rumah berdekatan dengan tambak 38 rumah (52,1%), yang berdekatan dengan rawa-rawa 73 rumah (100%) dan yang berdekatan dengan parit sebanyak 73 rumah (100%). pH pada tambak 8,1, rawa-rawa antara 7,8-8,4 dan parit antara 7,8-8,3.

Dianjurkan agar dinding rumah tidak memiliki lubang kurang dari 1,5 mm², ventilasi harus dipasang kawat kasa, dan rumah harus dilengkapi dengan langit-langit untuk mengindari nyamuk masuk ke rumah dan masyarakat harus memperhatikan kebersihan lingkungan. Sebaiknya di Desa bagan Dalam di bangun rumah susun dan rawa-rawa dijadikan kolam untuk tempat rekreasi.


(14)

ABSTACT

Bagan Dalam village located in Sub District of Tanjung Tiram, District of Batu Bara North Sumatera Povince is a malaria-endemic areas, and Annual Parasite Index (API) in 2011 in the village of Bagan Dalam was 30 per 1.000 population. Houses in village Bagan Dalam still many who do not meet health requirenments and ecosystem Bagan Dalam village consists of shrubs, ponds, swamps and many of the flooded trenches which was risk factors for the incidence of malaria.

This study aims to know the description of the physical condition of the house and environment surrounding people with malaria in village of Bagan dalam, Sub Distrisc of Tanjung Tiram, Distric of Batu Bara. This type of research is a descriptive survey. Population malaria patients recorded in the annual report Tanjung Tiram Health Center in 2011, was amounting to 271 people. Samples wre taken 73 patients house of malaria using proporsional random sampling method. Based on the results of study of observed 73 houses, 67 haouses (91,8%) have unclosed wall, 73 houses (100%) with unscreened, 69 houses (94,5%) without plafond, 73 houses (100%) have temperature between 25-27˚C, and 73 houses (100%) near the swmp are, and 73 houses (100%) near the ditches. The average pH on the sample point as the habitat of mosquito at Desa Bagan Dalam, i.e on fish pond area with pH 8,1, on swamp area with pH between 7,8-8,4 and on ditch area with pH between 7,8-8,3.

It is suggested to build the wall of the houses closely, and ventilation with sreened and the houses must hav plafond to avoid the mosquitoes fly into the houses and the local people must pay attention to the environment sanitation.Bagan Dalam village should be built flats and marshes to pool used for recreation.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keberhasilanpembangunan Indonesia sangat ditentukan olehketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, dimanapembangunan sektor kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas,masyarakat harus bebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit malaria (Kemenkes RI, 2010).

Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama, khususnya pada negara-negara yang tersebar di antara 64 derajat garis lintang utara dan 32 derajat lintang selatan, terutama di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin (Achmadi, 2008).

Di dunia diperkirakan kurang lebih ada 300 juta hingga 500 juta kasus malaria dengan kematian antara 750.000 hingga 2 juta meninggal setiap tahunnya. Selain masalah kesehatan malaria juga menjadi masalah sosial ekonomi seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan (Achmadi, 2008).

Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan World Health Assembly (WHA) tanggal 18- 23 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di rumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Program (KemenkesRI, 2010).

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 484 kabupaten/kota


(16)

yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/kota mempunyai wilayah endemis malaria (Depkes RI, 2008).

Memburuknya kondisi lingkungan merupakan penyebab penting bagi langgengnya kehadiran penyakit ini di permukaan bumi. Tambak udang atau ikan yang tidak terawat baik, penebangan pohon bakau, dan muara sungai yang tersumbat merupakan kondisi lingkungan yang cenderung dihuni oleh vektor Anopheles. Meski nyamuk Anopheles tidak memiliki kesempatan yang luas untuk menghampiri manusia, namun penularan antarmanusia baru bisa terjadi jikalau dalam air ludah nyamuk Anopheles mengandung sporozoit parasit malaria dalam kadar yang signifikan (Suryadjaja, 2011).

Berdasarkan penelitianTheresa Nkuo-Akenji (2006) di Desa Bolifamba,. Selatan-Barat Kamerun Masyarakat yamg tinggal dirumah dikelilingi oleh semak-semak atau sampah tumpukan dan rawa-rawa atau air tergenang menunjukkan prevalensi parasit malaria yang lebih tinggi dan kepadatan dibandingkan dengan mereka dari lingkungan bersih. Anophelesgambiae (63,8%) dan Anopheles funestus (32,8%). dikaitkan dengan transmisi malaria. Data ini menunjukkan bahwa sanitasi lingkungan yang buruk dan kondisi perumahan mungkin menjadi faktor risiko yang signifikan untuk parasit malaria.

Kondisi lingkungan di Wilayah Puskesmas Tanjung Tiram berada di dataran rendah yang umumnya berdekatan dengan pantai dan sering terjadi pasang laut yang mencapai daratan sehingga menimbulkan genangan-genangan air dan adanya sampah-sampah yang berserakan di parit/selokan serta adanya pertambakan udang yang tidak dipakai lagi sehingga menjadi berkembangbiakan nyamuk Anopheles.


(17)

Di Wilayah Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara angka Annual Parasit Index (API) tahun 2011 adalah 16 per 1.000 penduduk dan terdapat tiga desa endemis yaitu Desa Bagan Dalam, Desa Suka Maju dan Desa Bogak. Angka Annual Parasit Index (API) dari ketiga desa tersebut adalah Desa Bagan Dalam sebesar 30 per 1.000 penduduk, Desa Suka Maju 9,3 Per 1.000 penduduk dan Desa Bogak 8 per 1.000 penduduk. Desa Bagan Dalam dengan Angka Annual Parasit Index (API) tertinggi, angka ini menunjukan Desa Bagan Dalam merupakan daerah endemis tinggi (Dinkes Kabupaten Batu Bara, 2012).

1.2.Perumusan Masalah

Tingginya kasus malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara sebagai salah satu desa yang berpotensial terhadap terjadinya malaria bila dibandingkan dengan desa lain karena kondisi fisik perumahan penduduk yang belum memenuhi persyaratan, adanya semak-semak, pertambakan yang tidak terpelihara, rawa-rawa, dan parit. Hal inilah yang menjadi kontribusi peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat dibuat gambaran kondisi fisik rumah rumah dan lingkungan sekitar penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah dan lingkungan sekitar penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.


(18)

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mengetahui kondisi fisik rumah penduduk seperti kerapatan dinding, kawat kasa pada ventilasi, langit-langit , suhu, dan kelembaban pada penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

2. Mengetahui kondisi lingkungan sekitar penderita malaria seperti semak-semak, pertambakan, rawa rawa, dan parit sekitar lingkungan penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dalam melaksanakan Program penurunan kasus malaria.

2. Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Batu Bara Kecamatan Tanjung Tiram Desa Bagan Dalam untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangbiakan spesies nyamuk Anopheles spp


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (DepkesRI, 2008)

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) serangga nyamuk Anopheles spp(Achmadi, 2008).

Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk Anopheles betina. Dan sebenarnya di dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis

Anopheles, dan 24 spesies diantaranya telah terbukti sebagai penular malaria (Anies, 2006)

2.1.1. Epidemiologi Penyakit Malaria

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut( Harijanto, 2000).

Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu diperhatikan dan diselidiki hubungannya yaitu: Host (manusia), Agent (penyebab penyakit), dan environment (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana siklus aseksual parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host definitif, dimana siklus seksual parasit malaria berlangsung.


(20)

2.1.2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium yang merupakan protozoa obligat intraseluler. Ada empat spesies pada manusia adalah Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale, serta Plasmodium malariae. Pada manusia malaria dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, melalui transpusi darah, jarum suntik yang tercemar dan dari ibu hamil kepada janinnya (Harijanto, 2000)

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi, 2008):

1. Plasmodium vivax,memiliki distribusi geografis terluas termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivax antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2. Plasmodium falcifarum,Plamodium ini merupakan penyebab malaria tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

3. Plasmodium ovale . Masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale adalah 12 hingga 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah


(21)

gunung dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium

Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus aseksual dalam manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk.

1 . Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia

Awal siklus ini ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang ada pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Dan dalam waktu 30 – 60 menit memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Parasit belum masuk ke sel-sel darah merah. Setelah akhir fase, skizon hati pecah , merozoit keluar, kemudian masuk ke aliran darah, yang dikenal sporulasi. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit “tidur” untuk jangka waktu tertentu, sehingga menyebabkan relaps jangka panjang. Penyakit ini muncul kembali, setelah tampak mereda beberapa lama. Pada penderita yang mengandung hipnozoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun, misalnya akibat terlalu lelah, sibuk stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Kemudian eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali walaupun yang bersangkutan tidak digigit oleh


(22)

nyamuk Anophesles. Fase eritrosit dimulai pada saat merozoit dalam darah menyerang sel-sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut manjadi trofozoit merozoit. Setelah 2 – 3 generasi, merozoit terbentuk , kemudian sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.

2. Siklus Seksual Dalam Tubuh Nyamuk

Nyamuk Anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit serta makrogametosit, dan terjadilah zigot(ookinet). Dan ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Dan apabila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Saat ini telah siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia (Prabowo, 2004).

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervarisi tergantung spsies Plasmodium. Masa preparatan adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikrokopis (Depkes RI, 2008).


(23)

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)

Plasmodium falcifarum 9 - 14 (12)

Plasmodium vivax 12 – 17 (15)

Plasmodium ovale 16 – 18 (17)

Plasmodium malariae 18 – 40 (28)

Sumber : DepkesRI, 2008

2.1.4. Patogenesis

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, atau limfosit yang mengeluarkan berbagi macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizon pada empat plasmodium memerlukan waktu 30 – 48 jam. Plasmodium vivax/Plasmodium ovale 48 jam, dan Plasmodium malariae 72 jam. Demam Plasmodium falcifarum dapat terjadi setiap hari, Plasmodium vivax/malariae selang waktu satu hari, dan Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari (Depkes RI, 2008).

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falcifarum menginfeksi semua sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivaxdan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 % dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium menginfeksi sel


(24)

darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis (Depkes RI , 2008).

Splemomegali, limpa merupakan organ retikuloendothetial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar. Malaria berat akibat plasmodium falcifarum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falcifarum akan mengalami proses skustrai yaitu tersebarnya eritrosit tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falcifarum. Pada saat terjadi proses siadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler, akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh darah kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbat ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berpusat dengan sel darah merah lainnya (DepkesRI, 2008).

Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imonologik yaitu terbentuknya mediator mediator antara lain sitokin (TNF,Interkulin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu (DepkesRI, 2008).

2.1.5. Cara Penularan Penyakit Malaria

Penularan penyakit malaria dapat terjadi secara alamiah dan tidak alamiah Parasit sporozoa plasmodium yang menyebabkan malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. Nyamuk Anopheles sebagian besar menggigit


(25)

waktu malam hari atau senja, dan ada beberapa nyamuk yang menggigit pada tengah malam sampai fajar.

Penularan penyakit malaria (Iskandar, 1985) 1. Penularan secara alamiah

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. 2. Penularan yang tidak alamiah .

a. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, karena ibunya menderita malaria dan penularan ini terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.

c. Secara oral (melalui mulut)

Penularan ini pernah dilakukan pada burung , ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).

Sumber infeksi penyakit malaria pada manusia pada umumnya adalah manusia yag sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.

2.2. Hubungan Host, Lingkungan, dan Agent 2.2.1 Host

1. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitif)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, dan di Indonesia terdapat 80 spesies dan 24 spesies dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi vektor


(26)

penular penyakit malaria (Anis, 2006). Nyamuk Anophelesterutama hidup didaerah tropik dan subtropik, namun juga bisa hidup didaerah yang beriklim sedang dan bahkan didaerah Afrika. Anopheles jarang ditemukan didaratan lebih dari 2000-2500 meter, sebagian besar nyamuk Anopheles ditemukan didaratan rendah. Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria sangat penting, bionomik adalah nyamuk dengan lingkungannya termasuk di dalamnya bagaimana berhubungan dengan manusia (sebagai lingkungan nyamuk). Bionomik nyamuk meliputi perilaku bertelur, larva, pupa, dan dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan kapan bertelur, serta perilaku perkawinan (Achmadi, 2008) Peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung kepada beberapa faktor antara lain (Achmadi, 2008) :

a. Umur nyamuk

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk untuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 sampai 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.

b. Peluang kontak dengan manusia

Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia, apalagi nyamuk hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak dijumpai ternak juga menggigit manusia.


(27)

c. Frekuensi menggigit nyamuk

Semakin sering nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin besar kemungkinan berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.

d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri

Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri yang menyebabkan nyamuk menjadi mati. e. Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk

Nyamuk yang memiliki bionomik atau kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari, maka akan mencoba mencari manusia dan masuk ke dalam rumah dan setelah menggigit beristirahat di dalam rumah maupun di luar rumah.

f. Kepadatan nyamuk

Kalau populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan misalnya populasi binatang dan manusia di sekitar tidak ada maka, kepadatan nyamuk akan merugikan kepadatan nyamuk itu sendiri, sebaliknya bila satu wilayah cukup padat, maka akan meningkatkan kapasitas vektor yakni kemungkinan tertular akan lebih besar. Nyamuk Anopheles menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.

Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan sebagai berikut (Iskandar, 1985) :


(28)

1) Eksofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah. 2) Endofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah. b. Tempat menggigit

1) Eksofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di luar rumah. 2) Endofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah. c. Obyek yang digigit

1) Antrofofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit manusia. 2) Zoofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit hewan.

3) Indiscriminate biters/indiscriminate feeders, yaitu nyamuk tanpakesukaan tertentu terhadap hospes;

d.Frekuensi menggigit manusia

Frekuensi membutuhkan darah tergantung spesiesnya dandipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, yang disebut siklusgonotrofik. Untuk iklim tropis biasanya siklus ini berlangsung sekitar48-96 jam.

Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km, nyamuk Anopheles bisa terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria kedaerah yang non-Endemik.

2. Manusia

Faktor yang berpengaruh pada manusia adalah (Iskandar,1985) :

a. Polvalensi dari haemoglobin S (HbS) cukup tinggi penduduknya ternyata lebih tahan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum. HbS terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/heredeter.


(29)

b. Kurangnya enzim tertentu, yaitu enzim glukosa 6 fosfat dehidrogemase (G6PD) ternyata memberi perlindungan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum yang berat.

c. Kekebalan/imunitas

Kekebalan bersifat humoral dengan seluruh kekebalan humoral disebabkan oleh adanya antibody yang timbul dalam darah yang terdiri dari operonim presipitin dan aglutinin, sedangkan kekebalan ditimbulkan oleh makrofag dan sel-sel yang dihasilkan oleh sistem retikulo-endotrelial dalam limpa, hati, dan sumsum tulang.

Sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah (Iskandar, 1985): 1) Darah yang mengandung parasit malaria.

2) Hanya aktif terhadap bentuk ekso eritrocositer dari parasit. 3) Spesifik terhadap spesies tertentu tidak ada cross community. 4) Segera menurun/hilang setelah adanya infeksi berulang-ulang.

5) Umumnya lebih efektif, lebih cepat, bertahan lebih lama pada Plasmodium vivax dapat Plasmodium falcifarum.

d. Umur dan jenis kelamin

Ini sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, pendidikan, perumahan, imigrasi dan lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada umumnya setiap orang bisa terkena malaria. Perbedaan prevelensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kebutuhan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa malaria pada ibu hamil akan menambah risiko


(30)

kondisi imun yang lemah, berat badan lahir yang rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Depkes RI, 1983).

Faktor-faktor genetik pada manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit kedalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.

2.2.2. Lingkungan

Faktor geografi dan meterorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia :

1. Lingkungan Fisik

a.

Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Depkes RI, 2007).

Pengaruh suhu

Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu. Suhu juga


(31)

mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30º C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

Pengaruh suhu berbeda dari setiap spesies pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik untuk setiap spesies sebagai berikut (Iskandar,1985) :

1) Plasmodiun falcifarum : 10 – 12 hari 2) Plasmodium vivax : 8 – 11 hari 3) Plasmodium malariae : 14 hari 4) Plasmodium ovale : 15 hari

Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) (DepkesRI, 2007). Rendahnya kelembaban akan memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak berpengaruh pada parasit. Pada Kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk (DepkesRI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang b.Pengaruh kelembaban nisbi udara


(32)

mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

Hujan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan meningkatkan jumlah tempat perkembangbiakan (

c. Pengaruh hujan

breeding places

d.

) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Curah hujan yang cukup dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal (DepkesRI, 2007).

Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula 0,5 ºC. Apabila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk , siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim penularan (DepkesRI, 2007). Malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggiandi atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan global dan pengaruh El-Nino.

Pengaruh ketinggian

Kecepatan angin mempengaruhi pada penerbangan nyamuk (flight range) dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin e. Pengaruh angin


(33)

11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Depkes RI. 2007).

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles

f. Pengaruh sinar matahari

hyrcanus dan Anophelespunctulatus lebihmenyukai tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris

g.

dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. Pengaruh arus air

Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles letifer menyukai air tergenang, arus air mempengaruhi kerusakan tempat peridukan (Iskandar,1985).

Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah , gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi kehidupan larva. Tempat-tempatyang banyak ditemukan binatang air sebagai predator maka kepadatan jentik nyamuk tidak tinggi (Depkes RI, 2007). Adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah dan bila tidak ada ternak atau 2. Lingkungan Biologik


(34)

hewan lain yang disenangi, maka meskipun nyamuk itu zoofilik terpaksa menggigit manusia (Depkes RI, 2007).

Kejadian malaria dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial budaya seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (Harijanto, 2000). Konflik antar penduduk yang menimbulkan peperangan dan perpindahan penduduk, serta peningkatan pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik dapat menjadi faktor meningkatnya kasus malaria (Harijanto, 2000). 3. Lingkungan Sosial Budaya

4. Lingkungan kimia a. Kadar garam

Nyamuk ada yang suka berkembang biak di air tawar seperti nyamuk An.aconitus, An. balabacensis, An. maculatus dan ada juga yang suka berkembang biak di air payau seperti An. sundaicus dan An. subpictus. Kadar garam yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan jentik mati. Namun ada penelitian menyatakan dalam kondisi tertentu dapat hidup di air


(35)

tawar. Kadar garam yang kondusif bagi perkembangbiakan nyamuk An. sundaicus adalah antara 12-18‰ (Achmadi, 2008).

b. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH cendrung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2

2.2.3. Agent

. Klasifikasi pH air yaitu; pH 6,5-9 tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi, pH 4-6,5 perkembangan hewan air lambat, pH 4-5 hewan air tidak bereproduksi, pH 4 merupakan titik kematian asam dan pH 11 merupakan titik kematian basa. Larva Anopheles memiliki toleransi terhadap pH antara 7,91-8,09, namun pada musim kemarau berkisar antara 6,8 -8,6 sehingga pH merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran populasi jentik nyamuk. Aspek kimia yang mempengaruhi larva nyamuk adalah derajat keasaman (pH) (DepkesRI, 2007).

Agentfaktor essensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, yang dalam jumlah yag berlebih atau kurang merupakan sebab utama/essensial dalam terjadinya penyakit (Soemirat, 1999).Agent penyebab penyakit malaria adalah protozoa, yaitu Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale, serta Plasmodium malariaedan merupakan agent hidup.


(36)

Karakteristik agent hidup antara lain (Soemirat, 1999) : 1. Infektifitas

Kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang biak di dalamnya.

2. Patogenesis

Daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. 3. Virulensi

Keganasan suatu mikroba bagi host. Mikroba apabila berada di dalam lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya, maka kuaitasnya berubah dan seiring dengan itu, virulensinya berkurang.

4. Reservoir

Agent dapat terus berada di dalam lingkungan Karena ada reservoinya. Reservoir agent hidup merupakan suatu mekanisme yang komplek dalam mempertahankan spesiesnya dan membantu bertahan di dalam lingkungan.

