T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan terhadap HAM di Indonesia T2 BAB II

BAB II
HAK KESEHATAN PEREMPUAN DAN HAK
REPRODUKSI

A. Hak Asasi Manusia
Hak adalah sesuatu yang melekat pada manusia pada aspek fisik
maupun aspek eksistensialnya.1 Hak adalah sesuatu yang dapat di tuntut
dan karena sifatnya yang dapat di tuntuk sudah sewajarnya hak bagi satu
pihak pasti

mendatangkan kewajiban bagi pihak yang berada di

seberangnya.

Hak Asasi Manusia atau lebih sering disingkat HAM adalah
seperangkat Hak yang melekat pada diri manusia semata-mata karena
kodratnya sebagai manusia.2Semua manusia dilahirkan merdeka dan

1

Pendapat Meijers dalam Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,

Jakarta, Kencana Prenanda Media Group, 2013, h. 148
2
Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di
Indonesia , Alummni, Bandung, 2007, h. 10.

21

22

mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan
hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat
persaudaraan3. Dengan demikian HAM adalah hak yang dimiliki manusia
secara kodrati4yaitu melekat secara otomatis bersamaan dengan eksitensi
kemanusiaaan.Pada dasarnya HAM bermula dari tiga kebutuhan dasar
manusia yaitu, hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik, tiga
hak inilah kemudian dikenal sebagai HAM dasar.

Dikatakan

HAM dasar sebagaimana diuraikan dalam paragraf


sebelumnya kemudian menjadi pangkal berdirinya Hak-hak yang lain
yang juga merupakan bagian dari HAM sebagai konsekuensi dalam
mempertahankan HAM dasar tersebut, sebagai contoh hak untuk hidup
mengharuskan setiap manusia untuk berhak memenuhi kebutuhannya
untuk makan dan minum.

Perlindungan hak asasi manusia pada dasarnya dimaksudkan untuk
melindungi

hak-hak

seluruh

manusia

baik

laki-laki


maupun

perempuan.Tuhan menciptakan perempuan dan laki-laki dalam posisi

3

Pasal 1 DUHAM

4

Titon Slamet Kurnia, Konstitusi HAM, Op.Cit., h. 1.

23

setara.Oleh karena itu, hak-hak perempuan adalah hak-hak fundamental
manusia yang merupakan karunia Tuhan. Dalam Pasal 2 Deklarasi PBB
tentang Hak Asasi manusia disebutkan bahwa:

“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang
dinyatakan dalam deklarasi ini, dengan tanpa pembedaan

apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
pendapat politik atau pendapat Iain, asal-usul kebangsaan,
bangsa atau sosial, harta milik, status kelahiran atau stains lain.
Selanjutnya, tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status
politik, status yurisdiksi atau status internasional negara man
wilayah tempat seseorang termasuk di dalamnya, apakah
wilayah itu merdeka, perwalian, tidak berpemerintahan sendiri
atau di bawah pembatasan kedaulatan lain apapun.”5
Prinsip non-diskriminasi adalah konsep sentral dalam hak asasi
manusia.Prinsip tersebut dapat ditemukan dalam setiap instrumen umum
hak asasi manusia, tetapi ada beberapa perbedaan dalam alasan-alasan
diskriminasi yang dilarang.Beberapa bentuk khusus diskriminasi seperti
diskriminasi rasial dan diskriminasi terhadap wanita merupakan materi
pokok perjanjian-perjanjian internasional tersendiri. Diskriminasi terhadap
perempuan berarti pembedaan, pengesampingan atau pelarangan apapun,
yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai akibat atau tujuan
mengurangi atau meniadakan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan oleh

5


Universal Declaration of Human Rights, Article 2

24

perempuan dengan mengabaikan status perkawinan mereka atas dasar
persamaan laki-laki dan perempuan, atas dasar hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan dasa: di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, sipil
atau bidang lain apapun.

Perlindungan HAM adalah tuntutan kepada hukum dan keadilan
sebagai aspirasi kemanusiaan dalam mengejar kehidupan lebih baik,
sehingga kewajiban perlindungannya bersifat universal.6 Secara prinsip
kewajiban

memberikan

perlindungan

terhadap


HAM

merupakan

tanggungjawab setiap orang, akan tetapi negara dianggap sebagai pihak
yang memiliki tanggugnjawab utama untuk melindungi dan mejamin
terpnuhinya Hak penadapa ini depelopori oleh John Locke negara negara
didirikan

untuk

tujuan

melindungi

hak-hak

kodrati

manusia,


konsekuensinya adalah menjadikan hak sebagai gagasan utama dalam
pengorganisasian negara sekaligus membatasi kekuasaan negara.7

6

Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia oleh Mahka mah
Konstitusi Republik Indonesia: The Jimly Court 2003-2008, Bandung, Bandar Maju,
2015, h. 21.
7

Titon Slamet Kurnia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Sang Penjaga
HAM (The Guardian of Human Rights),Bandung, Alumni, 2013, h. 16

25

Dalam menyelenggarakan pemerintahan sebuah negara hendaknya
berbasis pada hak. Bentuk perlindungan Hak yang dapat dilakukan oleh
negara dengan cara menahan diri untuk tidak mencampurinya sekaligus
mengusahakan agar tidak terjadi kondisi yang mengakibatkan tidak

terpenuhi atau dilanggarnya hak setiap warga negaranya. Dengan
demikian sebagai langkan perlindungan oleh negara, negara dianggap
perlu untuk mengatur hak ke dalam peraturan atau paling tidak setiap
pengaturan peraturan-undangan hak selalu dijadikan sebagai dasar
pertimbagan8

Pada Konferensi Hak Asasi Manusia, di Wina, tahun 1993,
pemerintah-pemerintah dunia menegaskan kembali bahwa hak asasi
manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir dan melekat pada diri
manusia dan bahwa perlindungan terhadap HAM adalah tanggung jawab
pemerintah sepenuhnya. Dalam Konferensi Hak Asasi Manusia Dunia
1993, juga diakui secara khusus hak-hak perempuan dan merupakan
kewajiban negara untuk melindungi dan menegakkan hak-hak itu,
termasuk hak bebas dari kekerasan.

