Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

15

BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen

Perhatian terhadap perlindungan konsumen bermula dari adanya gerakan
terhadap perlindungan konsumen (Consumer movement). Amerika Serikat tercatat
sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam memberikan
perlindungan konsumen. Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan
adanya gerakan - gerakan konsumen diawal abad ke 19. Pertama kali di tahun
1891 di New York terbentuklah Liga Konsumen, dan pada tahun 1898 di tingkat
nasional Amerika Serikat terbentuk Liga Konsumen Nasional ( The National
Consumer’s League ). Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang dengan
pesat pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah
berkembang menjadi 64 ( Enam Puluh Empat ) cabang yang meliputi 20 ( Dua
Puluh ) negara bagian. 23
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini cukup mendapat perhatian
karena menyangkut aturan - aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja
masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku

usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat suatu perlindungan.
Pemerintah berperan sangat penting dalam mengatur, mengawasi dan mengontrol
pelaku usaha dan konsumen sehingga tercipta sistem yang kondusif dan saling
21

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet 2 ,
(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2001 ), hal. 12 - 13

15
Universitas Sumatera Utara

16

berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan
masyarakat luas dapat tercapai.
Fokus gerakan perlindungan konsumen sebenarnya masih paralel dengan
gerakan pertengahan abad ke - 20. Di Indonesia, gerakan perlindungan konsumen
menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi
konsumen baru saja berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 mei 1973. Gerakan di

Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan, bahkan mendahului
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) No.
2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen. 24
Adapun yang melatarbelakangi lahirnya hukum perlindungan konsumen
ini antara lain :
1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas
Negara yang sekarang ini disebut negara - negara maju telah menempuh
pembangunannya

melalui tiga tingkat : unifikasi, industrialisasi, dan negara

kesejahteraan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat adalah dalam
mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional.
Tingkat kedua, perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik.
Akhirnya pada tingkat ketiga tugas negara yang terutama adalah melindungi
rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan pada tahap - tahap
sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat. 25

24


Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta : Grasindo, 2000), hal. 29
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk, (Bogor: Panta Rei, 2005) , hal. 1.
25

Universitas Sumatera Utara

17

Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah
perlindungan konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungan konsumen
sejak lama dikenal didunia barat. Organisasi dunia seperti PBB pun tidak kurang
perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan keluarnya Resolusi
PBB No. 39/248 Tahun 1985 atau yang dikenal sebagai Guidelines for Consumer
Protection of 1985 . Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus
dilindungi meliputi : 26
a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan
kehendak dan kebutuhan pribadi
d. Pendidikan Konsumen
e. Tersedianya upaya ganti rugi
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen

Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdangangan bebas, upaya
mempertahankan pelanggan/ konsumen atau mempertahankan pasar atau
memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap
produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang
semakin ketat ini dapat memberikan efek negatif terhadap konsumen pada
umumnya.
2. Hubungan Transaksi antara Produsen dan Konsumen
Konsep pemahaman perlindungan konsumen akan lebih mudah dilakukan
bila melihat tahapan transaksi konsumen. Tahapan transaksi konsumen berarti

26

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Diadit
Media, 2001), hal. vii.


Universitas Sumatera Utara

18

proses terjadinya peralihan pemilikan atau penikmatan barang dan atau jasa
konsumen dari penyedia atau penyelenggara jasa kepada konsumen. Peralihan
dapat terjadi diakibatkan adanya suatu hubungan hukum tertentu sebagaimana
diatur didalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata atau peraturan perundang
- undangan lainnya. 27
Pembahasan tentang tahapan transaksi konsumen ini dibutuhkan untuk
pelaksanaan hak dan/atau kewajiban pelaku usaha dan konsumen serta mengatasi
permasalahan yang timbul dalam hubungan antara konsumen dan penyedia
barang/atau jasa. Tahap transaksi konsumen terdiri atas tiga tahap, yaitu : 28
a. Tahap pratransaksi konsumen
b. Tahap transaksi konsumen
c. Tahap purnatransaksi konsumen
Tahap tahap ini tidaklah secara tegas terpisah satu sama lain. Tahapan ini
diperlukan agar dapat dengan mudah memahami akar permasalahan dan
mencarikan penyelesaiannya. 29

a. Tahap pratransaksi konsumen
Pada tahap ini, transaksi belum terjadi. Konsumen masih mencari
keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannya dapat diperoleh, berapa harga
dan syarat yang harus dipenuhi, serta mempertimbangkan berbagai fasilitas atau
kondisi yang diinginkan. 30 Misalnya, apabila konsumen membeli televisi maka ia
akan terlebih dahulu mencari informasi mengenai harga dan spesifikasi dari

