BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  

  menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.

  Dalam menjalankan kewajibannya, tugas utama bagi hakim yaitu menerapkan hukum pada kasus konkret dalam wujud putusan. Dalam penerapan hukum itu selalu diawali dengan penemuan hukum. Penemuan hukum diperlukan dalam rangka memecahkan atau menyelesaikan suatu persoalan hukum berdasarkan hukum atau secara hukum. Hukum yang diterapkan adalah hukum yang berlaku positif. Dalam hal hukum positif yang mengatur peristiwa hukum sudah jelas, maka tugas hakim yaitu mempertemukan peristiwa hukum yang konkret dengan aturan hukum yang

1 Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 1991. hal 11.

  ada, akan tetapi apabila aturan hukum yang ada tidak jelas, atau tidak sesuai rasa keadilan masyarakat atau kurang melindungi hak asasi, maka penemuan hukum dilakukan dengan interpretasi yaitu menemukan pengertian- bersumber dari kesadaran hukum masyarakat atau teori-teori hukum yang tersedia sehingga suatu peristiwa hukum konkret dapat dipecahkan secara cepat dan benar. Penemuan hukum seperti ini disebut pembentukan hukum

  Dalam sebuah putusan hakim, terdapat beberapa indikator yang harus di penuhi sebuah putusan yang dapat bernilai yurisprudensi, yaitu: (1) putusan hakim yakni mengenai kasus tertentu; (2) ratio decidendi putusan, yaitu berupa prinsip hukum yang dijadikan dasar putusan yang diambil; (3) putusan berhubungan dengan perkembangan hukum sehingga putusan yang diambil berkaitan erat dengan perubahan sosial; (4) putusan tersebut belum

  Berdasarkan hal-hal diatas yang telah di paparkan mengenai sebuah putusan maka hal tersebut juga seharusnya berlaku dalam sebuah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013 dimana dalam putusan tersebut

  ratio decidendi putusan sebagai salah satu serangkaian indikator yang

  seharusnya dipenuhi hakim dalam membuat putusan menjadikannya sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar dalam hakim membuat putusan yang pertimbangan hukum nya, namun justru yang terjadi adalah sebaliknya

  2 Bagir Manan, dalam Idris, Rachminawati, Imam Mulyana, Penemuan Hukum Nasional dan Internasioal, (Bandung: Penerbit Fikahati Aneska, bekerjasama dengan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2012), hlm. 77.

  3 Yahya Harahap,M., Hukum Acara Perdata, Cetakan keempat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 830. dimana pertimbangan hukum yang di buat oleh hakim tidak konsisten dengan putusan yang dibuat oleh hakim.

  Hakim dalam pertimbangan hukum nya memberikan argumen yang di di gugat dan dalam argumen hukum nya hakim terhadap beberapa pasal yang di gugat hakim memberikan argumen yang merujuk kepada termohon. Namun dalam putusannya hakim justru menolak permohonan termohon dan mengabulkan permohonan pemohon. Sehingga dapat dilihat bahwa argumen tersebut menimbulkan inkonsistensi hakim khusus nya dalam lingkup peradilan Mahkamah Konstitusi dalam memberikan pertimbangan sebagai dasar putusan yang secara khusus terdapat dalam pengujian pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Dimana pasal-pasal yang dimohonkan oleh pemohon dianggap telah menghilangkan karakteristik dasar Koperasi sebagai salah satu sistem perekonomian Indonesia.

  Sebagai contoh pertimbangan hakim yang inkonsistensi terdapat dalam pengujian pasal 37 ayat (1) huruf f dan pasal 57 ayat (2) mengenai pemberian imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan bagi pengurus. Terhadap pasal tersebut pemohon keberatan apabila pengurus dan pengawas diberi gaji dan imbalan. Termohon yaitu Pemerintah memberikan tanggapan terhadap pasal tersebut bahwa pasal tersebut memiliki dasar pemikiran bahwa prestasi kerja yang diberikan pengurus dan pengawas dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki serta tanggung jawab yang berat dalam mengelola koperasi, adalah absah secara yuridis konstitusional apabila pengurus mendapatkan gaji dan pengawas juga mendapatkan imbalan.

  Pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pengurus bukanlah suatu persoalan konstitusionalitas. Sebab koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi bukanlah suatu entitas yang statis melainkan dinamis. Sehingga pemberian imbalan dan besaran imbalan pengawas serta gaji dan tunjangan pengurus merupakan hak kewenangan RAT (Rapat Anggota Tahunan) sebagai mekanisme kedaulatan para anggota koperasi. Dengan demikian dalil pemberian imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan bagi pengurus bukanlah suatu persoalan konstitusionalitas. Dan pemberian besaran imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan bagi pengurus merupakan hak kewenangan RAT sebagai mekanisme kedaulatan para anggota koperasi, Tidak beralasan demi hukum.

