PENGGUNAAN “FERMEHERBAFIT-ENCAPSULASI” TERHADAP PERFOMAN AYAM BROILER

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

PENGGUNAAN “FERMEHERBAFIT-ENCAPSULASI” TERHADAP

PERFOMAN AYAM BROILER

  

Oleh

Ning Iriyanti, Agus Irianto dan Bambang Hartoyo

  Animal Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Science, Jenderal Soedirman University, Jl. Dr. Soeparno 60, Purwokerto 53112

  • – Indonesia

    Corresponding E-mail

  

ABSTRAK

  Tujuan penelitian mengevaluasi penggunaan fermeherbafit encapsulasi terhadap performan ayam broiler. Materi penelitian yang digunakan adalah ayam broiler 202 MB Platinum sebanyak 80 ekor yang dipelihara mulai DOC sampai umur 35 hari. Fermeherbafit terdiri atas: Curcuma domestica

  

(kunyit), Curcuma xanthorrhiza R (temulawak), Allium sativum L (bawang putih), Morinda

citrifolia (Mengkudu), Moringa oleifera (daun kelor), gula jawa, Probiotik BAL (Bakteri Asam

  Laktat). Perlakuan yang dicobakan adalah: R = Kontrol; R = penggunaan fermeherbafit non- 1 capsulasi; R 2 = penggunaan 1,5% fermeherbafit capsulasi; R 3 = penggunaan 3,0%; fermeherbafit capsulasi; R 3 = penggunaan 4,5% fermeherbafit capsulasi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Variabel yang diukur: performan ayam broiler meliputi pertumbuhan, konsumsi pakan, konversi pakan, indek produksi dan jumlah kematian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fermeherbafit encapsulasi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan ayam broiler.

  Kesimpulan bahwa penggunaan fermeherbafit encapsulasi dapat meningkatkan pertumbuhan ayam broiler sampai level 4,5%. Kata kunci: fermeherbafit encapsulasi, performan, ayam broiler

  PENDAHULUAN

  Pemeliharaan ayam tidak lepas dari obat-obatan, antibiotik dan bahan aditif lain yang berfungsi untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan laju pertumbuhan ayam. Penggunaan antibiotik memberikan dampak yang negatif diantaranya adanya residu dan resistensi bakteri. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memberikan pakan ayam yang efisien, dan aman serta menghasilkan pangan produk ternak yang menyehatkan (Nutraceutical), hal ini dapat dilakukan melalui manipulasi pakan ayam dengan pemberian feed aditif alami berupa “fermeherbafit” yaitu suatu ramuan herbal yang difermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (BAL).

  “ Fermeherbafit” merupakan feed aditif alami untuk ayam untuk pengembangkan penelitian penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Iriyanti dkk. (2007-2012) yang telah menggunakan Fermeherbafitberupa ramuan herbal untuk ayam dan itik. Ramuan herbal akan lebih bermanfaat apabila dilakukan fermentasi menggunakan BAL (Bakteri Asam Laktat), yang akan meningkatkan nilai nutrien herbal. Hasil proses fermentasi akan menghasilkan berbagai senyawa penting yaitu asam-asam amino dan beberapa vitamin serta mengandung probiotik yang berfungsi membantu proses pencernaan dan metabolisme serta meningkatkan daya tahan tubuh.

  Studi pendahuluan yang sudah dilakukan Iriyantidkk. (2014) bahwa penggunaan herbal untuk ayam broiler menghasilkan: rataan nilai konsumsi pakan berkisar antara 3213,912 ± 235,531 sampai 3309,378 ± 291,616 gram/ekor. Rataan pertumbuhan absolut berkisar antara 1528,02 ± 181,03 sampai 1791,82 ± 80,02 gram/ekor, rataan pertumbuhan relatif berkisar antara 0,3648 ± 0,0044 sampai dengan 0,3702 ± 0,0022 gram/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan dengan penambahan herbal 6% menghasilkan pertumbuhan absolut sebesar 1791,82 ± 80,02 2 gram/ekor, persentase karkas sebesar 73,551 ± 1,77%, kadar leukosit 251.88±7.97 x 10 /µl, kadar eritrosit berkisar 2,33 – 2,52 juta/µl. Rataan kadar hematokrit darah berkisar 29,56% - 31,80%.