27

Az. Nasution, konsumen Dan Hukum, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal 37
Ibid., hal 38
29
Ibid.,
30
Ibid., hal 39

28

Universitas Sumatera Utara


19

produk - produk televisi yang ada. Informasi ini dapat diperoleh dari brosur,
testimoni, maupun iklan.
Tahap yang paling vital bagi konsumen adalah informasi atau keterangan
yang benar, jelas, dan jujur dari pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung
jawab menyelenggarakan persediaan komoditi kebutuhan tersebut. Setiap pelaku
usaha wajib beritikad baik dan bertanggung jawab dalam menyediakan informasi
yang benar, jelas, dan jujur tentang barang dan/atau jasa yang menjadi mata
usahanya. ( Pasal 7 huruf a dan b jo. Pasal 17, Pasal 20, Pasal 60, dan Pasal 62
ayat 1 dan 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen )
b. Tahapan Transaksi Konsumen
Tahapan ini adalah tahapan dimana terjadi proses peralihan kepemilikan
barang dan/atau jasa tertentu pelaku usaha kepada pihak konsumen. Pada tahap
transaksi ini yang menentukan adalah syarat - syarat perjanjian peralihan
pemilikan barang dan/atau jasa serta ada tidaknya perjanjian dengan klausula baku
yang dilakukan secara sepihak. 31
Klausula baku “ setiap aturan atau ketentuan dan syarat - syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan telebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib

dipenuhi oleh konsumen”. 32 Pembatasan atau larangan untuk memuat klausula klausula baku tertentu dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan untuk mencegah

31

Az. Nasution (e), Penulisan Karya Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan
Peradilan di Indonesia, cet 1, ( Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995), hal 10 - 11
32
Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 1 angka 10

Universitas Sumatera Utara

20

terjadinya penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih
kuat, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen. 33
Pembatasan atau larangan untuk memuat klausula - klausula baku tertentu
dalam

perjanjian


tersebut,

dimaksudkan

untuk

mencegah

terjadinya

penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat
yang pada akhirnya akan merugikan konsumen. 34
c. Tahap Purnatransaksi
Tahapan Purnatransaksi adalah tahapan pemakaian, penggunaan, dan/atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang telah beralih kepemilikannya atau
pemanfaatannya dari pelaku usaha kepada konsumen. Misalnya dalam jual beli
telepon seluler saat telepon seluler tersebut sudah beralih kepemilikannya dan
penjual memberikan garansi maka garansi tersebut masuk kedalam tahapan purna
transaksi. Apabila informasi tentang barang dan/atau jasa yang disediakan oleh

pelaku usaha sesuai dengan ketentuan yang ditentukan dalam pemakaian,
penggunaan, dan/atau pemanfaatan produk konsumen tersebut, maka konsumen
akan puas. Tetapi apabila sebaliknya yang terjadi, maka dapat timbul masalah
antara konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan sehingga timbul sengketa
konsumen. 35

33

Mariam Darusman Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, ( Bandung : Alumni, 1994),

hal. 47
34

Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004) hal 124
35
Az. Nasution, Op Cit, hal 38

Universitas Sumatera Utara


21

B. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen
Istilah konsumen dapat dijumpai dalam Undang - Undang Perlindungan
Konsumen ( Undang - Undang No. 8 Tahun 1999) atau yang sering disebut
dengan UUPK, yakni terdapat pada Pasal 1 butir 2 bahwa “ konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.” 36
Pengertian konsumen dalam UUPK diatas lebih luas bila dibandingkan
dengan 2 (dua) Rancangan Undang - Undang Perlindungan Konsumen lainnya,
yaitu pertama dalam Rancangan Undang - Undang Perlindungan Konsumen yang
diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ),yang menentukan
bahwa : 37
“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain
yang tidak untuk diperdagangkan kembali.”
Sedangkan yang kedua dalam Naskah Final Rancangan Akademik Undang
- Undang Tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut Rancangan
Akademik ) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja
sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen

36

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 1

37

Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan
Pemikiran Tentang Rancangan Undang - Undang Perlindungan Konsumen, Yayasan Lembaga
Konsumen, Jakarta, 1981, hal 2