8

Ibid, h. 21

26


Dituangkannya

HAM

dalam

peraturan

perundang-undangan

menggambarkan bentuk perlindungan yang dapat diberikan oleh
negara.Berangakat dari pemahaman di atas bahwa HAM adalah hak yang
melekat pada manusia berdasarkan eksistensi kemanusiaan yang melekat
padanya, maka dari itu pada dasarnya tanpa dituankan dalam aturan
hukum pun setiap manusia tetap memiliki HAM yang melekat padanya
atau dengan kata lain, HAM tidak diberikan oleh hukum yang terjadi
adalah sebaliknya, bahwa hukum harus hadir untuk melindungi HAM
sehingga penuangannya ke dalam aturan hukum harus dilakukan dengan
benar, karena disatu sisi dengan dituangkannya HAM dalam hukum akan

memberikan kepastian dalam artian dilindungi oleh negara9, akan tetapi
sangat penting untuk diperhatikan bahwa jangan sampai alih-alih
melindungi HAM sebuah peraturan malah membatasi HAM itu sendiri.
Kata kunci yang dimaksud di sini adalah sekali HAM itu dituang dalam
aturan hukum maka proses penuangannya harus dilakukan dengan benar
atau dapat dikatakan bawa aturan tersebut harus memiliki kekuatan
normatif.

9

Perlu untuk ditekankan juga bahwa tanpa ditungakan dalam aturan hukum pun
negara tetap memiliki kewajiban untuk melindungi HAM.

27

Pada dasarnya kekuatan normative perutan perundang-undangan
adalah konsistensinya dengan nilai yang sedang diemban oleh peraturan
tersebut.Maka dari itu dalam hal penuangan peraturan perundangundangan yang materi muatannya bertujuan melindungi serta menjamin
terwujudnya HAM adalah sangat penting untuk diteliti bahwa semangat
tersebut sudah konsisten dengan materi muatan di dalam yang dirumuskan

perkalimat dalam peraturan perundang-undangn tersebut.

Menurut hemat penulis hal inilah yang menjadi sangat penting bagi
negara untuk mengatur HAM dalam peraturan perundang-undangan tidak
sekedar secara formal ada aturan hukum yang mengaturnya akan tetapi isu
yang lebih penting adalah apakah peraturan tersebut sudah benar atau
tidak, atau dengan kata lain memiliki kekuatan normatif.

B. Hak Asasi Perempuan

Pada dasarnya HAM tidak memandang gender, sebagaimana dalam
Pasal Pasal 3 DUHAM di tuang bahwa “Setiap orang berhak atas
kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.”Demikian bahwa pada

dasarnya dalam HAM manusia tidak dibedakan berdasarkan pada
gender.Berikutnya Dalam Beijing Declaration and Platform For Action

28

Fourth World Conference of Women, yang dilaksanakan di Beijing, pada
September 1995 menegaskan bahwa “Ensure the full implementation of
the human rights of women and of the girl child as an inalienable, integral
and indivisible part of all human rights and fundamental freedoms ”

dengan demikian rumusan diatas telah memberikan penjelasan yang cukup
memadai bahwa pada dasarnya Hak Asasi Perampuan (Human rights of
Women) adalah bagian integral dari Hak Asasi Manusia itu sendiri.Dengan

demikian Hak asasi perempuan bukanlah konsep yang berdiri sendiri
melainkan merupakan satu bagian integral dalam HAM itu sendiri.Hanya
saja konsep Hak Asasi Perempuan di munculkan dalam konsep tersendiri
sebagai upaya untuk mengembalikan HAM sebagai hak yang sifatnya
human

dignity

karena

selama

ini

perlindungan

HAM

sering

mengesampingkan perempuan.

Pentingnya pembasan tersendiri mengenai Konsep Hak Asasi
perempuan untuk menjadi fokus perhatian tersendiri diluar HAM secara
umum menurut hemat adalah sebagaimana ada dua prinsip keadilan yang
dikemukakan oleh Rawls yaitu (1) Prinsip kebebasan paling luas dan sama
bagi semua orang (the greatest equal liberty principles); dan (2) prinsip
diferent (difference) untuk menjamin terpenuhinya tingkat minimum

29

harapan sosial-ekonomi begi mereka yang kurang beruntung (the worse
off) tanpa harus mengorbankan mereka yang lebih beruntung (the better
off).10Maka dari itu hendaklah dalam membperbincangakan HAM harus

diperhatikan dahulu untuk memberikan fokus kepada pihak yang kurang
beruntung, yang dalam hal ini adalah kaum perempuan, sehingga
dimuncculkanlah konsep Hak Asasi Perempuan, setelah itu barulah dapat
dikatakan adanya keadilah dalam perlindungan HAM.

Pembicaraan hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia
sebetulnya bukan hal yang relatif baru.Meskipun demikian, hak asasi
perempuan yang sudah mulai terangkat dari beberapa waktu sebelumnya,
kelihatannya semakin menguat dari waktu ke waktu.

Hak Asasi Perempuan, yaitu hak yang dimiliki oleh seorang
perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang
perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui
pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi
manusia.Yang sangat mendasar bagi upaya untuk memperoleh hak adalah
pengetahuan
10

dasar

tentang

hak

tersebut

dan

jaminannya

ada

Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di
Indonesia , Alummni, Bandung, 2007, h. 4.

30

dimana.Seseorang yang menjadi korban tidak lagi hanya akan cukup
menerima bahwa ia memiliki hak, namun ia akan mulai mencari dimana
letak jaminan akan hak tersebut dan bagaimana caranya agar hak tersebut
dapat diperoleh.

Di tingkat internasional hak asasi manusia internasional, Beberapa
hak perempuan yang telah dirumuskan yaitu sejak tahun 1918 oleh ILO,
yang diantaranya memberikan hak: hak persalinan buruh perempuan
(maternity rights), perlindungan buruh perempuan di perkebunan, hak
perlindungan dari perdagangan, kemudian pada tahun 1947 muncul
pengakuan hak perempuan sebagai hak asasi manusia yang kemudian
dijadikan dasar rujukan HAM yaitu, Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia
yang dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
10 Desember 1948. Deklarasi ini (DUHAM), merupakan kodifikasi
tentang standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak
perempuan.Deklarasi ini diakui sebagai standart umum bagi semua
masyarakat dan semua bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat
manusia.11 Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas
persamaan, kebebasan, dan keamanan setiap orang, kebebasan dari
11

Women, Law and Development, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan, Langkah
demi langkah, terjemahan dan terbitan LBH APIK Jakarta, 2001, hal. 13.

