PENINGKATAN EVEKTIVITAS PEMAHAMAN HUKUM doc

PENINGKATAN EVEKTIVITAS PEMAHAMAN
HUKUM NASIONAL DALAM MENCEGAH DAN
MENGHENTIKAN OVERFISHING DI WILAYAH
LAUT INDONESIA

Makalah disusun sebagai Uji Kompetensi Dasar Empat Mata Kuliah
Hukum Laut Internasional Kelas J

Oleh:

Achmad Mirza Fahlevi

E0013007

Fivi Fajar Iryana

E0013186

Rony Kurniawan

E0013366


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

PENINGKATAN EVEKTIVITAS PEMAHAMAN HUKUM NASIONAL
DALAM MENCEGAH DAN MENGHENTIKAN OVERFISHING DI
WILAYAH LAUT INDONESIA
1. Latar Belakang
Wilayah laut mempunyai peran yang penting dalam kehidupan manusia.
Laut mempunyai manfaat dalam mendukung laju kehidupan manusia dari hasil
keanekaragaman hayatinya, sampai dengan menjadi sarana mobilitas manusia
seperti pelayaran. Terlebih lagi dengan aktifitas manusia yang semakin maju
dengan kecanggihan teknologi, maka akan muncul suatu permasalahan baru
dalam memanfaatkan laut untuk kehidupannya. Sehingga dikeluarkannya suatu
peraturan hukum laut Internasional United Nations Convention on the Law of the
Sea (UNCLOS) 1982 menjadi peraturan masyarakat dunia secara global terkait
dengan pemanfaatan dan perlindungan laut wilayahnya.
Terutama sebelum dikeluarkannya UNCLOS 1982 Indonesia yang

menyadari bentuk negaranya berupa kepulauan yang disatukan oleh laut, telah
mempunyai regulasi nasional yaitu deklarasi Djuanda pada tahun 1957. Sehingga
laut antara pulau-pulau bukan merupakan laut bebas. Untuk itu pada tahun 1982
diterima dan ditetapkan dalam UNCLOS 1982. Selanjutnya UNCLOS 1982
diratifikasi oleh Indonesia sebagai salah satu anggota PBB dengan UndangUndang Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982. Maka, dengan
diberlakukannya UNCLOS 1982 sebagai hukum positif mengenai kelautan secara
internasional, Indonesia telah diakui sebagai negara kepulauan (Arhipelagic
State), dengan luas keseluruhan sekitar 7,7 Juta Km2. Lautan merupakan bagian
terbesar yakni 5,8 juta Km2 atau lebih kurang 75%, sedangkan sisanya seluas 1,9
juta Km2 merupakan daratan.
Indonesia sebagai Negara kepulauan telah diberikan suatu keistimewaan
dari UNCLOS terkait Negara kepulauan dinyatakan dalam BAB IV NegaraNegara Kepulauan (Archipelagic States). Keistimewaan tersebut berupa penetapan

garis pangkal kepulauan (archipelagic baselines), pengukuran lebar laut teritorial,
zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen hak lintas damai,
serta hak lintas alur laut kepulauan ( ALKI). Setelah meratifikasi UNCLOS 1982
selanjutnya ketentuan di dalamnya diimplementasikan ke dalam peraturan
perundang-undangan nasional. Sehingga dikeluarkannya beberapa undang-undang
seperti Undang-undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undangundang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undangundang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, dan yang baru dikeluarkan adalah
Undang-undang No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan.

