Perbandingan Budaya Politik Indonesia Je
PERBANDINGAN BUDAYA POLITIK INDONESIAJEPANG DALAM MEMBANGUN NILAI
NILAI ANTIKORUPSI
Putri Padmi N, Mr. Hilmy Mochtar, Mr. Tri Hendra
Program Studi Ilmu Politk, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya, Malang, 65145, Indonesia
amick4noeru[at]gmail.com
Abstract
“Corruption in Indonesia has been a habit and it happened in every political ways. Especially in
elite politic on government. Corruption has also been called as a culture and is being a part of social life of
Indonesian, in empire age long ago its called Upeti, upeti is various gifts given by people based on an
certain matters to their superior,King, bureaucrats, neighbour and other people. To fight against corruption
uses many method of laws, moreover establish independence Institution to eliminate corruption but it still
can not efficient. this research use another method to eliminate corruption with concern to culture, and
political culture like establish morality, value of Indonesia’s culture, like Japan. Japan, is one of the few
country in Asia without standing anticorruption performance, and even Japan is famous for its culture of
pride and shame that affect a lot in the fight against corruption. It is not mentioned that there is no specific
law regulating about corruption,resulting in insignificant punishment for the corruptors.The content of
this research is comparative between Indonesia and Japa, and believe that Indonesia can build
anticorruption’s culture to efforts on fight against corruption in Indonesia.”
KEY WORDS: SHAME CULTURE, SOCIAL CONTROL, COMPARATIVE, INSTITUTION, POLITICAL CULTURE,
GLOBALIZATION AND MORAL VALUE OF CULTURE.
Abstrak
Korupsi di indonesia telah menjadi kebiasaan dan terjadi pada setiap kegiatan politik.
Terutama elit politik di pemerintahan, Korupsi juga disebut sebagai sebuah budaya dan merupa
kan bagian dari kehidupan sosial Indonesia, di jaman kerajaan ini dinamakan upeti. Upeti meru
pakan berbagai hadiah yang diberikan saat halhal tertentu oleh rakyat atau seseorang kepada
atasan, raja, birokrasi, tetangga, dan orang lain. Indonesia dalam melawan korupsi mengguna
kan beberapa metode hukum, bahkan membangun institusi independen untuk memberantas ko
rupsi namun masih belum efisien. riset ini menggunakan metode lain untuk memberantas ko
rupsi dengan memperhatikan pada perspektif budaya dan budaya politik seperti membangun
moralitas, nilai dari masyarakat Indonesia, seperti Jepang. Jepang, merupakan salah satu dari be
berapa negara di Asia tanpa institusi anti korupsi, dan bahkan Jepang terkenal dengan budaya
malu yang berpengaruh secara signifikan terhadap perlawanan memberantas korupsi. Hukum
an sosial untuk koruptor merupakan hukuman final. Isi dari riset ini adalah membandingkan
budaya politik antara Indonesia dengan Jepang dalam membangun budaya anti korupsi, dan ri
set ini percaya bahwa indonesia mampu memberantas korupsi seperti Jepang yang fokus pada
nilainilai antikorupsi sebagai usaha untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Kata Kunci: budaya malu, kontrol sosial, perbandingan, kelembagaan, budaya politik,
dan nilai moral dari budaya.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
1. Pendahuluan
Korupsi dan demokrasi adalah
dua hal yang tidak bisa lepas bagai
kan pisau bermata dua dan merupa
kan salah satu konsekuensi sebuah
negara memilih sistem Demokrasi.
Para ahli ilmu politik dan filsuf me
nekankan keberadaan korupsi dalam
politik atau negara1: usahausaha un
tuk mengamankan kekayaan atau ke
kuasaan melalui caracara tidak sah
atau keuntungan pribadi atas biaya
rakyat. Korupsi bukan hal yang baru
dalam sejarah peradaban manusia
dan ada di manamana dalam masya
rakat yang kompleks. Sehingga di
anggap perlu untukmenjelaskan
mengapa terjadi korupsi di banyak
negara dan bagaimana pemecahan
nya, dan apa yang sebaiknya diper
hatikan.
Faktorfaktor yang ditemukan
adalah : modernisasi, demokrasi poli
tik atau bisa disebut ideologi dan bu
daya. Saat ini cukup banyak ilmuan
sosial yang berpaling ke faktorfaktor
budaya untuk menjelaskan moderni
sasi, demokratisasi politik, strategi
militer, perilaku etnis dan korupsi2.
Sampai pada melihat budaya sebagai
pengaruh utama, tetapi bukan satu
satunya, terhadap perilaku sosial,
dan politik, sehingga studi kasus ma
upun penlitian tentang korupsi perlu
kita lihat dari segi budaya. Daniel
Patrick Moyihan berkata: “Bahwa bu
dayalah dan bukannya politik yang
menentukan kesuksesan sebuah ma
syarakat”. Dalam hal ini definisi bu
daya istilah subjektif seperti nilai
nilai, sikap, kepercayaan, oreintasi,
dan praduga mendasar dalam suatu
masyarakat. Seperti yang telah dite
gaskan oleh Seymour Martin Lipset
dan Gabriel Salman Lenz bahwa ting
kat korupsi di berbagai negara cende
rung bervariasi sejajar dengan garis
budaya3. Budaya Indonesia adalah
budaya baik yang dibentengi oleh ni
lainilai agama, norma sosial yang
melekat turun temurun dan sejarah
yang membentuk masyarakat untuk
berperilaku antikorupstif tetapi se
makin modern bangsa Indonesia ter
kikis pula budaya yang baik itu yang
semakin sulit kita jumpai sejak kebia
saan upeti kerajaan yang begitu kolo
nilais masuk, praktek korupsi itu ti
dak dibabat, melainkan dibiarkan te
tap hidup guna mengikat loyalitas
pembesarpembesar pribumi. Hal ini
mengakibatkan kebiasaan yang hing
ga sekarang masih tumbuh dan digu
nakan untuk mencapai tujuan de
ngan memanfaatkan elite pemerin
tah, mereka dirayu persenan, kekaya
an berlimpah tanpa harus bekerja ke
ras dan terus menerus dalam peme
rintahan masa Orde Baru yang lang
geng hingga sekarang.
Sedangkan Jepang sejak
dahulu terkenal dengan tradisi
Seppuku. Seppuku ( 切 腹 ?, arti harfiah:
"potong perut") adalah suatu bentuk
ritual bunuh diri yang dilakukan
untuk bertanggung jawab menebus
kesalahan dan rasa malu karena
gagal dalam tugas atau melalaikan
perintah atasan4. Sebagai negara yang
samasama memiliki budaya turun
temurun dan kepercaayaan. Dengan
budaya malunya yang mampu
bertahan linier modernisasi tidak
merubah dalam prakteknya, budaya
inilah yang menjadi senjata utama
dalam pencegahan
korupsi.
Menganalisis perbandingan budaya
kedua negara dalam hal korupsi
menjadi lintas kultural yang menarik,
benar yang dikatakan Samuel
Huntington5.
1.1 Preposisi
Preposisi adalah kebenaran Objektif
yang mana kebenaran tersebut masih bisa
diperdebatkan maka, berdasarkan permasa
lahan yang telah di uraikan diatas, maka pe
neliti mempunyai preposisi pertama yaitu
penanaman nilainilai luhur, moral yang ada
di masyarakat Indonesia kemudian bisa ber
kembang menjadi nilainilai antikorupsi se
perti yang ada di Jepang, sehingga bisa me
nurunkan tingkat perilaku korupsi di Indo
nesia. Preposisi kedua adalah penanganan
pelaku korupsi di Indonesia seperti di Je
pang yaitu diberlakukan sebagai disfugsi
masyarakat dan dengan kontrol sosial tidak
hanya dengan Undangundang saja sehing
ga bisa menurunkan tingkat korupsi di Indo
nesia.
2. Tinjauan Teoritik dan Konsep
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
2.1 Pendekatan Struktural Fungtional dalam teori
Sistem Politik Easto dan Almond.
Hubungan antara budaya
politik dan struktur politik, Pye
mengatakan konsep budaya politik
efekti digunakan perlu dilengkapi
dengan analisis struktur politik
dilihat satu sisi sebagai produk yang
mencerminkan budaya politik dan
juga “nilai sistem” yang membentuk
budaya politik. Pendekatan struktur
fungsional mnganggap fungsifungsi
yang ada d negara ditentukan oleh
strukturstruktur yang ada di tengah
masyarakat dengan variabelvariabel
kunci: fungsi, aktor, nilai (value),
norma, tujuan, input, output, respon.
Setiap negara memiliki norma yang
berlainan sehingga konsep norma ini
dapat pula digunakan sebagai
parameter dalam melakukan
perbandingan kerja sistem politik
suatu negara dengan negara lain,
penting untuk memahami bagaimana
politik dipengaruhi oleh budaya dan
lingkungan dan bagaimana politik
mempengaruhi lingkungan itu.
Output sebuah sistem politik adalah
sebuah kebijakan, dan tentunya
kebijakan yang berorientasi pada
kesejahteraan. Kesejahteraan yang
terdapat di masyarakat dijaga oleh
normanorma yang dimiliki, dan
sanksi terhadap pelanggaran norma,
dimana suatu masyarakat memiliki
peluang untuk menjaga tatanan
sistem yang sudah terbentuk melalui
budaya yang mereka bangun. Meski
terdapat ‘penyakit sosial’ atau
pelanggaran norma yang mungkin
terjadi, tidak akan mampu merusak
tatanan kehidupan masyarakat
seperti yang terjadi di Jepang
masyarakatnya mampu menjaga
“budaya malu” hingga saat ini.
2.2 Konsep Kekuatan Budaya
Perlu kiraya memusatkan perhatian pada
peranan nilainilai dan perilaku budaya sebagai
fasilitator atau hambatan bagi kemajuan 6. Pertama,
melihat bahwa korupsi sebagai masalah sosial
menjadi bentuk krimininilaitas yang dianggap
sebagai perilaku moral yang menyimpang
(deviance), yang berhadapan dengan reaksi sosial7.
Kedua, melihat kekuatan budaya. Budaya yang
dipengaruhi oleh banyak faktor lain, contohnya,
geografi dan iklim, politik, serta tingkah laku
sejarah. Dalam tulisannya Jeffery Sachs8
menekankan geografi dan iklim sebagai faktor
faktor yang menentukan dalam menjelaskan
pertumbuhan dan buku Jared Diamond, Guns,
Gems, and Steel, yang menyimpulkan bahwa
“perbedaan yang mencolok sejarah panjang bangsa
satu yang lain dari benua yang berbeda tidaklah
disebabkan perbedaan kordati bangsabangsa itu
sendiri perbedaan itu datang karena lingkungan
yang berbeda9”. Kekuatan Budaya juga terlihat
pada bagaimana orangorang sudah bisa
memprediksi kesuksesan Jepang dan Jerman pasca
Perang Dunia II10 dengan menyertakan faktor
budaya, yang paling mencolok adalah tidak ada
sifat “ketergantungan”. Berkebalikan dengan
Indonesia yang “ketergantungan” dengan pinjaman
keuangan dan teknologi yang telah terjadi hingga
sekarang menjadi penjajahan modern. Konsep
plitical culture yang diperkenalkan oleh Almond dan
Verba dalam buku the civic culture. Mendefinisikan
kultur politik sebagai ““the political system as
internalized in the cognitions, feelings and evaluations of
its populations”. Definisi ini lebih diperjelas lagi oleh
Lucian Pye ““the sum of fundamental values,
sentiments and knowledge that give form and substance
to political process”. Dengan definisi ini maka nilai,
norma dan budaya menentukan arah politik suatu
bangsa.
3. Metodelogi Penelitian
Penelitian yang bersifat
perbandingan ini bermaksud
mengadakan perbandingan kondisi
yang berbeda yang ada di satu
tempat, apakah kondisi di tempat
tersebut sama atau ada perbedaan,
dan kalau ada perbedaan, kondisi
mana yang lebih baik.
