HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN HUKUM WARIS (1)

HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN HUKUM WARIS ISLAM
OLEH:
ARJUN ADAM

Abstrak
hak-hak para ahli waris dan pihak lain secara keseluruhan dan ruang
lingkup kewarisan dalam pembahasan harta warisan salah satu yang
biasa disebut adalah masalah hibah. Akan tetapi ditinjau dari
pengertiannya, tidak ada hubungan atau keterkaitan secara langsung
antara hibah dan waris dalam islam. Sebab hibah adalah aqad akad
yang ditujukan untuk pemberian harta milik seseorang kepada orang
lain diwaktu masih hidup tanpa adanya imbalan. Sedangkan waris
adalah segala apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewjibankewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal akan
beralih kepada orang lain yang massih hidup.
Tetapi melihat fenomena pratek masyarakat Indonesia sebagaimana
yang terjadi diatas, dapat dilihat adanya hubungan atau keterkaitan
antara hibah dan waris. Misalnya penerimaan hibah memilki akibat
sendiri dalam memperhitungkan harta warisan, maksudnya apabila
terjadi pembagian harta warisan penerima hibah harus
memperhitungkan segala hibab yang telah di terimanya selama
pewaris masih hidup, hubungan antara penerima hibah maupun

proses pembagian harta warisan sangat bervariasi. Hukum
menetapkan ddemikian, untuk menjamin.

A. Latar Belakang Masalah
Hibah adalah pemberian ketika yang punya harta masih hidup,
sedangkan warisan di berikan ketika yang punya

telah meninggal dunia.

Walaupun saat pemberiaannya berbeda namun keduanya memiliki hubungan
yang sangat erat, terutama hibah itu diberikan kepada anak atau ahli waris

1

karena akan menentukan terhadap bagian warisan apabila hibah tersebut tidak
ada persetujuan ahli waris atau setidak-tidaknya ada ahli waris yang keberatan
dengan adanya hibah terssebut, oleh karenanya sering terjadi sengketa antara
ahli waris, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa hibah yang sudah
diberikan berbeda dengan warisan, sedangkan pihak lain (ahli waris yang tidak
menerima hibah) menyatakan hibah yang sudah di terima merupakan harta

warisan yang sudah dibagi. Oleh karenanya ahli waris yang sudah menerima
hibah tidak akan mendapat harta warisan lagi.
Penarikan kembali atas suatu pemberian atau hibah adalah merupakan
perbuatan yang diharamkan, meskipun hibah tersebut terjadi antara dua orang
yang bersaudara. Akan tetapi bagaimana dengan hibah antara orang tua dengan
anaknya, seperti yang sudah kita ketahui seorang anak adalah ahli waris dari
orang tuanya yang tidak akan terhalang. Apakah anak tersebut boleh menerima
hibah di sertai dengan harta warisan, apakah boleh harta yang sudah dihibahkan
ditarik kembali jika ternyata oleh orang tua tidak berkenaan memberikan harta
tersebut. Seperti contoh kasus di bawah ini:
Dalam kehidupan rumah tangga terdapat orang tua yaitu ayah dan ibu
dan satu anak perempuan. Orang tua ini hanya memilki satu rumah untuk
tempat tinggal mereka sekeluarga. Rumah ini merupakann satu-satunya harta
yang mereka miliki. Ketika anak perempuan ini mulai dewasa orang tuanya
sepakat untuk menghibahkan rumah tersebuut kepada anak perempuan mereeka
satu-satunya. Terlaksanalah proses hibah sehingga rumah tersebut menjadi sah
atas milik si anak perempuan. Ternyata setela beberapa tahun berlalu orang tua
yang sudah berusia lanjut tidaak diperkenankan oleh anak perempuan mereka
untuk tinggal di rumah yang telah di hibahkan tadi. Untuk menyelesaiikan
kasus ini akan kita pelajari terlebih dahulu bagaimana konsep hibah menurut

hukum islam di Indonesia.

2

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Hibah
Secara bahasa hibah adalah pemberian (athiyah), sedangkan menurut
istilah “akak yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika
masih hidup dan dilakukan secara sukarela1. Dalam syara’ sendiri menyebutkan
hibah mempunyai arti akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imblan. Apabila
seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi
tidak diberikan kepada nya hak kepemilikian maka harta tersebut disebut
dengan pinjaman2.
Hibah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi berarti
melewatkan atau menyalurkan, juga bisa berarti memberi. Hibah merupakan
salah satu contoh akad tabarru, yaitu akad yang dibuat tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan (nonprofict), melainkan ditujukan kepada orang lain secara
Cuma-Cuma. Secara istilah hibah adalah suatu suatu pemberian yang bersifat
suka rela, tanpa mengharapkan adanya kontraprestasi dari pihak penerima

pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.
Hal ini yang membedakan dengan wasiat.
Menurut Kompilasi Hukum Islam berdasarkan pasal 171 huruf g adalah:
“hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa
imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.”