  Bahanbioaktif seperti senyawa fitokimia yang terkandung dalam herbal sangat sensitif dari kondisi lingkungan yang kurang baik, perubahan cahaya, pemanasan, oksigen dan pH serta kondisi lingkungan proventrikulus ayam serta cairan empedu dengan pH asam. Perlindungan bahan biaktif dapat dilakukan dengan mikroenkapsulasi. Materi yang dapat digunakan sebagai agen enkapulasi (enkapsulan): karbohidrat, termasuk pati yang diubah dan maltodekstrin, derivat selulosa, getah dan ciclodextrin, serta protein seperti protein whey, kaseinat dan gelatin (Malacrida dan Vania, 2009).

  Herbal mempunyai bioavailabilitas yang rendah karena adanya kurkumin (kelarutan rendah, penyerapan rendah, cepat lewat, tingginya tingkat metabolisme di sel usus, eliminasi cepat). Salah satu sebab rendahnya bioavailabilitas kurkumin adalah tidak larut air pada asam atau pH netral, dan ini penyebab sulitnya diabsorpsi, sehingga aplikasi kurkumin diperlukan teknologi dan polimer yang mampu membawa dan mengantarkannya untuk dapat terabsorbsi dengan baik. Fermeherbavit merupakan ferbal yang mengandung probiotik, sehingga viabilitas selnya harus terjaga agar mampu mencapai usus dalam keadaan hidup.

  Pengaruh pH lambung yang sangat ekstrim yaitu sekitar pH 1-5 serta adanya pengaruh garam empedu (bile salt). Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk melindungi sel probiotik yaitu meng gunakan teknik enkapsulasi (Petrovic et al., 2007; Akhiar, 2010; Islam et al., 2010; Burgain et al., 2011; Gbassi dan Vandamme, 2012). Bahan enkapsulasi adalah karagenan (Tsen et al., 2004); resistant starch (Shafiei et al.,2012); alginat (Grosso dan Favaro-Trindade, 2004), Kitosan (Tsen et al.,2004; Le-Tien et al.,2004).

  Kitosan merupakan jenis polimer alami dan merupakan turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan kelarutannya dalam suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam deasetilasi. Kurkumin dan kitosan akan berikatan secara ionik (kitosan mengenkapsulasi kurkumin). Ikatan ionik antara kitosan dan kurkumin dapat rusak akibat teknik pemberian secara oral dan sifat kitosan yang labil terhadap pH rendah serta protease yang dihasilkan di lambung, oleh karena itu diperlukan bahan anion misalnya sodium tripolifosfat (STPP) untuk menstabilkan kompleks inter-molekuler (Sundari et al., 2013).

  METODE PENELITIAN Materi penelitian

  Bahan-bahan fermeherbafit terdiri atas: Bahan enkapsulasi: 100 g Curcuma domestica (kunyit), 100 g Curcuma xanthorrhiza R (temulawak), 25 g Allium sativum L (bawang putih), 50 g

  

Morinda citrifolia (Mengkudu), 10 g Moringa oleifera (daun kelor), 25 g gula jawa, Probiotik

  BAL (Bakteri Asam Laktat). Bahan enkapsulasi: alginat dan chitosan. Bahan pakan yang digunakan: jagung, dedak, bungkil kedele, tepung ikan, kapur, premix, minyak, DL-Methionin dan L-Lysin-HCl. Ransum disusun berdasarkan isoprotein dan isokalori, dengan kandungan protein ayam periode starter 23% dan EM=3100 kcal/kg; kandungan protein ayam periode finisher sebesar 20% dengan EM = 2900 kcal/kg. Perlakuan dicobakan yaitu: R = Kontrol; R = penggunaan 1 fermeherbafit non-capsulasi; R = penggunaan 1,5% fermeherbafit capsulasi; R = penggunaan 2 3

  3,0%; fermeherbafit capsulasi; R 3 = penggunaan 4,5% fermeherbafit capsulasi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Variabel yang diukur: performan ayam broiler meliputi pertumbuhan, konsumsi pakan, konversi pakan, indek produksi, dan jumlah kematian.

  Pembuatan Kapsul BAL dan Uji Kualitas

  Proses pembuatan kapsul dilakukan dengan metode freeze-dried dan spray-dried dengan menggunakan karragenan dan sodium alginat sebagai bahan kapsulasi serta skim milk dan

  • maltodextrin sebagai bahan pengisi. Pengujian jumlah koloni BAL didalam kapsul pada masing masing perlakuan diukur menggunakan metode Total Plate Count (TPC) menurut Fardiaz (1992).