Memperbandingkan
beberapa
Negara dengan berbagai cara
biasanya disebut “strategi kasus
perbandingan” atau “fokus
perbandingan”. Memperbandingkan
beberapa Negara mendapatkan
kontrol melalui pemilihan yang
berhatihati dari Negara yang akan
dianalisis menggunakan level tengah
dari abstraksi konseptual. Karena
Negara yang menjadi unit analisis
dan fokus ditunjukan menjadi
kesamaan dan perbedaan dari
Negaranegara daripada anlitikal
hubungan antara variabelvariabel.
Penelitin ini memfokuskan pada
Kemiripan budaya masyarakat
Indonesia dan Jepang dalam
membangun nilainilai antikorupsi di
pemerintah. Dengan melihat
pembangunan
kelembagaan
antikorupsi,
Pembangunan
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
Pendidikan antikorupsi, Penangan
terhadap pelaku korupsi.
Peneliti menggunakan metodelogi
sistem desain perbandingan, untuk
memperbandingkan
beberapa
Negara dibagi menjadi dua tipe dari
system design :”Most Similar system
design”dan“Most different system
design”. Most Similar system design
(MSSD)
mencariperbandingan
politikal sistem yang dibagi beberapa
kesamaan aspek dalam usaha untuk
menetralkan beberapa perbedaan
selama menyoroti yang lain.
Berdasarkan metode dari perbedaan,
MSSD
mencari
untuk
mengidentifikasi aspek kunci yang
berbeda diantara negara yang mirip.
Sehingga peneliti memilih MSSD
dalam penelitian ini. Untuk menguji
preposisi peneliti membandingkan
antara Indonesia dan Jepang dalam
pembangunan
nilainilai
antikorupsinya11.
3.2 Teknik Pengambilan data dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan menuju pada
lembaga pemerintahan atau institusi
maupun NGO (Non Government Of
fice) yang berfokus pada korupsi. Un
tuk NGO peneliti memilih ICW (In
donesia Corruption Watch), TII
(Transparency International Indone
sia), dan Lembaga Pemerintah adalah
KPK (Komisi Pemberantasan Korup
si). Kemudian dalam melakukan pen
carian sumber data primer menggu
nakan indepth interview dengan teknik
purposive kepada informan kunci
yang dianggap memiliki pengetahu
an yang mendalam terhadap fokus
penellitian ini terutama dalam hal ko
rupsi12.
3.3. Identifikasi AspekAspek yang diperbanding
kan.
a. Identifikasi Aspek
Untuk memudahkan penelitian
dalam membuat analisis maka,
menggunakan istilah “aspek” yang
dijadikan sebagai bantuan dalam
menganalisis focus perbandingan
yang digambarkan (A) yaitu Jepang
dan aspekaspeknya dalam (A1) dan
seterusnya, kemudian (B) yaitu
Indonesia
dengan
Aspek
perbandingannya (B1) dan
seterusnya.
Adapun aspek yang diteliti yang
berhubungan dengan judul dan
masalah yang terjadi adalah sebagai
berikut: Aspek pembangunan
kelembagaan antikorupsi, Aspek
Pembangunan
Pendidikan
antikorupsi dan Aspek Penangan
pelaku korupsi. Berikut adalah alasan
mengapa peneliti memilih ketiga
aspek tersebt dalam perbandingan
penelitian antara Indonesia dan
Jepang :
Aspek Kelembagaan Antikorupsi:
Aspek Kelembagaan antikorupsi berar
ti peneliti beranggapan bahwa kelem
bagaan adalah output sebuah sistem
politik di suatu pemerintahan dalam
kajian fokusnya kasus korupsi teruta
ma Indonesia dan Jepang serta dengan
memperbandingkan kelembagaan
maka kita bisa melihat seberapa pen
tingnya kasus atau perilaku korupsi di
Indonesia dan Jepang.
Aspek Pembangunan Pendidikan Anti
korupsi:
Alasan mengapa peneliti menjadikan
pembangunan pendidikan atikorupsi
untuk melihat bahwa pemerintah Indo
nesia maupun Jepang memiliki cara te
sendiri selain hukum untuk menurun
kan perilaku koruptif dengan penan
manpenanaman nilainilai yang diajar
kan baik melalui pendidikan formal
ataupun masyarakat, dan keluarga.
Aspek Penanganan Pelaku Korupsi
Segi Budaya SosialPolitik:
Fokus pada penanganan pelaku korup
si dengan caracara yang Indonesia dan
Jepang miliki secara khas mengingat
perilaku politik yang terjadi di dalam
pemerintahan atau parlemen yang se
bagian besar berasal dari partai politik.
Fokus pada penanganan yang tidak
bersifat peradilan atau undangundang
tetapi pada penanganan sosial atau in
ternal partai.
Kesemuanya berfokus pada kajian
budaya Indonesia dan budaya Jepang
sebab budaya lokal yang menjadi dom
inan antara Indonesia maupun Jepang
dimana dalam kehidupan seharihari
mereka bersikap pada pedoman buda
ya yang kemudian terakomodasi men
jadi sebuah budaya politik.
b. Definisi Aspek
Pada definisi ini data di Indonesia
diambil dengan melihat nilai, moral
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
dan perilaku berbudaya seharihari
masyarakat
Jawadan Islam.
Sedangkan Jepang melalui Studi
litelatur baik jurnal, novel atau karya
sastra Jepang ditambah wawancara
di kedutaan Jepang. Kemudian
memperbandingkan perilaku elit
partai LDP (partai Jepang) dan
Demokrat (partai Indonesia) sebagai
perwakilan dari elit partai berkuasa
di Indonesia dan Jepang dalam
melihat perilaku korupsinya.
Tabel 3.1
Definisi Aspek
Jepang (A)
Aspek
Pembangunan
kelembagaan
antikorupsi
Penangan
pelaku
korupsi.
Perilaku
korupsi elit
partai
berkuasa
Jigyou Shiwake.
Bunuh diri,
bullying, shaming
and Naming.
Kontrol sosial.
Partai Liberal
Democratic
Party
Indonesia (B)
Komisi
Pemberantasan
Korupsi (KPK), BPK
(Badan Pemeriksa
Keuangan).
UU
Tipikor,
penjara,
memiskinkan, tidak
mengaku.
Partai Demokrat
Melalui nilai Nilai dan moral
nilai
budaya yang ada sejak
tradisional yang lama, pendidikan
melekat
kuat antikorupsi dsb.
seperti budaya
malu,
bushido
dsb.
Sumber : diolah peneliti dari adaptasi
WickhamCrowley13
Pembangunan
Pendidikan
antikorupsi
4. Pembahasan
4.1 Pembangunan Kelembagaan Antikorupsi
Sesuai dengan fokus penelitian
hal yang pertama akan dibahas ada
lah Pembangunan kelembagaan anti
korupsi dengan menyadari bahwa
pembangunan kelembagaan antiko
rupsi berarti kedua negara Jepang
dan Indonesia telah melihat seberapa
urgent korupsi. Meski samasama me
miliki lembaga yang menangani ko
rupsi dimana tingkatan, posisi dan
tugas lembaga tersebut mungkin ber
beda dan bisa dibandingkan.
Di Indonesia tanpa disadari, ko
rupsi muncul dari kebiasaaan yang
dianggap lumrah dan wajar oleh ma
syarakat umum warisan zaman kera
jaan dahulu yang disebut Upeti
(ucapan terima kasih/pajak/rasa
syukur dan semuanya diberikan ke
pada raja) yang dengan terselubung
dan diluar kesadaran masih berlang
sung terus. Seperti memberi hadiah
kepada pejabat atau pegawai negeri
atau keluargannya sebagai imbalan
jasa sebuah pelayanan, kebiasaan itu
dipandang lumrah dilakukan sebagai
bagian dari budaya ketimuran. Kebi
asaan koruptif ini lamalama akan
menjadi bibitbibit korupsi yang nya
ta.14
Korupsi semakin parah sampai
proses peneggakan hukum dan elit
politik dengan menyelewengkan
uang rakyat atau pemanfaatan
jabatan untuk menyamarkan asal
usul uang hasil kejahatan sehingga
seolaholah berasal dari tindakan sah.
Kerugian akibat korupsi adalah
penyumbang terbesar kemiskinan di
Indonesia, sementara itu gerakan anti
korupsi seolah berjalan di tempat. Di
Indonesia korupsi merajalela terjadi
akibat beberapa faktor, menurut
Huntington15 apabila akses politik
lebih berat daripada akses ekonomi,
maka orang akan memasuki arena
politik demi memperoleh uang dan
ini menjerumus pada semakin
luasnya korupsi politik dan korupsi
ekonomi akibat tujuan awal terjun di
dunia politik untuk memperoleh
kedudukan demi memperoleh uang
yang banyak entah apapun caranya.
Sehingga dibentuknya lembaga
Independen antirasuah yaitu KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi)
yang trigger mekanisme dan badan
khusus yang mempunyai
kewenangan luas, independen, serta
bebas dari kekuasaan manapun
dalam upaya pemberantasan tindak
pidana
korupsi
yang
pelaksanakannya dilakukan secara
optimal, intensif, efektif, profesional,
serta berkesinambungan. tugas
utamanya, yakni penindakan,
pencegahan, dan penyebarluasan
gerakan antikorupsi di tengah situasi
apapun. Salah satu tugas Komisi
Pemberantasan Korupsi menurut
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
UU Nomor 30 Tahun 2002 pasal 6
adalah melakukan fungsi koordinasi
dan supervisi dengan instansi yang
berwenang
melakukan
pemberantasan tindak pidana
korupsi dan melakukan monitor
terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Di Jepang kasus memiliki sejarah
kekaisaran yang juga memiliki
sejarah pemberian budaya
ketimuran. Saat ini kasus korupsi
yang sering terjadi di Jepang adalah
proyek pengadaan, mendirikan
bangunan dan salah satu bentuk
yang paling umum dari korupsi di
Jepang adalah suap untuk proyek
proyek konstruksi. Bentuk suap
adalah salah satu alasan mengapa
Jepang memiliki jembatan dan jalur
kereta api tapi kurang dari setengah
populasi dihubungkan ke jalur
selokan begitu banyak. Banyak
korupsi berputar di sekitar
perusahaan konstruksi berusaha
untuk mengamankan uang untuk
proyekproyek pekerjaan umum.
Praktek yang umum adalah birokrat
memberi kontrak pada sebuah
perusahaan konstruksi dan
perusahaan yang diberikan kontrak
oleh birokrat kemudian diberi
pekerjaan bergaji tinggi ketika
birokrat tersebut pensiun dari
pemerintah.
Padahal
Sejak
pemerintahan Bakufu sudah
dibuktikan bahwa institusi harus
bebas korupsi,pada zaman Meiji
korupsi skala kecil sudah diwajibkan
bunuh diri salah satunya contoh
organisasi yang sangat ketat dalam
mengikat para pegawai yang oshoku
(kerja kotor) dengan memberlakukan
hukuman seppuku. dan yang paling
terkenal adalah Kyokuchu Hatto
banyak anggota Shinsengumi yang
harus
mati
melakukan
‘seppuku’.Kyokuchu Hatto memiliki
5 pasal:
1.
Dilarang melanggar Bushido,
yang melanggar harus seppuku.
2.
Dilarang meninggalkan Shinseng
umi, yang melanggar harus sep
puku.
3.
Dilarang memperbanyak uang
(berbisnis) secara sembunyisem
bunyi/untuk pribadi, yang me
langgar harus seppuku.
4.
5.
Dilarang ikut campur dalam
urusan orang lain yang melang
gar harus seppuku.
Dilarang melakukan pertarungan
yang bersifat untuk pribadi, yang
melanggar harus seppuku.
Melihat permasalahan ko
rupsi proyek yang begitu besar Je
pang Semenjak PM Hatoyama meme
rintah 2009, ada sebuah tim yang di
tunjuk untuk memeriksa semua lem
baga atau institusi pemerintah yang
memanfaatkan pajak dari rakyat Je
pang, apakah uang rakyat telah be
narbenar dipakai dengan adil. Tim
tersebut adalah 行政刷新会議(diba
ca gyousei sasshin kaigi atau Govern
ment Revitalisation Unit ), yang tugas
utamanya disebut 事 業 仕 分 け (baca:
Jigyoushiwake) atau pemeriksaan ke
uangan proyek. Dimana lembaga ini
bertugas memeriksa apakah anggar
an proyek ini perlu dan meminta
penjelasan kepada politisi terkait dan
disiarkan langsung di Internet jadi
mereka tidak bisa menutupnutupi
dan diputuskan secara langsung dan
dibahas di beberapa media sebagai
pendekatan yang cukup bagus untuk
memeriksa penggunaan uang rakyat
di lembaga atau institusi yang dikon
trol negara16.
