jtptiain gdl s1 2004 nurshoib21 228 BAB II

BAB II
KONSEP UMUM MAKKI DAN MADANI

A. Pengertian Makki dan Madani
Perkembangan dan dinamika turunnya wahyu mendapatkan
respon yang sangat beragam, begitu pula peristilahan-peristilahan yang
muncul dari kajian terhadap al-Qur'an. Mulai dari istilah ayat, surat,
asbabun nuzul, waqaf, washal dan lain sebagainya. Yang tak kalah menarik
mengenai istilah yang disebutkan dalam studi al-Qur'an adalah Makki
dan Madani. Ada juga yang menyebut dengan istilah Makkiyah dan
Madaniyyah.1
Kata Makki dan Madani merupakan bagian dari terma yang ada
dalam kajian al-Qur'an, yang dimaksudkan untuk memberikan nama
jenis surat/ayat dalam al-Qur'an. Keduanya lahir dari dua nama kota
besar yang ada di Jazirah Arab, yaitu Makah dan Madinah. Selanjutnya
dinisbahkan dengan isim sifat, yang ditandai dengan alamat ya’ nisbah,
maka jadilah kata Makki dan Madani.
Surat Makiyah ialah wahyu yang turun kepada Muhammad
sebelum hijrah, meskipun surat itu tidak turun di Makah. Sedangkan
Madaniyah ialah surat/ayat yang turun kepada rasulullah setelah hijrah,
walaupun surat atau ayat itu turun di Makah. Seperti yang turun pada


1 Perlu juga dimengerti bahwa yang dimaksudkan dengan madaniyah di sini
bukanlah sebuah terminologi madaniyah dalam kajian peradaban. Tapi madaniyah yang
dipakai dalam terminologi kajian al-Qur'an. Karena dalam tradisi intelektual Islam (ArabPersia-Melayu) untuk kata-kata kebudayaan digunakan kata-kata al-hadharah atau hadharah,
sedangkan untuk kata-kata peradaban atau civilization digunakan kata-kata al-madaniyah
atau madaniyah saja. Kata-kata yang sama pengertiannya dengan madaniyah ialah altsaqafah (peradaban).

18

saat fathu Makkah (penaklukan kota Makah), waktu haji wada'
(perpisahan) atau dalam perjalanannya.2
Sedangkan disebut ilmu Makki dan Madani, karena ia merupakan
bagian dari disiplin ilmu-ilmu al-Qur’an (‘ulum al-Qur'an) yang sudah
berdiri sendiri dan sitematis (mudawam) sebagai salah satu dari cabangcabang ilmu lainnya.3 Ilmu ini mempunyai keunikan tersendiri, karena
menerangkan dua fase (periode) penting turunnya ayat atau surat dalam
al-Qur’an, yakni fase Makah dan fase Madinah begitu pula sebaliknya.4
Dengan demikian, yang dimaksud dengan ilmu Makki dan Madani
adalah ilmu yang membahas ihwal bagian al-Qur'an–surat atau ayat–yang
Makki dan bagian yang Madani, baik dari segi arti dan maknanya, caracara mengetahuinya, atau tanda masing-masing, maupun macammacamnya. Sedangkan Makki dan Madani sendiri adalah bagian-bagian
dari al-Qur'an, dimana ada sebagiannya termasuk Makki dan ada yang

termasuk Madani. Akan tetapi dalam memberikan kriteria mana yang
termasuk Makki dan mana yang termasuk Madani itu, atau di dalam
mendefinisikan masing-masingnya, ada beberapa teori dan pendekatan,
oleh karena terdapat perbedaan orientasi yang menjadi dasar tujuan
masing-masing.
As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur'an, Bairut, Juz I, Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah,
2000 M/ 1421 H., hlm. 19.
3 Sedangkan ke-mudawaman juga dijumpai pada cabang-cabang ‘ulum al-Qur'an
lainnya, semisal ilmu asbab an-nuzul, nasikh dan mansukh, munasabah, i’jaz al-Qur'an, ilmu
qira’ah dan lainnya. Hal ini terjadi, setelah para ‘ulama abad V/VII H mengintegrasikannya menjadi satu ilmu atau satu pembahasan yang merupakan kumpulan dari seluruh
cabang-cabang ilmu tentang al-Qur'an yang kemudian dikenal sebagai ‘ulum al-Qur'an
yang mudawwam atau yang sudah tersusun secara sistematis. Abdul Djalal H.A. Ulumul
Qur’an, Surabaya, Dunia Ilmu, 2000, hlm. 19-20.
4 Sebagimana diketahui bahwa al-Qur'an (yang ada sekarang ini) yang dimulai
dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas terdiri dari 124 surat dan 6666 ayat–
walaupun masih terjadi silang pendapat tentang jumlahnya–perlu diketahui fase-fase
turunnya ayat atau surat dalam al-Qur'an. Syamsuri Yusuf, “Mengenal Klasifikasi Makiyah
dan Madaniyah”, dalam Sukardi KD. (ed), Belajar Mudah ‘Ulumul Al-Qur'an; Studi Khazanah
Ilmu al-Qur'an, Jakarta, Lentera Basritama, 2002, hlm. 135.
2


19

Dari sekian banyak teori dan pendekatan yang digunakan untuk
menentukan antara surat atau ayat dalam al-Qur'an yang dapat
dikategorikan Makki dan Madani, dapat diklasifikasikan dalam beberapa
hal sebagai berikut;
1. Teori mulahazhatu makaanin (teori geografis) yang berorientasi pada
tempat turunnya surat atau ayat al-Qur'an. Artinya, surat atau ayat
dalam al-Qur'an yang diturunkan di Makah berarti makiyah–baik
waktu turunnya sebelum atau sesudah hijrah ke Madinah. Sedangkan
ayat atau surat yang turun setelah melakukan hijrah di Madinah
berarti disebut madaniyah.
2. Teori mulahadzat al-mukhathabin fi an-nuzul (teori subyektif), yaitu teori
yang berorientasi pada subyek siapa yang di-khitabi/dipanggil dalam
ayat. Jika subyeknya orang-orang Makah maka ayatnya dinamakan
Makiyah. Dan jika subyeknya orang-orang Madinah maka disebut
Madaniyah. Ini menunjukkan bahwa butuh penilaian seobyektif
mungkin—artinya bahwa usaha untuk mencarikan jalan keluar tetap
dibutuhkan. Menurut teori ini, yang dinamakan surat Makki adalah

berisi khitab kepada penduduk Makah dengan kata; “ya ayyuha an-nas”
(wahai manusia) atau “ya ayyuha al-kafirun” (wahai orang-orang kafir)
atau “ya bani Adama” (hai anak cucu Adam). Sebab kebanyakan
penduduk Makah adalah orang-orang kafir, maka tidak salah
dipanggil dengan panggilan orang kafir atau wahai manusia,
walaupun orang kafir di daerah lain juga turut dipanggil. Sedangkan
yang dimaksudkan dengan surat Madani ialah memuat panggilan
dengan panggilan kepada penduduk Madinah. Panggilan itu biasanya
memakai; “ya ayyuha al-ladzina amanu” (wahai orang yang beriman).
Karena mayoritas penduduk Madinah adalah mereka yang beragama
Islam dan tergolong sebagai orang mukmin. Maka panggilan yang

