BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori. 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori.

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

  IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia (Depdiknas, 2004).

  IPS adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Widiarto, 2007:1). Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga.

  Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah pembelajaran sebuah bidang ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari beberapa aspek kehidupan atau satu perpaduan. Norma Machezie mengemukakan bahwa Ilmu Sosial adalah semua ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam kontek sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat (Ischak, 1997).

  IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Materi IPS yang diberikan pada pembelajaran peserta didik jenjang SD/MI memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Aspek-aspek yang menjadi ruang lingkup pembelajaran IPS meliputi 1) Manusia, tempat, dan lingkungan;

  2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 3) Sistem sosial dan budaya; dan 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

  Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah program pembelajaran yang mempelajari serta menganalisa gejala dan masalah social dimasyarakat dengan manusia sebagai masyarakatnya dan mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi dengan mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.

  Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

  Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya (Trianto, 2010: 171). Pembelajaran IPS di SD mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. (Depdiknas, 2006).

  Mata pelajaran IPS disusun secara sistemats, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat, sehingga siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai, (Depdiknas, 2006).

  Untuk menguatkan hakekat pembelajaran IPS maka disusunlah tujuan pembelajaran IPS yang disusun dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendididkan dasar dan menengah, dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1.

  Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional dan global. (BNSP, 2006:170). Berdasarkan penjabaran diatas maka standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang tercantum dalam silabus yang akan digunakan dalam mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut.

TABEL 2.1 Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  kepahlawanan dan patriotisme tokoh- tokoh dilingkungannya

  1.6.1 Menjelaskan pentingnya memiliki sikap kepahlawanan dan patriotisme

1.6 Meneladani

  1.6.2 Memberi contoh rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari

  1.6.3Menunjukkan sikap positif terhadap para pahlawan dalam membela bangsa dan negara. Sumber : Permendiknas 22 Tahun 2006_tentang Standar Isi

  2.1.2 Model Think Pair Share (TPS) Model TPS yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan guna menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok. Yatim Riyanto (2010:274) Pendapat yang serupa juga disampaikan Mulyatiningsih (2011:233) model TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa. Model ini dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Senada dengan itu menurut Kagan, 1994 dalam Eggan (2012:134) TPS adalah model kerja kelompok yang meminta siswa individual didalam pasangan belajar untuk menjawab pertanyaan dari guru kemudian berbagi jawaban itu dengan seseorang rekan.

  Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model TPS adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam sebuah kelompok diskusi untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil pemikiran atau jawaban dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan (share) dengan rekannya.

  Langkah – langkah Model Pembelajaran TPS

  Menurut Yatim Riyanto (2010:275) langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS, diantaranya:

  1. Guru menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.

  2. Siswa diminta untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang disampaikan guru secara individual.

  3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi.

  4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan mengemukakan hasil diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan seluruh siswa di kelas.

  5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

  6. Guru memberi kesimpulan.

  7. Penutup.

  Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Warsono (2012:203) proses pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah- langkah sebagai berikut: 1.

  Siswa duduk berpasangan.

  2. Guru melakukan presentasi dan kemudian mengajukan pertanyaan.

  3. Mula-mula siswa diberi kesempatan berfikir secara mandiri.

  4. Siswa kemudian saling berbagi (share) bertukar pikiran dengan pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.

  5. Guru memandu pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.

  6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus dibahas, menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian siswa saat berdiskusi dengan pasanganya.

  7. Simpulan dan refleksi. Pendapat yang serupa juga disampaikan Miftahul Huda (2014:207) proses pembelajaran dengan menggunakan model TPS dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1.

  Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa.

  2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

  3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

  4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan individunya.

  5. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

  Berdasarkan ketiga pendapat para ahli tentang langkah model TPS yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam model TPS adalah sebagai berikut: 1.

  Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang akan dicapai 2. Guru memberikan pertanyaan kemudian siswa diberi kesempatan berpikir mengenai topic permasalahan yang telah dijelaskan secara individual.

  3. Membentuk kelompok kemudian siswa saling berbagi (share) bertukar pikiran dengan pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru.