Di Jepang ada pilarpilar yang di
sebut: omoiyari menekankan penting
nya membangun hubungan yang
kuat berdasarkan kepercayaan dan
kepentingan bersama dalam jangka
panjang. Makoto, berarti bersungguh
sungguh dengan selalu berkata dan
bertindak jujur dengan tidak berlaku
curang baik kepada kawan maupun
lawan dan Haragei untuk membenar
kan ketidakselarasan antara tindakan
di muka umum dan kegiatan di balik
layar. Sehingga jika sudah ketahuan
korupsi maka mereka akan langsung
mengaku dan membuktikan korupsi
nya dengan jelas tidak tertutup, ber
beda dengan Indonesia sudah keta
huan korupsi tetapi masih bersembu
nyi dengan topeng yaitu berkata ti
dak padahal iya dan berperilaku me
nutupnutupi seperti tidak punya
malu. Hal itu memiliki makna suatu
bentuk selfretrospection; yang
menguji diri sendiri apakah sudah
berbuat yang sesuai dengan aturan
dan diakhiri dengan keinginan kuat
untuk tidak melakukan hal yang
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
sama di kemudian hari. Wujud dari
budaya Hansei ini jelas terungkap
dalam kehidupan seharihari di sega
la sektor masyarakat termasuk dalam
bidang pemerintahan.
Dalam penanganan kasus
korupsi semangat Samurai masih
bisa dijumpai khususnya hubungan
antara kasus korupsi di Jepang ketika
salah seorang sudah ketahuan
melakukan korupsi maka jalan
terakhir yang dia lakukan selain
mengundurkan diri adalah dengan
bunuh diri. Jepang masyarakatnya
memiliki keteguhan nilai lokal yang
tinggi sehingga tidak dengan mudah
melakukan tindakan yang dapat
merugikan bangsa dan Negaranya
dengan melakukan korupsi dan
reaksi masyarakat serta media yang
samasama mampu memberikan efek
jera yang begitu luar biasa seperti
bullying bagi keluarga koruptor yang
menyebabkan rasa malu tinggi di
sekeliling masyarakat.
Jepang memilki kontrol sosial
yang bagus karena masyarakat
memberikan efek Shaming and
Namingyang sangat kuat dan sudah
mampu memberikan efek jera bagi
koruptor selain media. Indonesia
medialah yang berperan shaming and
naming tetapi media kadang tidak
menggambarkan dengan bentuk
bentuk yang dapat membuat jera
para koruptor karena msayarakat
Indonesia sendiri seakan bersikap
acuh atau enggan untuk memberikan
sanksi sosial kepada pelaku koruptor.
terjadi di pemerintahan tidak lepas
dari struktur politik kekuasaan yang
memberikan ruang untuk munculnya
masalah korupsi mereka sebenarnya
ingin berbuat jujur dan berperialku
sesuai dengan nilai dan moral yang
dianggapnya benar kemudian
lingkungan jahat emmbuat mereka
melupakan apa yang baik dan akan
menyebabkannya perilaku korupsi
itu menjadi dengan dukungan dari
pihal sekitar dan lingkungan yang
mengubah. Oleh karenanya coba
lihat kasus korupsi yang dilakukan
anggota elit partai Indonesia dan
Jepang yang berkuasa pada tahun
20092014. Budaya politik yang
dimiliki masingmasing negara akan
tampak pada sikap yang diambil baik
partai ataupun pribadi.
Tabel 4.1
Korupsi Elit Partai Antara Indonesia dan Jepang
Aspek
Pembahasa
n
Nama/Jab
atan
4.2 Perilaku Korupsi Elit Politik (Partai Demokrat)
Indonesia dan (Liberal Democracy Party) Jepang.
Membahas korupsi berarti
membahas perubahan nilainilai dan
moral yang baik dan berkembang
dalam masyarakat menjadi
penyimpangan sikap. Perubahan itu
ditentukan oleh nilainilai yang
berkembang di masyarakat.
Kemudian nialai yang berubah itu
menjadi kebiasaan dalam lingkungan
yang tidak menuntun kemabli
kebada kebenaran dan jika dalam
lingkungan yng biak maka akan
tercipta pula konsisi yang baik sesuai
dengan bagaimana nilainilai moral
yang kita dapatkan dalam keluarga
dan lingkungan. Peneliti
beranggapan bahwa korupsi yang
Kasus
Korupsi
Partai
Demokrat
(Indonesia)
Anas
Urbaningrum/
Ketua Umum
Jero Wacik,
Menteri Energi
dan Sumber
Daya Mineral
(ESDM)/
Sekretaris
Majelis Tinggi.
Nazaruddin
/mantan
bendahara
umum.
Angelina
Sondakh
anggota DPR RI
/Mantan wakil
Sekjen
Andi
Mallarangeng
Menpora.
Gratifikasi
proyek
Hambalang
Memeras
sejumlah
rekanan
pengadaan
barang di
kementerian
Partai LDP
(Jepang)
Tiga menteri
pertanian yang
berbeda secara
berurutan yaitu:
Toshikatsu
Matsuoka,
Norihiko Akagi
Takehiko Endo
FumioKyuma
Menteri
Pertahanan
Yuko Obuchi,
Menteri (METI)
Menteri
Kehakiman
Midori
Matsushima
Kesalahan
laporan
pengeluaran
keuangan dari
kementrian.
PertanggungJaw
aban Dana
Pendukung.
skandal
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
Korupsi wisma Keuangan
atlet.
Membela AS
Korupsi
anggaran di II
Penyalahgunaan
kementerian
Anggaran
Korupsi
Kelompok
proyek
Melanggar UU
Hambalang
Pemilu
Elektabi
el ektabilitas
Dampak
litas
dan
yangme
Kepercayaan
nurun
menurun.
pada Pe
oposisi bisa
milu Ke
membuat mosi
percaya
tidak percaya.
an ma
keluar dari
syarakat
partai,mendirika
menurun
n partai.
Keluar
dan
mendiri
kan par
tai
Kebijakan
Langsung Pecat
Partai
Kader yang
menggundurkan
Internal
Tersangka
diri dari
Korupsi dan
pemerintahan.
Mengundurkan
Bunuh diri.
diri
Departemen
Pemberantasan
Eksternal
Mengapresiasi
Korupsi dan
Jigyou
Mafia Hukum
Mengapresiasi
KPK dalam
Memberantas
Korupsi
Membuka
Forum Anti
Korupsi
Indonesia17
Sumber : LDP18dan Partai
Demokrat, data diolah
4.3 Pembangunan Pendidikan Antikorupsi
Persoalan utama dari budaya
korupsi, adalah moralitas individu
bangsa. Moralitas seseorang sangat
ditentukan oleh lingkungan dan
pergaulan sosialnya. Tinggi
rendahnya moralitas yang terbangun
dalam diri seseorang, tergantung
seberapa besar dia menyerap nilai
(pervade value) yang diproduksi oleh
lingkungannya. Sehingga sangat
dimungkinkannya penyebaran nilai
nilai antikorupsi melalui masyarakat
dengan penguatan nilai budaya,
moral dan faktor lainnya misal
agama. Oleh sebab itu pembangunan
antikorupsi harus kita lihat sebagai
pembangunan budaya sebab
penularan nilainilai dalam
pendidikan diawali oleh budaya
seperti yang dikatakanEdward B.
Tylor : “Kebudayaan memilki 3
komponen penting, sebagai tata
kehidupan (order), suatu proses
(process). Serta bervisi tertentu (goals),
maka pendidikan merupakan proses
proses pembudayaan.”
Sebab
Perubahan budaya yang di
integrasikan ke dalam pembangunan
politik yang berkonsep, berstrategi,
berencana, dan memilki program
sangat penting bagi tercerminnya
sikap antikorupsi.
Budaya dan kaitannya dengan
korupsi yang digunakan sebagai
salah satu langkah represif yang
dirasa peneliti akan cukup mampu
membangun berbagai bentukbentuk
pencegahan selain hukum. KPK telah
mengintegrasikan
pencegahan
denganperbaikan sektor strategis;
yaitu Strategi pencegahan yang fokus
pada aspek individu, aspek sistem
dan aspek budaya19.
Aspek Individu: Korupsi pada In
tinya dapat dipetakan dalam dua
pandang di satu sisi, beberapa pemi
kir meletakkan korupsi sebaagai ber
asal dari individu itu sendiri. Sedang
kan bagi kaum moralis, korupsi diar
tikan sebagai “penyimpangan indvi
dual, kegagalan moral di pihak indi
vidu yang yang berwatak lemah dan
tidak terlatih dengan baik”. Seseo
rang melakukan korupsi tidak lebih
karena indvidu tidak mampu berha
dapan langsung dengan realitas di
luar dirinya. Saat keadaan dan ke
sempatan tertentu tersedia bagi tin
dakan korupsi, maka pilihan kini ber
ada di tanagn individu dan menga
lami problematik. Dimana individu
harus bertarung melawan dirinya
dan jika tidak ada pilihan lain selain
mengaambil suguhan yang ada atau
menyediakan suguhan untuk menda
patkan posisi tertentu (upeti).
Aspek sistem : ialah menyatukan
antara sistem yang ada disesuaikan
dengan nilainilai, norma yang
berlaku dimasyarakat dan ketika sis
tem tersebut berbeda yakni menjadi
sistem politik dalam pemerintahan
akan tetap sama sebab nilai (value),
norma dan penanaman budayabu
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
daya yang baik dan benar telah
terkondisikan dan terakomodasi
dalam sistem politk juga. Sehingga
terjadi keselarasan dengan sistem di
masyarakat yang menanamakan bu
daya Antikorupsi.
Strategi pembangunan
budaya antikorupsi diawali dari
menyadari bahwa “crime cannot be
controlled withouth the interest and
participation of schools, bussiness, sosial
agencies, private groups, and individual
citizens”20.menghilangkan sifatsifat
buruk yang tanpa sadar akan
menjadi penghambat bagi kemajuan
dalam perkembangan dan
pembagunan jati diri Indonesia, yaitu
dengan menghilangkan sifat
ketergantungan. Setelah itu
membangun Kepercayaan, Identitas
Nasional, budaya antikorupsi melalui
pendidikan dan sosialisasi politik.
Identitas Nasional itu perlu
karena kan membuat kita kuat sebab
menajdi benteng kita untuk
mempertahankan nialinilai budaya
khas yang ada sehingga tidak bisa
dengan muda diubah oleh masuknya
modernisasi.
Kepercayaan menurut
Inglehert21 sangat penting saling
percaya antar sesama warga untuk
mengurangi biaya transaksi sosial
(upeti) atau hadiah karena pemberian
tersebut dimaksudkan agar penerima
memberi perhatian lebih.
Kepercayaan
merefleksikan
keseluruhan warisan sejarah dari
sebuah masyarakat tertentu,
termasuk faktor, ekonomi, politik,
agama. Kepercayaan menciptakan
efisiensi, kepercayaan dan nilainilai
serupa, kesetiaan atau perkataan
jujur (Truth Telling) sebagai sebuah
aturan umum, kepercayaan muncul
ketika sebuah komunitas saling
berbagi serangkaian nilainilai moral
untuk menciptakan perilaku yang
wajar dan jujur. Peran agama dalam
bentukbentuk kehidupan religius
tertentu bisa juga sangat membantu,
karena agama menyediakan alatalat
internalisasi aturanaturan perilaku
yang tepat. Jepang memiliki kode
etiknya sendiri: Bushido, atau apa
yang disebut etika samurai yang
menekankan kebajikankebajikan,
kestiaan militer, kehormatan dan
keberanian. dewasa ini rakyat
Indonesia memiliki nilai kurang
percaya yang cukup drastis terhadap
negara terutama dalam penanganan
kasus korupsi.