20

disampaikan dalam bahasa al-Qur'an adalah sebagaimana panggilan
dimaksud.
3. Teori mulahadzatu zaman an-nuzul (teori historis), yaitu teori yang
berorientasi pada sejarah waktu turunnya al-Qur'an. Yang dijadikan
tonggak sejarah oleh teori ini ialah hijrah Muhammad dari Makah ke
Madinah. Maka yang dimaksudkan dengan surat Makki adalah yang

diturunkan sebelum hijrah ke Madinah meskipun ayat tersebut turun
di luar kota Makah, semisal di Mina, Arafah atau Hudaibiyah dan
lainnya. Sementara Madani adalah ayat yang diturunkan setelah
Muhammad hijrah ke Madinah meskipun ayat tersebut diturunkan di
Badar, Uhud, Arafah atau Makah.
4. Teori mulahadzatu ma tadhammanat as-surah (teori content analisis), yaitu
suatu teori yang mendasarkan kriterianya dalam membedakan
Makiyah dan Madaniyah-nya kepada isi daripada ayat/surat yang
bersangkutan. Dengan kaidah yang demikian ini, maka yang
dimaksud dengan Makki adalah surat/ayat yang berisi cerita-cerita
umat terdahulu atau nabi-nabi yang telah lalu. Sedangkan yang
disebut Madani adalah ayat/surat yang menjelaskan tentang hukum
hudud, faraid dan sebagainya.5
Ada

juga

yang

melukiskan


tentang

pembidangan

ta’rif

(pengertian) Makki dan Madani dengan perspektif yang hampir sama
dengan pendefinisian di atas. Pengetahuan yang perlu dimengerti terkait
dengan Makki dan Madani adalah membahas kerangka keilmuan itu dari
empat segi;
1. Dari segi masa turunnya (tartib az-zaman)
2. Dari segi tempat turunnya (tahdid al-makan)
3. Dari segi topik yang dibicarakan (tahwil al-maudlu’i)
5

Abdul Djalal H.A, op. cit, hlm. 78-79.

21


4. Dari segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin al-syakhsyi)6
Jadi, mengetahui surat-surat atau ayat-ayat yang turun di Makah
(makiyah) dan yang turun di Madinah (Madaniyah) menjadi penting
untuk dapat memahami dan menafsiri al-Qur'an dengan benar. Itulah
sebabnya, antusiasme para sahabat dan para tabi'in sangat besar terhadap
hal itu. Sehingga Ibnu Mas'ud pernah berkata; "Demi Allah yang tidak
ada Tuhan kecuali Dia, tidak ada surat pun dari kitabullah yang turun
melainkan saya ketahui dimana ia turun. Dan tidak ada satupun ayat dari
kitabullah yang turun kecuali saya tahu tentang apa ia turun. Seandainya
saya tahu ada seseorang yang lebih tahu/’alim dengan kitabullah
daripada saya, dan orang itu dapat didatangi dengan kendaraan onta,
pasti saya datangi dia", (HR. Bukhari). 7
Para sahabat biasa mengamalkan apa-apa yang mereka pelajari
dari al-Qur’an.

Jadi mereka tidak hanya mempelajari saja tanpa

dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, kata Ibnu Mas'ud;
“seorang dari kami bila mempelajari sepuluh ayat al-Qur'an, belum mau
menambahnya lagi sebelum benar-benar ia ketahui makna-makna

sepuluh ayat itu dan mengamalkannya”. Karena Rasulullah bersabada;
“Bacalah al-Qur'an dan amalkanlah serta jangan memakan (upah karena
membacanya)", (HR. Ahmad). Kerena para sahabat bersungguhsungguh dalam mempelajari al-Qur'an dan gigih mempraktekkan ajaranajarannya, maka tidak heran kalau Allah berkenan memenangkan mereka
di atas semua manusia pada zamannya. Kehancuran dan kemunduran
kaum muslimin ini akan terus berlangsung sampai mereka mau kembali

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur'an: Ilmu-Ilmu Pokok
dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2002, hlm. 62.
7 Abdul Djalal H.A, op. cit, hlm. 88.
6

22

mempelajari kitabullah dan mengamalkan ajaran-ajaranya dalam
kehidupan mereka.8
Dengan demikian, maka cara yang ditempuh oleh para ulama
dalam studi ‘ulum al-Qur'an untuk mengetahui surat/ayat Makiyah dan
Madaniyah dilakukan dengan menggunakan dua metode dasar;9
1. Merujuk kepada riwayat-riwayat yang sah datangnya dari sahabat
yang hidup sezaman dengan turunnya wahyu dan menyaksikan

langsung turunnya wahyu tersebut. Atau riwayat dari para tabi'in
yang bertemu dan mendengar dari sahabat perihal latar belakang
turunnya, tempatnya, dan kejadian yang melatari turunnya suatu surat
ataupun ayat.
2. Berpegang pada ciri-ciri surat-surat atau ayat-ayat Makiyah dan
Madaniyah, lalu dikiaskan berdasarkan ijtihad untuk menentukan
apakah suatu surat atau ayat termasuk Madaniyah atau Makiyah.
Misalnya di dalam surat Makiyah terdapat satu ayat yang
mengandung ciri-ciri Madaniyah, maka mereka simpulkan itu ayat
Madaniyah. Begitu pula sebaliknya, kalau di dalam surat Madaniyah
terdapat ayat yang mencerminkan ciri-ciri ayat yang turun di Makah,
maka itu dikatakan ayat Makiyah. Juga, bila di dalam satu surat
tersebut terdapat ciri-ciri surat makiyah, maka itu mereka katakan
surat Madaniyah. Para ulama itu mengatakan bahwa semua surat
yang mengandung kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu,
bisa dipastikan itu surat diturunkan di Makah (Makiyah). Sedangkan
semua surat yang mengandung perintah-perintah wajib, seperti
shalat, zakat, puasa, atau hukum-hukum had/kriminal, seperti potong
8 Muhammad Ibnu Jamil Zainu, Pemahaman Al Qur'an, terj. Mashuri Ikhwany,
Bandung, Gema Risalah Press, Cetakan Pertama, 1997, hal. 29-31.

9 Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadl, Mansyurat al-Ashr alHadits, tth, hlm. 61.

23

tangan, cambuk, dera, itu pasti surat diturunkan di Madinah
(Madaniyah).
Dari jumlah surat dalam al-Quran yang semuanya seratus empat
belas (114) surat, maka dari jumlah itu, pendapat yang paling mendekati
kebenaran tentang bilangan surah-surah makiyah dan Madaniyah ialah
bahwa Madaniyah ada dua puluh surat; 1) Al-Baqarah, 2) Ali Imran, 3)
An-Nisa', 4) Al-Maidah, 5) Al-Anfal, 6) At-Taubah, 7) An-Nur, 8) AlAhzab, 9) Muhammad, 10) Al-Fath, 11) Al-Hujurat 12) Al-Hadid, 13)
Al-Mujadalah, 14) Al-Hasyr, 15) Al-Mumtahanah, 16) Al-Jumu'ah, 17)
Al-Munafiqun, 18) Ath-Thalaq, 19) At-Tahrim dan 20) An-Nashr.
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua belas surah, yakni Al-Fatihah,
Ar-Ra'd, Ar-Rahman, As-Shaff, At-Taghabun, At-Tatfif, Al-Qadar, AlBayyinah, Az-Zalzalah, Al-Ikhlash, Al-Falak, An-Nas. Selain yang
disebutkan di atas adalah Makki, yaitu delapan puluh (80) surat.
Turunnya surah-surah Makkiyyah lamanya 12 tahun, 5 bulan, 13 hari,
dimulai pada 17 Ramadhan 40 tahun usia Muhammad atau bertepatan
dengan Februari 610 M.10
Bila diklasifikaskan berdasarkan urutan turunnya, maka dapat

