Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan (Studi Pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu
bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakukan diskriminatif.1 Begitu pula
halnya dengan anak yang sedang menjalani proses pendidikan di dalam lembaga
pendidikan

yang

bertujuan

untuk

memperoleh


ilmu

pengetahuan

dan

pengembangan diri serta kemampuannya agar kelak anak didik tersebut dapat
meraih mimpi dan cita-citanya serta dapat berguna bagi nusa dan bangsa. Selama
menjalani proses pendidikan di dalam suatu lembaga pendidikan anak sepatutnya
mendapatkan perlindungan.
Perlindungan terhadap anak, merupakan hak asasi yang harus diperoleh
anak . sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 menentukan bahwa setiap warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pernyataan
1

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Universitas Sumatera Utara

dari pasal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum
dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa dan anakanak untuk mendapat perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum
terhadap anak, bukan saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah
masalah penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai
korban tindak kekerasan.2
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam Pasal
28B ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.3
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang
membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi
kegiatan perlindungan anak tersebut. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi
kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang
membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan
perlindungan anak.4
Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya

dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian,
tidak saja bersifat materil, tetapi ju\ga immaterial seperti goncangan emosional
dan psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak. Pelaku
2

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung:
Refika Aditama, 2014, hlm. 13
3
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
4
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan), Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer,2004.hlm.247

Universitas Sumatera Utara

tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua (ayah dan atau ibu korban),
anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak
hukum dan lain-lain).5 Kekerasan terhadap anak bisa terjadi dimana saja dan
kapan saja, termasuk di dalam lingkungan lembaga pendidikan khususnya
lingkungan sekolah tempat anak seharusnya menimba ilmu untuk memperoleh

pengetahuan demi mewujudkan cita-citanya. Pelaku kekerasan terhadap anak di
lingkungan sekolah bisa saja guru atau staf di dalam sekolah tersebut atau pun
anak sebagai pelajar di sekolah tersebut.
Di Indonesia, telah banyak terjadi kekerasan terhadap anak yang terjadi di
sekolah. Berikut ini data kekerasan terhadap anak di sekolah yang terjadi di
Indonesia pada tahun Januari 2013- Maret 2015 dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Bidang Data Informasi dan Pengaduan :
Tabel 1
Anak Korban Kekerasan Fisik
No.
Tahun
Jumlah Kasus
1.

2013

215 Kasus

2.


2014

273 Kasus

3.

2015

36 Kasus

Sumber : Tabloid Nova, Edisi 1444/XVIII
26 -1 November 2015

5

Maidin Gultom, Op.Cit, hlm.1

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2

Anak Korban Kekerasan Psikis
No.
Tahun
Jumlah Kasus
1.

2013

74 Kasus

2.

2014

41 Kasus

3.

2015


9 Kasus

Sumber : Tabloid Nova, Edisi 1444/XVIII
26 -1 November 2015

Tabel 3
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan
No.
Tahun
Jumlah Kasus
1.

2013

63 Kasus

2.

2014


67 Kasus

3.

2015

21 Kasus

Sumber : Tabloid Nova, Edisi 1444/XVIII
26 -1 November 2015

Dalam Lingkungan Sekolah, anak bisa saja menjadi korban kekerasan
maupun pelaku kekerasan itu sendiri. Seperti kasus yang terjadi di SD Negeri
117491 Simandiangin , Desa Sabungan, Kecamatan Sungai Kanan. AM bocah
laki-laki yang berusia 6 tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 mengalami
tindak kekerasan seksual di sekolah yang dilakukan oleh 2 orang kakak kelasnya

Universitas Sumatera Utara

yang duduk di kelas 6. AM mengaku ditelanjangi oleh 2 orang kakak kelasnya ,

setelah itu lubang anusnya ditusuk oleh kakak kelasnya tersebut 6
Sungguh memprihatinkan apabila mendengar berita tentang kekerasan
terhadap anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Memprihatinkan karena sekolah
yang bertujuan untuk mendidik anak agar menjadi manusia yang memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat, bangsa, dan
Negara, justru mendapatkan mengalami perlakuan kekerasan di lingkungan
sekolah dimana dia belajar tentang moralitas, anti kekerasan dan sebagainya.
Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) ibukotanya Kotapinang adalah
kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu yang diresmikan
pada tanggal 21 Juli tahun 2008, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun
2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kabupaten
Labuhanbatu Selatan merupakan pintu gerbang Provinsi Sumatera Utara ditinjau
dari Provinsi Riau. Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan ini terbagi atas 5
Kecamatan dan 54 Kelurahan/Desa. Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan terdapat :
a. Sekolah Dasar Negeri (SDN) terdapat 172 sekolah dengan jumlah murid
36.717 orang dan guru 1.923 orang.
b. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) terdapat 22 sekolah, dengan
6.540 orang murid dan 486 orang guru.
c. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) terdapat 6 sekolah, dengan 2.631

murid dan 137 orang guru.
6

http://horasnews.com/am-korban-pelecehan-seksual-di-labusel/, diakses pada tanggal 11
januari 2015 pukul 12.46 WIB

