Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
Menurut BPK RI (2007) fraud (kecurangan) adalah sebagai satu jenis
tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh
sesuatu dengan cara menipu.
Sedangkan The Institute of Internal Auditors (IIA) di dalam
International Profesional Practices Framework (IPPF) mendefinisikan fraud
sebagai “Any illegal act characteried by deceit, concealment, or violation of
trust. These acts are not dependent upon the threat of violance or physical
force. Frauds are perpetrated by parties and organizations to obtain money,
property, or services; to avoid payment or loss of services; or to secure
personal or business advantage” dimana pengertiannya adalah kecurangan itu
merupakan

setiap


tindakan

yang

ilegal

dengan

modus

penipuan,

penyembunyian maupun pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak
tergantung pada ancaman atau kekerasan fisik saja. Kecurangan juga bisa
dilakukan oleh partai dan organisasi untuk memperoleh uang, properti ataupun
jasa, untuk menghindari pembayaran-pembayaran, atau untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
Adapun istilah Fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan)
yaitu


penaksiran seberapa

besar

risiko

kegagalan

auditor

dalam

13
Universitas Sumatera Utara

14

mendeteksi

terjadinya


kecurangan dalam asersi manajemen. Fraud risk

assessment (penaksiran risiko kecurangan) dibedakan menjadi 3 tingkatan,
yaitu tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan. Pengukuran ini sesuai dengan
penelitian Payne dan Ramsay (2005).
Dalam Black’s Law Dictionary oleh Black (1990) “Fraud is a generic
term embracing all the multifarious means which human ingenuity can devise,
which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by
false representation. No definite and invariable rule can be laid down as a
general proposition in defining fraud as it includes surprise, trick, cunning
and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it
are those which limit human knavery”. Yaitu “Kecurangan adalah istilah
umum, mencakup berbagai ragam alat yang kecerdikan manusia dapat
direncanakan, dilakukan oleh seseorang individual, untuk memperoleh
manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian yang palsu. Tidak ada aturan
yang tetap dan tanpa kecuali dapat ditetapkan sebagai dalil umum dalam
mendefinisi kecurangan karena kecurangan mencakup kekagetan, akal
muslihat, kelicikan dan cara-cara yang tidak layak/ wajar untuk menipu orang
lain. Batasan satu-satunya yang mendefinisikan kecurangan adalah apa yang

membatasi sifat serakah manusia.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah
tindakan yang disengaja untuk menyakiti orang lain, untuk menyembunyikan
fakta dan juga memaksakan tujuan tetapi mengambil keuntungan dari orang
lain. Kecurangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecurangankecurangan yang terjadi di dalam perusahaan yang dilakukan oleh karyawan,

Universitas Sumatera Utara

15

supervisi, ataupun manajer untuk memperoleh keuntungan pribadi dan
merugikan perusahaan.
Dari sisi pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat awam sekalipun,
kecurangan telah dipahami dapat merugikan keuangan negara, keuangan
perusahaan, dan merusak sendi-sendi budaya masyarakat. Namun umumnya,
pimpinan suatu organisasi/ instansi seringkali merasa bahwa organisasinya
termasuk lingkungan yang terbebas dari risiko fraud (Sudarmo et.al, 2008).
Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah satu hal
yang sangat penting dalam hal persaingan dan organisasi pemerintah secara
sehat. Seorang auditor harus kompeten dalam menghadapi lingkup kerjanya.

Banyak kecurangan-kecurangan yang dapat terjadi. Jika lalai terhadap
pekerjaannya akan dapat berakibat fatal dan dapat merugikan berbagai pihak.
Beberapa hal yang harus dikuasai seorang auditor dalam mendeteksi
kecurangan adalah dengan menjalankan prosedur auditnya dengan baik dan
teliti, mengetahui sistem auditee yang diperiksanya, dan memiliki skeptisme
profesional.
2.1.2 Pendidikan
Menurut John Dewey di dalam buku Dasar Ilmu Pendidikan
(Hasbullah, 2005) pendidikan adalah proses pembentukan kecakapankecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan
sesama manusia. Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan seorang
auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. Latar belakang pendidikan
seorang auditor adalah dari bidang akuntansi, setara diploma maupun sarjana,
tetapi di dalam bidang akuntan publik, jika auditor yang menjadi partner

Universitas Sumatera Utara

16

haruslah AP (Akuntan Publik) yang terdaftar oleh PPAJP (Pusat Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai).