dirumuskan sebagai berikut;
a. Makkiyah
Al-‘Alaq, al-Qalam, al-Muzammil, al-Muddatstsir, al-Fatihah, alMasad (al-Lahab), at-Takwir, al-A’la, al-Lail, al-Fajr, adh-Dhuha,
Alam Nasyrah (al-Insyirah), al-‘Ashr, al-‘Adiyat, al-Kautsar, atTakatsur, al-Ma’un, al-Kafirun, al-Fil, al-Falaq, an-Nas, al-Ikhlas, anNajm, ‘Abasa, al-Qadar, asy-Syamsu, al-Buruj, at-Tin, al-Quraisy, alQari’ah, al-Qiyamah, al-Humazah, al-Mursalah, Qaf, al-Balad, athThariq, al-Qamar, Shad, al-A’raf, al-Jin, Yasin, al-Furqan, Fathir,
10

Ibid, hlm. 62.

24

Maryam, Thaha, al-Waqi’ah, asy-Syu’ara, an-Naml, al-Qashash, alIsra, Yunus, Hud, Yusuf, al-Hijr, al-An’am, ash-Shaffat, Lukman,
Saba’, az-Zumar, Ghafir, Fushshilat, asy-Syura, az-Zukhruf, adDukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaf, adz-Dzariyah, al-Ghasyiah, al-Kahf,
an-Nahl, Nuh, Ibrahim, al-Anbiya, al-Mu’minun, as-Sajdah, athThur, al-Mulk, al-Haqqah, al-Ma’arij, an-Naba’, an-Nazi’at, alInfithar, al-Insyiqaq, ar-Rum, al-Ankabut, al-Muthaffifin, azZalzalah, ar-Ra’d, ar-Rahman, al-Insan, al-Bayyinah.11
b. Madaniyyah
Al-Baqarah, al-Anfal, ali-Imran, al-Ahzab, al-Mumtahanah, an-Nisa’,
al-Hadid, al-Qital, ath-Thalaq, al-Hasyr, an-Nur, al-Hajj, alMunafiqun, al-Mujadalah, al-Hujurat, at-Tahrim, at-Taghabun, ashShaff, al-Jum’at, al-Fath, al-Maidah, at-Taubah dan an-Nashr.12
Sementara secara utuh, surat al-Qur'an yang ada pada masa
sekarang dan diyakini oleh masyarakat muslim tersistematisasikan
sebagaimana berikut; al-Fatihah, al-Baqarah, ali-Imran, an-Nisa’, alMaidah, al-An’am, al-A’raf, al-Anfal, at-Taubah, Yunus, Hud, Yusuf, arRa’d, Ibrahim, al-Hijr, an-Nahl, al-Isra’, al-Kahfi, Maryam, Thaha, alAnbiya’, al-Hajj, al-Mu’minun, an-Nur, al-Furqan, asy-Syu’ara’, an-Naml,
al-Qashash, al-Ankabut, ar-Rum, Luqman, as-Sajadah, al-Ahzab, Saba’,
Fathir, Yasin, ash-Shaffat, Shad, az-Zumar, al-Mu’min, Fushshilat, asySyura, az-Zukhruf, ad-Dukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaf, Muhammad, alFath, al-Hujurat, Qaaf, adz-Dzariyat, ath-Thur, an-Najm, al-Qamar, arRahman, al-Waqi’ah, al-Hadid, al-Mujadilah, al-Hasyr, al-Mumtahanah,
ash-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, at-Taghabun, ath-Thalaq, atTahrim, al-Mulk, al-Qalam, al-Haqqah, al-Ma’arij, Nuh, al-Jin, al-

11
12

Abdul Djalal H.A., op. cit, hlm. 397.
Ibid, hlm. 397.

25

Muzzammil, al-Muddatstsir, al-Qiyamah, al-Insan, al-Mursalat, an-Naba’,
an-Nazi’at, ‘Abasa, At-Takwir, al-Infithar, al-Muthaffifin, al-Insyiqaq, alBuruj, ath-Thariq, al-A’la, al-Ghaasyiyah, al-Fajr, al-Balad, asy-Syams, alLail, adh-Dhuha, Alam Nasyrah, at-Tin, al-‘Alaq, al-Qadar, al-Bayyinah,
al-Zalzalah, al-‘Adiyat, al-Qari’ah, at-Takatsur, al-‘Ashr, al-Humazah, alFil, al-Quraisy, al-Ma’un, al-Kautsar, al-Kafirun, an-Nashr, al-Lahab, alIkhlash, al-Falaq, an-Nas.13
Abul Qasim An-Naisaburi membuat kerangka marhalah secara
sistematis dalam membedakan antara Makki dan Madani. Penertiban
Makki dan Madani ini dibaginya menjadi tiga marhalah:
1. Marhalah ibtidaiyah
2. Marhalah mutawasithah
3. Marhalah khitamiyah14
Diantara surat-surat yang disepakati ahli sejarah dan ahli tafsir
sebagai surat Makiyah marhalah ibtidaiyah adalah; al-Alaq, al-Mudatsir, atTakwir, al-A’la, al-Lail, al-Insyirah, al-Adiyat, at-Takatsur, dan an-Najm.
Sedangkan Makiyah marhalah mutawassithah adalah; Abasa, at-Tin, alQari’ah, al-Qiyamah, al-Mursalat, al-Balad, dan al-Hijr. Sementara yang
dinamakan Makiyah marhalah khitamiyah adalah; ash-Shaffat, az-Zuhruf,
ad-Dukhan, adz-Dzariyat, al-Kahfi, Ibrahim, as-Sajdah 15
Ketiga kelompok ini, walaupun nampak tanda-tanda diturunkan
di Makah, namun masing-masing mempunyai perbedaan dari yang lain
dalam segi isi dan uslub-nya. Masing-masing mempunyai ciri-ciri tertentu
dan tekanan-tekanan tertentu. Maksud dari penjelajahan surat Makiyah
pada setiap marhalah adalah mengumpulkan perkembangan turunnya

Ibid, hlm. 393-396.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy., op. cit., hlm. 84.
15 Ibid, hlm. 85-86.