Pendidikan Keluarga sangat
kuat dan kekal dan membentuk
ikatan etnik, linguitik dan
penanaman religius dengan
memperkuat nilai kultur. Akar
permasalahan korupsi di Indonesia
tampaknya lebih disebabkan
lemahnya nilainilai antikorupsi atau
budaya hukum internal (cara berpikir
dan berperilaku berdasarkan moral).
Pertama
dengan
mengartikan suapmenyuap, upeti
dan tindak kejahatan korupsi lainnya
sebagai tindakan yang memalukan.
Rasa malu terkondisi secara budaya,
rasa malu yang sedemikian kuat dan
universal itu merupakkan pengakuan
bahwa ada sesuatu yang pantas
dijauhi dalam tingkah laku yang
melampaui rasa sekedar tidak sopan
dan sekedar tidak legal dan rasa
malu akibat perilaku korupi harus
ditanamkan sejak dini baik
lingkungan keluarga hingga
pendidikan formal.
Pada pendidikan formal fokus
KPK dalam melaksanakan tugas
pencegahan korupsi adalah
membangun Budaya Antikorupsi22.
Isi dari modul KPK adalah berupa
penanaman kembali 9 nilai (value)
yang dikemudian hari diperkenalkan
sebegai nilainilai antikorupsi yang
terdiri dari :
1.Jujur
5. Tanggung jawab 2.Pe
duli
6. Kerja Keras
3.Mandiri
7. Sederhana
4.Disiplin
8. Berani dan 9. Adil
Impelemntasi
pendidikan
antikorupsi tersisip dalam mata
pelajaran pengembangan budaya dan
karakter
bangsa.Metode
pembelajaran pendidikan pancasila,
pendidikan agama, dan pendidikan
integritas lainnya perlu diubah dari
praktik selama ini yang berkutat
pada domain kognitif, ke arah
penanaman dan pembetukan watak.
Pembangunan
Integritas,
Integritas yang wajib dimiliki yang
lahir dari budaya yang menanamkan
moral dan nilainilai. Integritas
adalah bertindak konsisten sesuai
dengan nilainilai yang secara
parenial dianut masyarakat yang
didaptnya dari agama ataupun tidak
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
sekalipun. Indikator yang bisa dilihat
untuk seseorang memiliki
integritas :pertama, mengikuti kode
etik yang telah berlaku. jujur dalam
mengelola dan menggunakan sumber
daya lingkup otoritasnya. Kedua,
melakukan tindakan yang konsisten
dengan nilai dan keyakinannya., jujur
dan berbicara dengan etis meskipun
itu menyakiti kolega atau teman
dekat. Ketiga, bertindak berdasarkan
nilai (value), meskipun sulit untuk
melakukannya.
Keuatan budaya jangan
dipandang sebelah mataa dalam
relasinya terhadap politik setidaknya
Parsons telah memberikan dasar bagi
pendekatan dan dia mendefinisikan
budaya politik sebagai 'pola orientasi
ke aksi politik', dan orientasi sebagai
'sikap terhadap politik'. Orientasi
aktor 'menyangkut "bagaimana" dari
hubungannya ke dunia objek, pola
atau caracara di mana hubungannya
itu diatur'. Bagaimana aktor
memperoleh, dan orientasi apa ingin
ia miliki. Jawaban yang Parsons
berikan untuk pertanyaan ini adalah
bahwa hal itu merupakan hasil dari
sosialisasi, dari internalisasi budaya;
lebih khusus, budaya normatif
karena itu, yang melekat dalam
sistem tindakan adalah "orientasi
normatif“23.
Menurut Parson
Orientasi adalah sifatnya stabil,
diinternalisasi, dan disposisional
yang mendasari dan membimbing
perilaku individu. Budaya politik
adalah '"internalisasi" sistem budaya
yang berkaitan dengan 'pola makna',
sosial atau kepribadian yang dimiliki.
Pola budaya dapat menjadi 'obyek
orientasi dan unsur dalam orientasi
aksi dan dapat ditransfer dari
menjadi objek perilaku orientasi,
bagian dari motivasi dan psikologi
mereka.
Sehingga internalisasi dalam
sistem kepribadian budaya normatif
akan melahirkan kontrol. Sebab
terjadinya korupsi pada aktor politik
sekalinya aktor politik tersebut
memiliki pengetahuan bahwa
korupsi itu perilaku yang salah,
dengan berada dalam sistem struktur
politik yang jahat maka akan
mengubah pendiriannya dan terjadi
konflik batin dan yang tidak memiliki
keyakinan dan keteguhan sikap
kebenaran bahwa korupsi itu adalah
sesuatu yang kotor akan kalah. Dan
dijelaskan pula oleh Parsons yang
membahas budaya politik dan
struktur politik oleh karenanya harus
dilihat struktur politik di pemerintah
Indonesia yang menanamkan
bersama nilainilai buruk bagi aktor
politiknya yang mengarah pada
perilaku korupsi. Arus globalisasi
yang kuat dan gencar menghantam
negaranegara semuanya yang
dipaksa bertransformasi24. Globalisasi
membawa nilainilai dan budaya
budaya dari luar apalagi Indonesia
tidak punya proteksi yang kuat
sehingga ketika arus globaliasasi dan
transformasi itu datang kita tidak
punya filter dan tidak punya proteksi
untuk menghadang hal ini nilainilai
keluhurannya yang kita miliki sudah
semakin runtuh25,
Kemudian
keruntuhan nilai luhur yang hebat itu
kemudian tidak lagi diajarkannya
frekuensi melalui frekuensi guru,
orang tua tetapi melalui mediamedia
yang dalam penyebarannya sering
menanamkan nilai globalisasi
konsumtif.akibat konsumtifisme
kemudian menjadi perilaku korupsi
membuat para yang elit politik akibat
tuntutan keluarga memaksanya
melakukan tidakan korupsi, sebab
Konsumtifisme itu mendorong sikap
gratifikasi dan korupsi26. Akar
permasalahan korupsi saat ini seperti
yang dikatakan Ibnu khaldun27:
“nafsu untuk hidup bermewah
mewah di kalangan kelompok
berkuasa.
4.4 Analisis Perbandingan
1)
Aspek pembangunan kelembagaan
antikorupsi : Institusi antikorupsi di Jepang
berbeda dengan yang di Indonesia bagi Je
pang Institusi hanyalah sebagai salah satu
bagian yang membantu memperkuat kebi
jakan pemerintah dalam hal pemberantasan
korupsi tetapi semuanya tetap berada pada
posisi masyarakat apakah masyarakat me
milki kemampuan untuk dapat mengubah
perilaku korup dengan budaya yang hidup
diantara masyarakat Jepang sedangkan In
donesia institusi antikorupsinya masih beru
saha mengembalikan budayabudaya lokal
nilainilai luhur yang tergerus.
2)
Aspek penanganan terhadap pela
ku korupsi dari segi budaya : di Jepang pe
naganan terhadap pelaku korupsi seakan se
perti kepada pengkhianat Jepang lebih me
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
nekankan pada budaya dan nilainilai moral
atau sikap kesatria yang dimiliki oleh pelaku
korupsi yang berakhir dengan bunuh diri
akibat malu, atau tidak mampu memper
tanggungjawabkan kesalahannya ada negara
atau masyarakat. Indonesia dalam pena
nganan terhadap pelaku korupsi lebih me
milih diam padahal tahu akibat takut pada
patronklien yang masih kental dan pengeta
huan masyarakat mengenai korupsi yang
masih kurang sehingga kontrol sosialpun
juga tidak seperti di Jepang.
3)
Aspek perbandingan perilaku elit
korupsi partai : kasus korupsi partaiIndone
sia hampir sama juga ada pada Jepang tetapi
dengan beda dimensional antara dimensi
budaya masyarakat dengan dimensi poli
tik.Jepang juga memiliki struktur politik
yang sama dengan Indonesia dimana dalam
pemerintahannya atau elit partai memiliki
nilainilai kotor oshoku (korupsi) tetapi seba
gian besar aktor politiknya tidak dengan
mudah berubah mengikuti sistem budaya
politik dikarenakan sudah memilki kebenar
an dan keyakinan yang teguh yang selaras
dan terus dijaga dengan kuat sesuai dengan
dimensi sistem masyarakat Jepang yang me
nanamkan nilainilai yang baik sesuai tradisi
Jepang. Indonesia punya budayabudaya
yang kuat juga seperti Jepang juga disetiap
daerah seperti Siri na pace, agama Islam, dan
Mo Limo. Hanya saja di Indonesia nilainilai
luhur itu tidak dipertahankan dengan baik.
4)
Aspek pembangunan pendidikan
antikorupsi : korupsi memang harus
diyakini bahwa korupsi dapat dikurangi
karena reaksi masyarakat merupakan
kekuatan yang besar dalam menumbuhkan
semangat pembangunan antikorupsi di
Indonesia. Oleh karena itu penyakit korupsi
dapat dihilangkan melalui pendekatan
budaya dengan membangun Budaya
Antikorupsi yang sesuai dengan budaya
Indonesia, bercirikan budaya lokal dan
mengembalikan nilainilai norma yang luhur
kembali sehingga tidak kalah dengan
Budaya Antikorupsi Jepang.
5. Kesimpulan dan Saran
Indonesia bisa berkaca dengan
Jepang dalam hal pembangunan
nilainilai antikorupsi. Jepang
memiliki nilainilai budaya malu,
jiwa ksatria, jujur yang kuat melekat
pada masyarakatnya yang berjalan
linier terhadap kesadaran masyarakat
maupun elit pemerintahan sehingga
mengurangi perilaku koruptif
dengan kontrol sosial dan kontrol
moral yang dimiliki oleh Jepang.
Kebanyakan dari masyarakat Jepang
dan elit mengganggap bahwa
perilaku korupsi (oshoku) adalah
buruk, bukan nilainilai yang
diajarkan dalam keluarga dan
masyarakatnya dan itu perbuatan
yang merugikan diri sendiri, orang
lain dan Negara.
Indonesia setidaknya dapat belajar dari
budaya Jepang yang menyalurkan semangat
Antikorupsi dengan budaya malu melalui
pendidikan formal. dengan berkeyakinan
bahwa kita memiliki kesamaan budaya keti
muran dan keteladanan nenek moyang ma
sih dipertahankan, serta pedoman masyara
kat Indonesia dan Jepang yang samasama
menjadikan Agama sebagai pola pikir utama
dalam menjalankan kehidupan seharihari
maka perilaku korupsi di Indonesia bisa di
kurangi melalui penanaman nilainilai anti
korupsi yang berasal dari budaya lokal yang
berkembang di masyarakat seperti di Je
pang. Karenaefek jera hukuman untuk para
koruptor adalah sanksi sosial dan moral ma
syarakat yang dibangun oleh kesadaran ma
syarakat itu sendiri. Sehingga terjadi kese
larasan antara sistem politik dengan sistem
di masyarakat yang menanamakan budaya
Antikorupsi.
Kesemua hal ini hanya perlu dimulai
pada, kerja keras, hemat, kejujuran, kesabar
an dan kegigihan sebab tidak ada pemberda
yaan yang lebih efektif selain pemberdayaan
diri sendiri. Jangan menghilangkan nilai
nilai penting dalam kebudayan kita yang su
dah baik, berawal dari keluarga yang mem
punyai misi membesarkan anakanak mere
ka dan mengasuhnya dengan ajaran yang
benar terutama membangun nilainilai anti
korupsi. Janganlah mencelanya sebagai sesu
atu yang basi, di Indonesia mengapa kearif
an yang begitu hebat ini harus usang. Me
mang membangun karifan lokal dan dijaga
hingga jauh di masa depan bukanlah perosa
lan yang mudah, tetapi yang diperlukan un
tuk menjawab adalah dengan mempunyai
rasa optimis, bukan karena selalu benar te
tapi karena bepikir positif, bahkan ketika ke
putusan keliru. Optimisme adalah mata ter
buka, terdidik yang muncul dari pribadi
sendiri yang nantinya akan menuai hasil; pe
simisme hanya dapat menawarkan hiburan
kosong saat pilihannya ternyata benar.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
1Daftar Pustaka.