  4. Setiap pasangan menshare hasil diskusi pasangan dengan pasangan lainnya dalam satu kelompok.

  5. Masing-masing kelompok menshare dalam diskusi kelas.

  6. Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus dibahas, menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian siswa saat berdiskusi dengan pasanganya.

  7. Simpulan dan refleksi.

  Kelebihan dan Kelemahan Model TPS:

  Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (2014 : 211) Kelebihan TPS adalah 1.

  Mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan

  2. Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa 3.

  Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep dalam mata pelajaran

  4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi 5.

  Siswa dapat belajar dari siswa lain

6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau menyampaikan idenya.

  Kelemahan Model TPS Menurut Shomin Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (2014 : 212) kelemahan TPS adalah

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor 2.

  Lebih sedikit ide yang muncul 3. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

2.1.3 Pendekatan Inkuiri

  W. Gulo, 2004 dalam Trianto (2011:135) pendekatan inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analistis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pendapat serupa disampaikan oleh Wina Sanjaya (2010:196) mengatakan pendekatan inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri dari jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Senada dengan itu Kindsvatter William dan Ishler (2014:163) dalam Jamil Suprihatin pendekatan inkuiri adalah sebuah pendekatan, yang mana guru melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik melalui proses identifikasi persoalan, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan mengambil kesimpulan dengan langkah-langkah siswa mampu menemukan suatu prinsip, hukum, atau teori.

  Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari, menyelidiki, dan merumuskan sendiri penemuannya serta dengan pendekatan ikuiri siswa dapat berpikir secara kritis dan analitis dalam memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan dan mampu menemukan prinsip, hukum dan teori.

  Langkah – langkah Pendekatan Inkuiri

  Menurut Wina Sanjaya (2010:202) secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Orientasi Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah: (1) menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa; (2) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan; (3) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

  Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

  2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada sesuatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.

  3. Mengajukan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari sesuatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu di uji kebenaranya.

  4. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan.

  5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang di anggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

  6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

  Pendapat serupa juga disampaikan oleh Muhammad Jauhar (2011:67) yang menyatakan, ada enam tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri yaitu: 1.

  Orientasi Hal yang harus dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: a) menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa. b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan, c) menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

  2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.

  3. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

  Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu masalah yang dikaji.

  4. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran

  inkuiri , mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

  5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

  6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukan kepada siswa data mana yang relevan.

  Berdasarkan pendapat para ahli tentang langkah pendekatan inkuiri yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam pendekatan inkuiri adalah sebagai berikut: 1.

  Menyimak topik permasalahan 2. Merumuskan masalah 3. Merumuskan hipotesis 4. Mengumpulkan data 5. Menganalisis data 6. Membuat kesimpulan

2.1.4 Hasil Belajar

  Dalam setiap pembelajaran, guru tidak hanya mentransfer materi kepada peserta didik, namun juga harus ada hasil belajar dari setiap pembelajaran yang dilakukan. Menurut Wardani Nanik Sulistya hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Pengukuran proses belajar dapat dilakukan ketika proses pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran dan pengukuran hasil dapat diperoleh dari tes yang dilakukan.

  Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Selanjutnya Sudjana (2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

  Menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2013:14) hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik.

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan besarnya skor yang diperoleh siswa melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pada hasil belajar (tes) sebagai hasil dari proses belajar.

  Pengukuran proses dapat diperoleh dari unjuk kerja siswa. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:73) unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu berupa tingkah laku atau interaksi dalam pembelajaran. Sedangkan pengukuran hasil belajar dapat diproleh melalui tes.

  Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria keberhasilan pembelajaran. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Proses mengukur dengan menggunakan alat ukur yang sama ini dinamakan pengukuran.

  Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek.

  Menurut Wardani Nanik Sulistya, dkk (2012:47) pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran perlu menggunakan sebuah alat ukur yang disebut instrumen.

  Sedangkan menurut Anas Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur hakekatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Menurut Uno (2008:93) mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif. Peristiwa mengukur objek yang sama, akan memberikan hasil ukur yang sama pula. Misalnya pengukuran panjang, berat suatu benda, dan lain-lain.