31

perbudakan, siksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia,
pengakuan sebagai seorang pribadi di depan hukum mencari keadilan, dan
kebebasan untuk berekspresi dan partisipasi politik.12 Disamping pasalpasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan perempuan misalnya hak
memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang sama dalam
perkawinan, dan di saat perceraian13, memiliki harta sendiri14, hak atas
upah yang sama15, hak perawatan dan bantuan istimewa16.

Pada 1967, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan
Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita.Deklarasi
tersebut memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak dengan

12

Ibid, hal. 14.

13

Pasal 16 DUHAM : (1) Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan
tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan
untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam perkawinan, di
dalam masa perekawinan dan di saat perceraian.
(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan
persetujuan penuh oleh kedua mempelai .
14
Pasal 17 DUHAM (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain.
15

Pasal 23 (2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama
untuk pekerjaan yang sama.
16

Pasal 25 (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan
istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan,
harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

32

pria dan menyatakan agar diambil langkah- langkah seperlunya untuk
menjamin pelaksanaan Deklarasi tersebut. Oleh karena Deklarasi itu tidak
bersifat mengikat, maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Kedudukan Wanita, berdasarkan Deklarasi tersebut, menyusun rancangan
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. Pada 18 Desember 1979, Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa telah menyetujui Konvensi tersebut Oleh karena ketentuan
konvensi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 maka Pemerintah Republik Indonesia dalam
Konferensi

Sedunia

Dasawarsa

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

bagi

Perempuan di Copenhagen pada 29 Juli 1980, telah menandatangani
Konvensi tersebut. Penandatanganan itu merupakan penegasan sikap
Indonesia yang telah dinyatakan pada 18 Desember 1979, dan mulai
berlaku tahun 1981.Perjanjian-perjajian dalam bentuk Konvensi yang ada
pada umumnya mengatur tentang pengakuan hak, kewajiban negara
sebagai

sandaran

pelaksanaan

dan

mekanisme

pelaporan

dan

pemantauannya.Perjanjian ini mengikat jika sudah diratifikasi oleh negara,
yang berarti negara wajib mengakui hak, melaksanakan perlindungan
sebagaimana diatur dalam Konvensi dan terikat pada sistem pemantauan
dan pelaporan internasional. Konvensi ini telah dirativikasi oleh Indonesia

33

melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap
Wanita.

SelainCEDAW dalam upaya melindungi Hak Asasi Perempuan
instrumen hukum internasional yang disebut Deklarasi Milenium PBB
nomor 55/2 yang tandatangani di New York pada tanggal 18 September
tahun 2000, yang salah satu materinya adalah penghormatan atas
persamaan derajat tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa
atau agama.17Dalam deklarasi tersebut Para kepala negara bersepakat
untuk mempertahankan nilai-nilai yang mengedepankan persamaan antara
laki-laki dan perempuan beberapa diantaranya adalah kebebasan dan
persamaan.

Kebebasan: Kaum laki-laki dan perempuan mempunyai
hak hidupnya masing-masing dan hak membesarkan anakanaknya dengan kemuliaan, bebas dari kelaparan dan segala
bentuk ketakutan akansiksaan, penekanan atau ketidakadilan.
Pemerintah yang demokratis dan partisipatoris berdasarkan
kehendak rakyat merupakan jaminan terbaik bagi hak-hak ini.

17

Hata, Hukum Internasional: Sejarah dan Perkembangan Hingga Pasca Perang
Dingin, Malang, Setara Press, 2015, h. 45-46.

34

Persamaan: tak seorang pun dapat dicegah menikmati
hasil-hasil pembangunan yabg dicapai. Kesempatan yang sama
harus diberikan kepada semua orang, pria maupun wanita.18

C. Hak Kesehatan Perempuan
Kesehatan berasal dari kata sehat, kata sehat sering dimaknai
keadaan ketiadaan suatu penyeakit atau tidak sakit. Pemahakan tersebut
ada benarnya akan tetapi pehaman tersebut tidaklah sepenuhnya
tepat.Sehat adalah sebuah kondisi sehat secara mental serta sosial kultural.
Menutut WHO sehat “health” adalah “a state of complete physical, mental
and social well-being and not merely and the absence of disease or
infirmity” selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan didefenisikan
sebagai berikut: “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Dari dua defenisi kesehatan
yang dikemukakan di atas dapat di pahami bahwa pada dasarnya sehat
tidak cukup dengan kondisi ketiadaan penyakit akan tetapi sebuah kondisi
fisik dan psikis yang optimal baik secara social dan ekonomi.
18

Ibid, h. 47.

35

Kesehatan perempuan menurut Van der Kwaan (1991) adalah
kesehatan seoran wanita merupakan kesejahteraan total yang bukan hanya
ditentukan oleh faktor biologis dan reproduksinya, melainkan juga
dipengaruhi oleh beban kerja, gizi, stres, perang, migrasi, dan
sebagainya.19

Kesehatan adalah Hak Asasi, hal ini didasarkan Pasal 3 DUHAM di
tuang bahwa “Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan
keamanan pribadi.”

Pasal 25 DUHAM
1.

Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai
untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan
keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan,
dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang
diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat
menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya,
usia
lanjut,
atau
keadaan-keadaan
lain
yang
mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi
diluar kekuasaannya.

2.

Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan
bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di
dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati
perlindungan sosial yang sama.

19

Eny Kusmira, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, Salemba Medika,
Jakarta, 2011, h. 99.