Universitas Sumatera Utara

Penulis tertarik untuk mencoba menguraikan masalah kekerasan terhadap
anak khususnya kekerasan terhadap anak yang terjadi di dalam lembaga
pendidikan khususnya di tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN) dalam bentuk
skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang
Mengalami Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan (Studi Pada Sekolah
Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan) ”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana ruang lingkup terjadinya kekerasan terhadap anak dalam
Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami
kekerasan dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di
Kabupaten Labuhanbatu Selatan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
a)

Untuk mengetahui apa saja yang menjadi ruang lingkup
terjadinya kekerasan terhadap anak dalam Lembaga Pendidikan
khususnya pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.

Universitas Sumatera Utara

b) Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak
yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan khususnya
pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
a) Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan pembahasan terhadap permasalahan
yang diajukan dapat menambah wawasan dan ilmu Pengetahuan
dalam bidang Hukum pada umumnya dan Hukum pidana pada
khususnya.
b) Manfaat Praktis
Secara praktis dalam pembahasan ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pemerintah , lembaga-lembaga pendidikan,
masyarakat, maupun orang tua dalam memberikan perlindungan
terhadap anak, khususnya dalam memberikan hak-hak anak yang
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak.
Sehingga dapat mengurangi kekerasan yang terjadi terhadap anak di
dalam lembaga pendidikan.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada , penelitian
mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan

Universitas Sumatera Utara

dalam Lembaga Pendidikan (Studi Pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan ) belum pernah dilakukan dalam topik dan pembahasan
yang sama. Penelitian terhadap judul skripsi ini juga telah diperiksa oleh pihak
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , judul skripsi ini
belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan belum pernah
diteliti.
Oleh karena itu penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih “asli” sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, serta terbuka sehingga
keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1.

Pengertian Perlindungan Hukum
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Perlindungan berasal dari kata

lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan, dan
membentengi. Sedangkan Perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan,
penjagaan, asilun, dan bunker. 7
Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan dimana tiap-tiap orang
yang bermasyarakat wajib menaatinya ; Sistem peraturan untuk mengawasi
tingkah laku manusia dalam masyarakat atau bangsa ; Undang-undang, ordonansi,
atau peraturan yang ditetapkan pemerintah dan ditandatangani dalam undangundang.8

7

Srikandi Rahayu. Seputar Pengertian Perlindungan Hukum. http:// seputarpengertian.
Blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-hukum.html diakses pada tanggal 2
Oktober 2015 pukul 19.09 WIB.
8
Charlie Rudyat, Kamus Hukum, Penerbit : Tim Pustaka Mahardika, Hlm.212

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. 9
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
2.

Pengertian Anak
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak

terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria batasan usia anak. Berbeda
peraturan perundang-undangan berbeda pula kriteria anak dalam peraturan
perundang-undangan tersebut.
Adapun pengertian anak menurut ketentuan Peraturan perundangundangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
9

Perlindungan Hukum. http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html diakses pada
tanggal 2 Oktober 2015 pukul 20.12 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Indonesia Nomor 3029) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
tidak secara eksplisit mengatur mengenai batas usia anak. Akan tetapi bila
dilihat dalam pasal 153 ayat (5) KUHAP menyebutkan bahwa Hakim Ketua
sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur 17 tahun
tidak diperkenankan menghadiri sidang . Selanjutnya dalam pasal dalam pasal
171 KUHAP menyebutkan bahwa batasan usia anak di sidang pengadilan yang
boleh diperiksa tanpa sumpah dipergunakan batasan usia di bawah 15 tahun.10
b. Di dalam ketentuan pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
diesebutkan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.11
c. Di dalam Ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batasan untuk
disebut anak adalah belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan.12
d. Dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur
21 tahun dan belum pernah kawin. 13
e. Dalam ketentuan pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa anak adalah tiap manusia yang

10

Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak.
Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2015,hlm.7
11
Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
12
Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
13
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Universitas Sumatera Utara

berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih di
dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya. 14
f. Di dalam ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa anak yang berkonflik
dengan hukum selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun , tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.15
g. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan

Nasional

memberlakukan

wajib

belajar

9

tahun,

yang

dikonotasikan menjadi anak yang berusia 7 sampai 15 tahun.16
h. Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan.17
Hadi Supeno dalam M.Nasir Djamil mengungkapkan bahwa semestinya
setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum
dikategorikan sebagai lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi
anak harus disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan
dengan pemenuhan hak anak.18

14

Pasal 1 sub 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
16
M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum : Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hlm.10
17
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
18
M.Nasir Djamil, Op.Cit., hlm.10
15

Universitas Sumatera Utara

Karena memang sudah seharusnya peraturan perundang-undangan yang
ada memiliki satu (mono) defenisi sehingga tidak akan menimbulkan tumpang
tindih peraturan perundang-undangan yang ada pada tataran praktis akan membuat
repot penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, Undang-Undang Perlindungan
Anak memang seyogiyanya menjadi rujukan dalam menentukan kebijakan yang
berhubungan dalam pemenuhan hak anak.19
3.

Pengertian Kekerasan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kekerasan berasal dari kata keras

diartikan sebagai sifat (hal dsb) keras ; kegiatan; kekuatan dsb;

paksa (an);

kejang; kekejangan. 20 Di dalamnya terdapat kata kekuatan yang diartikan sebagai
tenaga; gaya; kekuasaan;keteguhan; kekukuhan, dan juga kata paksaan yang
diartikan tekanan; desakan keras; yang dipaksa. Jadi kekerasan berarti suatu
kegiatan yang di dalamnya terdapat komponen kekuasaan, tekanan, dan paksaan.
Kekerasan menurut Black adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak
adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau
kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba bertenaga, kasar dan menghina.
Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak umum,
terhadap aturan hukum dan kebebasan umum, sehingga bertentangan dengan
hukum. 21
Bab IX Pasal 89 KUHP menentukan bahwa orang pingsan atau membuat
orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Berdasarkan
19
20

Ibid, hlm.11
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Balai Pustaka,

1976
21

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI
Jakarta, Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, Jakarta: 2007,hlm.13

Universitas Sumatera Utara

ketentuan Pasal 89 KUHP dapat diketahui bahwa kekerasan adalah suatu
perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah,
membuat orang tidak berdaya. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan
tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan
atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya. Yang
disamakan dengan melakukan kekerasan menurut pasal ini ialah membuat orang
jadi pingsan atau tidak berdaya.22
4. Lembaga Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara.23
Defenisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain24 :
a. Driyakara mengatakan bahwa : Pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut
mendidik. Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda.
b. Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di
mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial
dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat
memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimum.
c. Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai
macam kegiatan yaang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan
22
23

Maidin Gultom,Op.Cit,hlm.1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional
24

Fuad Ihsan,Dasar-Dasar Kependidikan,Jakarta: PT Rineka Cipta,2010,hlm.4

Universitas Sumatera Utara

membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari
generasi ke generasi.
d. Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada
tahun 1930 menyebutkan : Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak ; dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan
bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,
keehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan
dunianya.
e. Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada
hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dari uraian diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai :
a. Suatu proses pertumbuhan yang menyesusaikan dengan lingkungan ;
b. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepaada anak dalam
pertumbuhannya ;
c. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu
yang dikehendaki oleh masyarakat ;
d. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju
kedewasaan.
Fungsi pendidikan dalam arti mikro sempit adalah membantu (secara
sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan dalam
arti luas adalah sebagai alat 25:
a. Pengembangan pribadi ;
b. Pengembangan warga negara ;
c. Pengembangan kebudayaan ;
d. Pengembangaan bangsa ;
25

Fuad Ihsan,Op.Cit,hlm.11

Universitas Sumatera Utara

Philip H.Coombs dalam Fuad Ihsan mengklasifikasikan pendidikan ke
dalam tiga bagian, yaitu pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak
di lembagakan), pendidikan formal (pendidikan sekolah), dan pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah yang di lembagakan).26
Pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan (informal) adalah proses
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar
atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak seorang
lahir sampai meninggal dunia .