Universitas Sumatera Utara

22

Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah “setiap orang atau keluarga
yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”. 38
Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “ korban produk yang
cacat ” yang bukan hanya meliputi pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang
bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan
di Eropa pengertian konsumen bersumber dari Product Liability Directive
(selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE) dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan
Directive tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang
menderita kerugian ( Kematian atau cedera ) atau kerugian berupa kerusakan
benda selain produk yang cacat itu sendiri. 39
Di Spanyol, konsumen di istilahkan tidak hanya individu atau orang, tetapi
juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Konsumen
tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya
konsumen tidak identik dengan pembeli. 40
Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan
pengertian yang luas seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan
Presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, “ Consumers by
definition Include us all “.41 Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga
diberikan unsur terhadap definisi konsumen, yaitu :

38

Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, Rancangan Akademik Undang Undang Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 a. hal 57
39
Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan beberapa aspeknya,
(Ujungpandang : Elips Project, 1996) hal 13
40
Ibid.
41
Shidarta, Op Cit, hal 47

Universitas Sumatera Utara

23

1. Setiap orang
Disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berperan sebagai
pemakai barang atau jasa. Istilah “ orang sebetulnya tidak membatasi
pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, namun
konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada
badan hukum. Dalam UUPK digunakan kata “pelaku usaha”
2. Pemakai
Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang
(perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan jasa barang.
Didalam transaksi konsumen yang paling penting berupa peralihan barang
dan jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
3. Barang dan jasa
Undang - Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengartikan barang
sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak
dapat

dihabiskan,

yang

dapat

untuk

diperdagangkan,

dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus
tersedia di pasar. Dalam dunia perdagangan syarat itu tidak mutlak lagi
dituntut oleh masyarakat konsumen.
5. Bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain

Universitas Sumatera Utara

24

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang
lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi
mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini
tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang
dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan
keluarganya).
6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup
pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk
menetapkan batas - batas seperti itu.
Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup
pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannnya sulit untuk menetapkan
batas - batas seperti itu.
Pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah
pembeli, penyewa, nasabah (penerima kredit) lembaga jasa perbankan atau
asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari pada
pengusaha 42 . Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis,
dalam kitab Undang - Undang Hukum Perdata, terdapat subjek - subjek hukum
dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam - pakai, dan
sebagainya.
Posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah
satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan

42

Az. Nasution, Op Cit, hal 68

Universitas Sumatera Utara

25

(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya konsumen itu pelaksanaannya
berhak untuk dilandasi oleh perlindungan hukum atau pada kesehariannya dikenal
dengan istilah “ hukum perlindungan konsumen”.
Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az.Nasution berpendapat “ hukum
konsumen yang memuat asas - asas dan kaidah - kaidah hukum yang mengatur
dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 43
Hukum perlindungan konsumen tidak sebatas diatur didalam Undang Undang Perlindungan Konsumen saja. Hukum perlindungan konsumen juga
terdapat dalam hukum umum dan undang - undang lain misalnya Undang Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Undang - Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal,
dan Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal tersebut
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 64 Undang - Undang Perlindungan Konsumen
yaitu
“ Segala ketentuan peraturan perundang - undangan yang bertujuan
melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang - undang ini
diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara
khusus dan/atau tidak bertentangan dengan undang - undang ini.”
C. Asas, Prinsip dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam setiap Undang - Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang Undang biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari

43

Shidarta, Op Cit, hal 9 - 10

Universitas Sumatera Utara

26

diterbitkannya Undang - Undang itu. Asas - asas hukum merupakan pondasi suatu
Undang - Undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo
memberikan ulasan sebagai berikut :
“...
bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang - undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan
dengan mencari sifat - sifat atau ciri - ciri yang umum dalam peraturan
konkrit tersebut .” 44
Didalam Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen dikatakan
bahwa “ Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum ”. Memperhatikan
substansi Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen demikian pula
penjelasannya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 ( lima ) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar - besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangn antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
dan spritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.