36

Pentingnya kesehatan perempuan untuk mendapatkan perhatian
secara khusus dikarenakan dari sudut pandang kesehatan perempuan
berada pada kondisi yang lebih rentan dibandingkan dengan laki-laki, hal
ini dikarenakan perempuan mempunyai fungsi reproduksi yang lebih berat
dibandingkan laki-laki.Perempuan mangalami kehamilan, melahirkan,
menyusui dan lebih karib mengasuh anak.Dengan hal-hal yang dilalui
tersebut secara lamiah perempuan dilengkapi dengan organ reproduksi
yang berbeda, dari mulai sistem hormonnya, susunan anatomis organ
reproduksinya, sampai ke susunan kerangka tubuhnya, yang disesuaikan
dengan fungsi reproduksi yang berbeda tersebut. Konsekwensinya,
perempuan juga menghadapi berbagai gangguan kesehatan yang bisa
berbeda sama sekali dari laki-laki, dan bahkan jauh lebih kompleks.20

Dengan begitu Pentingnya Kesehatan perempuan seharusnua
kesehatan perempuan mendapat perhatian khusus akan tetpi sering
ditanggapai secara terbalik dalam kehidupan bermasyarakat dan yang
terjadi adalah sebaliknya dimana secara kultural hak-hak sipil perempuan

20

Kartono Muhammad, Op.Cit., h. 85.

37

justru

sering

terabaikan,

termasuk

hak

atas

kesehatannya.21Ini

menunjukkan bahwa masalah kesehatan perempuan memang tidak pernah
dianggap sebagai hal yang khas sebagaimana halnya dengan kesehatan
anak.Program pemerintah belum memendang pentingnya masalah
kesehatan perempuan khususnya kesehatan reproduksinya yang tidak
pernah mendapat perhatian, kecuali ketika hamil dan melahirkan. Dalam
program Kesehatan Ibu Anak (KIA) unsur A (anak) lebih banyak
mendapat perhatian daripada unsur I (ibu), karena salah satu indikator
keberhasilan yang ingin dicapai adalah menurunnya angka kematian anak
yang ketika itu memang sangat tinggi. Data tentang kematian bayi dan
anak dicari dan dikumpulkan, sementara data tentang angka kematian ibu
yang juga tinggi praktis dilupakan sehingga tidak ada program khusus
yang ditujukan untuk menurunkannya.

21

Contoh konkreet adalah ketika konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

diperkenalkan pertama kali tahun 1955 oleh Dr. Leimena, ketika itu Menteri Kesehatan,
yang tergambar dalam programnya hanyalah masalah penyakit menular dan mendekatkan
sarana kesehatan kepada masyarakat tanpa terinci jelas masalah apa yang akan menjadi
perhatian utama. Pendekatan yang relatif sempit itu dapat dipahami karena data dasar
tentang berbagai masalah kesehatan di masyarakat, terutama kesehatan perempuan
praktis tidak ada.

38

Perhatian kepada kesehatan perempuan merupakan investasi besar
bagi pembentukan generasi mendatang yang baik. Sebagaimana diketahui,
perkembangan otak seseorang berlangsung semasa masih dalam
kandungan sampai anak berusia lima tahun. Untuk pertumbuhan otak yang
baik diperlukan gizi yang baik, terutama protein, yang diperoleh dari
ibunya. Seorang ibu yang kurang darah (anemi) tidak

akan dapat

mengalirkan oksigen dan zat-zat gizi secara cukup kepada janinnya. Yang
terjadi justru persaingan antara si ibu dengan janinnya untuk
memperebutkan Zat gizi dan oksigen tersebut. Untuk dapat merebut lebih
banyak makanan, janin dan plasenta akan mengeluarkan hormon yang
meningkatkan tekanan darah ibu karena dengan demikian diharapkan arus
darah ke janin akan juga meningkat. Akibatnya si ibu akan menghadapi
risiko eklampsia22 yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka
kematian ibu di Indonesia. Ibu yang kurang gizi semasa mengandung juga
tidak mungkin akan dapat membaginya kepada anak yang dikandungnya,
karena memang tidak cukup untuk dibagi. Demikian pula ibu yang sakitsakitan.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa anak yang sehat clan

22

Eklumpsia atau keracunan dalam kehamilan yang berakibat kejang.Gejalanya

berupa tekanan darah meningkat, pembengkakan pada tungkai dam ditemukannya protein
pada air seni.

39

mempunyai otak yang berkembang baik hanya dapat dilahirkan dari ibu
yang sehat. Dengan kata lain, generasi mendatang yang bermutu hanya
dapat dilahirkan dari ibu yang sehat sejak sebelum hamil.

D. Hak Kesehatan Ibu
Hak kesehatan ibu selalu menjadi pembahasan selanjutnya yang
merupakan konsekuensi logis ketika membahas masalah hak kesehatan
perempuan karena setiap perempuan adalah berpotensi menjadi seorang
ibu pada suatu hari oleh karena itu perbincangan yang kemudian harus
diteruskan ketika membicarakan hak kesehatan perempuan adalah hak
kesehatan ibu.

Perlu untuk diperluas bahwa ibu yang di konsepkan di sini tidak
sekedar perempuan yang sudah melahirkan dan mempunyai anak akan
tetapi termasuk setiap perempuan yang potensial menjadi ibu di kemudian
hari. Sehingga dapat dimaknai setiap perempuan.

Seorang ibu yang sakit-sakitan, kurang gizi, dan miskin, tidak akan
dapat mengasuh dan membesarkan anaknya secara optimal.23 Jika
23

Kartono Muhammad, Op.Cit, h. 87

40

perkembangan otak anak berlangsung cepat semasa dalam kehamilan,
perkembangan watak anak terjadi terutama dalam lima sampai delapan
tahun pertama dari usianya. Dalam sistem masyarakat kita, sebagian besar
tanggung jawab mengasuh dan membesarkan pada usia-usia tersebut
dipikul ibunya. Dalam sistem keluarga sebrayat (extended family),
pengasuhan anak yang ditinggalkan ibunya (karena alasan apapun) dapat
diambil alih oleh nenek atau kerabat lain yang mempunyai perempuan
dewasa dan sanggup memeliharanya. Tetapi dengan makin banyaknya
jumlah keluarga bati (nuclear family), urbanisasi, dan kemiskinan, hal
seperti itu akan makin berkurang. Anak yang ditinggal ibunya (oleh alasan
apapun juga) akan mudah kehilangan kasih sayang dan mengalami
deprivasi (ketermiskinan) mental, sehingga mudah terjerumus menjadi
remaja nakal karena ia tidak pernah mengenal apa yang disebut sebagai
rasa kasih clan sayang sehingga tidak pula dapat memberikannya kepada
orang lain.