5. Spesifisitas

Setiap agent hanya dapat menyebabkan satu jenis penyakit.

2.3. Gejala Malaria

Secara umum seorang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan gejala penyakit seperti demam pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri otot, chest pain, menggigil, suhu bias mencapai 40 °C terutama pada infeksi Plasmodium falcifarum. Pada infeksi Plasmodium falcifarum bahkan sering mengalami koma, mual, muntah. Komplikasi yang sering kali timbul adalah ‘splenomegali” pembesaran limpa, hipoglikemia, serta kegagalan ginjal (Achmadi,2008).


(37)

Gejala klasik malaria ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis atau yang belum mempunyai kekebalan (imunitas). Penderita demikian baru pertama kali menderita malaria, terdiri atas tiga stadium yang berurutan yaitu :

1. Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya skizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik, demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita menggigil.

2. Demam dengan suhu badan sekitar 37,5 – 40°C, sedangkan pada penderita hiperparasitemia (lebih dari 5%) suhu meningkat sampai lebh dari 40°C.

3. Berkeringat (selama 2 – 4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita sehat kembali (Anies, 2006).

Sedangkan di daerah endemis malaria, dalam hal ini penderita telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak berurutan, bahkan bias jadi tidak ditemukan atau kadang-kadang muncul gejala lain (Anies, 2006) .

Malaria yang disertai komplikasi, gejalanya seperti gejala malaria ringan tersebut, disertai dengan salah satu gejala di bawah ini( Anies, 2006):

1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit) 2. Kejang

3. Panas tinggi diikuti gangguan kesehatan 4. Mata kuning dan tubuh kuning

5. Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan 6. Jumlah kencing kurang (oliguri)


(38)

7. Warna air kencing seperti the 8. Kelemahan umum

9. Napas sesak

2.4.Indikator Pengukuran Malaria dan Stratifikasi Daerah Malaria 2.4.1. Indikator Pengukuran Malaria

Penyakit malaria di masyarakat terkenal denga berbagai indikator, yang

menunjukkan besaran permasalahan atau potensi penyebaran malaria (Achmadi, 2008) :

1. MOMI (monthly Malaria Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan hanya berdasar gejala klinis dalam waktu satu bulan saja. Apabila dalam satu wilayah tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa parasit, yang disebabkan karena belum ada tenaga terlatih, dan atau tidak ada mikroskop untuk memeriksanya. 2. MOPI (Monthly Malaria Parasite Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan

berdasarkan pemeriksaan sediaan darah yang menunjukkan adanya plasmodium dalam sediaan darahnya tersebut dalam kurun waktu satu bulan. Angka ini menunjukan fluktuasi kasus, untuk menunjukkan bulan-bulan aktif penularan, serta memprediksi adanya kejadian luar biasa ( bila angka dua kali dari angka pola maksimum).

3. Proporsi Plasmodium falciparum, untuk mengetahui dan mengamati adanya dominasi Plasmodiumfalcifarum yang berbahya.

4. Parasite rate (PR), diperoleh dari Malariometrik Survei Evaluasi, yaitu memeriksa sediaan darah (SD) anak umur 0-9 tahun, dan dihitung sebagai berikut jumlah


(39)

sediaan darah yang menunjukkan positif parasit dibanding jumlah SD yang dikumpulkan x 100%.

5. API (Annual Parasit Incidence) adalah jumlah penderita positif plasmodium selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.

6. AMI (Annual Malaria Incidence) adalah jumlah penderita malaria klinis selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.

2.4.2. Stratifikasi Daerah Malaria

Stratifikasi daerah malaria dalam kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa – Bali maka dapat dibuat sebagai berikut :

1. Daerah Bebas

Adalah desa yang terletak di wilayah Dati II tidak reseptif, tidak ada penularan selama 3 tahun terakhir (tidak ada potensial penularan).

2. Derah Malaria

Adalah desa reseptif sehingga masih terjadi penularan atau kondisi lingkungan masih memungkinkan terjadinya penularan.

Stratifikasi endemisitas malaria, didasarkan pada Annual Parasite Incidence (API). Berdasarkan API, suatu daerah diklasifikasikan menjadi 3 tingkat endemisitas, yaitu (KemenkesRI, 2010) :

1. High Case Incidence (HCI), kalau API > 5 per 1.000 penduduk.

2. Moderate Case Incidence (MCI), kalau API antara 1-5 1.000 penduduk. 3. Low Case Incidence (LCI), kalau API < 1 per 1.000 penduduk.


(40)

2.5. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.5.1. Pengendalian Penyakit Malaria

Kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit malaria adalah sebagai berikut:

1. Penemuan Kasus

Menurut Achmadi (2008) penemuan penderita malaria dapat dilakukan dengan cara :

a. Aktif atau lazim dikenal dengan istilah Pencarian Kasus Secara Aktif (PKSA) atau Active Case Detection (ACD) , yaitu upaya rutin untuk mencari penderita dengan riwayat demam, baik penduduk setempat maupun yang baru kembali dari perjalanan dari daerah endemik malaria. Dan kunjungan ini dilakukan dari rumah ke rumah oleh Juru Malaria Desa.

b. Pasif atau Pencarian Kasus Secara Pasif (PKSP) atau Pasif Case Detction (PCD), yaitu kassu diperoleh dari penderita yang datang ketempat-tempat pelayanan seperti Pos Malaria Desa (Posmaldes) atau puskesmas, dan Unit Pelayanan Kesehatan Swasta yang mempunyai sarana pemeriksaan sediaan darah malaria diharuskan mengambil sediaan darah dari setiap penderita malaria klinis.

c. Survei demam secara massal atau Mass Fever Survey (MFS). Selama ada KLB, diperlukan ACD dengan mencari semua penderita denga riwayat demam, serta mengambil sediaan darah untuk dilakukan pemeriksaan parasitologis, serta pengobatan sampai sembuh, sedangkan MFS memiliki filosofi mengobati yang sakit melindungi yang sehat (Achmadi, 2008).


(41)

2. Pengendalian Vektor

Pelaksanaan pengendalian vektor malaria didasarkan pertimbangan : Rational, Effective, Sustainable, dan Acceptable yang biasa disingkat dengan RESSA yaitu : a. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vector yang diusulkan memang terjadi

penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi keriteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan Parasite rate > 3%

b. Effective : Dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan laporan masyarakat.

c. Sustainable: Kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita. d. Accepteble: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh

masyarakat setempat (Depkes,2005). 2.5.2. Pencegahan Penyakit Malaria

Pencegahan terhadap malaria lebih utama daripada mengobati, upaya pencegahan dilakukan dengan cara (Anies, 2006) :

1. Mengurangi pembawa gametosit

Dengan pengobatan yang efektif diharapkan gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita sehingga tidak menjadi sumber infeksi dan jika gametosit


(42)

telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh gametosit.