  Sebanyak 0,5 g kapsul BAL dimasukkan ke dalam 4,5 ml NaCl fisiologis 0,85 % dan di-vortex untuk proses pelarutan kapsul, lalu diencerkan secara serial (4, 5 dan 6 kali) dan kemudian diambil sebanyak 0,1 mL untuk ditanam pada cawan petri berisi media MRS agar. Kultur diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari. Koloni yang tumbuh kemudian dihitung sebagai berikut: Populasi BAL (cfu/g) = Jumlah Koloni x Pengenceran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan kandungan protein dan asam-asam amino disebabkan karena kandungan bahan

  • –bahan pakan penyusun ransum berbeda, terutama pakan sumber protein, yang berakibat pada perbedaan kandungan asam-asam amino. Asam amino sangat dibutuhkan terutama untuk pertumbuhanprotein dan asam amino merupakan nutrisi yang
dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang maksimal (National Research Council , 1994).

  Tabel 1. Penggunaan fermeherbafit encapsulasi terhadap performan ayam broiler Konsumsi

  Bobot Badan (g) Perlakuan PBB PBBH Pakan FRC

  Minggu (g) (g) (g/e/hr)

  Minggu 1 Minggu 2

  3 R O 109,75 222,293 335,265 225,515 16,108 43,745 0,368

  R 1 107,06 210,875 343,375 236,315 16,879 46,437 0,363

  R 2 107,681 221,008 364,103 256,421 18,316 47,917 0,382

  R 3 103,24 219,365 385,18 281,94 20,138 49,213 0,409

  R 4 106,906 228,435 424,899 317,993 22,714 49,358 0,460

  Perbedaan rasio penggunaan bahan pakan sumber protein hewani dengan bahan pakan sumber protein nabati dapat menyebabkan perbedaan rasio metionin dan lisin dengan treonin dan triptopan. Bahan pakan sumber protein hewani lebih banyak mengandung asam-asam amino bersulfur seperti metionin dan lysin, sedangkan bahan pakan sumber protein hewani lebih banyak mengandung asam amino treonin dan triptopan. Konsumsi pakan (feed intake) adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ayam atau ternak lain untuk lain untuk fungsi normal tubuh pada periode tertentu. Ayam mempunyai sifat khusus yaitu mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energinya sehingga jumlah pekan yang dikonsumsinya cenderung berhubungan erat dengan energinya (Tilman dkk., 1983).

  Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh bangsa ayam, temperatur lingkungan,periode produksi dan energi dalam pakan, semakin tinggi energi pakan akan menurunkan konsumsi Wahju (2004), bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan National Research Council (1994). Menurut Pond et al. (1995), palatabilitas pakan merupakan daya tarik pakan atau bahan pakan yang dapat menimbulkan selera makan ternak. Hubungan pakan dengan palatabilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rasa, bau, dan warna bahan pakan.

  Tingkat palatabilitas ayam dipengaruhi oleh lemak pakan, karena fungsi lemak antara lain: meningkatkan palatabilitas, membuat pakan menjadi tidak berdebu serta bahan-bahan menyusun pakan dapat tercampur dengan merata. Lemak dalam pakan perlakuan sebesar 5,51% sampai 7,56%, kandungan lemak pakan masih dalam kisaran acuan pembatasan lemak dalam pakan berdasarkan SNI (2016), bahwa lemak pakan ayam broiler berkisar antara 2,5-7%.

  Lemak dan minyak yang dikonsumsi unggas akan dipecah oleh enzim lipase ke dalam asam lemak. Lemak dibutuhkan untuk produksi telur, lapisan lemak diantara daging dan sebagai sumber energi kebutuhan aktivitas unggas (North, 1984). Penggunaan lemak dalam pakan dipengaruhi oleh adanya serat kasar ransum, kandungan serat kasar ransum sebesar 2,40% sampai 3,68%. Kadar serat dalam pakan masih dalam kisaran SNI (2016), yaitu sebesar maksimal 7%.

  Banyak faktor yang memengaruhi konsumsi ransum broiler diantaranya besar dan bangsa ayam, luas kandang, tingkat energi dan protein dalam ransum. Church (1979), menyatakan bahwa faktor yang dapat memengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan. Konsumsi ayam dapat pula dipengaruhi oleh kapasitas tembolok. Meskipun kebutuhan energinya belum terpenuhi, namun ayam akan berhenti makan apabila temboloknya sudah penuh (Tilman dkk., 1986).

  Lacy dan Veast (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi konversi pakan adalah genetik, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis pakan, penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit, pengobatan, dan manajemen pemeliharaan (penerangan, pemberian pakan, dan faktor sosial). Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Nilai konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) kualitas ransum, 2) teknik pemberian pakan, 3) angka mortalitas. Perlu disadari bahwa kunci keberhasilan usaha dalam budidaya broiler adalah angka konversi ransum (Abidin, 2002). Menurut National Research

  

Council (1994), faktor yang memengaruhi konversi pakan adalah suhu lingkungan, bentuk fisik

  pakan, komposisi pakan, dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa ayam pedaging jantan lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan betina.

  Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kematian selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 4%. Angka kematian pada minggu pertama selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 1%. Kematian selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai hari terakhir minggu tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai akhir periode pemeliharaan.

  Mortalitas pada ayam broiler kurang dari 5% menunjukkan bahwa tingkat pemeliharaan ayam broiler berada pada kondisi yang baik(Mpofu, 2012), sejalan dengan pendapat Ahsan-ul-Haq (2003), bahwa mortalitas ayam broiler sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, pakan, manajemen brooding yang kurang baik, toksin, serta biosecurity yang kurang baik yang dapat menyebabkan penyakit Omphalitis, SalmonellosisdanColibacillosis. Menurut Ahmed et al. (2009),mikotoksin dalam pakan seperti Fusarium sp. merupakan toxin utama penyebab kematian pada anak ayam.

  KESIMPULAN Penggunaan fermeherbafit encapsulasi dapat meningkatkan pertumbuhan ayam broiler sampai level 4,5%.

DAFTAR PUSTKA

  Ahmed, M. S., A. Sarker &M.M. Rahman. 2009. Prevalence of Infectious Diseases of Broiler Chickens in Gazipur District Bangl. J. Vet. Med. 7(2): 326 – 331.

  Ahsan, U.H. 2003. Lecture Note on Sanitation and Disinfection. Department of Poultry Husbandry.

  University of Agriculture Farsalabad, Pakistan. Anal, A.K. & W.F. Stevens. 2005. Chitosan-Alginate Multilayer Beads for Controlled Release of

  Ampicillin. J. Pharma.290:45 –54. Bell, D.D. & W.D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition.

  Springer Science and Business Media, Inc, New York. Charpentier, C.A., P. Gadille, B. Digat, J.B. Benoit. 1998. Microencapsulation of Rhizobacteria by

  Spray Drying: Formulation and Survival Studies. J.Microencapsulation 15:639 –659. Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol: 1 Second Edition. John Wiley and Sons. New York.

  Ensminger, M.E., J.G. Oldfield, & W.W. Eeinmann, 1990. Feed and Nutrition. Ensminger Publishing Co. California. Gordon, S.H. & D.R.Charls. 2002. Nichel and Organic Chicken Products: Their Technology and Scientific Principles . Nottingham University Press. United Kingdom. Ivanova, E.V.,X. Chipeva, Doussset,& D. Poncelet. 2002. Encapsulation of Lactic Acid Bacteria in

  Calcium Alginate Beads for Bacteriocin Production. J. Cult. Collections. 3: 53 –58. Lacy, M. & L.R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler: A Guide for Growers.

  Springer Science and Business Media Inc. New York. Lee, J.S., D.S. Cha & H.J. Park. 2004. Survival of Freeze-dried Lactobacillus bulgaricus KFRI 673 in Chitosan-coated Calcium Alginate Microparticels. J. Agric. Food Chem. 52: 300

  • –305. Lian, W.C., H.C. Hsio, & C.C. Chou. 2002. Survival of Bifidobacterium longum After Spray Drying. Int. J. Food Microbiol.74:79 – 86.

  Mosilhey SH. 2003. Influence of Different Capsule Materials on the Physiological Properties of . Institute of Food Technology, Faculty of

  microencapsulatedLactobacillus acidophilus Agriculture University of Bonn. 153 pages.

  Mpofu, S. 2012. Broiler Chicken Management. Irvines Journal. page 22. National Reserch Council. 1994. Nutrient Requirments of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press. Washington.

  North, M.O. 1984. Commercial Chicken ProductionManual. 3rd Ed. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut. Pond, W.G., D.C. Church & K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Fedding. 4th Edition.

  John Willey and Sons, New York. Sultana, K., G. Godward, N. Reynolds, R. Arumugaswamy, P. Peiris, & K. Kailasapathy. 2000.

  Encapsulation of Probiotic Bacteria with Alginate-Starch and Evaluation of Survival in Simulated Gastro Intestinal Condition and in Yoghurt. Int. J. Food Microbiol. 62: 47 –55.

  Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Ed ke-2, B Sumantri, penerjemah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1994. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik.

  M.Syah, Penerjemah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lehdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar . Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

  Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Ke-4. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Zamora L., C. Carretero & D. Parés. 2006. Comparative Survival Rates of Lactic Acid Bacteria Isolated from Blood, Following Spray-drying and Freeze-drying. Technol. Food Sci.

  175:45 –50.