13
14

26

surat dan ayat untuk mengetahui mana yang dahulu dan mana yang
kemudian dan menampakkan ciri-ciri ayat tersebut.16
Kondisi Makiyah yang demikian tadi membawa potensi untuk
merunut posisi surat Madaniyah yang juga dijabarkan sesuai dengan
marhalahnya masing-masing. Madaniyah marhalah ibtidaiyah yaitu; alBaqarah, al-Anfal, Ali Imran, al-Ahzab, al-Mumtahanah, an-Nisa’, dan
al-Hadid. Marhalah kedua dari Madaniyah adalah Madaniyah marhalah
mutawasithah. Surat yang termasuk marhalah ini adalah; Muhammad, atThalaq, al-Hasyr, an-Nur, al-Munafiqun, al-Mujadalah, dan al-Hujarat.
Sementara yang dinamakan Madaniyah marhalah khitamiyah adalah; AtTahrim, Al-Jumu’ah, Al-Maidah, At-Taubah, dan An-Nashr.17
Dengan munculnya perspektif yang berbeda dalam memandang
eksistensi Makki dan Madani, maka berbeda pula pemaknaan tentang
Makki dan Madani tersebut. Beberapa ulama dalam memformulasikan
Makki dan Madani terdapat silang pendapat. Namun diantara mereka
tetap mempunyai keyakinan tentang wujud surat/ayat yang dinamakan
Makki dan Madani. Keadaan yang demikian karena posisi wahyu ada
yang mutlaq dan muqayyad.18

B. Pemetaan Ulama’ Tentang Perbedaan Makki dan Madani
Persepsi berbeda yang muncul dalam kajian Makki dan Madani,
pada akhirnya menjadikan perbedaan pandangan oleh kalangan ulama.
Klasifikasi yang dilakukan oleh Manna’ Al-Qatthan memberikan
gambaran bahwa untuk membedakan Makki dengan Madani, para ulama
mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai
Ibid, hlm. 121.
Ibid, hlm. 121.
18 Syeikh Muhammad, Studi al-Qur'an al-Karim; Menelusuri Sejarah Turunnya alQur'an, terj. Taufiq Rahman, Bandung, Pustaka Setia, 1992, hlm. 203-204.
16

17

27

dasar.19 Pandangan para ulama ini tentunya tetap berkiblat pada sebuah
argumentasi yang disesuaikan dengan kondisi keilmuan yang ada dalam
kajian al-Qur'an. Ketiga pandangan itu sebetulnya hampir sama dengan
pandangan atau teori yang telah disebutkan diatas. Ketiga pandangan
yang disebut oleh Al-Qatthan dalam Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an adalah
sebagai berikut;
1. Dari segi turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di Makah. Adapun Madani adalah yang diturunkan
sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Yang diturunkan
sesudah hijrah sekalipun di Makah atau Arafah adalah Madani,
seperti yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Makah.
Misalnya saja firman Allah yang artinya; "Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat ke pada yang berhak …." (An-Nisa': 58).
Ayat ini diturunkan di Makah, dalam Kakbah pada tahun penaklukan
Makah (fathu Makkah). Atau yang diturunkan pada haji Wada', seperti
firman Allah; "Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridai Islam menjadi agama
bagimu." (Al-Maidah: 3). Dalam Hadits sahih dari Umar dijelaskan,
ayat itu turun pada malam Arafah hari Jumat tahun haji Wada'.
Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut, karena ia lebih
memberikan kepastian dan konsisten .
2. Dari segi tempat turunnya. Makki ialah yang turun di Makah dan
sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah
yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil.
Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara kongkret
yang mendua, sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabuk atau di
Baitul Makdis, tidak termasuk ke dalam salah satu bagiannya,
19

Manna’ Al-Qatthan, op. cit., hlm. 61.

28

sehingga ia tidak dinamakan Makki dan tidak juga Madani. Juga
mengakibatkan bahwa yang diturunkan di Makah sesudah hijrah
disebut Makki.
3. Dari segi sasarannya (i’tibar al-mukhatab). Makki adalah yang
seruannya ditujukan kepada penduduk Makah dan Madani adalah
yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah. Berdasarkan
pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat al-Quran
yang mengandung seruan ya ayyuha an-nas (wahai manusia) adalah
Makki, sedang ayat yang mengandung seruan ya ayyuha al-lazhina
amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah Madani.20
Namun, melalui pengamatan cermat, nampak bagi kita bahwa
kebanyakan surat al-Qur’an tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan
itu. Dan ketentuan demikian pun tidak konsisten. Al-Qur’an adalah
seruan ilahi terhadap semua makhluk. Ia dapat juga menyeru orang yang
beriman dengan sifat, nama, atau jenisnya. Begitu pula orang yang tidak
beriman dapat diperintah untuk beribadah, sebagaimana orang yang
beriman diperintahkan konsisten dan menambah ibadahnya.
Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani, para
ulama bersandar pada dua cara utama;
1. Sima'i naqli (pendengaran seperti apa adanya)
2. Qiyasi ijtihadi (analogi hasil ijtihad)21
Cara pertama didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat
yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para
tabi’in yang menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, di
mana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu.
Sebagian besar penentuan Makki dan Madani itu didasarkan pada cara
20
21

Ibid, hlm. 62.
Ibid, hlm. 60.

29

pertama ini. Contoh-contoh di atas merupakan bukti paling baik
baginya. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitabkitab tafsir bi al-ma'tsur, kitab-kitab asbab an-nuzul dan pembahasanpembahasan mengenai ilmu-ilmu al-Quran. Namun demikian, tentang
hal tersebut tidak terdapat sedikit pun keterangan dari Rasulullah, karena
ia tidak termasuk suatu kewajiban, kecuali dalam batas yang dapat
membedakan mana yang nasikh dan mana yang mansukh.22
Qadhi Abu Bakar Ibnu Tayyib Al-Baqalani dalam Al-Intishar
menegaskan; "Pengetahuan tentang Makki dan Madani itu mengacu
pada hafalan para sahabat dan tabi’in. Tidak ada suatu keterangan pun
yang datang dari Rasulullah mengenai hal itu, sebab ia tidak
diperintahkan untuk itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu pengetahuan
mengenai hal itu sebagai kewajiban umat.”23 Bahkan, sekalipun sebagian
pengetahuannya dan pengetahuan mengenai sejarah nasikh dan mansukh
itu wajib bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan tersebut tidak harus
diperoleh melalui nasionalisme dari Rasulullah.
Sedangkan cara qiyasi ijtihadi didasarkan pada ciri-ciri Makki dan
Madani. Apabila dalam surat Makki terdapat suatu ayat yang
mengandung sifat Madani atau mengandung peristiwa Madani, maka
dikatakan bahwa ayat itu Madani. Apabila dalam surah Madani terdapat
suatu ayat yang mengandung sifat Makki atau mengandung peristiwa
Makki, maka ayat tadi dikatakan sebagai ayat Makki.
Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri Makki, maka surah itu
dinamakan surah Makki. Demikian pula dalam hal satu surah terdapat
ciri-ciri Madani, maka surah itu dinamakan surah Madani. Inilah yang
disebut qiyas ijtihadi. Oleh karena itu para ahli mengatakan, bahwa setiap

22
23

Ibid, hlm. 61.
Al-Zarkasyi, op. cit., hlm. 246.