NILAI ANTIKORUPSI
Putri Padmi N, Mr. Hilmy Mochtar, Mr. Tri Hendra
Program Studi Ilmu Politk, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya, Malang, 65145, Indonesia
amick4noeru[at]gmail.com
Abstract
“Corruption in Indonesia has been a habit and it happened in every political ways. Especially in
elite politic on government. Corruption has also been called as a culture and is being a part of social life of
Indonesian, in empire age long ago its called Upeti, upeti is various gifts given by people based on an
certain matters to their superior,King, bureaucrats, neighbour and other people. To fight against corruption
uses many method of laws, moreover establish independence Institution to eliminate corruption but it still
can not efficient. this research use another method to eliminate corruption with concern to culture, and
political culture like establish morality, value of Indonesia’s culture, like Japan. Japan, is one of the few
country in Asia without standing anticorruption performance, and even Japan is famous for its culture of
pride and shame that affect a lot in the fight against corruption. It is not mentioned that there is no specific
law regulating about corruption,resulting in insignificant punishment for the corruptors.The content of
this research is comparative between Indonesia and Japa, and believe that Indonesia can build
anticorruption’s culture to efforts on fight against corruption in Indonesia.”
KEY WORDS: SHAME CULTURE, SOCIAL CONTROL, COMPARATIVE, INSTITUTION, POLITICAL CULTURE,
GLOBALIZATION AND MORAL VALUE OF CULTURE.
Abstrak
Korupsi di indonesia telah menjadi kebiasaan dan terjadi pada setiap kegiatan politik.
Terutama elit politik di pemerintahan, Korupsi juga disebut sebagai sebuah budaya dan merupa
kan bagian dari kehidupan sosial Indonesia, di jaman kerajaan ini dinamakan upeti. Upeti meru
pakan berbagai hadiah yang diberikan saat halhal tertentu oleh rakyat atau seseorang kepada
atasan, raja, birokrasi, tetangga, dan orang lain. Indonesia dalam melawan korupsi mengguna
kan beberapa metode hukum, bahkan membangun institusi independen untuk memberantas ko
rupsi namun masih belum efisien. riset ini menggunakan metode lain untuk memberantas ko
rupsi dengan memperhatikan pada perspektif budaya dan budaya politik seperti membangun
moralitas, nilai dari masyarakat Indonesia, seperti Jepang. Jepang, merupakan salah satu dari be
berapa negara di Asia tanpa institusi anti korupsi, dan bahkan Jepang terkenal dengan budaya
malu yang berpengaruh secara signifikan terhadap perlawanan memberantas korupsi. Hukum
an sosial untuk koruptor merupakan hukuman final. Isi dari riset ini adalah membandingkan
budaya politik antara Indonesia dengan Jepang dalam membangun budaya anti korupsi, dan ri
set ini percaya bahwa indonesia mampu memberantas korupsi seperti Jepang yang fokus pada
nilainilai antikorupsi sebagai usaha untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Kata Kunci: budaya malu, kontrol sosial, perbandingan, kelembagaan, budaya politik,
dan nilai moral dari budaya.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
1. Pendahuluan
Korupsi dan demokrasi adalah
dua hal yang tidak bisa lepas bagai
kan pisau bermata dua dan merupa
kan salah satu konsekuensi sebuah
negara memilih sistem Demokrasi.
Para ahli ilmu politik dan filsuf me
nekankan keberadaan korupsi dalam
politik atau negara1: usahausaha un
tuk mengamankan kekayaan atau ke
kuasaan melalui caracara tidak sah
atau keuntungan pribadi atas biaya
rakyat. Korupsi bukan hal yang baru
dalam sejarah peradaban manusia
dan ada di manamana dalam masya
rakat yang kompleks. Sehingga di
anggap perlu untukmenjelaskan
mengapa terjadi korupsi di banyak
negara dan bagaimana pemecahan
nya, dan apa yang sebaiknya diper
hatikan.
Faktorfaktor yang ditemukan
adalah : modernisasi, demokrasi poli
tik atau bisa disebut ideologi dan bu
daya. Saat ini cukup banyak ilmuan
sosial yang berpaling ke faktorfaktor
budaya untuk menjelaskan moderni
sasi, demokratisasi politik, strategi
militer, perilaku etnis dan korupsi2.
Sampai pada melihat budaya sebagai
pengaruh utama, tetapi bukan satu
satunya, terhadap perilaku sosial,
dan politik, sehingga studi kasus ma
upun penlitian tentang korupsi perlu
kita lihat dari segi budaya. Daniel
Patrick Moyihan berkata: “Bahwa bu
dayalah dan bukannya politik yang
menentukan kesuksesan sebuah ma
syarakat”. Dalam hal ini definisi bu
daya istilah subjektif seperti nilai
nilai, sikap, kepercayaan, oreintasi,
dan praduga mendasar dalam suatu
masyarakat. Seperti yang telah dite
gaskan oleh Seymour Martin Lipset
dan Gabriel Salman Lenz bahwa ting
kat korupsi di berbagai negara cende
rung bervariasi sejajar dengan garis
budaya3. Budaya Indonesia adalah
budaya baik yang dibentengi oleh ni
lainilai agama, norma sosial yang
melekat turun temurun dan sejarah
yang membentuk masyarakat untuk
berperilaku antikorupstif tetapi se
makin modern bangsa Indonesia ter
kikis pula budaya yang baik itu yang
semakin sulit kita jumpai sejak kebia
saan upeti kerajaan yang begitu kolo
nilais masuk, praktek korupsi itu ti
dak dibabat, melainkan dibiarkan te
tap hidup guna mengikat loyalitas
pembesarpembesar pribumi. Hal ini
mengakibatkan kebiasaan yang hing
ga sekarang masih tumbuh dan digu
nakan untuk mencapai tujuan de
ngan memanfaatkan elite pemerin
tah, mereka dirayu persenan, kekaya
an berlimpah tanpa harus bekerja ke
ras dan terus menerus dalam peme
rintahan masa Orde Baru yang lang
geng hingga sekarang.
Sedangkan Jepang sejak
dahulu terkenal dengan tradisi
Seppuku. Seppuku ( 切 腹 ?, arti harfiah:
"potong perut") adalah suatu bentuk
ritual bunuh diri yang dilakukan
untuk bertanggung jawab menebus
kesalahan dan rasa malu karena
gagal dalam tugas atau melalaikan
perintah atasan4. Sebagai negara yang
samasama memiliki budaya turun
temurun dan kepercaayaan. Dengan
budaya malunya yang mampu
bertahan linier modernisasi tidak
merubah dalam prakteknya, budaya
inilah yang menjadi senjata utama
dalam pencegahan
korupsi.
Menganalisis perbandingan budaya
kedua negara dalam hal korupsi
menjadi lintas kultural yang menarik,
benar yang dikatakan Samuel
Huntington5.
1.1 Preposisi
Preposisi adalah kebenaran Objektif
yang mana kebenaran tersebut masih bisa
diperdebatkan maka, berdasarkan permasa
lahan yang telah di uraikan diatas, maka pe
neliti mempunyai preposisi pertama yaitu
penanaman nilainilai luhur, moral yang ada
di masyarakat Indonesia kemudian bisa ber
kembang menjadi nilainilai antikorupsi se
perti yang ada di Jepang, sehingga bisa me
nurunkan tingkat perilaku korupsi di Indo
nesia. Preposisi kedua adalah penanganan
pelaku korupsi di Indonesia seperti di Je
pang yaitu diberlakukan sebagai disfugsi
masyarakat dan dengan kontrol sosial tidak
hanya dengan Undangundang saja sehing
ga bisa menurunkan tingkat korupsi di Indo
nesia.
2. Tinjauan Teoritik dan Konsep
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
2.1 Pendekatan Struktural Fungtional dalam teori
Sistem Politik Easto dan Almond.
Hubungan antara budaya
politik dan struktur politik, Pye
mengatakan konsep budaya politik
efekti digunakan perlu dilengkapi
dengan analisis struktur politik
dilihat satu sisi sebagai produk yang
mencerminkan budaya politik dan
juga “nilai sistem” yang membentuk
budaya politik. Pendekatan struktur
fungsional mnganggap fungsifungsi
yang ada d negara ditentukan oleh
strukturstruktur yang ada di tengah
masyarakat dengan variabelvariabel
kunci: fungsi, aktor, nilai (value),
norma, tujuan, input, output, respon.
Setiap negara memiliki norma yang
berlainan sehingga konsep norma ini
dapat pula digunakan sebagai
parameter dalam melakukan
perbandingan kerja sistem politik
suatu negara dengan negara lain,
penting untuk memahami bagaimana
politik dipengaruhi oleh budaya dan
lingkungan dan bagaimana politik
mempengaruhi lingkungan itu.
Output sebuah sistem politik adalah
sebuah kebijakan, dan tentunya
kebijakan yang berorientasi pada
kesejahteraan. Kesejahteraan yang
terdapat di masyarakat dijaga oleh
normanorma yang dimiliki, dan
sanksi terhadap pelanggaran norma,
dimana suatu masyarakat memiliki
peluang untuk menjaga tatanan
sistem yang sudah terbentuk melalui
budaya yang mereka bangun. Meski
terdapat ‘penyakit sosial’ atau
pelanggaran norma yang mungkin
terjadi, tidak akan mampu merusak
tatanan kehidupan masyarakat
seperti yang terjadi di Jepang
masyarakatnya mampu menjaga
“budaya malu” hingga saat ini.
2.2 Konsep Kekuatan Budaya
Perlu kiraya memusatkan perhatian pada
peranan nilainilai dan perilaku budaya sebagai
fasilitator atau hambatan bagi kemajuan 6. Pertama,
melihat bahwa korupsi sebagai masalah sosial
menjadi bentuk krimininilaitas yang dianggap
sebagai perilaku moral yang menyimpang
(deviance), yang berhadapan dengan reaksi sosial7.
Kedua, melihat kekuatan budaya. Budaya yang
dipengaruhi oleh banyak faktor lain, contohnya,
geografi dan iklim, politik, serta tingkah laku
sejarah. Dalam tulisannya Jeffery Sachs8
menekankan geografi dan iklim sebagai faktor
faktor yang menentukan dalam menjelaskan
pertumbuhan dan buku Jared Diamond, Guns,
Gems, and Steel, yang menyimpulkan bahwa
“perbedaan yang mencolok sejarah panjang bangsa
satu yang lain dari benua yang berbeda tidaklah
disebabkan perbedaan kordati bangsabangsa itu
sendiri perbedaan itu datang karena lingkungan
yang berbeda9”. Kekuatan Budaya juga terlihat
pada bagaimana orangorang sudah bisa
memprediksi kesuksesan Jepang dan Jerman pasca
Perang Dunia II10 dengan menyertakan faktor
budaya, yang paling mencolok adalah tidak ada
sifat “ketergantungan”. Berkebalikan dengan
Indonesia yang “ketergantungan” dengan pinjaman
keuangan dan teknologi yang telah terjadi hingga
sekarang menjadi penjajahan modern. Konsep
plitical culture yang diperkenalkan oleh Almond dan
Verba dalam buku the civic culture. Mendefinisikan
kultur politik sebagai ““the political system as
internalized in the cognitions, feelings and evaluations of
its populations”. Definisi ini lebih diperjelas lagi oleh
Lucian Pye ““the sum of fundamental values,
sentiments and knowledge that give form and substance
to political process”. Dengan definisi ini maka nilai,
norma dan budaya menentukan arah politik suatu
bangsa.
3. Metodelogi Penelitian
Penelitian yang bersifat
perbandingan ini bermaksud
mengadakan perbandingan kondisi
yang berbeda yang ada di satu
tempat, apakah kondisi di tempat
tersebut sama atau ada perbedaan,
dan kalau ada perbedaan, kondisi
mana yang lebih baik.
Memperbandingkan
beberapa
Negara dengan berbagai cara
biasanya disebut “strategi kasus
perbandingan” atau “fokus
perbandingan”. Memperbandingkan
beberapa Negara mendapatkan
kontrol melalui pemilihan yang
berhatihati dari Negara yang akan
dianalisis menggunakan level tengah
dari abstraksi konseptual. Karena
Negara yang menjadi unit analisis
dan fokus ditunjukan menjadi
kesamaan dan perbedaan dari
Negaranegara daripada anlitikal
hubungan antara variabelvariabel.