Pertambahan populasi dunia yang merupakan salah satu penyebab arus
globalisasi, telah berdampak terhadap semakin meningkatnya kebutuhan yang
harus dipenuhi yaitu dengan memanfaatkan sumberdaya alam. Akibatnya
eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat, yang pada
akhirnya berdampak pada semakin terbatasnya persediaan sumberdaya alam
khususnya sumberdaya alam darat. Sehingga untuk mencegah kekurangan
sumberdaya alam di darat, manusia beralih untuk memanfaatkan sumberdaya
alam yang ada di lautan. Akan tetapi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya laut, terjadi penangkapan ikan secara besar-besaran. Inilah yang
secara umum disebut dengan overfishing.
Permasalahan overfishing menjadi perhatian masyarakat internasional.
Badan Pangan Dunia (FAO) menyatakan, tekanan sumber daya perikanan dunia
makin meningkat. Tahun 2010, FAO merilis 53% sumber daya ikan dimanfaatkan
maksimal (fully exploited), 28% berlebih (over exploited), 3% habis (deleted) dan
1% dalam pemulihan. Di Indonesia, semakin diperkuat dengan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 45 tahun 2011 bahwa sekitar 72%
sumberdaya ikan di 11 wilayah Indonesia overfishing dan fully-exploited. Tersisa
27% atau 35 spesies dan kelompok spesies dari seluruh stok perikanan nasional
masih bisa dimanfaatkan1.
1 http://m.beritasatu.com/ekonomi/280571-mencegah-seafood-indonesia-hanya-berupa-gambar1.html


Penangkapan ikan secara berlebihan tersebut dapat mengancam kekayaan
hayati terutama jumlah populasi ikan yang semakin menipis. Selain mengancam
populasi ikan, kegitan overfishing juga mengancam kelestarian keanekaragaman
hayati lain seperti rusaknya terumbu karang. Rusaknya keanekaragaman hayati
tersebut terjadi akibat penangkapan ikan secara berlebih dilakukan dengan sarana
yang dilarang karena berbahaya dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan
laut. Jika hal ini terus dibiarkan, dimungkinkan beberapa tahun yang akan datang
jumlah populasi ikan bisa habis atau punah.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang
permasalahan overfishing masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 45 tahun
2009 tentang Perikanan dan belum ada undang-undang khusus yang mengatur.
Dalam undang-undang tersebut tidak dijabarkan secara khusus apa yang dimaksud
dengan overfishing serta dampak-dampak yang mungkin terjadi apabila kegiatan
penangkapan ikan yang berlebihan tersebut terus dilakukan. Selain itu dalam
publikasinya terhadap masyarakat juga belum bisa menjangkau pada masyarakat
luas sebagai stakeholder, terutama masyarakat daerah pesisir pantai yang mata
pencahariannya merupakan nelayan.
Dikhawatirkan overfishing yang dapat merusak lingkungan laut akan tetap
dilakukan, mengingat kurangnya pemahaman mengenai undang-undang perikanan

yang terkait. Dari sini muncul suatu persoalan mengenai peningkatan efektivitas
dalam memahami produk huukm yang menjadi sumber hukum bagi masyarakat
terkait kegiatan overfishing

yang dilakukan di wilayah laut Indonesia untuk

mencegah dan menghentikan overfishing

yang berdampak buruk pada

lingkungan. Selain itu juga persoalan mengenai tindakan yang telah diambil
pemerintah untuk pemberdayaan perikanan agar dapat dinikmati oleh seluruh
warga Negara serta tidak merusak lingkungan laut.
2.

Tujuan
a. Memenuhi tugas Uji kompetensi Dasar 4 Hukum Laut Internasional
kelas J.

b.


Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap
peningkatan efektivitas pemahaman hukum nasional terkait perikanan,
sebagai salah satu implementasi UNCLOS 1982 yang telah disesuaikan
dengan hukum nasional terkait permasalahan overfishing yang terjadi di
Indonesia. Selain itu juga untuk mengetahui tindakan pemerintah
Indonesia dalam menjalankan peraturan peundang-undangan terkait
overfishing agar hasil tangkapan ikan nekayan Indonesia dapat
dinikmati oleh seluruh Warga Negara Indonesia.

3.

Metode
a.