30

surat yang di dalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu, maka surah itu adalah Makki. Dan setiap surah yang di
dalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan, surah itu adalah
Madani, dan begitu seterusnya.
Bahkan

Ja'bari

pun

pernah

mengatakan

bahwa;

"untuk

mengetahui Makki dan Madani, ada dua cara; sima'i (pendengaran) dan
qiyasi (analogi)." Sudah tentu sima'i pegangannya berita pendengaran,
sedang qiyasi berpegang pada pernalaran. Baik berita pendengaran
maupun pernalaran, keduanya merupakan metode pengetahuan yang
valid dan metode penelitian ilmiah.
Hal yang terkait dalam perbedaan pandangan Makki dan Madani
tersebut dapat dilihat dari tanda-tanda yang ada pada Makki dan Madani.
Tanda-tanda surat Makki adalah; 24
1. Dimulai dengan nida’ (panggilan): “ya ayyuhaa an-nas” dan
sebangsanya. Dalam al-Qur'an bentuk nida’ tersebut ada 292 ayat
atau 4,68%.
2. Di dalamnya terdapat lafadz “kalla”. Lafadz tersebut terdapat dalam
al-Qur'an sebanyak 33 kali dalam 25 surat di bagian akhir Mushaf
Utsmani.
3. Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah (disunnahkan bersujud tilawah
jika membacanya), di dalam al-Qur'an ada 15 ayat sajdah.
4. Di permulaannya terdapat huruf-huruf tahajji (huruf yang terpotongpotong), seperti huruf

31

5. Di dalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan umat-umat
terdahulu, selain surat al-Baqarah dan al-Maidah. Contohnya antara
lain seperti surat Yunus, Yusuf, Hud, Ibrahim, al-Kahfi, Maryam,
Thaha dan sebagainya.
6. Di dalamnya berisi cerita-cerita terhadap kemusyrikan dan
penyembahan-penyembahan terhadap selain Allah.
7. Di dalamnya berisi keterangan-keterangan adat kebiasaan orangorang kafir dan orang-orang musyrik yang suka mencuri, merampok,
membunuh,

mengubur

hidup-hidup

anak

perempuan

dan

sebagainya.
8. Di dalamnya berisi penjelasan dengan bukti-bukti dan argumentasi
dari alam ciptaan Allah yang daoat menyadarkan orang-orang kafir
untuk berian kepada Allah dan percaya kepada Rasul dan kitab-kitab
suci, hari kiamat dan sebagainya.
9. Berisi ajaran prinsip-prinsip akhlak yang mulia dan pranata sosial
yang tinggi, yang dijelaskan dengan sangat mengagumkan sehingga
menyebabkan orang benci kepada kekafiran, kemusyrikan, kefasikan,
kekasaran dan sebagainya. Dan sebaliknya, menarik orang untuk
beriman, taat, setia, kasih sayang, ihlas, hormat, rendah diri, dan
sebagainya.
10. Berisi nasehat-nasehat petunjuk dan ibarat-ibarat dari balik cerita
yang dapat menyadarkan bahwa kekafiran, kedurhakaan dan
pembangkangan umat itu hanya mengakibatkan kehancuran dan
kesengsaraan saja.
11. Berisi ayat-ayat nida’ (panggilan) yang ditujukan kepada penduduk
Makah atau orang-orang kafir, musyrik dan sebagainya dengan
ungkapan: “yaa ayyuha an-nas” atau “ya ayyuha al-kafirun” atau “ya bani
Adama”.

32

12. Kebanyakan surat atau ayat-ayatnya pendek, kerena menggunakan
bentuk ijaz (singkat padat). Bentuk tersebut ditujukan kepada orangorang Quraisy Makah yang pada umumnya adalah pakar Bahasa
Arab.
Adapun yang dijadikan patokan tanda-tanda surat Makki adalah; 25
1. Bila di dalamnya berisi hukum-hukum hudud/pidana, seperti tindak
pidana

pencurian,

perampokan,

pembunuhan,

penyerangan,

perzinaan, kemurtadan dan tuduhan zina. Seperti terdapat dalam
surat al-Baqarah, an-Nisa’, al-Maidah, asy-Syura dan sebagainya.
2. Di dalamnya berisi hukum-hukum faraidl (waris-mewaris), baik
warisan bagi dzawy al-furudl, dzawy al-arham atau dzawy al-‘ashabah.
Contohnya terdapat dalam surat al-Baqarah, an-Nisa’, al-Maidah.
3. Berisi izin jihad fi sabilillah dan hukum-hukumnya, seperti surat alBaqarah, al-Anfal, at-Taubah dan al-Haj.
4. Berisi keterangan mengenai orang-orang munafiq dan sifat-sifat serta
perbuatan-perbuatannya–kecuali surat al-Ankabut. Contohnya seperti
dalam surat an-Nisa’, al-Anfal, at-Taubah, al-Ahzab, al-Fath, alHadid, al-Munafiqun dan al-Tahrim.
5. Berisi hukum ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya.
Contohnya seperti surat an-Nisa’, al-Anfal, at-Taubah, al-Ahzab, alFath, al-Hadid, al-Munafiqun, dan al-Tahrim.
6. Berisi hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, sewa menyewa,
gadai, utang piutang dan sebagainya. Contohnya seperti surat alBaqarah, Ali Imran, an-Nisa’, al-Maidah dan lain-lain.
7. Berisi hukum-hukum munakahat (seputar pernikahan), baik mengenai
nikah, talak, ataupun mengenai hadlanah (pemeliharaan anak).

Abdul Djalal H.A., op. cit., hlm. 96-98. Lihat Juga Muhammad Hasbi AshShiddieqy, op. cit., hlm. 81-84.
25

33

Contohnya seperti surat al-Baqarah, an-Nisa’, al-Maidah, an-Nur, alMumtahanah, ath-Thalaq dan sebagainya.
8. Berisi hukum-hukum kemasyarakatan, kenegaraan seperti soal
pemusyawaratan, kedisiplinan, kepemimpinan, pendidikan, pergaulan
dan sebagainya. Contohnya seperti surat al-Baqarah, Ali Imran, alMaidah, al-Anfal, at-Taubah, al-Hujurat dan sebagainya.
9. Berisi dakwah (seruan) kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani serta
penjelasan akidah-akidah mereka yang menyimpang. Contohnya
seperti surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Fath, al-Hujurat dan
sebagainya.
10. Berisi ayat-ayat nida’ (panggilan) yang ditujukan kepada penduduk
Madinah yang Islam dan khitab-nya; “ya ayyuha al-ladzina amanu” yang
di dalam al-Qur'an terdapat 219 ayat atau 3,51%.
11. Kebanyakan surat atau ayatnya panjang-panjang sebab ditujukan
kepada penduduk Madinah yang orang-orangnya banyak yang kurang
terpelajar, sehingga perlu dengan ungkapan yang luas agar jelas.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan
adanya sebagian surat yang seluruh ayat-ayatnya Makiyah atau
Madaniyah, dan sebagian surat lain yang tergolong Makiyah atau
Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya.
Karena itu, dari segi Makiyah dan Madaniyah ini, maka surat-surat alQur'an itu tebagi menjadi empat macam;
1. Surat Makiyah murni

)

34

al-Mukminun, an-Naml, Shad, Fathir dan surat-surat pendek dalam
juz 30 (kecuali surat an-Nashr).
2. Surat Madaniyah murni

)

35

Yaitu surat-surat yang kebanyakan ayat-ayatnya Madaniyah, sehingga
berstatus Madaniyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang
berstatus Makiyah. Surat yang demikian ini dalam al-Qur'an ada 6
surat, yang terdiri dari 726 ayat. Contohnya antara lain surat alBaqarah,

al-Maidah,

al-Anfal,

at-Taubah,

al-Haj

dan

Surat

Muhammad atau surat al-Qital.27
Selain itu, adapula penambahan jenis Makiyah dan Madaniyah
oleh Manna’ Al-Qatthan dalam Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Selain empat
hal yang telah disebut di atas, Al-Qatthan menambahkan jenis Makki
dan Madani sebagai berikut;28