Penelitin ini memfokuskan pada
Kemiripan budaya masyarakat
Indonesia dan Jepang dalam
membangun nilainilai antikorupsi di
pemerintah. Dengan melihat
pembangunan
kelembagaan
antikorupsi,
Pembangunan
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
Pendidikan antikorupsi, Penangan
terhadap pelaku korupsi.
Peneliti menggunakan metodelogi
sistem desain perbandingan, untuk
memperbandingkan
beberapa
Negara dibagi menjadi dua tipe dari
system design :”Most Similar system
design”dan“Most different system
design”. Most Similar system design
(MSSD)
mencariperbandingan
politikal sistem yang dibagi beberapa
kesamaan aspek dalam usaha untuk
menetralkan beberapa perbedaan
selama menyoroti yang lain.
Berdasarkan metode dari perbedaan,
MSSD
mencari
untuk
mengidentifikasi aspek kunci yang
berbeda diantara negara yang mirip.
Sehingga peneliti memilih MSSD
dalam penelitian ini. Untuk menguji
preposisi peneliti membandingkan
antara Indonesia dan Jepang dalam
pembangunan
nilainilai
antikorupsinya11.
3.2 Teknik Pengambilan data dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan menuju pada
lembaga pemerintahan atau institusi
maupun NGO (Non Government Of
fice) yang berfokus pada korupsi. Un
tuk NGO peneliti memilih ICW (In
donesia Corruption Watch), TII
(Transparency International Indone
sia), dan Lembaga Pemerintah adalah
KPK (Komisi Pemberantasan Korup
si). Kemudian dalam melakukan pen
carian sumber data primer menggu
nakan indepth interview dengan teknik
purposive kepada informan kunci
yang dianggap memiliki pengetahu
an yang mendalam terhadap fokus
penellitian ini terutama dalam hal ko
rupsi12.
3.3. Identifikasi AspekAspek yang diperbanding
kan.
a. Identifikasi Aspek
Untuk memudahkan penelitian
dalam membuat analisis maka,
menggunakan istilah “aspek” yang
dijadikan sebagai bantuan dalam
menganalisis focus perbandingan
yang digambarkan (A) yaitu Jepang
dan aspekaspeknya dalam (A1) dan
seterusnya, kemudian (B) yaitu
Indonesia
dengan
Aspek
perbandingannya (B1) dan
seterusnya.
Adapun aspek yang diteliti yang
berhubungan dengan judul dan
masalah yang terjadi adalah sebagai
berikut: Aspek pembangunan
kelembagaan antikorupsi, Aspek
Pembangunan
Pendidikan
antikorupsi dan Aspek Penangan
pelaku korupsi. Berikut adalah alasan
mengapa peneliti memilih ketiga
aspek tersebt dalam perbandingan
penelitian antara Indonesia dan
Jepang :
Aspek Kelembagaan Antikorupsi:
Aspek Kelembagaan antikorupsi berar
ti peneliti beranggapan bahwa kelem
bagaan adalah output sebuah sistem
politik di suatu pemerintahan dalam
kajian fokusnya kasus korupsi teruta
ma Indonesia dan Jepang serta dengan
memperbandingkan kelembagaan
maka kita bisa melihat seberapa pen
tingnya kasus atau perilaku korupsi di
Indonesia dan Jepang.
Aspek Pembangunan Pendidikan Anti
korupsi:
Alasan mengapa peneliti menjadikan
pembangunan pendidikan atikorupsi
untuk melihat bahwa pemerintah Indo
nesia maupun Jepang memiliki cara te
sendiri selain hukum untuk menurun
kan perilaku koruptif dengan penan
manpenanaman nilainilai yang diajar
kan baik melalui pendidikan formal
ataupun masyarakat, dan keluarga.
Aspek Penanganan Pelaku Korupsi
Segi Budaya SosialPolitik:
Fokus pada penanganan pelaku korup
si dengan caracara yang Indonesia dan
Jepang miliki secara khas mengingat
perilaku politik yang terjadi di dalam
pemerintahan atau parlemen yang se
bagian besar berasal dari partai politik.
Fokus pada penanganan yang tidak
bersifat peradilan atau undangundang
tetapi pada penanganan sosial atau in
ternal partai.
Kesemuanya berfokus pada kajian
budaya Indonesia dan budaya Jepang
sebab budaya lokal yang menjadi dom
inan antara Indonesia maupun Jepang
dimana dalam kehidupan seharihari
mereka bersikap pada pedoman buda
ya yang kemudian terakomodasi men
jadi sebuah budaya politik.
b. Definisi Aspek
Pada definisi ini data di Indonesia
diambil dengan melihat nilai, moral
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
dan perilaku berbudaya seharihari
masyarakat
Jawadan Islam.
Sedangkan Jepang melalui Studi
litelatur baik jurnal, novel atau karya
sastra Jepang ditambah wawancara
di kedutaan Jepang. Kemudian
memperbandingkan perilaku elit
partai LDP (partai Jepang) dan
Demokrat (partai Indonesia) sebagai
perwakilan dari elit partai berkuasa
di Indonesia dan Jepang dalam
melihat perilaku korupsinya.
Tabel 3.1
Definisi Aspek
Jepang (A)
Aspek
Pembangunan
kelembagaan
antikorupsi
Penangan
pelaku
korupsi.
Perilaku
korupsi elit
partai
berkuasa
Jigyou Shiwake.
Bunuh diri,
bullying, shaming
and Naming.
Kontrol sosial.
Partai Liberal
Democratic
Party
Indonesia (B)
Komisi
Pemberantasan
Korupsi (KPK), BPK
(Badan Pemeriksa
Keuangan).
UU
Tipikor,
penjara,
memiskinkan, tidak
mengaku.
Partai Demokrat
Melalui nilai Nilai dan moral
nilai
budaya yang ada sejak
tradisional yang lama, pendidikan
melekat
kuat antikorupsi dsb.
seperti budaya
malu,
bushido
dsb.
Sumber : diolah peneliti dari adaptasi
WickhamCrowley13
Pembangunan
Pendidikan
antikorupsi
4. Pembahasan
4.1 Pembangunan Kelembagaan Antikorupsi
Sesuai dengan fokus penelitian
hal yang pertama akan dibahas ada
lah Pembangunan kelembagaan anti
korupsi dengan menyadari bahwa
pembangunan kelembagaan antiko
rupsi berarti kedua negara Jepang
dan Indonesia telah melihat seberapa
urgent korupsi. Meski samasama me
miliki lembaga yang menangani ko
rupsi dimana tingkatan, posisi dan
tugas lembaga tersebut mungkin ber
beda dan bisa dibandingkan.
Di Indonesia tanpa disadari, ko
rupsi muncul dari kebiasaaan yang
dianggap lumrah dan wajar oleh ma
syarakat umum warisan zaman kera
jaan dahulu yang disebut Upeti
(ucapan terima kasih/pajak/rasa
syukur dan semuanya diberikan ke
pada raja) yang dengan terselubung
dan diluar kesadaran masih berlang
sung terus. Seperti memberi hadiah
kepada pejabat atau pegawai negeri
atau keluargannya sebagai imbalan
jasa sebuah pelayanan, kebiasaan itu
dipandang lumrah dilakukan sebagai
bagian dari budaya ketimuran. Kebi
asaan koruptif ini lamalama akan
menjadi bibitbibit korupsi yang nya
ta.14
Korupsi semakin parah sampai
proses peneggakan hukum dan elit
politik dengan menyelewengkan
uang rakyat atau pemanfaatan
jabatan untuk menyamarkan asal
usul uang hasil kejahatan sehingga
seolaholah berasal dari tindakan sah.
Kerugian akibat korupsi adalah
penyumbang terbesar kemiskinan di
Indonesia, sementara itu gerakan anti
korupsi seolah berjalan di tempat. Di
Indonesia korupsi merajalela terjadi
akibat beberapa faktor, menurut
Huntington15 apabila akses politik
lebih berat daripada akses ekonomi,
maka orang akan memasuki arena
politik demi memperoleh uang dan
ini menjerumus pada semakin
luasnya korupsi politik dan korupsi
ekonomi akibat tujuan awal terjun di
dunia politik untuk memperoleh
kedudukan demi memperoleh uang
yang banyak entah apapun caranya.
Sehingga dibentuknya lembaga
Independen antirasuah yaitu KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi)
yang trigger mekanisme dan badan
khusus yang mempunyai
kewenangan luas, independen, serta
bebas dari kekuasaan manapun
dalam upaya pemberantasan tindak
pidana
korupsi
yang
pelaksanakannya dilakukan secara
optimal, intensif, efektif, profesional,
serta berkesinambungan. tugas
utamanya, yakni penindakan,
pencegahan, dan penyebarluasan
gerakan antikorupsi di tengah situasi
apapun. Salah satu tugas Komisi
Pemberantasan Korupsi menurut
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
UU Nomor 30 Tahun 2002 pasal 6
adalah melakukan fungsi koordinasi
dan supervisi dengan instansi yang
berwenang
melakukan
pemberantasan tindak pidana
korupsi dan melakukan monitor
terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Di Jepang kasus memiliki sejarah
kekaisaran yang juga memiliki
sejarah pemberian budaya
ketimuran. Saat ini kasus korupsi
yang sering terjadi di Jepang adalah
proyek pengadaan, mendirikan
bangunan dan salah satu bentuk
yang paling umum dari korupsi di
Jepang adalah suap untuk proyek
proyek konstruksi. Bentuk suap
adalah salah satu alasan mengapa
Jepang memiliki jembatan dan jalur
kereta api tapi kurang dari setengah
populasi dihubungkan ke jalur
selokan begitu banyak. Banyak
korupsi berputar di sekitar
perusahaan konstruksi berusaha
untuk mengamankan uang untuk
proyekproyek pekerjaan umum.
Praktek yang umum adalah birokrat
memberi kontrak pada sebuah
perusahaan konstruksi dan
perusahaan yang diberikan kontrak
oleh birokrat kemudian diberi
pekerjaan bergaji tinggi ketika
birokrat tersebut pensiun dari
pemerintah.
Padahal
Sejak
pemerintahan Bakufu sudah
dibuktikan bahwa institusi harus
bebas korupsi,pada zaman Meiji
korupsi skala kecil sudah diwajibkan
bunuh diri salah satunya contoh
organisasi yang sangat ketat dalam
mengikat para pegawai yang oshoku
(kerja kotor) dengan memberlakukan
hukuman seppuku. dan yang paling
terkenal adalah Kyokuchu Hatto
banyak anggota Shinsengumi yang
harus
mati
melakukan
‘seppuku’.Kyokuchu Hatto memiliki
5 pasal:
1.
Dilarang melanggar Bushido,
yang melanggar harus seppuku.
2.
Dilarang meninggalkan Shinseng
umi, yang melanggar harus sep
puku.
3.
Dilarang memperbanyak uang
(berbisnis) secara sembunyisem
bunyi/untuk pribadi, yang me
langgar harus seppuku.
4.
5.
Dilarang ikut campur dalam
urusan orang lain yang melang
gar harus seppuku.
Dilarang melakukan pertarungan
yang bersifat untuk pribadi, yang
melanggar harus seppuku.
Melihat permasalahan ko
rupsi proyek yang begitu besar Je
pang Semenjak PM Hatoyama meme
rintah 2009, ada sebuah tim yang di
tunjuk untuk memeriksa semua lem
baga atau institusi pemerintah yang
memanfaatkan pajak dari rakyat Je
pang, apakah uang rakyat telah be
narbenar dipakai dengan adil. Tim
tersebut adalah 行政刷新会議(diba
ca gyousei sasshin kaigi atau Govern
ment Revitalisation Unit ), yang tugas
utamanya disebut 事 業 仕 分 け (baca:
Jigyoushiwake) atau pemeriksaan ke
uangan proyek. Dimana lembaga ini
bertugas memeriksa apakah anggar
an proyek ini perlu dan meminta
penjelasan kepada politisi terkait dan
disiarkan langsung di Internet jadi
mereka tidak bisa menutupnutupi
dan diputuskan secara langsung dan
dibahas di beberapa media sebagai
pendekatan yang cukup bagus untuk
memeriksa penggunaan uang rakyat
di lembaga atau institusi yang dikon
trol negara16.