  Jadi, pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu. Berdasarkan penjabaran pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakan alat penilaian hasil belajar. Pengukuran dan penilaian tentu saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar peserta didik. Hal ini dipertegas dengan pendapat Arikunto dalam Jihad dan Haris (2013:54) menyatakan bahwa untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa dilakukan penilaian.

  Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Kemudian informasi atau data tersebut diolah untuk dapat menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

  Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris (2013:54) penilaian sebagai proses sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui pencapaian keberhasilan pembelajaran yang dilakukan.

  Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2012:264) penilaian mencangkup semua metode yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Nilai unjuk kerja ini diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung.

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian atau asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik sesuai kriteria tertentu.

  Menurut Jihad dan Haris (2013:63) diadakannya penilaian memiliki tujuan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan sekaligus memberi umpan balik yang tepat. Penilaian secara sistematis dan berkelanjutan memiliki tujuan untuk: 1) menilai hasil belajar siswa di sekolah; 2) mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat; dan 3) mengetahui mutu pendidikan di sekolah (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.012/U/2001).

  Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam pembelajaran yaitu: a.

  Penilaian formatif Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan. Tujuan dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu.

  b.

  Penilaian sumatif Penilaian sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan, semester, atau tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam rapot dan penentuan kenaikan kelas.

  c.

  Penilaian diagnosis Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyababnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatar belakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi siswa.

  d.

  Penilaian penempatan Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.

  e.

  Penilaian seleksi Penilaian seleksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan saja saat diperlukan.Mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan beragam teknik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Secara umum dalam penilaian terdapat 2 teknik yaitu teknik tes dan non tes.

1. Teknik Tes

  Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Menurut Wardani Nanik Sulistya (2012:114) tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relative ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat ukur penilaian dalam bentuk pertanyaan sehingga diperoleh jawaban-jawaban dalam bentuk angka yang spesifik dan jelas, tes dapat diberikan secara lisan maupun tulisan. Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya (2012:144-145) sebagai berikut:

  1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan a.

  Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis.

  b.

  Tes lisan Tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan pengukuran atau menentukan skor. Tes lisan tidak sama dengan pembelajaran yang melakukan tanya-jawab. Tes lisan memiliki kelebihan:

  • didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung.

  Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta

  • dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud.

  Bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif lambat, tes bentuk ini

  Hasil tes dapat langsung dapat diketahui peserta didik.

  • Adapun kelemahan Tes Lisan adalah: Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.
  • Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
  • c.

  Tes perbuatan Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur keterampilan.

  1) Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya a.

  Tes esei (essay-type test)

  Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan- gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

  b.

  Tes jawaban pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban- jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

  c.

  Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

2. Teknik non tes

  Menurut Wardani, Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) Teknik non-tes adalah alat ukur untuk memperoleh hasil belajar non-tes, misalnya untuk mengetahui perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah afektif dan psikomotor. Teknik non tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri, studi kasus, work sample analysis (analisa sampel kerja), task

  analysis (analisis tugas), checklists and rating scales dan portofolio. Wardani,

  Naniek Sulistya dkk (Asesmen pembelajaran 73-76) membagi teknik non tes menjadi 7 macam yaitu: a.

  Unjuk Kerja Suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi; keterampilan menari; dan lain sebagainya. b.

  Penugasan Penugasan merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

  c.

  Tugas Individu Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pemmbuatan makalah dan sebagainya.

  d.

  Tugas Kelompok Hampir sama dengan tugas individu, namun bedanya tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok e.

  Laporan Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan lain sebagainya.

  f.

  Response dan Ujian Praktik Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian praktik dapat dilakukan pada awal praktik atau setelah melakukan praktik.

  g.

  Portofolio Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Portofolio dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaan sehari-hari, evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.