Mengabaikan masalah kesehatan perempuan sama halnya dengan
mengabaikan kemampuan produktif separuh penduduk bumi. Jeffrey D.
Sachs, asisten Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa dan salah satu

41

penggagas Millenium Development Goals24menyatakan bahwa salah satu
penyebab sebuah negara tidak dapat bangkit dari jebakan kemiskinan
adalah jika budaya dan agama membuat kaum perempuannya tidak dapat
menyumbangkan produktivitasnya. Sebagai akibatnya daya tabung
keluarga menjadi kecil. Situasi yang demikian akan menjadi lebih buruk
lagi kalau perempuan itu sakit-sakitan. Selain makin tidak produktif juga
akan makin menurunkan daya tabung keluarga karena tabungan yang ada
digunakan untuk biaya pengobatan bagi dirinya dan anaknya.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah perlukah secara khusus
perhatiankepada kesehatan perempuan masuk ke dalam peraturan
perundang-undangan atau masalah tersebut cukup dimasukkan ke
dalamprogram

pemerintah.Tentu

tidak

cukup.Ada

beberapa

alasannya.Pertama, masalah kesehatan perempuan yang utama adalah
24

Kesepakatan yang ditandatangani semua (191) negara anggota PBB. “Goals”-

nya Ada delapan : menghapus kemiskinan dan kelaparan ekstrim, menjamin semua orang
mendapatkan pendidikan dasar. memperjuangkan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan, menurunkan tingkat kematian anak, memperbaiki kesehatan ibu hamil,
memerangi HIV/AIDS, maIaria,dan penyakit-penyakit lainnya, mempertahankan
kestabilan lingkungan dan mengembungkan kerjasama global untuk pembangunan.
Targetnya semua hal ini sudah tercapai di tahun 2015.

42

masalahkesehatan

reproduksinya.Tetapi

di

negeri

ini

masalah

kesehatanreproduksi ternyata tidak semata-mata masalah kesehatan tetapi
jugamenyangkut masalah sikap budaya, agama, dan tata hukum yang
sudahada. Posisi perempuan dalam budaya dan sebagian pandangan
agamayang dianut masyarakat Indonesia berkenaan dengan reproduksi,
perempuan dianggap sudah seharusnya di bawah kendali laki-laki.
Pandangan ini tidak jarang diklaim sebagai pandangan Tuhan.Keputusan
mempunyai anak, baik kapan maupun jumlahnya, masihlebih ditentukan
oleh kaum laki-laki tanpa memperhatikan apakahkehamilan itu akan
membawa dampak buruk bagi kesehatan perempuanatau tidak, dan apakah
perempuan itu siap untuk hamil (lagi) atau tidak.Kalaupun secara kultural
(dan agama) perempuan hanya dianggapsebagai mesin pengembang biak,
ketahanan dan kesehatan mesin tersebuttidak pernah terpikirkan untuk
dipelihara secara tertib. Dengan adanyakemajuan teknologi, reproduksi
dapat dilakukan dengan bantuan(assisted reproductive technology) yang
sebenarnya penerapannyamemerlukan payung hukum karena sangat
berkaitan dengan masalahagama dan hukum yang ada.

Kedua,

program

pemerintah

selama

ini

dalam

hal

kesehatanperempuan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan

43

reproduksi-nya, nyaris tidak ada.Program Keluarga Berencana (KB) pun
tidakditujukan untuk menjaga kesehatan perempuan tetapi lebih untuk
tujuandemografis

yaitu

menurunkan

angka

kelahiran

anak

dan

fertilitas.Padahal dengan perencanaan yang baik dan terarah, program ini
dapatmenjadi ”sekali dayung dua tiga pulau terlampaui”, penurunan
fertilitas,penurunan

angka

kelahiran,

dan

pemeliharaan

kesehatan

reproduksiperempuan dapat dilakukan secara bersama-sama. Namun
sayangnyabagian

yang

terakhir

itu

tidak

secara

khusus

diperhatikan.Denganadanya Undang-undang Otonomi Daerah masalah itu
bahkan makinterlupakan.Pada umumnya pemerintah daerah berdalih
“belum adapayung hukum” yang memerintahkan agar Pemerintah Daerah
menaruhperhatian terhadap masalah kesehatan perempuan.

Dengan mencantumkan masalah kesehatan perempuan secarakhusus
dalam peraturan perundang-undangan, maka akan lebih memberikan
kepastian akan adanya jaminan terhadapa Hak kesehatan perempuan.

E. Hak Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah kesehatan peremuan atas fungsi untuk
melanjutkan keturunan, dengan maknainya seperti ini maka kesehatan

44

reproduksi mencakup setiap tindakan baik pemeliharaan, pencegahan
maupun pengobatan atas sistes-sistem organ tubuh yang berkaitan dengan
fungsi melanjutkan keturunan bagi perempuan.

Pentingnya jaminan serta pemenuhan akan hak kesehatan reproduksi
adalah sama pentingnya dengan memperhatikan kelangsungan generasi
mendatang. Sebagaimana diketahui bawa sistem reproduksi yang baik dari
seorang perempuan akan mengasilkan generasi yang baik pula pada masa
mendatang, sebagai contoh bahwa kesehatan wanita yang hamil akan
sangat mempengaruhi kualitas tingkat kepintaran bayi yang dikandungnya,
jika perkembangan otak anak berlangsung secara cepat semasa dalam
kandungan, perkembangan watak anak menjadi terutama dalam lima
sampai delapan tahun pertamanya25dengan kata lain anak yang sehat dan
mempunya otak yang berkembang baik hanya dapat dilahirka dari ibu
yang sehat atau dapat dikatakan bahwa generasi yang bermutu hanya dapat
dilahirkan dari ibu yang sehat sejak sebelum melahirkan.26

25

Kartono Muhammad, Op.Cit, h. 88.Ibid. 87

26

Ibid

45

Masalah kesehatan perempuan yang utama adalah masalah
kesehatan reproduksinya.27Kesehatan reproduksi dalam The International
United Nations Conference on Population and Development , yang

dilaksanakan di Kairo 1994 didefenisikan sebagai “Reproductive health is
a state of complete physical, mental and social well-being and not merely
the absence of disease or infirmity, in all matters relating to the
reproductive system and to its functions and processes.” Tidak sebatas itu

selanjutnya ditambahkan dalam konfrensi ini bahwa “Reproductive health
[…]. also includes sexual health, the purpose of which is the enhancement
of life and personal relations, and not merely counselling and care related
to reproduction and sexually transmitted diseases.”