44

Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet 1, (
Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002) hal 25

Universitas Sumatera Utara

27

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. 45

Adapun di dalam perlindungan konsumen adanya suatu prinsip - prinsip,
prinsip tentang tanggung merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum
perlindungan konsumen. Dalam kasus - kasus pelanggaran hak konsumen
diperlukan kehati - hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung
jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak - pihak
yang terkait. 46
Secara umum prinsip - prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat hukum
dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( fault liability atau
liability based on fault ) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum
pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, khususnya
Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini
menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata,
yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan melawan hukum,
mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya

45

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 3
46
Shidarta, Op Cit, hal 59

Universitas Sumatera Utara

28

unsur kesalahan,adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kualitas dan
kerugian. 47
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (
persumption of liability principle ), sampai ia dapat membuktikan ia tidak
bersalah Artinya beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban
pembuktian terbalik ( omkering van bewijslast ) diterima dalam prinsip tersebut.
Undang - Undang Perlindungan Konsumen juga mengadopsi sistem
pembuktian terbalik ini, sebagaiman ditegaskan dalam Pasal 19,22,dan 23 ( lihat
ketentuan Pasal 28 UUPK ).
Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian Adalah
seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan
sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah
( Presumtion of innoccence ) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun jika
diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk
tidak selalu bertanggung jawab ( presumtion nonliability priciple ) hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense

dapat dibenarkan. Prinsip ini

menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia membuktikan

47

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hal.130

Universitas Sumatera Utara

29

bahwa ia tidak bersalah. 48 Contohnya dapat kita lihat dalam hukum pengangkutan,
kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/tangan yang biasanya dibawa dan
diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang,
dalam hal ini pelaku usaha tidak dapt diminta pertanggungjawabannya. 49
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak atau langsung (Strict Liability) sering
diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (Absolute Liability ). Kendati
demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas ada yang
mengatakan, Strict Liability adalah “ prinsip tanggung jawab yang menetapkan
kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan”. Namun ada pengecualian pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,
misalnya keadaan Force Majuer. Sebaliknya Absolute Liability adalah prinsip
tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. 50
Menurut

R.C Hoeber, biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini

diterapkan karena : 51
1. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan
adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi
kompleks;
2. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu waktu
ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau
menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya;
3. Asas ini dapat memaksa produsen lebih hati - hati.

48

Shidarta, Op.cit., hal.62
Ibid, Hal.96
50
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, ( Jakarta : Rajawali
Pers,1998 ) hal 191
51
Shidarta, Op.cit., hal 78
49

Universitas Sumatera Utara

30

Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen
secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen
barang, yang memasarkan produknya merugikan monsumen. Penerapan tanggung
jawab langsung (Strict Liability) tersebut didasarkan pada alasan bahwa
konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk memproteksi diri dari resiko kerugian
yang disebabkan oleh produk cacat.
5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (Limitation of Liability
Principle ) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak
film misalnya, ditentukan bila film ingin dicuci dan dicetak itu hilang atau rusak
(termasuk akibat kesalahan petugas), maka konsumen hanya diganti kerugian
sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan
secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 seharusnya
pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan
konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada
pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang - undangan yang
jelas. 52
Setelah melihat asas - asas maupun prinsip – prinsip dalam hukum
perlindungan konsumen, tentunya terdapat juga tujuan dalam hukum perlindungan

52

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, ( Bandung : Citra
Aditya, 2006 ) hal 115 - 119

Universitas Sumatera Utara

31

konsumen. Hal ini dapat dijumpai dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen bertujuan :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak - haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
dan keselamatan konsumen

Keenam tujuan diatas merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam
pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Keenam
tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan diatas bila dikelompokkan
kedalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan
keadilan terlihat dalam rumusan nomor ke 3 dan 5. Sementara tujuan untuk
memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan nomor 1 dan 2 termasuk
nomor 3 dan 5 serta 6. Tujuan khusus yang diarahkan untuk kepastian hukum
terlihat dalam rumusan nomor 4. Tujuan dalam perlindungan konsumen itu
semata - mata untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum
atau suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum.
Maka dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.

Universitas Sumatera Utara

32

Sebelum membahas mengenai hak konsumen, ada baiknya dikemukakan
dulu apa pengertian hak itu. Sudikno Martokusumo dalam bukunya Mengenal
Hukum, Suatu Pengantar, menyatakan bahwa “dalam pengertian hukum, hak
adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan itu sendiri
berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum”. 53
Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya

Hukum Perlindungan

Konsumen di Indonesia menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber
pemenuhannya, yakni ;
1.

Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu
kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini
tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib
menjamin pemenuhannya.
2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. 54

Menurut Consumers Internasional (CI) menyebutkan ada tiga macam hak
berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni ;
1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak
boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
Contohnya hak untuk memberi suara dalam Pemilu.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.

53

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Universitas
Atmajaya Yogyakarta, 2003) hal 50
54
Janus Sidabalok,Op Cit, hal 21

Universitas Sumatera Utara

33

Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima
barang. Sedangkan hak penjual adalah menerima uang. 55

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4, yakni ;
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya 56

Hak tersebut di atas pada intinya adalah untuk meraih kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen. Sebab masalah tersebut merupakan hal
yang paling utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang
penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, tidak aman atau membahayakan
keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Juga
untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa yang dikehendakinya
berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur.

55

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 91
Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 61
56

Universitas Sumatera Utara

34

Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk di
dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi
sampai ganti rugi. Hak-hak konsumen yang tersebut di atas berguna untuk
melindungi kepentingan konsumen, sebagaimana tercantum dalam tujuan dari
perlindungan konsumen yaitu mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen.
Sehingga diharapkan konsumen menyadari akan hak-haknya dan pelaku usaha
diharuskan untuk memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang
menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga tidak ada lagi
pelanggaran hak-hak konsumen. 57
Selain ada hak, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban
adalah “ suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual”. Frederic M.
Hart dan Nathalie Martin mengemukakan kewajiban konsumen sebagai berikut :
“... obligation can arise from a large variety of transactions. If personal
property is sold,leased,licensed,assigned,or otherwise disposed of, the
obligation to pay is an account. If service have been rendered or are to be
rendered, the obligation to pay for them is an account. ...” 58
Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
57

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 91
Frederic M. Hart dan Nathalie Martin, Secured Transaction (United States of America:
Aspen Publisher, 2007), hal 29
58

Universitas Sumatera Utara

35

4.

Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara
patut 59

Kewajiban ini dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh
hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya. 60

E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen memberi pengertian tentang pelaku usaha ;
Pelaku usaha adalah “setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjelaskan:
Artinya, pelaku usaha yang diikat oleh undang - undang ini adalah para
pengusaha yang berada di Indonesia, melakukan usaha di Indonesia.
Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan,
korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain.
Pelaku usaha disini dilarang memperdagangkan sediaan informasi dan
pangan yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar. 61 Jika terdapat pelaku usaha

59

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 5
60
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 30
61
Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 8 ayat 3

Universitas Sumatera Utara

36

melakukan pelanggaran maka pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. 62
Dengan demikian jelas bahwa pengertian pelaku usaha menurut Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sangat luas. Yang
dimaksud dengan pelaku usaha bukan hanya produsen, melainkan hingga pihak
terakhir yang menjadi perantara antara produsen dan konsumen, seperti agen,
distributor dan pengecer (konsumen perantara). 63
Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lain-nya.

Hak pelaku usaha di atas juga disertai oleh kewajiban bagi pelaku usaha.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah ;
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
62

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN
No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 8 ayat 4
63
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hal.135

Universitas Sumatera Utara

37

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian. 64

Dilihat dari uraian di atas, jelas bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi
konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian
pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku
usaha.
Larangan larangan yang tertuju pada pada pelaku usaha juga diperlukan
agar konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang dibawah standar
atau kualitas lebih rendah daripada harga yang dibayarnya, atau yang tidak sesuai
dengan informasi yang diperolehnya. 65
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen lebih spesifik. Karena di dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha selain harus

64

Ade Marman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, ( Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2002 ) hal 65 - 66
65
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit ., hal 66

Universitas Sumatera Utara

38

melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan
iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Malpraktek Di Rumah Sakit Ditinjau Dari UU NO.8 Tahun 1999 (Studi pada Rumah Sakit Elisabeth Medan )

2 82 103

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

19 108 106

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

0 1 8

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

0 0 1

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

3 6 14

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Tempat Usaha Tukang Gigi di Kota Medan)

0 0 4

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS JASA TUKANG GIGI DI KOTA PANGKALPINANG SKRIPSI

0 0 14

Perlindungan hukum terhadap konsumen atas jasa tukang gigi di Kota Pangkalpinang - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 18

TANGGUNG JAWAB HUKUM PEKERJAAN TUKANG GIGI TERHADAP KONSUMEN PENERIMA JASA TUKANG GIGI DI KOTA SEMARANG - Unika Repository

0 0 15