  Menurut Jihad dan Haris (2013:75) ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat apabila ada pengukuran. Mengukur hasil belajar siswa dapat menggunakan alat ukur penilaian yang berupa instrument penilaian. Bentuk instrument dapat disesuaikan dengan tujuan penilaian, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Apabila pengukuran menggunkan tes dapat menggunakan instrument yang berbentuk butur-butir soal, dan instrumen dapat berupa lembar pengamatan atau observasi apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau observasi. Instrument yang digunakan mengukur hasil belajar peserta didik haruslah valid dan reliable, artinya instrument tes yang digunakan harus benar-benar mampu untuk menilai apa yang harus dinilai dan tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran.

  Hasil dari pencapain tes dipergunakan sebagai dasar penskoran atau evaluasi. Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa. Menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar. Penskoran menurut Ngalim Purwanto (1986:92) adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka- angka. Angka-angka hasil penskoran diubah menjadi nilai-nilai melalui proses pengolahan yang telah ditetapkan. Menurut Jihad dan Haris (2013:86) sistem penilaian perlu memperhatikan keterkaitan dengan tiga ranah yang ada yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga teknik penskoran untuk ketiga ranah tersebut harus dibedakan.

  Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata kelompok atau rata-rata kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat baku disebut dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

  Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi proses belajar menurut Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (2012:18) adalah evaluasi atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.

2.2 Penelitian Yang Relevan

  Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sumiyati (2012) dengan judul Penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Menjumlahkan Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Kec, Banyuputih Kab.

  Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika dari siswa yang berjumlah 17 anak setelah menggunakan model TPS. Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94% mendapat nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan KKM 60, sedangkan 8 siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa menunjukkan sebanyak 11 siswa atau 64,71%T PS.

  Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94% mendapat nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan KKM 60, sedangkan 8 siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa menunjukkan sebanyak 11 siswa atau 64,71% mendapat nilai ≥65 dinyatakan sudah tuntas, sebanyak 6 siswa atau 35,29% mendapat nilai <65 dinyatakan belum tuntas dalam pencapaian KKM matematika. Dari tahap pra siklus hingga siklus 1 terjadi peningkatan ketuntasan KKM dari 9 siswa yang tuntas menjadi 11 siswa tuntas pada siklus 1, dari sebanyak 8 siswa yang belum tuntas pada tahap pra siklus berkurang menjadi 6 siswa pada siklus

  1. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu 23,53%, sebanyak 15 siswa atau 88,24% mencapai nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika, sebanyak 2 siswa atau 11,76% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan belum tuntas KKM matematika karena belum mencapai nilai 65. Ketuntasan meningkat dari siklus 1 sebanyak 11 siswa yang tuntas menjadi 15 siswa tuntas pada siklus kedua. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah ketercapaian ketuntasan belajar siswa yang selalu mengalami peningkatan. Kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri dalam pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri.

  Penelitian yang dilakukan oleh Puji Yatmoko (2012) dengan judul penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Pada Pokok Bahasan Pecahan Untuk Siswa Kelas V SDN Banyubi ru 05 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada penelitian ini hasil tes matematika siswa pada pra siklus ada 5 siswa yang mendapat nilai terendah yaitu 30 dengan persentase 16,1% dan nilai tertinggi 100 ada 2 anak atau 6,5%. Rata-rata kelas yang didapat yaitu 56,5 dengan persentase ketuntasan 45,2% sebanyak 14 siswa dengan nilai ≥60 dan sebanyak 17 siswa atau 54,8% belum tuntas dengan nilai <60. Pada siklus I nilai terendah yaitu 30 sebanyak 1 siswa dan nilai tertinggi 100 sebanyak 3 siswa. Nilai rata-rata kelas adalah 63,6 dengan prosentase ketuntasan 64,5% sebanyak 20 siswa dengan nilai ≥60 dan 11 siswa atau 35,5% belum tuntas dengan nilai <60. Sedangkan pada siklus II hasilnya meningkat lagi dengan rata-rata tes matematika adalah 76,1 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,5% sebanyak 29 siswa dengan nilai ≥60 dan 2 siswa atau 6,5% belum tuntas dengan nilai <60. Kelebihan dari penelitian ini adalah penjabaran data nilai matematika siswa sudah lengkap. Hasil perolehan nilai dari data pra siklus hingga siklus 3 disajikan dengan lengkap beserta table dan diagramnya. Kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak dijelaskan secara lengkap langkah-langkah pembelajaran TPS dan dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dan pendekatan Inkuiri.