Pada Konferensi Internasional PBB tentang Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) yang diselenggarakan di Kairo pada tahun 1994,
179 negara sepakat bahwa kependudukan dan pembangunan yang terkait
erat, dan bahwa pemberdayaan perempuan dan memenuhi kebutuhan
masyarakat untuk pendidikan dan kesehatan, termasuk reproduksi
kesehatan, diperlukan untuk kedua kemajuan individu dan pembangunan
yang

seimbang.
27

Ibid. h. 88.

Konferensi

ini

sangat

penting

dalam

46

menetapkan kerangka kerja internasional yang lebih jelas untuk reproduksi
hak dan kesehatan.

Pada konverensi Kependudukan Dunia yang dilangsungkan di cairo,
pada tahun 1994 di Cairo, 179 negara menyetujui bahwa kependudukan
dan pembangunan tersambung dan bahwa pemberdayaan perempuan
pemenuhan kebutuhan penduduk terhadap pendidikan dan kesehatan,
termasuk kesehatan reproduksi, adalah penting untuk kemajuan individu
dan keseimbangan pengembangan.28

Konferensi

ini

sangat

penting

dalam

menseting

kerangka

internasional yang jelas tentang kesehatan dan hak reproduksi. Dalam
kesempatan ini pemimpin-pemimpin dunia, badan-badan PBB dan wakilwakil NGO menyepakati Plan of Aksi (Rencana Aksi) yang memasukkan
bab tentang kesehatan dan hak reproduksi. Dalam bab VII ini juga ada
satu bagian khusus tentang Adolescent/ Remaja kelompok umur yang
selama ini masih diabaikan khususnya dalam pelayanan kesehatan
reproduks.29Untuk pertama kalinya, perjanjian internasional mengenai
https : / / www. k4health. Org / toolkits / Indonesia / icpd – 1994 - cairo, Diakses
21 / 11 / 2016 Pukul 11:15 WIB
28

29

Ibid

47

kependudukan

memfokuskan

kesehatan

reproduksi

dan

hak-hak

perempuan sebagai tema sentral.

Kesehatan reproduksi juga berkaitan erat dengan kesehatan seksual
atau kehidupan seks yang sehat karena proses reproduksi memang
sebagian besar dilakukan melalui proses hubungan seks antara laki- laki
dan perempuan. ”Sebagian besar”, karena sekarang sudah ada teknologi
reproduksi dengan bantuan seperti inseminasi buatan, bayi tabung, Gamer
lntru-Fallopian Transfer (GIFT :pencampuran sel telur dengan sperma

yang diambil dari vagina setelah berhubungan seks, penanaman garnet
dalam saluran telur) dan kloning. Tidak mungkin proses reproduksi
berlangsung sehat tanpa kehidupan seksual yang sehat. Pengertian
kehidupan seksual yang sehat itu sendiri adalah jika hubungan seks
dilakukan secara sukarela (tanpa paksaan atau ancaman), jika ia dapat
dinikmati oleh kedua belah pihak, jika ia tidak menimbulkan ketakutan
akan risiko yang dapat terjadi (kehamilan yang tidak diinginkan,
kerusakan organ reproduksi, dan penyakit), dan jika ia tidak menjadi
penyebab penularan penyakit.30

30

Kartono Muhammad, Op.Cit, h. 90

48

1. Hak Atas Informasi Seksual
Untuk mencegah agar hal-hal yang negatif dari seluruh masalah
kesehatan reproduksi (dari kehidupan seks yang sehat sampai pengaturan
hak dan pengaturan kehamilan) diperlukan pendidikan kesehatan
reproduksi yang sebaiknya diberikan sejak remaja, sejak sebelum
memasuki

kehidupan

berkeluarga.Pendidikan

kesehatan

reproduksi

ditujukan untuk mempersiapkan mereka menjadi pasangan suami isteri
yang sehat dan orang tua yang bertanggung jawab.Di sinilah makna
pengaturan kesehatan reproduksi dalam Undang-Undang Kesehatan.Untuk
menjadi payung hukum bagi pemerintah.Demikian bahwa dapat
diidentifikasi salah satu hak atas kesetahatn reproduksi adalah hak atas
pendidikan dan informasi seksual.

Hak Atas Informasi Seksual bahwa Setiap anak berhak menyatakan
dan didengar pendapatnya, menerima dan mencari informasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Demikian bahwa seharusnya perlindungan atas kesehatan reproduksi
perempuan dimulai sejak dini yaitu dengan memberikan informasi berupa

49

pendidikan bawa anak anak agar sebelum tiba waktunya mereka sudah
mengetahui bahaya-bahaya akan penyalahgunaan alat reproduksinya serta
bagaimana menggunakannya dengan benar.

Selain

itu

pengetahuan

tentang

keluarga

berencana

yang

dikendalikan dengan menggunakan berbagai cara kemudian juga
membuka cakrawala penelitian dampak teknologi tersebut kepada
kesehatan reproduksi dan sekaligus terhadap anak-anak yang dilahirkan
Keluarga

berencana

bukan

lagi

masalah

demografi

dalam

arti

melambatkan pertambahan penduduk dan pelaksana di lapangan yang
mungkin akan menghadapi kendala kultural.