Kompetensi seorang auditor dibidang audit ditunjukkan oleh latar
belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Dari sisi pendidikan,
idealnya seorang auditor memiliki latar belakang pendidikan (pendidikan
formal atau pendidikan dan latihan sertifikasi) dibidang auditing. Sedangkan
pengalaman, lazimnya ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan berkarir
di bidang audit atau intensitas/ sering dan bervariasinya melakukan audit. Jika
auditor menugaskan orang yang kurang/ belum berpengalaman, maka orang
tersebut harus disupervisi (dibimbing) oleh seniornya yang berpengalaman.
Auditor yang mengaudit laporan keuangan harus memiliki latar
belakang pendidikan dan memahami dengan baik proses penyusunan laporan
keuangan dan standar akuntansi yang berlaku. Demikian pula dengan auditor
yang melakukan audit operasional dan ketaatan, dia harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai kegiatan operasional yang diauditnya, baik
cara melaksanakannya, maupun kriteria yang digunakan untuk melakukan
penilaian serta memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika
auditor kurang mampu atau tidak memiliki kemampuan tersebut, maka auditor
wajib menggunakan tenaga ahli yang sesuai.
2.1.3 Pengalaman Audit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002:26),
“Pengalaman adalah adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai,

ditanggung, dan sebagainya.”

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Ashton (1995): "Pengalaman auditor merupakan kemampuan
yang dimiliki auditor atau akuntan pemeriksa untuk belajar dari kejadiankejadian masa lalu yang berkaitan dengan seluk-beluk audit atau
pemeriksaan." Sementara Mulyadi (2002:24) mendefinisikan "Pengalaman
auditor merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui
interaksi."
Penelitian Haynes et al, (1998) yang menyelidiki pengaruh peran
auditor dalam melayani kepentingan klien menemukan bahwa auditor tidak
secara otomatis mengambil posisi advokasi bagi klien, terutama bila
kepentingan klien tidak dibuat eksplisit. Tetapi bila kepentingan itu
ditonjolkan

(salient),

auditor


khususnya

yang

berpengalaman

akan

berperilaku konsisten dengan posisi advokasi. Penelitian Haynes et al.
ini menunjukkan pengalaman audit yang dimiliki audior ikut berperan dalam
menentukan pertimbangan yang diambil.
Menurut Loehoer (2002:2) dalam Mabruri dan Winarna (2010:8),
“Pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh
melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama
benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan.”
Menurut Mulyadi (2002:25) “Jika seorang memasuki karier sebagai
akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah
pengawasan akuntan senior


yang lebih berpengalaman. Di samping itu,

pelatihan teknis yang cukup mempunyai arti pula bahwa akuntan harus
mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha dan profesinya, agar
akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera

Universitas Sumatera Utara

18

menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan
pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan
reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin
praktik

dalam

profesi

akuntan


publik

(SK

Menteri

Keuangan

No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997)”.
Selain itu menyebutkan ada tiga faktor pengalaman auditor
diantaranya adalah:
1.

Pelatihan Profesi

2.

Pendidikan


3.

Lama kerja

Gusnardi (2003:8) mengungkapkan bahwa pengalaman audit dapat
diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, tahun
pengalaman, gabungan antara jenjang jabatan dan tahun pengalaman,
keahlian yang dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta
pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh auditor tentang audit. Masalah
penting yang berhubungan dengan pengalaman auditor akan berkaitan dengan
tingkat ketelitian auditor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman audit adalah
hal-hal yang diperoleh oleh serang auditor, mulai dari apa yang di peroleh
selama pekerjaannya, dari kejadian-kejadian yang sudah terjadi yang ada
hubugannya dengan bidang audit, teori-teori atau ilmu-ilmu mengenai
auditing yang diperoleh selama hidup.