Menggunakan Kuisioner

Dalam melakukan penelitian kami menggunakan kuisioner. Kuisioner
yang dibagikan berisikan tentang beberapa pertanyaan yang mendukung penulisan
makalah.

b. Lokasi Penyebaran Sample
Penyebaran sample dilakukan di Lobi Gedung 1 Fakultas Hukum, depan
Perpustakaan Fakultas Hukum, dan Lantai 1 Gedung 1 Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
c. Target Responden
Target yang dijadikan sebagai responden dalam pengisisan kuisioner
adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret angkatan 2011,
angkatan 2012, angkatan 2013, dan angkatan 2014. Jumlah responden masingmasing angkatan yang dibutuhkan adalah sebanyak 3 (tiga) mahasiswa.
d. Pengolahan dan Analisis Data
Untuk pengolahan data serta menganalisis hasil dari kuisioner tersebut,
digunakan studi literature yang terdiri dari buku, jurnal, dan peraturan perundangundangan terkait dengan overfishing.

4. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Peningkatan Efektivitas Hukum Nasional
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, efektif mempunyai arti dapat membawa hasil atau berhasil
guna. Sedangkan efektivitas berarti kefektifan2.
H.Emerson menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Steers (1985:87)

mengemukakan bahwa efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai
suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan
sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi
tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya. Sedangkan menurut Agung
Kurniawan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi
kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak
adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa efektivitas
adalah tolok ukur dalam keberhasilan mencapai tujuan dari suatu program atau
kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Sedangkan peningkatan efektivitas
pemahaman hukum nasional adalah upaya untuk meningkatkan keberhasilan
dalam memahami dan mengetahui tujuan dikeluarkannya suatu produk hukum
tertentu dan diberlakukan sebagai hukum positif suatu Negara. Dalam makalah
ini, yang menjadi objek peningkatan efektivitas pemahaman adalah hukum
Nasional yaitu Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan sebagai
dasar hukum yang memuat pencegahan overfishing.

b. Pengertian Overfishing

2 http://kbbi.web.id/efektif


Overfishing bisa diartikan sebagai penangkapan ikan secara berlebihan
sehingga populasi ikan semakin lama semakin berkurang dan akhirnya tidak ada
lagi yang dapat ditangkap. Terdapat beberapa teori yang menyebabkan terjadinya
overfishing, Israel & Cesar menyatakan ada 4 teori yang menyatakan suatu
kondisi overfishing yaitu, pertama, overfishing terjadi karena banyak ikan
ditangkap bahkan sebelum mereka mempunyai kesempatan untuk tumbuh. Kedua,
adalah penangkapan ikan secara berlebihan yang terjadi saat populasi ikan dewasa
tertangkap dalam jumlah besar sehingga reproduksi terganggu.
Ketiga, overfishing ekosistem yang terjadi ketika penurunan stock atau
populasi jumlah ikan karena kerusakan ekosistem. Sehingga spesies ikan lain
tidak lain dapat tumbuh secara optimal. Dan keempat, overfishing/penangkapan
ikan secara berlebihan karena banyaknya usaha ekonomi perikanan yang
mengarah kearah komersil atau mendapatkan keuntungan yang lebih besar atau
keuntungan ekonomi.
Secara definisi overfishing bisa diartikan sebagai penangkapan ikan secara
berlebihan, sehingga ikan tidak dapat mempertahankan populasi mereka. Jumlah
ikan berkurang sedikit demi sedikit sampai akhirnya tidak satupun ikan yang bisa
ditangkap.


Penangkapan

ikan

secara

berlebihan

(overfishing)

tanpa

memperhatikan siklus hidup ikan, penggunaan alat tangkap yang salah seperti
pukat harimau dan bom ikan serta tidak adanya regulasi dan pengawasan dari
pemerintah setempat menjadi penyebabnya.
Dari penjabaran pengertian overfishing di atas dapati ditarik kesimpulan,
bahwa overfishing merupakan suatu kegiatan penangkapan ikan secara berlebihan
menggunakan alat tangkap yang bersifat destruktif terhadap lingkungan laut, serta
mengakibatkan penurunan populasi ikan di laut sehingga menyebabkan penurunan
jumlah tangkapan ikan secara terus menerus. Apabila tidak dilakukan pencegahan

dan pengehentian kegiatan overfishing tersebut, maka populasi sumberdaya ikan
di laut bisa habis atau punah.
5. Analisis hasil