27

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang termasuk dalam pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 28
Pendidikan Sekolah (Pendidikan Formal) adalah pendidikan di sekolah ,
yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang yang dibagi dalam waktu-waktu
tertentu29. Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi.30
Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan adalah semua bentuk
pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib terarah dan berencana
diluar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini tenaga pengajar , fasilitas, cara
penyampaian, dan waktu yang dipakai serta, komponen-komponen lainnya

26

Ibid, hlm.41
Ibid, hlm.42
28
Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
29
Fuad Ihsan,Op.Cit, hlm.42
30
Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
27

Universitas Sumatera Utara

disesuaikan dengan keadaan peserta , atau peserta didik supaya mendapatkan hasil
yang memuaskan. 31
Lembaga

pendidikan

merupakan

wadah

berlangsungnya

individu

menyerap ilmu atau belajar dan bersangkutan dengan lingkungan atau tempat.
Pada penulisan skripsi ini, lembaga pendidikan yang akan dibahas adalah lembaga
pendidikan formal pada tingkat Sekolah Dasar Negeri.
F. Metode Penelitian
Metodologi mempunyai beberapa pengertian, yaitu (a) logika dari
penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan (c) suatu
sistem dari prosedur dan teknik penelitian. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan
bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.32
Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah
dilakukan melalui pengumpulan data-data yang diperlukan untuk dapat
mendukung penulisan skripsi ini sehingga hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam upaya pengumpulan data yang
diperlukan itu, maka dalam penulisan skripsi ini metode yang dipakai adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
penelitian dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis
31
32

Fuad Ihsan,Op.Cit, hlm.42
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika,hlm.17

Universitas Sumatera Utara

empiris.

Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau

penelitian kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan
sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan data
sekunder.33
Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis empiris atau sosiologi
hukum adalah pendekatan dengan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di
dalam masyarakat. Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang
digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam
masyarakat. 34
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada
saat tertentu.35
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut :
a.

Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak
resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 36

33

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Press, Jakarta,2007, hlm.13
34
Zainuddin Ali,Op.Cit,hlm.105
35
Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek,Jakarta : Sinar Grafika,1996,hlm.8
36
Zainuddin Ali,Op.Cit,hlm.106

Universitas Sumatera Utara

Data ini diperoleh melalui wawancara kepada tiga Kepala Sekolah pada
Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
b.

Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian. Data sekunder
tersebut dapat dibagi menjadi37 :
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat
terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek
penelitian.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan
ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.
3) Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai
bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.
4. Metode Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode Library Research (Penelitian
Kepustakaan) dan metode penelitian lapangan.

37

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Library Research merupakan metode penelitian yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.38
Field research merupakan metode penelitian dengan terjun langsung
kelapangan dalam hal ini adalah tiga Sekolah Dasar Negeri Kabupaten
Labuhanbatu Selatan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan judul
penelitian, yang mana dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara
(interview). Wawancara adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih yaitu pewawancara dengan responden atau narasumber.
5. Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat
ditafsirkan. Dalam hal ini, analisis yang digunakan adalah analisis data kualitatif
yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.
Dengan demikian maka setelah data primer dan data sekunder telah
lengkap, selanjutnya dianalisis dengan peraturan yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Penulis dalam memudahkan penyusunan dan pemahaman skripsi ini,
membuat suatu sistematika penulisan secara teratur dari berbagai hal dan bagian
yang hubungan satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan tersebut dibagi
dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub-sub bab. Skripsi
ini dirancang dengan tujuan agar terhindar dari kesimpangsiuran sehingga tidak
38

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

terjadi tumpang tindih antar satu hal dengan yang lain sehingga karenanya disusun
secara sistematis dalam bentuk sebagai beikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Merupakan kerangka yang terdiri dari latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pusataka, metode penelitian dan diakhiri dengan
sistematika penulisan. Dalam bab ini penulis memaparkan tentang
pengertian perlindungan hukum, pengertian anak, pengertian
kekerasan dan lembaga pendidikan.

BAB II

RUANG LINGKUP TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP
ANAK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
NEGERI DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN.
Bab ini membahas tentang Kekerasan terhadap anak, Ruang
lingkup Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar, Kekerasan terhadap
anak pada sekolah dasar negeri di kabupaten Labuhanbatu Selatan.

BAB III

PERLINDUNGAN
MENGALAMI

HUKUM

TERHADAP

KEKERASAN

DALAM

ANAK

YANG

LEMBAGA

PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN
LABUHANBATU SELATAN
Bab ini membahas tentang pengaturan tentang kekerasan terhadap
anak dalam hukum positif di Indonesia, Perlindungan hukum
terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga
pendidikan sekolah dasar, Kendala Perlindungan Hukum terhadap

Universitas Sumatera Utara

Anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan
sekolah dasar negeri di kabupaten Labuhanbatu Selatan, Upaya
pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak dalam lembaga
pendidikan.
BAB IV

PENUTUP
Bab ini merupakan rangkuman seluruh pembahasan pada bab-bab
sebelumnya menjadi suatu kesimpulan dan sekaligus memuat
saran-saran

dari

penulis

yang

dianggap

bermanfaat

bagi

kepentingan masyarakat maupun pemerintah serta penulis sendiri
sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.

Universitas Sumatera Utara