Kesadaran bahwa masalah kesehatan reproduksi perempuan
merupakan disiplin ilmu kesehatan yang khusus muncul di awal tahun
1970-an, sekitar 20 tahun sesudah diperkenalkan pil kontrasepsi yang
dapat mencegah terjadinya kehamilan. Pengetahuan tentang kemampuan
teknologi untuk mengintervensi kesuburan dengan menggunakan obat
membuka cakrawala baru tentang efek lain yang dapat ditimbulkan oleh
obat-obat tersebut. Dari sana diketahui bahwa terdapat cara kerja yang
saling mengait antara berbagai organ tubuh dalam proses reproduksi.

50

Bukan hanya masalah sel telur dengan sperma saja tetapi juga masalah
hormon, kelenjar penghasil hormon, dan akibat intervensi hormon
terhadap fungsi berbagai organ tersebut.

2. Hak Atas Hubungan Seksual Yang Sehat
Sebagaimana dituang dalan The International United Nations
Conference on Population and Development, Cairo, 1994 (ICPD) bahwa :
These rights [reproductive rights] rest on the recognition
of the basic right of all couples and individuals to decide freely
and responsibly the number, spacing and timing of their
children and to have the information and means to do so, and
the right to attain the highest standard of sexual and
reproductive health. It also includes the right of all to make
decisions concerning reproduction free of discrimination,
coercion and violence as expressed in human rights
documents.

Ketentuan di atas mengindikasikan bahwa hak reproduksi pada
dasarnya juga mencakup pengakuan hak dasar setiap orang baik itu secara
berpasangan atau individu untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab jumlah, jarak dan waktu anak-anak mereka dan untuk
memiliki informasi dan sarana untuk dapat memenuhi hal tersebut, dan
hak untuk mencapai standar tertinggi seksual dan kesehatan reproduksi.

51

Selain itu dalam ketentuan ini memberikan hak kepada mereka
untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas diskriminasi,
paksaan dan kekerasan seperti yang diungkapkan dalam dokumen hak
asasi manusia, dengan kata lain bahwa kesehatan reproduksi termasuk di
dalanya bagaiman orang dapat memiliki kehidupan seks yang memuaskan
dan aman.

Untuk memnuhi hal sebagaimana dikemukakan diatas maka dalam
konferensi ini ditekankan bahwa untuk memastikan terpenuhinya
kesehatan reproduksi dan seksual harus maka perlu untuk diperhitungkan
beberapa hal berikut:
 Family planning: the action plan stresses the importance
of the free choice of couples to decide the number and
spacing of their children. Couples have to be informed
about family-planning programmes and about the use of
modern
contraceptives
which
represent
an
importantopportunity for individual choice. Governments
have to engage in ensuring everyone the right of voluntary
choice in family planning.
 Sexually transmitted diseases and HIV prevention:
reproductive health programmes have to increase their
efforts to prevent, detect and treat sexually transmitted
diseases. The important role of education, information and
counselling is acknowledged. The distribution of highquality condoms should be a component in all
reproductive health programs.

52

 Human sexuality and gender relations: gender relations
affect the ability of both men and women to achieve their
sexual health and to manage their reproductive life.
Sexual education should be supported as well as
educational programmes aiming at protect women and
children form any abuse.
 Adolescents: information and services should be provided
in order to make adolescents more aware of their
sexuality. Education should play an important role in
making men respectful of women’s right to
selfdetermination and willing in sharing responsibilities
with women in matters of sexuality and reproduction.
Early child-bearing is recognized as an impediment to
improvements in social, economic and educational status
of women. Reproductive sexual education has to reduce
the number of adolescent pregnancies.
3. Hak Perlindungan Fungsi Reproduksi
Sebagaimana dikemukakan dalam CEDAW Article 11ayat 1 (f)
Bahwa:
1. States Parties shall take all appropriate measures to
eliminate discrimination against women in the field of
employment in order to ensure, on a basis of equality of
men and women, the same rights, in particular:
(f) The right to protection of health and to safety in
working conditions, including the safeguarding of the
function of reproduction

Demikian rumusan di atas memberikan pemaknaan bahwa
perlindungan kesehatan dan keselamatan seorang wanita yang sedang

53

bekerja harus memenuhi di dalamnya pengamanan fungsi reproduksi
sehingga seorang wanita yang sedang hamil dilarang untuk diberikan
pekerjaan

yang dapat

membahayakan

kehamilannya dan negara

diharuskan untuk menjamin tepenuhinya hak-hak tersebut.

Selanjutnya untuk menjamin terpenihunya amanat sebagaiman
dikemuakakan dalam Article 11 ayat 1(f) maka telah diatur dalam ayatnya
yang kedua yang telah mengharuskan kepada Negara-negara pihak utuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:

2. In order to prevent discrimination against women on the
grounds of marriage or maternity and to ensure their
effective right to work, States Parties shall take appropriate
measures;
(a) To prohibit, subject to the imposition of sanctions,
dismissal on the grounds of pregnancy or of maternity
leave and discrimination in dismissals on the basis of
marital status;
(b) To introduce maternity leave with pay or with
comparable social benefits without loss of former
employment, seniority or social allowances;
(c) To encourage the provision of the necessary supporting
social services to enable parents to combine family
obligations with work responsibilities and participation
in public life, in particular through promoting the

54

establishment and development of a network of child
care facilities;
(d) To provide special protection to women during
pregnancy in types of work proved to be harmful to
them.

4. Hak atas Pelayanan Kesehatan Khusus.
CEDAW Article 12
1.

States Parties shall take all appropriate measures to
eliminate discrimination against women in the field of
health care in order to ensure, on a basis of equality of
men and women, access to health care services, including
those related to family planning.

2.

Notwithstanding the provisions of paragraph 1 of this
article, States Parties shall ensure to women appropriate
services in connection with pregnancy, confinement and
the post-natal period, granting free services where
necessary, as well as adequate nutrition during pregnancy
and lactation.

Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat
untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pelayanan
kesehatan untuk menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan,
akses ke layanan kesehatan, termasuk yang berhubungan dengan keluarga
berencana.

55

Negara pihak harus menjamin untuk wanita layanan yang tepat
sehubungan dengan kehamilan, persalinan dan periode pasca-natal,
pemberian gratis layanan di mana diperlukan, serta gizi yang cukup
selama kehamilan dan menyusui.