2. Menghindari gigitan nyamuk

Upaya untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting bagi daerah yang penderitanya banyak, khususnya di pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, tambak ikan maupun rawa, sangat dianjurkan untuk memakai baju lengan panjang. Celana panjang saat keluar rumah, terutama malam hari. Menggunakan kelambu saat tidur, memasang kawat kassa di jendela dan ventilasi rumah serta pengunaan minyak anti nyamuk merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk.

3. Membunuh jentik dan nyamuk dewasa

Beberapa langkah untuk membunuh jentik dan nyamuk yang dapat dilakukan dewasa yaitu :

a. Penyemprotan rumah

Penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida yang sesuai, dua kali setahun, dengan interval enam bulan.

b. Larvaciding

Larvciding adalah kegiatan penyemprotan rawa-rawa, yang potensial sebagai tempat peridukan nyamuk malaria.

c. Biologi control.

Kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-panchax) dan ikan wader cetul (Lebistus reticulates) pada genangan-genangan air yang mengalir maupun


(43)

persawahan, sehingga jentik-jentik nyamuk Anopheles dapat dimangsa oleh ikan-ikan tersebut.

4. Mengurangi tempat peridukan nyamuk malaria

Tempat peridukan nyamuk bermacam-macam, tergantung dari jenis nyamuknya. Ada yang hidup di pantai, persawahan, empang, rawa-rawa maupun tambak ikan yaitu dengan cara :

a. Tambak ikan yang kurang terpelihara , harus dibersihkan. Parit-parit dipantai yang berisi air payau, harus ditutup. Sawah dengan sistem irigasi , harus dipastikan bahwa airnya mengalir dengan lancar.

b. Pengeringan secara berkala dari sawah-sawah berteras diharapkan waktu kesempatan untuk bertelurnya nyamuk menjadi berkurang.

c. Menganjurkan disektor pertanian agar mengusahakan melakukan panen padi secara serempak. Dengan panen berangsur angsur dapat melanggengkan keberadaan nyamuk karena habitatnya selalu ada.

5. Melindungi dengan obat antimalaria

Kegiatan ini dapat dilakukan pada orang-orang yang melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria yang bertujuan agar tidak terjadi infeksi, serta timbul gejala-gejala malaria. Dengan cara meminum obat anti malaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum berangkat, sampai setelah orang yang bersangkutan meninggalkan daerah endemis malaria.


(44)

2.6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan malaria

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain:

2.6.1. FaktorKondisi fisik rumah

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No 1 Tahun 2011).. Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :

a. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perludiperhatikan di sini ialah : 1) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakanatas cahaya

matahari dan lampu.

2) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.

3) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan.

b. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga


(45)

2) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

c. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup. 2) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik. 3) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.

4) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

d. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Rumah yang kokoh.

2) Terhindar dari bahaya kebakaran. 3) Alat-alat listrik yang terlindungi.

4) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996). Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria :

a. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa rumah yang dindingnya tidak rapat mempunyai hubungan yang bermakna dengan angka kejadian malaria.


(46)

b. Kawat kasa pada ventilasi, karena ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa kawat kasa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria.

c. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa langit-langit mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria.

d. Pengaruh suhu, nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25 – 27 °C (DepkesRI, 2007). Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 °C atau lebih dari 40 °C (DepkesRI, 2007). Dan suhu juga berpengaruh pada pertumbuhan parasit di dalam tubuh vektor, suhu kritis terendah rata-rata untuk siklus sporogenik di dalam tubuh nyamuk adalah 16 °C untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae sedangkan Plasmodium falcifarum adalah 19 °C dan pada suhu terendah dari 16 °C bila ada sporozoit di dalam tubuh nyamuk mengalami degenerasi (Depkes RI, 2007).

e. Pengaruh kelembaban yaitu pada kelembapan kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk (Depkes RI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai


(47)

permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Kebutuhan kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembab basah di luar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pada siang hari oleh karena kelembabam yang tinggi tidak terdapat di dalam rumah kecuali di daerah daerah tertentu (DepkesRI, 2007).

2.6.2. Faktor Lingkungan Sekitar

Lingkungan perumahan yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anophelesseperti :

a. Adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamukanopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah


(48)

populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).Hasil penelitian Thaharudin (2004) bahwa semak-semak mempunyai hubungan yang sangat bermakna dengan angka kejadian malaria.

b. Adanya tambak udang dan ikan merupakan jenis habitat dari larva nyamuk Anopheles spp, petani dalam mengelola tambak udang dan ikan tidak terlepas adanya lahan yang terbengkalai maupun dikelola akan mengundang nyamuk, untuk berkembangbiak. Karena tambak dengan rumput dan lumut sebagai habitat Anopheles subpictus (Munif, 2010).

c. Adanya rawa-rawa dengan rumput-rumputan tinggi merupakan habitat Anopheles hyrcanus (Munif, 2010).

d. Genangan air pada parit akan menentukan jenis-jenis jentik dan jumlah jentik yang ditemukan dan jentik nyamuk Anopheles lebih menyenangi genangan yang baru (Depkes RI, 2007).

Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria a) Anopheles aconitus

Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan lembab, juga terdapat diantara semak belukar didekat


(49)

sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah (Iskandar , 1985).

b) Anopheles balabacensis

Anopheles balabacensis merupakan spesies yang antropofilik, lebih menyukai darah manusia ketimbang darah binatang. Nyamuk ini juga memiliki kebiasaan menggigit pada tengah malam hingga menjelang fajar sekitar jam empat pagi. Pada siang hari sulit menjumpai nyamuk ini di dalam rumah Spesies ini lebih menyukai hutan-hutan atau semak di sekitar pekarangan rumah(Achmadi, 2008).

c) Anopheles maculatus

Spesies nyamuk ini lebih menyukai darah binatang ternak, memiliki kebiasaan menggigit antara pukul 23:00 hingga 03:00 pagi. Spesies ini menyukai darah manusia yang berada di luar rumah serta istirahat di luar rumah, atau kebun kopi rumpun tanaman di tebing yang curam, atau sungai-sungai yang kecil dan mata air yang lansung kena sinar matahari. Pada musim kemarau biasanya kepadatan tinggi, namun pada musim hujan menurun karena tempat berkembangbiakan terkena aliran sungai deras akibat hujan (Achmadi, 2008).. Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari

sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia (Iskandar , 1985).