  Penelitian yang dilakukan Akfera Bekti Susanti (2012) berjudul “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Dengan Menerapkan Dienes Games Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pada Sifat-Sifat Bangun Ruang Kelas V Semester

  2 Di SD Negeri Kutowinangun 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” mengemukakan bahwa penelitian dengan memerapkan teori Dienes Games dalam model pembelajaran kooperatif tipeTPS dapat meningkatkan aktifitas siswa yaitu keterampilan social, minat dan perhatian siswa, serta hasil belajar siswa meningkat.keterampilan siswa meningkat dengan mendapat skor 48,67 dari skor maksimal 64. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran mendapat skor 48 dari skor maksimal 64. Perhatian siswa dengan nilai 48 dari skor maksimal 64. Pada hasil belajar matematika mengalami peningkatan dari rata-rata 69,19 pada tahap pra siklus menjadi 76,13 pada tahap siklus 1. KKM yang ditentukan yaitu 70. Pada tahap pra siklus sebanyak 5 siswa atau 31,25% sudah mencapai KKM 70 sehingga dinyatakan tuntas, sedangkan sebanyak 11 siswa atau 68,75% belum mencapai KKM yang ditentukan dan dinyatakan belum tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dalam tahap pra siklus yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 54. Pada siklus 1 terjadi kenaikan hasil belajar siswa, nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 60. Siswa yang dapat menuntaskan KKM sebanyak 11 siswa atau 68,75 meningkat sebanyak 37,50% dari tahap pra siklus, sedangkan yang belum tuntas ada 5 siswa atau 31,25%. Rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus 1 yaitu 76,13. Pada siklus perbaikan yaitu siklus 2 pencapaian ketuntasan KKM matematika mencapai 100%. Semua siswa dari jumlah 16 siswa tuntas KKM dengan nilai tertinggi 100, nilai terendah 85, dan rata-rata yang diperoleh pada siklus 2 yaitu 94,37. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat meningkatkan aktifitas siswa baik dari segi social, keaktifan dalam belajar, dan hasil belajar. Kelemahan dari penelitian ini yaitu data yang disajikan kurang lengkap pada tiap tahap/siklus penelitian. Dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan Inkuiri. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya data pada setiap siklus akan disajikan lebih lengkap baik menggunakan tabel maupun diagram serta dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dengan pendekatan Inkuiri..

  Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga ketuntasan hasil belajar IPS dapat tercapai.

2.3 Kerangka Berpikir

  Hasil belajar merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar yang diberikan oleh guru dan dapat dinyatakan menggunakan angka-angka atau skor melalui pengukuran. Dalam pembelajaran ada 3 aspek yang perlu dinilai secara seimbang yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sementara itu, dalam proses pembelajaran saat ini yang dilakukan di SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Berdasarkan hasil Observasi di SDN Kumpulrejo 03 Salatiga, dalam kegiatan pembelajaran Guru tidak menggunakan RPP dan Model pembelajaran tertentu seperti model TPS, dalam pembelajaran yang berlangsung belum menggunakan kurikulum 2013. Pembelajaran yang digunakan masih mengacu pada standar isi kurikulum KTSP dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). proses kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru

  

(teacher center) , selama proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS hampir 75%

  aktivitas siswa berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Hal ini terlihat ketika siswa maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini juga nampak terlihat pada hasil ulangan harian kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Nilai Tertinggi 70 dan nilai terendah yaitu 50

  Nampak dengan cara guru mengajar masih cenderung berceramah menyampaikan materi kepada siswa dan siswa hanya mencatat, kurang adanya kesempatan untuk siswa bertanya atau sharing pendapat antar siswa, siswa hanya memahami dan menghafal materi saja, serta pembelajaran yang dilakukan berbasis

  

teks book (siswa hanya mengerjakan soal-soal dan tugas yang ada dibuku). Siswa

  tidak diberi kesempatan untuk berfikir secara mandiri dan selanjutnya berpasangan menyampaikan hasil pemikiran kepada rekannya dalam satu kelompok sehingga pengetahuan yang didapat mudah hilang. Hasil belajar IPS di SDN Kumpulrejo 03 Salatiga belum sesuai dengan harapan. Dari permasalahan yang di lihat 100% siswa tidak tuntas dengan KKM 80. Rata-rata nilai ulangan harian kelas 4 yaitu 76. Terdapat 18 siswa yang tidak tuntas dan 3 siswa tuntas dari KKM yang telah ditetapkan adalah 80.