5. Hak Abortus
Abortus masih mengalami perdebatan yang dilematisantara yang pro
dan kontra abortus terutama tentang apakah abortus identik dengan
pembunuhan atau tidak. Perdebatan tersebut juga akan terus berlanjut
mengingat sampai sekarang belum adailmu pengetahuan yang dapat
membuktikan kapan janin mulai bernyawasehingga dapat dibunuh.
Beberapa pihak menafsirkanbahwa kehidupan dimulai sejak pembuahan
meskipun masih berupa gumpalan sel akan tetapi sudah berpotensi
menjadimanusia. Pada masa yang lalu para ilmuwan dan juga
agamawanberpendapat bahwa kehidupan dimulai ketika janin sudah
terasabergerak dalam perut. Sekarang ada pendapat ilmuwan kedokteran
yangberpendapat bahwa kehidupan sebagai manusia dimulai ketika
lekuksaraf (neural groove) terbentuk karena itu menandakan sudah
terjadinya diferensiasi sel-sel untuk menjadi organ tubuh yang berbedabeda. Selain perdebatan secara medis kontroversi aborsi juga dari

56

kalangan agamawan yang juga berbeda-beda dalam menafsirkan pesan
Kitab Suci mereka.Meskipun semua itu barupenafsiran, pada umumnya
mereka sudah menyatakan bahwa itulahpesan Tuhan.31

Perbedaan itu tidak sedikit pun menyinggung bahwa abortus
jugamasalah

kesehatan

perempuan.Abortus,

baik

yang

disengaja

maupunyang spontan dapat membawa risiko perdarahan, meninggal, atau
cacatpada organ reproduksi. Di sisi lain tidak setiap kehamilan datang
sesuaidengan keinginan atau kesiapan si ibu, sehingga tidak semua
kehamilandisambut

dengan

gembira,

bahkan

dapat

menimbulkan

gangguankesehatan pada perempuan yang bersangkutan.Ada banyak
alasan

yang

menyebabkan

kehamilannya.Berbagai

seorang

penelitian

ibu

yang

tidak

inginmeneruskan

dilakukan

diIndonesia

menyimpulkan bahwa sebagian besar (sekitar 60% darikehamilan yang
tidak diinginkan) terjadi akibat kegagalan kontrasepsi. Tetapi pernyataan
itu haruslah diverifikasi lebih lanjut apakah itu hanyaalasan si perempuan
supaya keinginannya untuk aborsi dilayani, atauapakah hal itu memang
benar menjadi penyebabnya. Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) yang akan tersinggung dengantemuan itu seharusnya
31

Ibid, h. 91

57

melakukan pelacakan lebih jauh tentang benar-tidaknya alasan tersebut
sehingga dapat memperbaiki mutu kontrasepsiyang disediakan atau
memperbaiki cara pemberian pelayanannya, jikaalasan itu memang
benar.32

Sikap hukum, meskipun belum dirumuskan secara resmi, dan
sikapagamawan
memangperlu

maupun
dilakukan

para

dokter

adalah

dan

adakalanya

adakalanya

harus

dilarang.

abortus
Untuk

memberikanbatasan kapan dibolehkan dan kapan dilarang itulah perlu
adapengaturan

hukum

dengan

tujuan

untuk

menjaga

kesehatan

perempuandan juga janin yang ada dalam kandungan.Seandainya
dibolehkan,abortus perlu pula diatur materi muatannya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan krusial yang tidak boleh dikesampingkan seputaran
aborsi seperti: Di mana hal itu dibolehkan; Sampai kehamilan berapa
minggu hal itu boleh dilakukan; Alasan-alasan apa yang secara sah diakui
sebagai hal yang membolehkan aborsi; Siapa yang diperbolehkan
melakukan; Apa persyaratan dari institusi dan tenaga yang diijinkan untuk
melakukan; Bagaimana proses tindakan itu dilakukan; Apa yang harus

32

Ibid, 92

58

dilakukan jika terjadi komplikasi; Bagaimana melakukan pengawasan
terhadap semua itu dan apa sanksinya jika menyimpang dari ketentuan.

Keliru pembolehan abortus dianggap sebagai membebaskan abortus
tanpa batas dan hanya akan memacu terjadinya hubungan seks tanpa
nikah. Justru karena tidak ada aturan itulah maka terjadi situasi yang
sangat liberal pada saat ini. Siapa pun dapat meminta abortus dan dalam
usia kehamilan yang berapa pun, asal mampu membayar mahal karena
dilakukan secara ilegal. Juga tidak ada pengawasan kalau terjadi
komplikasi yang membahayakan si perempuan.Dengan adanya aturan
maka keinginan untuk abortus dengan alasan yang benar-benar dapat
diterima dapat dilakukan secara sah dan terawasi.Perlu dilakukan program
edukasi dan motivasi agar hal itu tidak dilakukan lagi di kemudian
hari.Sekarang ini tidak ada upaya-upaya pelayanan kesehatan reproduksi
yang tepat dan juga edukasi, sehingga dapat saja seorang perempuan
meminta lagi ketika terjadilagi kehamilan. Para pelaku abortus (dokter dan
paramedis) yang ilegal selain tidak bertanggung jawab akan pelayanan
yang aman dan profesional juga lebih senang kalau pasiennya berulang
kali datang untuk meminta layanan abortus. Sementara di sisi lain
perempuan yang kebingungan karena mengalami hamil yang tidak

59

diinginkan, meskipun alasannya masuk akal dan cukup kuat, akan menjadi
korban tanpa ada hukum yang dapat melindunginya.33

Di situlah makna abortus sebagai masalah kesehatan masyarakat
seperti yang tercantum dalam Kesepakatan yang ditandatangani oleh 179
negara di Konferensi internasional Kependudukan dan Pembangunan
waktu itu.Fokus utamanya adalah mengatasi masalah kesehatan, sosial
ekonomi, dan tingkat pendidikan yang disebabkan membludak nya
populasi sebuah negara atau sering di sebut dengan Kesepakatan Kairo
tahun 1994. Tanpa pengaturan, kesehatan kaum perempuan menjadi
taruhan dan selanjutnya juga kesehatan keluarganya serta masyarakat
secara keseluruhan akan terganggu.34

33

34

Ibid, 93
Ibid.