a. Ringkasan Permasalahan
Sebagai suatu Negara yang mempunyai wilayah perairan yang lebih luas
dari daratan, tentu indonesia mempunyai sumberkekayaan laut hayati dan non
hayati yang berlimpah. Dengan pengelolaan yang baik, hasil dari tangkpan
nelayan kita dapat mencukupi kebutuhan protein ikan setiap warga Negara, seperti
Negara Jepang yang ….Akan tetapi pada kenyataannya, distribusi ikan segar di
negara kita belum bisa maksimal. Ikan segar hanya dapat dijangkau oleh
masyarakat yang mempunyai jarak dekat dengan pasar ikan di pesisir pantai.
Sedangkan untuk masyarakat yang berada jauh dari pesisir harus berpuas hati
dengan ikan yang telah mengalami beberapa kali pengawetan ketika
didistribusikan ke kota-kota.
Selain itu, kita juga menjumpai permasalah terkait aktifitas overfishing
yang dilakukan di wilayah laut indonesia. salah satunya yang produksi perikanan
tangkap Maluku yang pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 15,44%.
Kondisi aktual sumberdaya perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
laut Maluku pada tahun 2010, menunjukkan hampir semua jenis ikan sudah
mengalami kondisi eksploitasi maksimum (fully-exploited) dan hasil tangkap
lebih (overfishing). Kegiatan overfishing dilakukan dengan alat tangkap yang
bersifat destruktif tidak hanya berdampak pada jumlah populasi ikan, akan tetapi
juga dapat merusak lingkungan laut seperti terumbu karang yang menjadi rumah
bagi ikan-ikan. Apabila terumbu karang ikut rusak, maka ikan tidak akan
mempunyai tempat untuk berkembang biak
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun
1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982,
menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk
melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan

berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku3. Maka Indonesia
mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut terkait
aktifitas overfishing tersebut.
Untuk itu dalam Undang-Undang Perikana telah disebutkan beberapa
upaya terkait pencegahan dan pengehentian overfishing. Seperti pelarangan
menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang
mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan termasuk diantaranya
jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompressor. Penangkapan ikan
menggunakan trawl dilarang karena dapat merusak laut. Jaring itu mampu
mencapai dasar laut dan merusak terumbu karang. Lubang jarring sangat halus,
sehingga anak ikan, rajungan, atau udang kecil ikut terjaring. Selain trawl, alat
tangkap yng juga merusak laut adalah bom ikan.
Dalam undang-undang perikanan juga disebutkan adanya Konservasi
Sumber Daya Ikan sebagai upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetic untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan guna
mencegah dan mnghentikan overfishing di Indonesia.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, terdapat hambatan yang menyebabkan
kurangnya

pemahaman

masyarakat

terhadap

Undang-undang

Perikanan.

Kelemahan pada aspek manajemen pengelolaan perikanan antara lain belum
terdapatnya mekanisme koordinasi antarinstansi yang terkait dengan pengelolaan
perikanan. Sedangkan pada aspek birokrasi, antara lain terjadinya benturan
kepentingan dalam pengelolaan perikanan. Hal inilah yang menyebabkan
masyarakat kurang memahami keadaan perikanan di wilayah laut indonesia.
b. Hasil Peolehan Data

3 Penjelasan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan

Berdasarkan dari penyebaran sample yang telah dilakukan terhadap
mahasiswa Fakultas Hukum, telah diperoleh hasil yang berbeda tiap angkatan
terkait pemahaman mengenai pengertian overfishing dan peraturan perundangundangan yang terkait. Hasil dari penyebaran sample dapat dilihat dalam table
berikut.

Table b Hasil Penyebaran Sample pada Mahasiswa Fakultas Hukum

Pertanyaan
1.
2.
3.

4.

5.