(50)

Nyamuk ini merupakan salah satu spesies utama dalam penularan malaria di Pulau Jawa. Nyamuk ini bersifat antropofilik, memilih tempat istirahat di gantungan baju, di rumah-rumah, meski kadang-kadang dijumpai pula di luar rumah. Spesies ini termasuk memiliki daya jelajah terbang cukup jauh, yakni 3 km. Nyanuk ini memiliki habitat air payau, jentik yang berkumpul ditempat yang tertutup oleh tanaman, dan pada lumut yang mendapat sinar matahari langsung. Bekas galian pasir, muara sungai kecil yang tertutup pasir, tambak yang tidak dikelola, atau ditinggalkan pemiliknya merupakan tempat yang sangat ideal untuk perkembangbiakan Anopheles sundaicus (Achmadi, 2008).


(51)

2.7.Kerangka Konsep

Kondisi Fisik Rumah

1. Kerapatan Dinding 2. Langit-langit

3. Kawat Kasa Pada Ventilasi 4. Suhu

5. Kelembaban

Lingkungan Sekitar

1. Semak-semak 2. Tambak 3. Rawa-rawa 4. Parit

Lingkungan Kimia

1. pH Tambak 2. pH Rawa-Rawa 3. pH Parit


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran kondisi rumah dan lingkungan sekitar penderita malaria.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.Lokasi

Pelaksanan penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

Pemilihan lokasi dengan pertimbangan :

1. Masih tingginya angka malaria di Desa Bagan Dalam Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

2. Keadaan lingkungan Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram yang sangat mendukung untuk perkembangan nyamuk Anopheles spp

3.2.2.Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan akan dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012.

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria yang telah masuk dalam pendataan sebagai laporan tahunan dari Puskesmas Tanjung Tiram Tahun 2011 yang berasal dari petugas malaria Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara . Penderita malaria yang berada di Desa Bagan


(53)

Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2011 yang berjumlah 271 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus berikut: (Taro Yamane dikutif oleh Soekijo, 2002)

N n = __________ 1+ N (d )²

Dimana :

N= Besar populasi n= Besar sampel

d= Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1) Maka :

271 n = ___________ 1 + 271 (0,1 )²

n = 73,05 dibulatkan 73

Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 penderita malaria.

3.4.Metode Pengambilan Sampel

Metode dalam pengambilan sampelpada penelitian ini menggunakan Proporsional random sampling sebagai berikut :

19

1. Dusun I = _______ x 73 = 5 271


(54)

26

2. Dusun II = _______ x 73 = 7 271

22

3. Dusun III = _______ x 73 = 6 271

11

4. Dusun IV = _______ x 73 = 3 271

7

5. Dusun V = _______ x 73 = 2 271

19

6. Dusun VI = _______ x 73 = 5 271

15

7. Dusun VII = _______ x 73 = 4 271

22

8. Dusun VIII = _______ x 73 = 6 271

67

9. Dusun IX = _______ x 73 = 18 271

63

10. Dusun X = _______ x 73 = 17 271

Untuk menentukan sampel masing-masing dusun dengan menggunakan simple random sampling.

3.5.Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional dari variable adalah sebagai berikut :


(55)

1. Penderita Malaria adalah penderita yang pernah mengalami gejala klinis malaria secara mikroskopis dinyatakan positif atau tes diagnostic cepat (RDT – Rapid Diagnostik Test) dan telah masuk dalam pendataan sebagai laporan tahunan petugas malaria Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2011.

2. Dinding adalah pembatas rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bambu kasar, dan dilihat dari kerapiannya. Dinding yang rapat nyamuk Anophelesjika tida ada lubang ≥ 1,5 mm² (Darmadi, 2002).

3. Kawat kasa adalah kawat halus yang dianyam untuk menghalangi agar nyamuk tidakl masuk.

4. Langit-langit rumah adalah area yang membatasi antara lantai dan atap.

5. Suhu adalah ukuran kuantitatif terhadap temperatur panas dan dingin yang diukur dengan termometer.Suhu yang disukai nyamuk 25-27˚C (Depkes RI, 2007)

6. Kelembaban adalah kualitas keadaan udara di dalam ruangan rumah dengan ukuran lebih dari 60% yang sangat disukai nyamuk anopheles (Harijanto, 2000).

7. Semak-semak adalah rumput atau tumbuhan berkayu yang rimbun yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah yaitu kurang dari satu meter yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat nyamuk, dikatakan rimbun apabila tidak bias ditembus oleh sinar matahari, tidak rimbun apabila bias ditembus oleh sinar matahari.


(56)

8. Tambak adalah kolam di tepi laut yang diberi pematang untuk memelihara ikan (terutama ikan bandeng dan udang).

9. Rawa-rawa adalah luas wilayah yang digenangi air secara terus menerus. 10.Parit adalah lubang panjang di tanah tempat aliran.

11.pH adalah suatu keadaan keasaman atau kebasaan air pada tambak, rawa-rawa dan parit/selokan. pH yang disukai jentik nyamuk antara 6,8 -8,6 (Raharjo, 2003).

12.Lingkungan sekitar adalah lingkungan yang terdapat semak-semak, tambak, rawa-rawa dan parit yang tergenang dengan jarak< 500 meter.

3.6.Teknik Pengumpulan Data 3.6.1Data Primer

Sumber data primer diperoleh dari hasil dengan observasi dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti mengenai kerapatan dinding ,adatidaknya kawat kasa pada ventilasi, ada tidaknya langit-langit padasemua atau sebagian ruangan rumah, suhu di ruangan rumah, lembab tidaknya di ruangan rumah, adatidaknya semak-semak di sekitar rumah, ada tidaknya tambak disekitar rumah, ada tidaknya rawa-rawa di sekitar rumah dan ada tidaknya parit disekitar rumah.

3.6.2 Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Camat sebagai data demografi dan Puskesmas Tanjung Tiram serta dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara mengenai penderita malaria.


(57)

3.7.Aspek Pengukuran

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Data N

o

Variabel Cara Ukur Hasil Ukur

1 2 3 4

1. Kerapatan dinding

Observasi 1. Rapat, jika tidak terdapat lubang ≥ 1,5 mm

2. Tidak rapat, jika terdapat lubang ≥ 1,5 mm (Darmadi, 2002)

2. Kawat kasa pada

ventilasi

Observasi 1. Ada, jika seluruh ventilasi rumah terdapat kawat kasa nyamuk.

2. Tidak ada , jika pada ventilasi rumah tidak terdapat atau hanya sebagian diberi kawat kasa nyamuk

3. Langit-langit Observasi 1. Ada, jika langit-langit barada di seluruh ruangan.

2. Tidak ada, jika langit-langit tidak ditemui di semua ruangan atau sebagian ruangan

4. Suhu Termometer 1. Disukai nyamuk Anopheles dewasa, jika suhu 25- 27 ºC (Depkes RI, 2007) 2. Tidak disukai nyamuk Anopheles dewasa, jika suhu < 25 ºC dan > 27 ºC 5 Kelembaban Hygrometer 1. Disukai nyamuk Anopheles dewasa, jika kelembaban ≥ 60 % (Harijanto, 2000)

2. Tidak disukai nyamuk Anopheles dewasa, jika kelembaban < 60 %

6.