Universitas Sumatera Utara

19

2.1.4 Kecakapan Profesional
Dalam (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011) Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) pada standar umum pemeriksaan yang pertama
menyatakan bahwa pemeriksa diwajibkan untuk menggunakan dengan cermat
dan

seksama

keahlian/

kemahiran

profesionalnya

dalam

melakukan

pemeriksaan. Standar ini menghendaki pemeriksa keuangan harus memiliki
keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang
diperiksanya.
Menurut Mulyadi (2002) Auditor mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik. Seorang auditor harus bersikap
profesional dalam menjalankan tugasnya.
Sedangkan menurut Tunggal (2009:19) Untuk membangun suatu staf
yang superior, seseorang harus terlebih dahulu mengetahui standar-standar
untuk keunggulan (standards for excellence). Manajemen audit memerlukan
kecerdasan/ intelegensi teknikal, kompetensi, dan kemampuan berurusan
dengan orang lain pada setiap tingkatan perusahaan, menetapkan standar yang
tinggi untuk praktisinya
Auditor juga perlu bersikap skeptis kepada objek pemeriksaan. Di
dalam Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (Ikatan Akuntan Publik
Indonesia, 2011:230.2), menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai

Universitas Sumatera Utara

20

suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit.
Shaub dan Lawrence (1996) mengartikan skeptisisme profesional
auditor sebagai berikut “professional scepticism is a choice to fulfill the
professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of
another person’s behavior…”.
Skeptisisme profesional digabungkan ke dalam literatur profesional
yang membutuhkan auditor untuk mengevaluasi kemungkinan kecurangan
material (Loebbeck, et al, 1994).
Selain itu juga dapat diartikan sebagai pilihan untuk memenuhi tugas
audit profesionalnya untuk mencegah dan mengurangi konsekuensi bahaya
dan prilaku orang lain (Ikatan Akuntan Publik Indonesia 2011:230.2).
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan antara lain yaitu:
1. Fullerton dan Durtschi (2004) melakukan penelitian dengan judul “The
effect of professional skepticism on the fraud detection skills of internal
auditors”. Yaitu mengenai pengaruh skeptisme profesional terhadap
kemampuan auditor internal mendeteksi kecurangan. Hasil Penelitian
tersebut adalah Semakin banyak karakteristik skeptisme bawaan yang
dimiliki seorang auditor, semakin besar kemungkinan mereka untuk
mencari informasi yang mengarah pada pendeteksian kecurangan. Hal ini
memberikan dukungan

untuk tidak hanya melatih auditor bagaimana

Universitas Sumatera Utara

21

mendeteksi

kecurangan,

tetapi

juga

mencari

cara

untuk

mengembangkannya.
2. Noviyanti (2008) melakukan penelitian dengan judul “Skeptisme
profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan.” Hasil penelitian
tersebut:
a. Auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi jika diberikan
penaksiran risiko kecurangan yang tinggi, akan menunjukkan
skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan.
b. Tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor.
3. Matondang (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap
pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.”
Hasil penelitian:
a. Pengalaman audit berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan
yang positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan
penyajian laporan keuangan.
b. Independensi berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang
positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian
laporan keuangan.
c. Keahlian profesional berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan
yang positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan
penyajian laporan keuangan.

Universitas Sumatera Utara

22

4. Hafifah dan Fitriany (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian terhadap skeptisme
profesional dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.” Dan
hasil penelitiannya:
a. Beban kerja berpengaruh negatif pada skeptisme profesional,
sedangkan pengalaman audit dan tipe kepribadian berpengaruh positif
terhadap skeptisme profesional.
b. Beban kerja berpengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan
auditor dalam mendeteksi gejala-gejala kecurangan, sedangkan
pengalaman audit dan skeptisme profesional terbukti berpengaruh
positif terhadap

peningkatan

kemampuan

auditor

mendeteksi

gejala-gejala kecurangan.
c. Gender, ukuran KAP dan posisi auditor terbukti tidak berpengaruh
terhadapa skeptisme profesional auditor.
d. Auditor laki-laki terbukti akan semakin meningkatkan kemampuan
mendeteksinya bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan
dibandingkan auditor wanita.
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa semakin baik/tinggi keahlian,
independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik
tentunya memberikan kontribusi yang baik/tinggi terhadap kualitas auditor
dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk memperjelas hasil penelitian sebelumnya ditampilkan matrik
penelitian pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