Apakah anda mengetahui
tentang Undang-Undang
Perikanan di Indonesia?
Apakah anda mengetahui
yang dimaksud dengan
overfishing?
Bagaimana hasil
perikanan laut kita?
Apakah bisa dinikmati
oleh seluruh warga Negara
Indonesia?
Bagaimana tanggapan
anda terhadap sikap
pemintah terkait perikanan
di laut Indonesia?
Apakah anda mengetahui
tentang keistimewaan
Indonsia berkenaan
tentang bentuk Negara
kita yang dikaitkan
dengan UNCLOS 1982?

Angkatan
2011
Ya
Tidak

Angkatan
2012
Ya
Tidak

Angkatan
2013
Ya
Tidak

1

2

1

2

1

2

-

3

1

2

1

2

3

-

-

3

2

1

1

2

2

1

1

2

(essay)

1

(essay)

2

1

Angkatan
2014
Ya
Tidak

(essay)

2

2

(essay)

1

-

Berdasarkan hasil dari penyebaran sample di atas, dapat diketahui bahwa
tiap angkatan mahasiswa mempunyai pemahaman yang berbeda-beda. Seperti
tentang pemahaman mengenai peraturan perundang-undangan terkait perikanan di
Indonesia. Hanya satu mahasiwa angkatan 2011 yang mengetahui tentang
Undang-undang perikanan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 45 tahun
2009 tentang Perikanan. Sedangkan mahasiswa angkatan 2012 dan 2013 hanya
satu mahasiswa. Bahkan, mahasiswa angkatan 2014 tidak ada yang mengetahui
tentang peraturan perundang-undangan tersebut.

3

Dapat diketahui bahwa publikasi dari pemerintah tentang undang-undang
tersebut kurang dapat menjangkau masyarakat luas. Hanya beberapa mahasiswa
fakultas hukum yang mengetahui undang-undang tersebut karena terdapat
beberapa mata kuliah yang juga menjelaskan tentang Undang-undang Perikanan,
selebihnya tidak. Apabila pemahaman dari undang-undang tersebut tidak
diketahui oleh masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, dimungkinkan
penggunaan alat penangkapan ikan yang tergolong dalam kegiatan overfishing
tetap berlangsung. Selain itu juga publikasi terhadap nelayan asing yang
melakukan eksplorai dan eksploitasi di ZEE Indonesia juga diperlukan agar tidak
melakukan overfishing sehingga merugikan Negara Indonesia.
Selanjutnya, mahasiswa angkatan 2011 dan angkatan 2012 masing-masng
hanya satu mahasiswa yang mengetahui apa yang dimaksud dengan overfishing.
Untuk mahasiwa angkatan 2013 semua responden mengetahui tentang
overfishing, sedangkan mahasiswa angkatan 2014 tidak ada yang mengetahui
tentang overfishing. Akan tetapi pemahaman tentang overfishing hanya
pemahaman secara umum. Tentang dampak dan kegiatan yang dilakukan tidak
terlalu mendetail. Pemahaman akan overfishing perlu ditingkatkan agar seluruh
lapisan masyarakat mengetahui bahayanya dan dapat mencegah overfishing.
Tentang hasil penangkapan ikan dilaut Indonesia sebagian besar
responden menjawab bahwa hasil dari tangkapan ikan tersebut sudah cukup
banyak, akan tetapi kurang bisa dinikmati oleh seluruh warga Negara Indonesia.
hal ini dikarenakan pendistribusian ikan segar yang masih kurang. Juga harga
dalam negeri yang mahal dibandingkan dengan harga ekspornya. Jumlah ekspor
juga lebih banyak daripada jumlah yang dikonsumsi dalam negeri sendiri.
Untuk tanggapan responden terhadap sikap pemerintah terkait perikanan
laut di Indonesia mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Dari jumlah responden
sebanyak 12 mahasiswa, sebanyak 4 responden berpendapat bahwa sikap
pemerintah kurang memperhatikan sector perikanan. Selebihnya berpendapat
bahwa perikanan di Indonesia mulai menuju ke tahap yang lebih baik. Hal ini