Semak-semak

Observasi 1. Ada, jika pada lingkungan rumahrpenderita malaria terdapat semak 2. Tidak ada, jika pada lingkungan sekita penderita malaria tidak terdapat semak 7. Tambak Observasi 1.Ada, jika terdapat tambak di

lingkungan sekitar penderita malaria. 2. Tidak ada , jika tidak terdapat tambak

di lingkungan sekitar penderita malaria

8. Rawa-rawa Observasi 1. Ada, jika terdapat rawa-rawa di lingkungan sekitar penderita malaria 2. Tidak ada, jika tidak terdapat

rawa-rawa di lingkungan sekitar penderita malaria


(58)

3.8.Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan berdasarkam observasi dilapangan dikumpulkan dan diolah secara manual dan komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta disajikan secara deskriptif.

9. Parit Observasi 1. Ada,jika terdapat parit di lingkungan sekitar penderita malaria

2. Tidak ada, Jika tidak terdapat parit di lingkungan sekitar penderita malaria 10. pH pH meter 1.Disukai nyamuk larva Anopheles spp,

jika pH 6,8 – 8,6 (Raharjo, 2003) 2. Tidak disukai larva Anopheles spp,


(59)

BAB IV

HASILPENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Kecamatan Tanjung Tiram terletak di Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 8 Desa dan 4 kelurahan yang memiliki luas 173,79 Km², dengan jumlah penduduk 59.713 jiwa dan kepadatan penduduknya 344 jiwa/Km².

Desa Bagan Dalam terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 10 dusun, dengan jumlah penduduk 9.408 jiwa dan luas wilayah 250 hektar. Desa Bagan Dalam merupakan salah satu desa yang padat peduduknya. Ekosistem dari desa Bagan Dalam adalah rawa-rawa, pertambakan, dan sema-semak. Adapun batas wilayah Desa Bagan Dalam adalah :

a. Sebelah Utara : Sungai Batu Bara Kiri b. Sebelah Selatan : Desa Suka Maju c. Sebelah Timur : Desa Lima Laras


(60)

4.2 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 73 rumah penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

Kondisi Fisik Rumah Jumlah Presentase

Kerapatan Dinding 1. Rapat

2. Tidak Rapat

6 67

8,2 91,8

Total 73 100

Kawat Kasa 1. Ada

2. Tidak ada

0 73

0 100

Total 73 100

Langit-langit 1. Ada 2. Tidak ada

4 69

5,5 94,5

Total 73 100

Suhu

1. Disukai (25-27ºC)

2. Tidak disukai (< 25 ºC atau >27 ºC )

73 0

100 0

Total 73 100

Kelembaban

1. Disukai ( ≥ 60%)

2. Tidak tidak disukai ( <60%)

73 0

100 0

Total 73 100

Tabel 4.1 menunjukkan 73 rumah penderita malaria yang diobservasi kerapatan dindingnya tidak rapat sebanyak 67 rumah (91,8%) dan rumah yang tidak memiliki langit-langit sebanyak 69 rumah (94,5%) . Rumah yang diobservasi tidak ada kawat kasa sebanyak 73 rumah (100%) , suhu di dalam rumah diantara


(61)

25-27ºCsebanyak 73 rumah (100%) dan kelembaban rumah diatas 60% sebanyak 73 rumah (100%) .

Hasil observasi yang dilakukan pada kondisi lingkungan sekitar 73 rumah penderita malaria dengan jarak kurang dari atau sama dengan 500 meter dari semak-semak, tambak, rawa-rawa dan parit di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Sekitar Rumah Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

Kondisi Lingkungan Sekitar Rumah Jumlah Presentase

Semak-semak 1.Ada 2.Tidak ada

38 35

52,1 47,9

Total 73 100

Tambak 1. Ada 2. Tidak ada

38 35

52,1 47,9

Total 73 100

Rawa-rawa 1. Ada 2. Tidak ada

73 0

100 0

Total 73 100

Parit 1.Ada 2. Tidak ada

73 0

100 0

Total 73 100

Tabel 4.2 menunjukkan rumah penderita malaria yang diobservasi berdekatan dengan semak-semak sebanyak 38 rumah (52,1%), rumah penderita malaria yang berdekatan dengan sebanyak 38 rumah (52,1%), rumah penderita malaria yang berdekatan dengan dengan rawa-rawa sebanyak 73 rumah (100%) dan rumah penderita malaria yang berdekatan dengan parit sebanyak 73 rumah (100%).


(62)

Hasil observasi dan pemeriksaan kondisi lingkungan kimia yaitu pH pada tambak, rawa-rawa, dan parit yang berada di sekitar 73 penderita malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Kimia di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

Titik Sampel Hasil ukur (pH) pH yang disukai nyamuk Anopheles

Tambak 8.1 6,8-8,6

Rawa-rawa 7.8-8.4 6,8-8,6

Parit 7.8-8.3 6,8-8,6

Berdasar hasil pemeriksaan pH dengan pengambilan sampel pada tambak sebesar 8,1, pH rawa-rawa antara 7,8-8,4 dan pH parit antara 7,8-8,3. (hasil pemeriksaan terlampir)


(63)

BAB V PEMBAHASAN

Desa Bagan Dalam Kecamatan Tajung Tiram Kabupaten Batu Bara merupakan termasuk desa yang endemis malaria (Dinkes Kab. Batu Bara Tahun 2012). Kondisi lingkungan Desa Bagan Dalam terdiri dari dataran, rawa-rawa, semak-semak dan parit Kondisi ini sangat potensial untuk perkembangan dan menjadi perindukan nyamuk Anopheles spp.

5.1 Gambaran Kondisi Fisk Rumah Penderita Malaria 5.1.1 Kerapatan Dinding

Hasil observasi dari analisa data di dapat bahwa 91,8 % rumah penderita malaria tidak memilki kerapatan dinding dan jenis dinding terbuat dari kayu/bambu/papan dan terdapat lubang sebesar ≥ 1,5 mm².

Rumah penderita malaria pada umumnya berkontruksi semi permanen yang dindingya terbuat dari bambu dan papan. Kerapatan dinding yang terbuat dari bambu dan papan pada rumah penderita malaria pada umunya masih kurang dan terdapat lubang sebesar ≥ 1,5 mm²,s ehingga bangunan rumah yang kurang rapat dapat memberikan peluang untuk kemungkinan masuknya nyamuk ke dalam rumah, sehingga penghuni rumah dapat terkena gigitan nyamuk. Untuk mencegah kejadian malaria dinding rumah sebaiknya dibuat rapat dan tidak terdapat lubang sebesar ≥ 1,5 mm².