23

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama

Judul
Penelitian
The Effect of
Professional
Skepticism
on The
Fraud
Detection
Skills of
Internal
Auditors

Variabel yang
Digunakan
A question
mind,
Suspension
Judgement,
Search for
knowledge,
Interpersonal
Understanding,
Self confidence,
Self
determination.

Noviyanti
(2008)

Skeptisme
Profesional
Auditor
dalam
Mendeteksi
Kecurangan

Kepercayaan,
penaksiran
resiko
kecurangan,
tipe
kepribadian.

Matondang
(2010)

Pengaruh
Pengalaman
Audit,
Independensi
Dan
Keahlian
Profesional
Terhadap
Pencegahan
Dan
Pendeteksian
Kecurangan
Penyajian
Pelaporan
Keuangan

Pengalaman
audit,
independensi,
dan keahlian
profesional.

Fullerton
dan
Durtschi
(2004)

Hasil Penelitian
Semakin banyak
karakteristik skeptisme
bawaan yang dimiliki
seorang auditor, semakin
besar kemungkinan mereka
untuk mencari informasi
yang mengarah pada
pendeteksian kecurangan.
Hal ini memberikan
dukungan untuk tidak hanya
melatih auditor bagaimana
mendeteksi kecurangan,
tetapi juga mencari cara
untuk mengembangkannya.
Auditor dengan tingkat
kepercayaan berbasis
identifikasi jika diberikan
penaksiran risiko kecuragan
yang tinggi, akan
menunjukkan skeptisme
profesional yang lebih tinggi
dalam mendeteksi
kecurangan.
Dan tipe kepribadian
mempengaruhi sikap
skeptisme profesional
auditor.
Pengalaman audit,
independensi, dan keahlian
profesional berpengaruh
signifikan dan memiliki
hubungan yang positif
terhadap pencegahan dan
pendeteksian kecurangan
penyajian laporan keuangan.

Universitas Sumatera Utara

24

Hafifah dan
Fitriany
(2012)

Pengaruh
Beban Kerja,
Pengalaman
Audit dan
Tipe
Kepribadian
Terhadap
Skeptisme
Profesional
Dan
Kemampuan
Auditor
Dalam
Mendeteksi
Kecurangan

Beban kerja,
pengalaman
audit dan tipe
kepribadian

Beban kerja berpengaruh
negatif pada skeptisme
profesional, sedangkan
pengalaman audit dan tipe
kepribadian berpengaruh
positif terhadap skeptisme
profesional.
Beban kerja berpengaruh
negatif terhadap peningkatan
kemampuan auditor dalam
mendeteksi gejala-gejala
kecurangan, sedangkan
pengalaman audit dan
skeptisme profesional terbukti
berpengaruh positif terhadap
peningkatan kemampuan
auditor mendeteksi gejalagejala kecurangan.
Gender, ukuran KAP dan
posisi auditor terbukti tidak
berpengaruh terhadapa
skeptisme profesional auditor.
Auditor laki-laki terbukti akan
semakin meningkatkan
kemampuan mendeteksinya
bila dihadapkan dengan
gejala-gejala kecurangan
dibandingkan auditor wanita.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)

2 7 171

PENGARUH PENERAPAN KODE ETIK, SKPETISME PROFESIONAL AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR, DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MEDAN).

1 6 30

PENDAHULUAN Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian Dan Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Solo dan Yogyakarta).

0 2 10

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian Dan Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Solo dan Yogyakarta).

1 10 4

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

0 0 16

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

0 0 2

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

0 1 12

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan Chapter III VI

0 0 35

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

0 0 4

Pengaruh Pendidikan, Pengan Audit, dan Kecakapan Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Kantor Akuntan Publik di Medan

0 0 13