1
242
2

. Rachmat syafi’I, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setiia, hlm
. Sayyid Sabiq, op.cit hlm 174s

3

Pemberian seseorang atas harta milik biasanya terhadap penyerahan,
maksudnya adalah usaha penyerahan suatu kepada orang lain dan usaha-usaha
dibatasi oleh sifat yang menjelaskan hakekat hibah itu ssendiri. Kemudian kata
harta hak milik berarti bahwa yang diserahkan adalah materi dari harta tersebut.
Kata “diwaktu masih hidup” mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan

hak milik itu berlaku semasa hidup. Dan bila beralih sudah matinya yang
berhak, maka disebut wasiat, tanpa imbalan, berarti itu semata-mata kehendak
sepihak tanpa mengharapkan apa-apa. Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa
hibah merupakan suatu perbuatan yang terpuji karena memberikan harta dengan
sukarela tanpa mengharapkan balasan, tidak tergantung dan tidak di sertai
dengan persyaratan apapun juga.

2. Dasar Hukum Hibah

Di dalam Al-Qur’an maupun hadits, dapat di temui ayat sabda Nabi
yang secara langsung memerintah untuk berhibah. Namun dari ayat-ayat dari
hadits di atas dapat di pahami, bahwa Allah dan Rasul-Nya menganjurkan
umat islam untuk suka menolong sesama, melakukan infaq, sedekah dan
pemberian-pemberian lain termasuk hibah. Seperti pada surah Al-Maidah ayat
2 yaitu:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksaannya.”


4

Dalam suatu hadits juga diannjurkan untuk melaksanakan hibah yaitu
pada hadits yang imam Bukhari, Nasa’i, dan Baihaqi yaitu:
Nabi Muhammaddd saw bersabda: saling memberi hadiahlah
kemudian saling mengasihi.
Berdasarkan ayat dan hadits diatas maka hukum hibah adalah mubah,
karena ayat diatas hanya meenganjurkan untuk saling memberi. Menurut
Abdul Aziz Muhammad Azam dia menyatakan bahwa hukum hibah adalah
mandub (dianjurkan) sesuai dengan hadits tersebut yang ada pembahasan
dasar hukum. Hadits ini menyarankan kepada umat islam untuk saling
memberi hadiah.
Hibah dalam Hukum Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan, bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam,
penberian harta berupa tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa
mempergunakan suatu dokumen tertulis.

3. Rukun dan Syarat Hibah

Setiap amalan-amalan yang ada di dalam ajaran islam harus selalu

memenuhi rukun dan syarat. Maka tidaklah sah suatu amal jika tidak
melaksanakan rukun dan syarat. Adapun rukun dari hibah adalah:
a.
b.
c.
d.

Pemberi hibah
Penerima hibah
Sesuatu (harta) yang dihibahkan
Sigat. (ijab Kabul)

4. Penarikan Harta Hibah

5

Kembali pada kasus yang penulis kemukakan di atas maka penarikan
terhadap harta hibah adalah merupakan perbuatan yang di haramkan akan
tetapi pada kasus di atas seorang anak telah berbuat zalim terhadap orang
tuanya yaitu tidak mengizinkan orang tuanya tinggal di rumah mereka yang di

hibahkan tersebut. Untuk kasus ini orang tua dapat menarik kembali harta
yang telah di hibahkan kepada anak perempuan mereka hal ini berdasarkan
pada pasal 212 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa:
“Hibah tidak dapat di tarik kembali, kecuali hibah orang tua terhadap
anaknya.”
Pasal ini merupakan solusi dari permasalahan kasus di atas jadi
penarikan kembali atau penghapusan hibab dilakukan dengan menyatakan
kehendaknya orang yang memberikan hibah, diikuti dengan penuntutan
kenmabli barang-barang yang telah di hibahkan. Pembatalan hibah ini dapat
dilakukan dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agamasetempat
atau wilayah hukum orang yang memberi itu bertempat tinggal3.
Berkaitan dengan kasus di atas tentang seorang anak yang
mendapatkan hibah dari orang tuanya. Pasal 211 KHI menyinggung bahwa
yaitu:
“hibah yang di berikan orang tua kepada anaknya dapat
diperhitungkan sebagai warisan”
Pengertian “dapat” dalam pasal tersebut

bukan berarti imperative


(harus), tetapi merupakan salahbsatu alternative yang dapat di tempuh untuk
menyelesaikan sengketa warisan. Sepanjang para ahli waris tidak ada yang
mempersoalkan hibah yang sudah di terima oleh sebagian ahli waris, maka
harta warisan yang belum di hibahkan dapat dibagikan kepada semua ahli
3

. Dede Ibin, S.H, Makalah Hibah dan Korelasinya dengan Kewarisan.

6

waris sesuai dengan porsinya massing-massing. Tetapi apabila ada sebagian
ahli yang mempersoalkan hibah yang diberikan kepada sebagian ahli waris
lainnya, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai harta warisan.
Dengan cara mengkalkulasikan hibah yang sudah diterima dengan porsi
warisan yang sseharussnya diterima.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Hibah jika di tinjau dari pengertiannya, tidak ada hubungan atau
keterkaitan secara langsung antara hibah dan waris dalam islam.
Sebab hibah adalah aqad yang ditujukan untuk pemberian harta

milik seseorang kepada orang lain di waktu masih hidup tanpa
adanya imbalan.
b. Sedangkan waris adalah segala apa dan bagaimana berbagai hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan sesorang pada waktu ia
meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
c. Tetapi melihat fenomena praktek masyarakat Indonesia sebagaimana
yang terjadi, dapat dilihat adanya hubungan atau keterkaitan antara
hibah dan waris
2. SARAN
Sebagai penulis saya mengharapkan agar para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran yang dapat membantu penulisan jurnal ini
kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi

7