Di Jepang ada pilarpilar yang di
sebut: omoiyari menekankan penting
nya membangun hubungan yang
kuat berdasarkan kepercayaan dan
kepentingan bersama dalam jangka
panjang. Makoto, berarti bersungguh
sungguh dengan selalu berkata dan
bertindak jujur dengan tidak berlaku
curang baik kepada kawan maupun
lawan dan Haragei untuk membenar
kan ketidakselarasan antara tindakan
di muka umum dan kegiatan di balik
layar. Sehingga jika sudah ketahuan
korupsi maka mereka akan langsung
mengaku dan membuktikan korupsi
nya dengan jelas tidak tertutup, ber
beda dengan Indonesia sudah keta
huan korupsi tetapi masih bersembu
nyi dengan topeng yaitu berkata ti
dak padahal iya dan berperilaku me
nutupnutupi seperti tidak punya
malu. Hal itu memiliki makna suatu
bentuk selfretrospection; yang
menguji diri sendiri apakah sudah
berbuat yang sesuai dengan aturan
dan diakhiri dengan keinginan kuat
untuk tidak melakukan hal yang
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
sama di kemudian hari. Wujud dari
budaya Hansei ini jelas terungkap
dalam kehidupan seharihari di sega
la sektor masyarakat termasuk dalam
bidang pemerintahan.
Dalam penanganan kasus
korupsi semangat Samurai masih
bisa dijumpai khususnya hubungan
antara kasus korupsi di Jepang ketika
salah seorang sudah ketahuan
melakukan korupsi maka jalan
terakhir yang dia lakukan selain
mengundurkan diri adalah dengan
bunuh diri. Jepang masyarakatnya
memiliki keteguhan nilai lokal yang
tinggi sehingga tidak dengan mudah
melakukan tindakan yang dapat
merugikan bangsa dan Negaranya
dengan melakukan korupsi dan
reaksi masyarakat serta media yang
samasama mampu memberikan efek
jera yang begitu luar biasa seperti
bullying bagi keluarga koruptor yang
menyebabkan rasa malu tinggi di
sekeliling masyarakat.
Jepang memilki kontrol sosial
yang bagus karena masyarakat
memberikan efek Shaming and
Namingyang sangat kuat dan sudah
mampu memberikan efek jera bagi
koruptor selain media. Indonesia
medialah yang berperan shaming and
naming tetapi media kadang tidak
menggambarkan dengan bentuk
bentuk yang dapat membuat jera
para koruptor karena msayarakat
Indonesia sendiri seakan bersikap
acuh atau enggan untuk memberikan
sanksi sosial kepada pelaku koruptor.
terjadi di pemerintahan tidak lepas
dari struktur politik kekuasaan yang
memberikan ruang untuk munculnya
masalah korupsi mereka sebenarnya
ingin berbuat jujur dan berperialku
sesuai dengan nilai dan moral yang
dianggapnya benar kemudian
lingkungan jahat emmbuat mereka
melupakan apa yang baik dan akan
menyebabkannya perilaku korupsi
itu menjadi dengan dukungan dari
pihal sekitar dan lingkungan yang
mengubah. Oleh karenanya coba
lihat kasus korupsi yang dilakukan
anggota elit partai Indonesia dan
Jepang yang berkuasa pada tahun
20092014. Budaya politik yang
dimiliki masingmasing negara akan
tampak pada sikap yang diambil baik
partai ataupun pribadi.
Tabel 4.1
Korupsi Elit Partai Antara Indonesia dan Jepang
Aspek
Pembahasa
n
Nama/Jab
atan
4.2 Perilaku Korupsi Elit Politik (Partai Demokrat)
Indonesia dan (Liberal Democracy Party) Jepang.
Membahas korupsi berarti
membahas perubahan nilainilai dan
moral yang baik dan berkembang
dalam masyarakat menjadi
penyimpangan sikap. Perubahan itu
ditentukan oleh nilainilai yang
berkembang di masyarakat.
Kemudian nialai yang berubah itu
menjadi kebiasaan dalam lingkungan
yang tidak menuntun kemabli
kebada kebenaran dan jika dalam
lingkungan yng biak maka akan
tercipta pula konsisi yang baik sesuai
dengan bagaimana nilainilai moral
yang kita dapatkan dalam keluarga
dan lingkungan. Peneliti
beranggapan bahwa korupsi yang
Kasus
Korupsi
Partai
Demokrat
(Indonesia)
Anas
Urbaningrum/
Ketua Umum
Jero Wacik,
Menteri Energi
dan Sumber
Daya Mineral
(ESDM)/
Sekretaris
Majelis Tinggi.
Nazaruddin
/mantan
bendahara
umum.
Angelina
Sondakh
anggota DPR RI
/Mantan wakil
Sekjen
Andi
Mallarangeng
Menpora.
Gratifikasi
proyek
Hambalang
Memeras
sejumlah
rekanan
pengadaan
barang di
kementerian
Partai LDP
(Jepang)
Tiga menteri
pertanian yang
berbeda secara
berurutan yaitu:
Toshikatsu
Matsuoka,
Norihiko Akagi
Takehiko Endo
FumioKyuma
Menteri
Pertahanan
Yuko Obuchi,
Menteri (METI)
Menteri
Kehakiman
Midori
Matsushima
Kesalahan
laporan
pengeluaran
keuangan dari
kementrian.
PertanggungJaw
aban Dana
Pendukung.
skandal
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
Korupsi wisma Keuangan
atlet.
Membela AS
Korupsi
anggaran di II
Penyalahgunaan
kementerian
Anggaran
Korupsi
Kelompok
proyek
Melanggar UU
Hambalang
Pemilu
Elektabi
el ektabilitas
Dampak
litas
dan
yangme
Kepercayaan
nurun
menurun.
pada Pe
oposisi bisa
milu Ke
membuat mosi
percaya
tidak percaya.
an ma
keluar dari
syarakat
partai,mendirika
menurun
n partai.
Keluar
dan
mendiri
kan par
tai
Kebijakan
Langsung Pecat
Partai
Kader yang
menggundurkan
Internal
Tersangka
diri dari
Korupsi dan
pemerintahan.
Mengundurkan
Bunuh diri.
diri
Departemen
Pemberantasan
Eksternal
Mengapresiasi
Korupsi dan
Jigyou
Mafia Hukum
Mengapresiasi
KPK dalam
Memberantas
Korupsi
Membuka
Forum Anti
Korupsi
Indonesia17
Sumber : LDP18dan Partai
Demokrat, data diolah
4.3 Pembangunan Pendidikan Antikorupsi
Persoalan utama dari budaya
korupsi, adalah moralitas individu
bangsa. Moralitas seseorang sangat
ditentukan oleh lingkungan dan
pergaulan sosialnya. Tinggi
rendahnya moralitas yang terbangun
dalam diri seseorang, tergantung
seberapa besar dia menyerap nilai
(pervade value) yang diproduksi oleh
lingkungannya. Sehingga sangat
dimungkinkannya penyebaran nilai
nilai antikorupsi melalui masyarakat
dengan penguatan nilai budaya,
moral dan faktor lainnya misal
agama. Oleh sebab itu pembangunan
antikorupsi harus kita lihat sebagai
pembangunan budaya sebab
penularan nilainilai dalam
pendidikan diawali oleh budaya
seperti yang dikatakanEdward B.
Tylor : “Kebudayaan memilki 3
komponen penting, sebagai tata
kehidupan (order), suatu proses
(process). Serta bervisi tertentu (goals),
maka pendidikan merupakan proses
proses pembudayaan.”
Sebab
Perubahan budaya yang di
integrasikan ke dalam pembangunan
politik yang berkonsep, berstrategi,
berencana, dan memilki program
sangat penting bagi tercerminnya
sikap antikorupsi.
Budaya dan kaitannya dengan
korupsi yang digunakan sebagai
salah satu langkah represif yang
dirasa peneliti akan cukup mampu
membangun berbagai bentukbentuk
pencegahan selain hukum. KPK telah
mengintegrasikan
pencegahan
denganperbaikan sektor strategis;
yaitu Strategi pencegahan yang fokus
pada aspek individu, aspek sistem
dan aspek budaya19.
Aspek Individu: Korupsi pada In
tinya dapat dipetakan dalam dua
pandang di satu sisi, beberapa pemi
kir meletakkan korupsi sebaagai ber
asal dari individu itu sendiri. Sedang
kan bagi kaum moralis, korupsi diar
tikan sebagai “penyimpangan indvi
dual, kegagalan moral di pihak indi
vidu yang yang berwatak lemah dan
tidak terlatih dengan baik”. Seseo
rang melakukan korupsi tidak lebih
karena indvidu tidak mampu berha
dapan langsung dengan realitas di
luar dirinya. Saat keadaan dan ke
sempatan tertentu tersedia bagi tin
dakan korupsi, maka pilihan kini ber
ada di tanagn individu dan menga
lami problematik. Dimana individu
harus bertarung melawan dirinya
dan jika tidak ada pilihan lain selain
mengaambil suguhan yang ada atau
menyediakan suguhan untuk menda
patkan posisi tertentu (upeti).
Aspek sistem : ialah menyatukan
antara sistem yang ada disesuaikan
dengan nilainilai, norma yang
berlaku dimasyarakat dan ketika sis
tem tersebut berbeda yakni menjadi
sistem politik dalam pemerintahan
akan tetap sama sebab nilai (value),
norma dan penanaman budayabu
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
daya yang baik dan benar telah
terkondisikan dan terakomodasi
dalam sistem politk juga. Sehingga
terjadi keselarasan dengan sistem di
masyarakat yang menanamakan bu
daya Antikorupsi.
Strategi pembangunan
budaya antikorupsi diawali dari
menyadari bahwa “crime cannot be
controlled withouth the interest and
participation of schools, bussiness, sosial
agencies, private groups, and individual
citizens”20.menghilangkan sifatsifat
buruk yang tanpa sadar akan
menjadi penghambat bagi kemajuan
dalam perkembangan dan
pembagunan jati diri Indonesia, yaitu
dengan menghilangkan sifat
ketergantungan. Setelah itu
membangun Kepercayaan, Identitas
Nasional, budaya antikorupsi melalui
pendidikan dan sosialisasi politik.
Identitas Nasional itu perlu
karena kan membuat kita kuat sebab
menajdi benteng kita untuk
mempertahankan nialinilai budaya
khas yang ada sehingga tidak bisa
dengan muda diubah oleh masuknya
modernisasi.
Kepercayaan menurut
Inglehert21 sangat penting saling
percaya antar sesama warga untuk
mengurangi biaya transaksi sosial
(upeti) atau hadiah karena pemberian
tersebut dimaksudkan agar penerima
memberi perhatian lebih.
Kepercayaan
merefleksikan
keseluruhan warisan sejarah dari
sebuah masyarakat tertentu,
termasuk faktor, ekonomi, politik,
agama. Kepercayaan menciptakan
efisiensi, kepercayaan dan nilainilai
serupa, kesetiaan atau perkataan
jujur (Truth Telling) sebagai sebuah
aturan umum, kepercayaan muncul
ketika sebuah komunitas saling
berbagi serangkaian nilainilai moral
untuk menciptakan perilaku yang
wajar dan jujur. Peran agama dalam
bentukbentuk kehidupan religius
tertentu bisa juga sangat membantu,
karena agama menyediakan alatalat
internalisasi aturanaturan perilaku
yang tepat. Jepang memiliki kode
etiknya sendiri: Bushido, atau apa
yang disebut etika samurai yang
menekankan kebajikankebajikan,
kestiaan militer, kehormatan dan
keberanian. dewasa ini rakyat
Indonesia memiliki nilai kurang
percaya yang cukup drastis terhadap
negara terutama dalam penanganan
kasus korupsi.