Model seperti ini terkadang juga disebut sebagai ayat-ayat Makiyah dalam surah
Madaniyah. Dengan menamakan sebuah surat itu, Makiyah atau Madaniyah tidak berarti
bahwa surat tersebut seluruhnya Makkiyah dan Madaniyah, sebab di dalam surat makiah
kadang terdapat ayat-ayat Madaniah, dan di dalam surat-surat Madaniah pun terkadang
terdapat ayat-ayat Makiyah. Dengan demikian, penamaan surat itu Makiyah dan
Madaniah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Karena
itu, dalam penamaan surat sering disebutkan bahwa surat itu Makiyah kecuali ayat "anu"
adalah Madaniyah, dan surat ini adalah Madani kecuali ayat "anu" adalah Makiyah. Di
antara sekian contoh ayat-ayat Makiyah dalam surat Madaniah ialah surah al-Anfal itu
Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat yang artinya, "Dan (ingatlah) ketika
orang kafir (Qurays) membuat makar terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat makar, tetapi
Allah menggagalkan makar mereka. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas makar." (alAnfal: 30). Mengenai ayat ini, Muqatil mengatakan, ayat ini diturunkan di Mekah, dan
pada lahirnya memang demikian, sebab ia mengandung apa yang dilakukan orang
musyrik di Darun Nadwah ketika mereka merencanakan tipu daya terhadap Rasulullah
sebelum hijrah. Sebagaima ulama mengecualikan pula ayat, "Wahai nabi, cukuplah Allah
dan orang-orang mukmin yang mengikutimu menjadi penolongmu." (al-Anfaal: 64),
mengingat hadis yang dikeluarkan oleh Al-Bazzar dari Ibnu Abbas, bahwa ayat itu
diturunkan ketika Umar bin Khattab masuk Islam. Lihat Abdul Djalal H.A, op. cit, hlm.
99-100.
28 Yang dimaksudkan dengan jenis klasifikasi Makki dan Madani oleh Manna’ AlQatthan yang terpenting untuk dipelajari ulama dalam pembahasan ini ialah; (1) yang
diturunkan di Makah; (2) yang diturunkan di Madinah; (3) yang diperselisihkan; (4) ayatayat makiyah dalam surat Madaniyah; (5) ayat-ayat Madaniyah dalam surat makiyah; (6)
yang diturunkan di Makah sedangkan hukumnya Madani; (7) yang diturunkan di Madinah
sedangkan hukumnya Makki; (8) yang serupa dengan yang diturukan di Makah (Makki)
dalam kelompok Madani; (9) yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah (Madani)
dalam kelompok Makki; (10) yang dibawa dari Makah ke Madinah; (11) yang dibawa dari
Madinah ke Makah; (12) yang turun pada waktu malam dan siang; (13) yang turun pada
27

36

1. Ayat yang diturunkan di Makah sedang hukumya Madani. Mereka
memberi contoh dengan firman Allah yang artinya; "Wahai manusia,
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal." (alHujurat: 13). Ayat ini diturunkan di Makah pada hari penaklukan
kota Makah, tetapi sebenarnya Madaniyah, karena diturunkan
sesudah hijrah, di samping itu seruannya pun bersifat umum. Ayat
seperti ini oleh para ulama tidak dinamakan Makki dan tidak pula
dinamakan Madani secara pasti. Tetapi, mereka katakan; "Ayat yang
diturukan di Mekah sedangkan hukumnya Madani”.
2. Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki. Mereka
memberi contoh dengan surah al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan
di Madinah dilihat dari segi tempat turunnya, tetapi seruannya
ditujukan kepada orang musyrik penduduk Makah. Juga seperti
permulaan surah al-Bara’ah yang diturunkan di Madinah, tetapi
seruannya ditujukan kepada orang-orang musyrik penduduk Makah.
3. Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Makah (Makki) dalam
Madani. Yang dimaksud para ulama ialah ayat-ayat yang dalam surat
Madaniyah, tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum surah
Makiyah. Contohnya, firman Allah dalam surah al-Anfal yang
Madaniyah, yang artinya; "Dan ingatlah ketika mereka–golongan
musyrik—berkata; "Ya Allah, jika benar (al-Quran) ini dari Engkau,
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada

musim panas dan dingin; (14) yang turun pada waktu menetap dan dalam perjalanan.
Lihat Manna’ Al-Qatthan, op. cit., hlm. 54.

37

kami azab yang pedih." (al-Anfal: 32). Ini mengingat permintaan
kaum musyrikin untuk disegerakan azab itu adalah di Makah.
4. Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah (Madani) dalam
Makki. Yang dimaksud oleh para ulama adalah kebalikan dari yang
sebelumnya. Mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam
surah an-Najm yang artinya; "(Yaitu) mereka yang menjauhi dosadosa besar dan perbuatan keji dari yang selain dari kesalahankesalahan kecil." (an-Najm: 32). As-Suyuti mengatakan; "Perbuatan
keji ialah setiap dosa yang ada sangsinya. Dosa-dosa besar ialah setiap
dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan, kesalahan-kesalahan
kecil ialah apa yang terdapat di antara kedua batas dosa-dosa di atas.
Sedang di Makah belum ada sangsi dan yang serupa dengannya.
5. Ayat yang dibawa dari Makah ke Madinah. Contohnya adalah surat
al-A'la. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Al-Barra' bin 'Azib yang
mengatakan; "Orang yang pertama kali datang kepada kami dari para
sahabat nabi adalah Mushab bin Umair dan Ummi Maktum.
Keduanya membacakan al-Quran kepada kami. Sesudah itu
datangalah Amar, Bilal dan Sa'ad. Kemudian, datang pula Umar bin
Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah
Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku
membacakan; "Sabbih al-ism rabbiy al-a'la" di antara surah yang semisal
dengannya." Pengertian ini cocok dengan al-Quran yang dibawa oleh
golongan muhajirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum anshar.
6. Yang dibawa dari Madinah ke Makah. Contohnya adalah awal surah
al-Bara’ah, yaitu ketika Rasulullah memerintahkan kepada Abu Bakar
untuk berhaji pada tahun ke sembilan. Ketika awal surah al-Bara’ah
turun, Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk
membawa ayat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada

38

kaum musyrikin. Maka Abu Bakar membacakannya kepada mereka
dan mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak seorang musyrik
pun diperbolehkan berhaji.
7. Ayat yang turun pada malam hari dan siang hari. Kebanyakan ayat alQur’an itu turun pada siang hari. Mengenai yang diturunkan pada
malam hari, Abul Qasim Al-Hasan bin Muhamman bin Habib AnNaisaburi telah menelitinya. Dia memberikan beberapa contoh, di
antaranya, "bagian-bagian akhir dari surah Ali Imran. Ibnu Hibban
dalam kitab sahihnya mengatakan; “Ibnul Munzir, ibnu Mardawaiah,
dan Ibnu Abud Dunya, meriwayatkan dari Aisyah r.a.; Bilal datang
kepada Nabi untuk memberitahukan waktu salat subuh, tetapi ia
melihat nabi sedang menangis. Ia bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang
menyebabkan Engkau menangis? Nabi menjawab, "Bagaimana saya
tidak menangis, padahal tadi malam diturunkan kepadaku;
'Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orangorang yang berakal'." (Ali Imran: 190), kemudian katanya; "Celakalah
orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya. Contoh lain
adalah mengenai tiga orang yang tidak ikut berperang. Terdapat
dalam Shahih Bukhari dan Muslim, hadits Ka'ab; "Allah menerima
tobat kami pada sepertiga malam yang terakhir. Contoh lain adalah
awal surah al-Fath. Terdapat dalam Shahih Bukhari dari hadis Umar;
"Telah diturunkan kepadaku pada malam ini sebuah surat yang lebih
aku sukai daripada apa yang disinari matahari." Kemudian beliau
membacakan; "Sesunguhnya Kami telah memberikan kepadamu
kemenangan yang nyata”.
8. Yang turun di musim panas dan musim dingin. Para ulama memberi
contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalalah

39

yang terdapat dalam akhir surat an-Nisa'. Dalam Shahih Muslim dari
Umar dikemukakan; "Tidak ada yang sering kutanyakan kepada
Rasulullah tentang sesuatu seperti pertanyaanku mengenai kalalah. Ia
pun tidak pernah bersikap kasar tentang sesuatu urusan seperti
sikapnya kepadaku mengenai soal kalalah ini. Sampai-sampai ia
menekan dadaku dengan jarinya sambil berkata; "Umar, belum
cukupkah bagimu satu ayat yang diturunkan pada musim panas yang
terdapat di akhir surah an-Nisa’. Contoh lain ialah ayat-ayat yang
turun dalam Perang Tabuk. Perang Tabuk itu terjadi pada musim
panas yang berat sekali, seperti dinyatakan dalam al-Quran. Sedang
untuk yang turun di musim dingin, mereka contohkan dengan ayatayat mengeni "tuduhan bohong" yang terdapat dalam surah an-Nur;
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah
dari golongan kamu juga …" sampai dengan "Bagi mereka ampunan
dan rezeki yang mulia." (an-Nur: 11—26). Dalam hadis sahih dari
A’isyah disebutkan; "Ayat-ayat itu turun pada hari yang dingin."
Contoh lain adalah ayat-ayat yang turun mengenai Perang Khandaq,
dari surah al-Ahzab. Ayat-ayat itu turun pada hari yang amat dingin.
Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwah, dari Huzaifah
yang mengatakan; "Orang-orang meninggalkan Rasulullah pada
malam peristiwa Ahzab, kecuali dua belas orang lelaki. Lalu,
Rasulullah datang kepadaku dan berkata; "Bangkit dan berangkatlah
ke medan perang Ahzab!" Aku menjawab; "Ya Rasulullah, demi yang
mengutus engkau dengan sebenarnya, aku mematuhi engkau karena
malu sebab hari dingin sekali.' Lalu, turun wahyu Allah; "Wahai
orang-orang beriman ingatlah akan nikmat Allah yang telah
dikaruniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara, lalu kami
kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat

40

kamu lihat. Dan Allah Maha Melihat segala yang kamu kerjakan." (alAhzab: 9).
9. Yang turun pada waktu menetap dan yang turun di dalam perjalanan.
Kebanyakan dari al-Quran itu turun pada waktu menetap. Tetapi,
perikehidupan Rasulullah penuh dengan jihad dan peperangan di
jalan Allah, sehingga wahyu pun turun juga dalam perjalanan
tersebut. Al-Suyuthi menyebutkan banyak contoh ayat yang turun
dalam perjalanan, di antaranya ialah awal surah al-Anfal yang turun di
Badar setelah selesai perang. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad
melalui Sa'ad bin Abi Waqqas, dan ayat; "Dan, orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan
Allah." (at-Taubah: 34). Diriwayatkan oleh Ahmad melalui Sauban,
bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu
perjalanan. Juga awal surah al-Hajj. Imam Tirmidzi dan Hakim
meriwayatkan melalui Imran bin Husein yang mengatakan; "Ketika
turun kepada Nabi ayat; 'Hai manusia bertakwalah kepada Rabbmu,
sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah sesuatu kejadian
yang sangat besar …' sampai dengan firman-Nya,'... tetapi azab Allah
itu sangat kerasnya'." (al-Hajj: 1-2). Ayat ini diturunkan kepada Nabi
sewaktu dalam perjalanan. Begitu juga surah al-Fath. Diriwayatkan
oleh Hakim dan yang lain, melalui Al-Miswar bin Makhramah dan
Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata; "Surah al-Fath, dari awal
sampai akhir, turun di antara Makah dan Madinah mengenai soal
Hudaibiyah”.29
Penentuan ayat atau surat Makki dan Madani tersebut tetap
bersandar pada sebuah prinsip yang sudah pasti dilatar belakangi ‘illat

29

Manna’ Al-Qatthan, Ibid, hlm. 56-59.

41

yang argumentatif. Diantara dasar-dasar penentuan Makiyah dan
Madaniyah adalah;
1. Dasar aghlabiyah (mayoritas)
Yang dimaksudkan dengan dasar mayoritas adalah kalau sesuatu surat
itu mayoritas atau kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyah, maka
disebut sebagai surat Makiyah. Sebaliknya, jika yang terbanyak ayatayatnya adalah Madaniyah, atau diturunkan setelah nabi hijrah ke
Madinah, maka surat tersebut dinamakan Madaniyah.
2. Dasar tabi’iyyah (kontinuitas)
Yang dimaksudkan dengan dasar kontinuitas yaitu kalau permulaan
sesuatu surat itu didahului dengan ayat yang turun di Makah atau
turun sebelum hijrah, maka surat tersebut dinamakan Makiyah.
Begitu pula sebaliknya jika ayat-ayat pertama dari suaru surat itu
diturunkan di Madinah atau yang berisi hukum-hukum syari’at, maka
surat tersebut dinamakan sebagai surat Madaniyah.30
Dasar tabi’iyah di atas untuk menetapkan surat dalam al-Qur'an
termasuk Makki atau Madani ini sesuai dengan hadits yang
diriwayatkan Ibnu Abbas r.a;

42

mereka mengenai tahap-tahap da’wah Islam.31 Oleh Manna’ Al-Qatthan
dikatakan;
“Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-surah Makki dan Madani.
Mereka meneliti al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk
ditertibkan sesuai denagn nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat,
dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu,
tempat, dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang
memberikan kepada peneliti objektif, gambaran penyelidikan tentang ilmu
Makki dan Madani. Dan, itu pula sikap ulama kita dalam melakukan
pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian al-Qur’an lainnya. Memang
suatu usaha besar bila seorang peneliti menyelidiki turunnya wahyu dalam
segala tahapannya, mempelajari ayat-ayat al-Qur’an sehingga dapat
menentukan waktu serta tempat turunnya dan dengan bantuan tema surat
atau ayat, merumuskan kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah
sebuah seruan itu termasuk Makki dan Madani ataukah ia merupakan tematema yang menjadi titik tolak dakwah di Makah atau di Madinah. Apabila
suatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti karena terlalu banyak
alasan yang berbeda-beda, maka ia mengumpulkan, memperbandingkan,
mengklasifikasikaannya mana yang serupa dengan yang turun di Makah dan
mana pula yan serupa dengan yang turun di Madinah.”32

Ini menandakan bahwa urgensi memahami al-Qur’an secara
komprehensif akan menjadikan wawasan terhadap isi kandungan alQur'an secara utuh. Dengan demikian al-Qur'an yang dikumpulkan
melalui proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan
kodifikasi hingga menjadi mushaf tidak akan sia-sia—yang selanjutnya
disebut jam’ al-Qur'an.33 Termasuk juga dalam rangka mengetahui letak
ayat atau surat yang Makki ataupun Madani.
Pendefinisian ayat tersebut didasarkan pada analisa yang tersistem
tentang teori makki dan madani yang telah disebut di atas. Apabila ayatayat itu turun di suatu tempat, kemudian oleh salah seorang sahabat
dibawa segera setelah diturunkan untuk disampaikan di tempat lain, para
ulama pun akan menetapkan seperti itu. Mereka berkata; "Ayat yang
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur'an, Jakarta, Pustaka Firdaus, cet. II,
2001, hlm. 207.
32 Manna’ Al-Qatthan, op. cit., hlm. 53.
33 Azyumardi Azra (ed), Sejarah dan Ulum al-Qur'an, Jakarta, Pustaka Firdaus,
1999, hlm. 25.
31