Menurut penelitian Pamela (2009) bahwaada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian malaria dan keluarga yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding


(64)

yang tidak rapat mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit malaria 5 kali dibanding dengan keluarga yang tinggal di rumah dengan kondisi yang rapat.

Menurut Taharuddin (2002) rumah yang dindingnya tidak kedap serangga mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian malaria.

5.1.2. Kawat Kasa Pada Ventilasi

Hasil observasi dan analisa data di dapat bahwa semua rumah penderita malaria yang diobservai tidak memiliki kawat kasa.

Tidak adanya kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin besarnya peluang untuk nyamuk dapat masuk ke dalam rumah . Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan melindungi penghuni rumah dari gigitan nyamuk. Kawat kasa yang baik dapat menjadi penghalang nyamuk masuk kedalam rumah. Untuk mencegah kejadian malaria sebaiknya ventilasi rumah dibuat kawat kasa seluruhnya.

Menurutpenelitian Pamela (2009) ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian malaria. Menurut Taharuddin (2002) kawat kasa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria.

Menurut penelitian Husin (2007) adanya hubungan antara kawat kasa pada ventilasi yang merupakan faktor resiko terjadinya kejadian malaria. Orang yang tinggal dirumah yang tidak terpasang kawat kasa pada ventilasi mempunyai peluang 3,71 kali lebih besar dibanding dengan orang yang tinggal di dalam rumah yang terpasang kawat kasa pada ventilasi. Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan memperkecil nyamuk yang berada diluar rumah untuk kontak dengan penghuni rumah sehingga dengan adanya kawat kasa akan melindungi penghuni rumah dari gigitan nyamuk.


(65)

Menurut Babba (2007) menunjukkan bahwa kawat kasa yang tidakterpasang pada semua ventilasi merupakan faktor risiko terjadinya malaria dan rumah yang tidak memasang semua kawat kasa pada ventilasiberisiko terkena malaria 2,14 kali daripada orang yang rumahnyamemasang kawat kasa pada semua ventilasi.

5.1.3. Langit-langit

Hasil observasi menunjukan bahwa rumah penderita malaria yang tidak memiliki langit-langit adalah sebanyak 94,5%.

Pada umumnya rumah penderita malaria tidak terdapat langit-langit. Rumah yang tidak terdapat langit-langit menyebabkan adanya celah antara dinding bagian atas dengan atap yang dapat memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah,sehingga penghuni rumah berpeluang terkena gigitan nyamuk. Hal ini menyebabkan kondisi langit-langit dapat mempengaruhi terjadinya malaria. Untuk mencegah kejadian malaria sebaiknya rumah dilengkapi dengan langit-langit seluruhnya.

Menurut Pamela (2009) ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian malaria dan besar hubungan tersebut dari odds ratio diperoleh 8,5yang berarti bahwa keluarga yang tinggal di rumah dalam kondisi tidakterdapat langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumahmempunyai risiko untuk terjadinya penyakit malaria 8-9 kali dibandingkeluarga yang tinggal di rumah yang terdapat langit-langit pada semuabagian ruangan rumah.

5.1.4. Suhu

Hasil observasi menunjukkan bahwa rumah penderita malaria yang berada antara 25-27ºC sebanyak 100% .


(66)

Suhu ruangan rumah penderita malaria keseluruhanya berada pada suhu optimum untuk bertahan hidup nyamuk nyamuk. Hal ini menyebabkan nyamuk di rumah penderita malaria populasinya tinggi, sehingga menyebabkan penghuni rumah berpeluang besar untuk terkena gigitan nyamuk dan menyebabkan meningkatnya penularan penyakit malaria.

Suhu optimum untuk nyamuk bertahan hidup adalah 25 – 27 ºC, nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu kritis pada suhu yang tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologisnya(Ditjen PPM dan PLP, 2007).

5.1.5 Kelembaban

Hasil observasi menunjukkan rumah penderita malaria yang lembab atau dengan kelembaban ≥ 60% sebanyak 73 rumah (100%).

Rumah penderita malaria seluruhnya lembab, karena letak rumah yang berada diatas dan sekitar rawa-rawa yang memungkinkan kelembabannya tinggi. Rumah yang lembab akan menentukan umur nyamuk, kelembaban yang tinggi memperpanjang umur nyamuk dan memperbesar kesempatan parasit malaria untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik. Sistem pernapasan pada nyamuk dengan menggunakan pipa udara disebut trachea dengan lubang lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Spiracle yang terbuka tanpa ada mekanisme pengaturanya, menyebabkan penguapan air dalam tubuh nyamuk yang dapat mengakibatkan keringnya cairan pada tubuh nyamuk pada saat kelembaban rendah. Kelembaban juga mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit


(67)

dan istirahat. Kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

Menurut peneltian Taharuddin (2002) bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian malaria, kelembaban mempengaruhi kejadian malaria.

Menurut peneltian Mardihusodo (1999) menyatakan bahwa kelembaban udara menentukan rentang umur nyamuk, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk dan mempersempit perkembangan parasit malaria untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik, kelembaban juga mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebisaan menggigit dan istirahat.

5.2. Gambaran Kondisi Lingkungan Sekitar Penderita Malaria 5.2.1. Semak-semak

Hasil observasi menunjukkan rumah penderita malaria yang berdekatan dengan semak-semak sebanyak 52,1%.

Sebagian besar rumah penderita malaria berdekatan dengan semak-semak. Semak-semak yang berada di sekitar rumah penderita malaria menjadikan tempat untuk peristirahatan (resting place) bagi nyamuk pada siang hari yang menyebabkan lingkungan di sekitar penderita malaria sangat disukai oleh nyamuk. Hal ini dapat meningkatkan risiko kejadian malaria. Untuk mencegah kejadian malaria sebaiknya perlu dilakukan membersihkan semak-semak dan menjadikan lahan pertanian sehingga lahan tersebut menjadi terpelihara.

Menurut penelitian Taharuddin (2002) ada hubungan yang bermakna antara semak-semak dengan kejadian malaria dan semak-semak mempengaruhi kejadian


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

.


(6)

Dokumen yang terkait

Memaknai Potensi Lompat Batu (Hombo Batu) Bagi Masyarakat Bawomataluo Nias Selatan Dari Budaya Tradisional Menjadi Budaya Wisata

10 116 132

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus: Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara)

3 25 88

PEMUKIMAN BAGAN- TANJUNG TIRAM BATU BARA.

0 13 21

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA KETOSARI KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO.

0 1 111

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus: Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara)

0 0 13

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus: Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara)

0 3 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria - Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

0 0 33

Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

0 0 12

GAMBARAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DAN KONDISI FISIK RUMAH PENDERITA MALARIA KLINIS DI KELURAHAN CAILE KECEMATAN UJUNGBULU KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012

0 0 107

Gambaran Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Penderita Malaria Klinis di Kelurahan Matekko Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Tahun 2012 - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 166