  Dengan adanya permasalahan yang terjadi maka perlu adanya perbaikan dalam pembelajaran salah satunya dengan melakukan pemilihan model pembelajaran dan pendekatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS yaitu model pembelajaran TPS dengan pendekatan Inkuiri. Model pembelajaran TPS merupakan strategi pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk menelaah materi, dalam langkah-langkah pembelajarannya Guru menyampaikan topik inti materi dan kompetensi yang akan dicapai. Siswa diminta untuk berpikir tentang topik materi/permasalahan yang disampaikan guru secara individual. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang topiknya tadi. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok pasangan mengemukakan hasil diskusinya untuk berbagi jawaban (share) dengan seluruh siswa di kelas. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. Guru memberi kesimpulan. Penutup.Siswa akan diarahkan secara langsung baik individu maupun berkelompok sehingga siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya dengan pengalamannya melalui ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor) agar lebih memahami materi yang diajarkan dengan aktif, kreatif, produktif dan efektif untuk mencapai hasil belajar. siswa dapat saling berdiskusi dan saling memotivasi satu sama lain dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran IPS. Model TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan cara berfikir secara mandiri dalam sebuah kelompok diskusi untuk memecahkan suatu masalah yang nantinya hasil pemikiran atau jawaban dari permasalahan akan dikomunikasikan atau dibagikan

  

(share) dengan rekannya. Pendekatan inkuiri adalah proses pembelajaran yang

  menuntut siswa melakukan atau mencari tahu sendiri sehingga diharapkan siswa dapat berfikir secara ilmiah yang sistematis, kritis, logis, dan analistis akan sesuatu yang baru yang ingin mereka ketahui. Dengan model TPS dan pendekatan inkuiri siswa dapat secara aktif mengikuti proses pembelajaran karena siswa dapat terlibat secara langsung sehingga hasil belajar siswa mencapai KKM yang sudah ditentukan yaitu 80. Kesimpulan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model TPS dengan pendekatan Inkuiri

1. Menyimak topik permasalahan 2.

  Berfikir sendiri 3. Mengidentifikasi masalah 4. Berfikir berpasangan (Pair) 5. Merumuskan masalah 6. Merumuskan hipotesis 7. Berkelompok 8. Membentuk kelompok diskusi (@ siswa) 9. Mengumpulkan data 10.

  Menganalisis data 11. Membuat kesimpulan 12. Sharing 13. Menshare hasil diskusi di dalam kelas

14. Mengerjakan kuis secara individu 15.

  Refleksi pelaksanaan pembelajaran Skema hasil belajar IPS melalui model TPS dengan pendekatan Inkuiri disajikan lebih rinci dalam gambar 2.1 berikut ini.

  .

  

Pembelajaran IPS : KD 2. 1

Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

  

Pembelajaran Berbasis Pada Buku Hasil Belajar Rendah

≤ KKM Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri

  Pengukuran Hasil Belajar A. Berfikir sendiri 1.

  Mengidentifikasi masalah tentang Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan

B. Berfikir berpasangan (Pair) 1.

  Merumuskan masalah tentang Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan

C. Berkelompok 4.

  Membentuk kelompok diskusi (@ siswa) 5. Mengumpulkan data 6. Menganalisis data 7.

  Mengiterpretasi hasil analisis data 8.

  Membuat kesimpulan D.

   Sharing 9.

  Menshare hasil diskusi di dalam kelas

  Rubrik Unjuk Kerja Skor Proses Belajar/ Non Tes 10.

  Mengerjakan kuis secara individu Skor Tes Hasil Belajar

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

1 1 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 1 103

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Semester I Tahun

0 0 7