43

dibawa dari Makah ke Madinah, dan ayat yang dibawa dari Madinah ke
Makah”. Abul Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisabury
menyebutkan dalam kitabnya, At-Tanbih 'laa Fadhli 'Uluum al-Quran;
"Di antara ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzulul
qur'an dan daerahnya, urutan turunnya di Makah dan Madinah, tentang yang
diturunkan di Makah tapi hukumnya Madani dan sebaliknya, yang diturunkan
di Makah mengenai penduduk Madinah dan sebaliknya, yang serupa dengan
yang diturunkan di Makah (Makki) tetapi termasuk Madani dan sebagainya.
Dan tentang yang diturunkan di Juhfah, di Baitul Makdis, di Taif, atau di
Hudaibiyah. Demikian pula yang diturunkan secara bersama-sama atau yang
diturunkan secara tersendiri, ayat-ayat Madani dari surah-surah Makkiah,
ayat-ayat Makkiah dalam surat-surat Madaniyah, yang dibawa dari Makah ke
Madinah dan yang dibawa dari Madinah ke Makah, yang dibawa dari Makah
ke Asibinia, yang diturunkan dalam bentuk global dan yang telah dijelaskan,
serta yang diperselisihkan sehingga sebagian orang mengatakan Madani dan
sebagian lagi mengatakan Makki. Itu semua ada dua puluh lima macam.
Orang yang tidak mengetahuinya dan tidak dapat membeda-bedakannya, ia
tidak berbicara tentang al-Qur'an.”34

Para ulama sangat memperhatikan al-Qur’an dengan cermat.
Mereka menertibkan surat-surat sesuai dengan tempat turunnya. Mereka
mengatakan, misalnya; "Surat ini diturunkan setelah surat itu." Dan,
bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara yang
diturunkan pada malam hari dengan yang diturunkan di siang hari,
antara yang diturunkan di musim panas dengan yang diturunkan di
musim dingin, dan antara waktu yang diturunkan sedang berada di
rumah dengan yang diturunkan saat bepergian.” 35
Inilah persolan pokok di sekitar Makki dan Madani. Oleh sebab
itu, kita dapati para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat,
tabiin, dan generasi sesudahnya meneliti dengan cermat tempat turunnya
al-Qur’an, ayat demi ayat, baik dalam hal waktu maupun tempatnya.
Penelitian ini merupakan pilar kuat yang menjadi landasan bagi para

34
35

Manna’ Al-Qatan, Mabahits…, Op. cit., hlm. 53.
Ibid, hlm. 54.

44

peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan
pentahapan dalam penetapan hukum dan perintah.
Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu
dalam menghadapi segala kerusakan akidah, perundang-undangan, dan
perilaku. Beban dakwah itu baru diwajibkan setelah benih subur tersedia
baginya dan fondasi kuat telah dipersiapkan untuk membawanya. Dan
asas perundang-undangan dan aturan sosialnya juga baru digariskan
setelah hati manusia dibersihkan dan tujuannya ditentukan. Sehingga
kehidupan yang teratur dapat terbentuk atas dasar bimbingan dari Allah.
Tentunya kita akan melihat bahwa ayat-ayat makiyah (Makki)
mengandung karakteristik yang berbeda sebagaimana dijumpai dalam
ayat-ayat Madaniyah (Madani), baik dalam tataran isi maupun
strukturnys, sekalipun yang kedua ini di dasarkan pada yang pertama
dalam hukum-hukum dan perundang-undangannya. Tetapi kesemuanya
tetap mempertimbangkan aspek makani, zamani dan khitabi-nya.36
Pada zaman jahiliah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan
tuli, menyembah berhala, mempersekutukan Allah, mengingkari wahyu,
mendustakan hari akhir, dan mereka mengatakan; "Apabila kami telah
mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang-belulang, benarkah
Kami akan dibangkitkan kembali?" (ash-Shaffat: 16). Kehidupan ini
tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan
yang akan membinasakan kita hanyalah waktu." (al-Jatsiyah: 24). Mereka
ahli bertengkar yang sengit sekali, tukang berdebat dengan kata-kata
pedas dan retorika luar biasa, sehingga wahyu Makki (yang diturunkan di
Makah) juga berupa goncangan-goncangan yang mencekam, menyala-

Syamsuri Yusuf, “Mengenal Klasifikasi Makiyah dan Madaniyah”, dalam Sukardi
KD. (ed), Belajar Mudah ‘Ulumul Al-Qur'an:; Studi Khazanah Ilmu Al-Qur'an, Jakarta, Lentera
Basritama, 2002, hlm. 139.
36

45

nyala seperti api yang memberi tanda bahaya disertai argumentasi sangat
kuat dan tegas.
Semua ini dapat menghancurkan keyakinan mereka pada berhala,
kemudian mengajak mereka kepada agama tauhid. Dengan demikian,
tabir kebobrokan mereka berhasil dirobek-robek, begitu juga segala
impian mereka dapat dilenyapkan dengan memberikan contoh-contoh
kehidupan akhirat, surga, dan neraka yang terdapat di dalamnya. Mereka
yang begitu fasih berbahasa dengan retorika tinggi ditantang agar
membuat seperti apa yang ada di dalam al-Qur’an, dengan menggunakan
kisah-kisah para pendusta terdahulu, bukti-bukti alamiah dan yang dapat
diterima akal. Semua ini menjadi ciri-ciri al-Qur’an surat-surat makiyah.37
Setelah terbentuk jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat,
kitab dan rasul-Nya, kepada hari akhir dan qadar, baik dan buruknya,
serta akidahnya telah diuji dengan berbagai cobaan dari orang musyrik
dan ternyata dapat bertahan, dan dengan agamanya itu mereka berhijrah
karena lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah daripada
kesenagan hidup duniawi.
Maka, di saat itu kita melihat ayat-ayat Madaniyah yang panjangpanjang

membicarakan

hukum-hukum

Islam

serta

ketentuan-

ketentuannya, mengajak berjihad dan berkurban di jalan Allah kemudian
menjelaskan dasar-dasar perundang-undangan, meletakkan kaidahkaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi, internasional,
dan antarbangsa. Juga, menyingkap aib dan isi hati orang munafik,
berdialog dengan ahli kitab dan membungkam mulut mereka. Inilah ciriciri umum al-Qur’an Madaniyah.

Abdul Djalal H.A, op. cit, hlm. 78-79. Manna’ Al-Qatthan, op. cit., hlm. 53. AlZarkasyi, op. cit., hlm. 239.
37

46

Pengetahuan tentang Makki dan Madani banyak membawa
hikmah dan faedah serta kegunaan sebagai berikut.;38
1. Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan al-Qur’an. Sebab,
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu
memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang
benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum
lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang
penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang
mansukh bila di antara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif.
Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu
(mansukh).
2. Men