Pendidikan Keluarga sangat
kuat dan kekal dan membentuk
ikatan etnik, linguitik dan
penanaman religius dengan
memperkuat nilai kultur. Akar
permasalahan korupsi di Indonesia
tampaknya lebih disebabkan
lemahnya nilainilai antikorupsi atau
budaya hukum internal (cara berpikir
dan berperilaku berdasarkan moral).
Pertama
dengan
mengartikan suapmenyuap, upeti
dan tindak kejahatan korupsi lainnya
sebagai tindakan yang memalukan.
Rasa malu terkondisi secara budaya,
rasa malu yang sedemikian kuat dan
universal itu merupakkan pengakuan
bahwa ada sesuatu yang pantas
dijauhi dalam tingkah laku yang
melampaui rasa sekedar tidak sopan
dan sekedar tidak legal dan rasa
malu akibat perilaku korupi harus
ditanamkan sejak dini baik
lingkungan keluarga hingga
pendidikan formal.
Pada pendidikan formal fokus
KPK dalam melaksanakan tugas
pencegahan korupsi adalah
membangun Budaya Antikorupsi22.
Isi dari modul KPK adalah berupa
penanaman kembali 9 nilai (value)
yang dikemudian hari diperkenalkan
sebegai nilainilai antikorupsi yang
terdiri dari :
1.Jujur
5. Tanggung jawab 2.Pe
duli
6. Kerja Keras
3.Mandiri
7. Sederhana
4.Disiplin
8. Berani dan 9. Adil
Impelemntasi
pendidikan
antikorupsi tersisip dalam mata
pelajaran pengembangan budaya dan
karakter
bangsa.Metode
pembelajaran pendidikan pancasila,
pendidikan agama, dan pendidikan
integritas lainnya perlu diubah dari
praktik selama ini yang berkutat
pada domain kognitif, ke arah
penanaman dan pembetukan watak.
Pembangunan
Integritas,
Integritas yang wajib dimiliki yang
lahir dari budaya yang menanamkan
moral dan nilainilai. Integritas
adalah bertindak konsisten sesuai
dengan nilainilai yang secara
parenial dianut masyarakat yang
didaptnya dari agama ataupun tidak
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
sekalipun. Indikator yang bisa dilihat
untuk seseorang memiliki
integritas :pertama, mengikuti kode
etik yang telah berlaku. jujur dalam
mengelola dan menggunakan sumber
daya lingkup otoritasnya. Kedua,
melakukan tindakan yang konsisten
dengan nilai dan keyakinannya., jujur
dan berbicara dengan etis meskipun
itu menyakiti kolega atau teman
dekat. Ketiga, bertindak berdasarkan
nilai (value), meskipun sulit untuk
melakukannya.
Keuatan budaya jangan
dipandang sebelah mataa dalam
relasinya terhadap politik setidaknya
Parsons telah memberikan dasar bagi
pendekatan dan dia mendefinisikan
budaya politik sebagai 'pola orientasi
ke aksi politik', dan orientasi sebagai
'sikap terhadap politik'. Orientasi
aktor 'menyangkut "bagaimana" dari
hubungannya ke dunia objek, pola
atau caracara di mana hubungannya
itu diatur'. Bagaimana aktor
memperoleh, dan orientasi apa ingin
ia miliki. Jawaban yang Parsons
berikan untuk pertanyaan ini adalah
bahwa hal itu merupakan hasil dari
sosialisasi, dari internalisasi budaya;
lebih khusus, budaya normatif
karena itu, yang melekat dalam
sistem tindakan adalah "orientasi
normatif“23.
Menurut Parson
Orientasi adalah sifatnya stabil,
diinternalisasi, dan disposisional
yang mendasari dan membimbing
perilaku individu. Budaya politik
adalah '"internalisasi" sistem budaya
yang berkaitan dengan 'pola makna',
sosial atau kepribadian yang dimiliki.
Pola budaya dapat menjadi 'obyek
orientasi dan unsur dalam orientasi
aksi dan dapat ditransfer dari
menjadi objek perilaku orientasi,
bagian dari motivasi dan psikologi
mereka.
Sehingga internalisasi dalam
sistem kepribadian budaya normatif
akan melahirkan kontrol. Sebab
terjadinya korupsi pada aktor politik
sekalinya aktor politik tersebut
memiliki pengetahuan bahwa
korupsi itu perilaku yang salah,
dengan berada dalam sistem struktur
politik yang jahat maka akan
mengubah pendiriannya dan terjadi
konflik batin dan yang tidak memiliki
keyakinan dan keteguhan sikap
kebenaran bahwa korupsi itu adalah
sesuatu yang kotor akan kalah. Dan
dijelaskan pula oleh Parsons yang
membahas budaya politik dan
struktur politik oleh karenanya harus
dilihat struktur politik di pemerintah
Indonesia yang menanamkan
bersama nilainilai buruk bagi aktor
politiknya yang mengarah pada
perilaku korupsi. Arus globalisasi
yang kuat dan gencar menghantam
negaranegara semuanya yang
dipaksa bertransformasi24. Globalisasi
membawa nilainilai dan budaya
budaya dari luar apalagi Indonesia
tidak punya proteksi yang kuat
sehingga ketika arus globaliasasi dan
transformasi itu datang kita tidak
punya filter dan tidak punya proteksi
untuk menghadang hal ini nilainilai
keluhurannya yang kita miliki sudah
semakin runtuh25,
Kemudian
keruntuhan nilai luhur yang hebat itu
kemudian tidak lagi diajarkannya
frekuensi melalui frekuensi guru,
orang tua tetapi melalui mediamedia
yang dalam penyebarannya sering
menanamkan nilai globalisasi
konsumtif.akibat konsumtifisme
kemudian menjadi perilaku korupsi
membuat para yang elit politik akibat
tuntutan keluarga memaksanya
melakukan tidakan korupsi, sebab
Konsumtifisme itu mendorong sikap
gratifikasi dan korupsi26. Akar
permasalahan korupsi saat ini seperti
yang dikatakan Ibnu khaldun27:
“nafsu untuk hidup bermewah
mewah di kalangan kelompok
berkuasa.
4.4 Analisis Perbandingan
1)
Aspek pembangunan kelembagaan
antikorupsi : Institusi antikorupsi di Jepang
berbeda dengan yang di Indonesia bagi Je
pang Institusi hanyalah sebagai salah satu
bagian yang membantu memperkuat kebi
jakan pemerintah dalam hal pemberantasan
korupsi tetapi semuanya tetap berada pada
posisi masyarakat apakah masyarakat me
milki kemampuan untuk dapat mengubah
perilaku korup dengan budaya yang hidup
diantara masyarakat Jepang sedangkan In
donesia institusi antikorupsinya masih beru
saha mengembalikan budayabudaya lokal
nilainilai luhur yang tergerus.
2)
Aspek penanganan terhadap pela
ku korupsi dari segi budaya : di Jepang pe
naganan terhadap pelaku korupsi seakan se
perti kepada pengkhianat Jepang lebih me
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
nekankan pada budaya dan nilainilai moral
atau sikap kesatria yang dimiliki oleh pelaku
korupsi yang berakhir dengan bunuh diri
akibat malu, atau tidak mampu memper
tanggungjawabkan kesalahannya ada negara
atau masyarakat. Indonesia dalam pena
nganan terhadap pelaku korupsi lebih me
milih diam padahal tahu akibat takut pada
patronklien yang masih kental dan pengeta
huan masyarakat mengenai korupsi yang
masih kurang sehingga kontrol sosialpun
juga tidak seperti di Jepang.
3)
Aspek perbandingan perilaku elit
korupsi partai : kasus korupsi partaiIndone
sia hampir sama juga ada pada Jepang tetapi
dengan beda dimensional antara dimensi
budaya masyarakat dengan dimensi poli
tik.Jepang juga memiliki struktur politik
yang sama dengan Indonesia dimana dalam
pemerintahannya atau elit partai memiliki
nilainilai kotor oshoku (korupsi) tetapi seba
gian besar aktor politiknya tidak dengan
mudah berubah mengikuti sistem budaya
politik dikarenakan sudah memilki kebenar
an dan keyakinan yang teguh yang selaras
dan terus dijaga dengan kuat sesuai dengan
dimensi sistem masyarakat Jepang yang me
nanamkan nilainilai yang baik sesuai tradisi
Jepang. Indonesia punya budayabudaya
yang kuat juga seperti Jepang juga disetiap
daerah seperti Siri na pace, agama Islam, dan
Mo Limo. Hanya saja di Indonesia nilainilai
luhur itu tidak dipertahankan dengan baik.
4)
Aspek pembangunan pendidikan
antikorupsi : korupsi memang harus
diyakini bahwa korupsi dapat dikurangi
karena reaksi masyarakat merupakan
kekuatan yang besar dalam menumbuhkan
semangat pembangunan antikorupsi di
Indonesia. Oleh karena itu penyakit korupsi
dapat dihilangkan melalui pendekatan
budaya dengan membangun Budaya
Antikorupsi yang sesuai dengan budaya
Indonesia, bercirikan budaya lokal dan
mengembalikan nilainilai norma yang luhur
kembali sehingga tidak kalah dengan
Budaya Antikorupsi Jepang.
5. Kesimpulan dan Saran
Indonesia bisa berkaca dengan
Jepang dalam hal pembangunan
nilainilai antikorupsi. Jepang
memiliki nilainilai budaya malu,
jiwa ksatria, jujur yang kuat melekat
pada masyarakatnya yang berjalan
linier terhadap kesadaran masyarakat
maupun elit pemerintahan sehingga
mengurangi perilaku koruptif
dengan kontrol sosial dan kontrol
moral yang dimiliki oleh Jepang.
Kebanyakan dari masyarakat Jepang
dan elit mengganggap bahwa
perilaku korupsi (oshoku) adalah
buruk, bukan nilainilai yang
diajarkan dalam keluarga dan
masyarakatnya dan itu perbuatan
yang merugikan diri sendiri, orang
lain dan Negara.
Indonesia setidaknya dapat belajar dari
budaya Jepang yang menyalurkan semangat
Antikorupsi dengan budaya malu melalui
pendidikan formal. dengan berkeyakinan
bahwa kita memiliki kesamaan budaya keti
muran dan keteladanan nenek moyang ma
sih dipertahankan, serta pedoman masyara
kat Indonesia dan Jepang yang samasama
menjadikan Agama sebagai pola pikir utama
dalam menjalankan kehidupan seharihari
maka perilaku korupsi di Indonesia bisa di
kurangi melalui penanaman nilainilai anti
korupsi yang berasal dari budaya lokal yang
berkembang di masyarakat seperti di Je
pang. Karenaefek jera hukuman untuk para
koruptor adalah sanksi sosial dan moral ma
syarakat yang dibangun oleh kesadaran ma
syarakat itu sendiri. Sehingga terjadi kese
larasan antara sistem politik dengan sistem
di masyarakat yang menanamakan budaya
Antikorupsi.
Kesemua hal ini hanya perlu dimulai
pada, kerja keras, hemat, kejujuran, kesabar
an dan kegigihan sebab tidak ada pemberda
yaan yang lebih efektif selain pemberdayaan
diri sendiri. Jangan menghilangkan nilai
nilai penting dalam kebudayan kita yang su
dah baik, berawal dari keluarga yang mem
punyai misi membesarkan anakanak mere
ka dan mengasuhnya dengan ajaran yang
benar terutama membangun nilainilai anti
korupsi. Janganlah mencelanya sebagai sesu
atu yang basi, di Indonesia mengapa kearif
an yang begitu hebat ini harus usang. Me
mang membangun karifan lokal dan dijaga
hingga jauh di masa depan bukanlah perosa
lan yang mudah, tetapi yang diperlukan un
tuk menjawab adalah dengan mempunyai
rasa optimis, bukan karena selalu benar te
tapi karena bepikir positif, bahkan ketika ke
putusan keliru. Optimisme adalah mata ter
buka, terdidik yang muncul dari pribadi
sendiri yang nantinya akan menuai hasil; pe
simisme hanya dapat menawarkan hiburan
kosong saat pilihannya ternyata benar.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
.
Jurnal Ilmu Politik, Vol. 1, Hal. 1-11
1Daftar Pustaka.