ditunjukkan dengan upaya pemerintah yang mulai menindak kapal-kapal asing
yang melakukan penangkapan ikan di Indonesia secara illegal. Sedangkan satu
responden memilih abstain.
Tentang keistimewaan Negara kepulauan yang diberikan UNCLOS 1982,
responden mahasiwa angkatan 2011 dan 2012 masing-masing hanya satu orang
yang mengetahui tentang keistimewaan tersebut, sedangkan mahasiswa angkatan
2013 satu oang tidak mengetahui keistimewaan Negara keupaluan dan angkatan
2014 sama sekali tidak mengetahui. Pemahaman terkait keistimewaan yang
diberikan UNCLOS pada Negara kepulauan perlu ditingkatkan akan kesadaran
masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dapat terlaksana.
6. Penutup
Kegiatan overfishing menjadi isu global yang perlu diperhatikan. Tahun
2010, FAO merilis 53% sumber daya ikan dimanfaatkan maksimal (fully
exploited), 28% berlebih (over exploited), 3% habis (deleted) dan 1% dalam
pemulihan. Di Indonesia, semakin diperkuat dengan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan RI Nomor 45 tahun 2011 bahwa sekitar 72% sumberdaya ikan di
11 wilayah Indonesia overfishing dan fully-exploited. Tersisa 27% atau 35 spesies
dan kelompok spesies dari seluruh stok perikanan nasional masih bisa
dimanfaatkan. Padahal hasil dari penangkapan ikan nasional belum bisa
menjangkau seluruh kebutuhan warga Negara akan protein ikan.
Untuk itu perlu dilakukan peningkatan terhadap efektivitas hukum
nasional

khususnya

Undang-undang

perikanan

untuk

mencegah

dan

menghentikan overfishing. Terutama dalam pemahamannya oleh masyarakat luas
sebagai stakeholder. Selain itu juga untuk mengetahui tindakan pemerintah
Indonesia dalam menjalankan peraturan peundang-undangan terkait overfishing
agar hasil tangkapan ikan nekayan Indonesia dapat dinikmati oleh seluruh Warga
Negara Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis data yang kami peroleh, menunjukkan bahwa
masih banyak mahasiswa fakultas hukum yang kurang mengetahui tentang

peraturan peundang-undangan perikanan di Indonesia, dimana hanya ada 3 (tiga)
dari 12 (dua belas) responden yang mengetahui tentang Undang-Undang
Perikanan. Juga tentang keistimewaan Negara indonesia yang diberikan UNCLOS
1982 ada 4 (empat) responden yang mengetahui keistimewaan tersebut.
Akan tetapi pada pertanyaan tentang overfishing 5 (lima) responden
mempunyai pemahaman yang hampir sama. Sedangkan pada hasil perikanan laut
di Indonesia yang dapt dinikmati mempunyai pendapat yang berbeda-beda dengan
total jawaban masing-masing 6 (enam) responden yang menjawab ya atau tidak.
Untuk tanggapan responden terhadap sikap pemerintah terkait perikanan laut di
Indonesia mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Dari jumlah responden
sebanyak 12 mahasiswa, sebanyak 4 responden berpendapat bahwa sikap
pemerintah kurang memperhatikan sector perikanan. Selebihnya berpendapat
bahwa perikanan di Indonesia mulai menuju ke tahap yang lebih baik. Sedangkan
satu responden memilih abstain.

DAFTAR PUSTAKA
Dionisius Bawole, Yolanda M T N Apituley.2011.Maluku Sebagai Lumbung Ikan
Nasional: Tinjauan Atas Suatu Kebijakan. Jural Pengembangan PulauPulau Kecil 2011 - ISBN: 978-602-98439-2-7 Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Pattimura, Ambon, 239-246
Supriadi, Alimuddin.2011.Hukum Perikanan di Indonesia.Sinar Grafika: Jakarta
Subagyo, Joko.1993. Hukum Laut Indonesia.Penerbit Rineka Cipta: Jakarta
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

Manajemen Pembagian Tugas:
1. Kuisioner: Rony Kurniawan
2. Penyusun Makalah: Fivi Fajar Iryana
3. Analisis Hasil: Achmad Mirza F., Fivi Fajar Iryana, Rony Kurniawan
4. Poster: Achmad Mirza F