  Artinya hakim bisa menerima argumen termohon bahwa orang berkeja dengan keahliannya wajar mendapat kan gaji atau imbalan. Namun dalam putusannya hakim mencabut Undang-undang tentang Perkoperasian tersebut termasuk Pasal 37 ayat (1) huruf f dan Pasal 57 ayat (2) mengenai pemberian gaji bagi pengurus. Ini Inkonsistensi.

  Selain itu terdapat pula pertimbangan hakim yang inkonsistensi terdapat dalam pengujian Pasal 69 angka (1) yang menyatakan bahwa “Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.” Berdasarkan pernyataan Termohon menyatakan bahwa, ketentuan Pasal 69 Undang- Undang Perkoperasian justru sudah tepat karena tidak menentukan hak suara, oleh karena Koperasi bukan kumpulan modal. Sertifikat Modal Koperasi yang diatur dalam Pasal 69 Undang-undang koperasi merupakan jaminan kepastian hukum untuk melaksanakan Sertifikat Modal Koperasi, memperkuat Koperasi dengan penerbitan Sertifikat Modal Koperasi. Dan menurut Mahkamah peraturan Pasal 69 tersebut tidak sesuai dengan prinsrip koperasi yang telah berorientasi menjadi perkumpulan modal dan bukan lagi perkumpulan orang dengan usaha bersama sebagai modal utama nya. Dan skema permodalan yang diatur dalam pasal ini dapat menjadikan modal koperasi sebagian besar dimiliki oleh satu, dua atau beberapa anggota saja sehingga tidak tertutup kemungkinan pemegang Sertifikat Modal Koperasi terbesar memiliki pengaruh yang kuat menentukan jalannya Koperasi, meskipun Sertifikat Modal Koperasi tidak menjadi dasar hak suara dalam RAT. Dan dalam pertimbangan terhadap Pasal 69 hakim memiliki inkonsistensi karena tidak sepenuh nya memihak kepada termohon atau pemohon dan dalam pertimbangan nya terdapat keraguan.

  Berdasarkan isu hukum tersebut maka akan di bahas secara lebih lanjut dalam penulisan skripsi ini inkonsistensi seperti apa yang terdapat antara pertimbangan dan putusan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013, serta bagaimana akibat hukum nya jika dalam sebuah putusan terdapat inkonsistensi antara pertimbagan dan putusan hakim dalam sebuah putusan Mahkamah Konsitusi.

B. Rumusan Masalah

1. Inkonsistensi seperti apa yang terdapat antara pertimbangan dan putusan

  hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013 ? dan putusan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-

  XI/2013 ?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Menggambarkan inkonsistensi antara pertimbangan hakim dengan putusan hakim Mahkamah Konstitusi pada putusan No. 28/PUU-

  XI/2013

  2. Menggambarkan bunyi putusan yang seharusnya dengan dasar pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut

  3. Menambah dan memperluas wawasan penulis mengenai poin-poin dalam memberikan pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi pada putusan No. 28/PUU-XI/2013.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Teoritis Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan hakim dalam memberikan pertimbangan hukum dapat konsisten dengan mengacu kepada dasar filosofi dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam undang- undang dasar tahun 1945 dalam menguji undang-undang, yang mana putusan hakim merupakan salah satu sumber hukum formal.

  Dengan dilaksanaannya penelitian ini, diharapkan hakim mahkamah konstitusi sebagai seseorang yang dianggap mengetahui hukum dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas terhadap undang-undang koperasi yang berlaku dan undang-undang koperasi yang harus di patuhi dalam menjalankan kegiatan usaha di bidang koperasi. Sehingga masyarakat yang melakukan kegiatan usaha koperasi dapat merasakan keamanan dan kenyamanan atas kepastian hukum berdasarkan keutusan hakim mahkamah kostitusi dalam menguji undang-undang koperasi.

E. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum, menurut Peter

  Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normarif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri Penelitian ini merupakan penelitian hukum karena dalam penelitian ini membahas isu hukum mengenai adanya inkonsitensi pertimbangan dan tersebut maka digunakanlah penelitian hukum normatif ini. Dalam rangka menjawab isu hukum tersebut diperlukan prosedur untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

  2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Undang-Undangan (Statute Aprroach)

  Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang- undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi Penelitian hukum dalam level dogmatik hukum atau penelitian untuk praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari

  4 Johnny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2011, hlm 57.

  5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 93.

  6 Ibid, hlm, 93-94.

  

  pendekatan peruundang-undangaPendekatan perundang-undangan ini digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar hakim memberikan pertimbangan dan putusan nya untuk menjawab inkonsistensi seperti 28/PUU-XI/2013.

b. Pendekata Kasus (Case Aprroach)

  Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu di pahami oleh peneliti adalah ratio decidenci, yaitu alasan-alasan hukum yang Menurut Goodheart, ratio decidendi dapat ditemukan dengan memperhatikan Perlunya fakta materiel tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Ratio decidendi inilah yang yang menunjukan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang Yang artinya adalah ilmu yang mempelajari apa yang seyogianya atau apa yang seharusnya, dan bukan menggambarkan sesuatu yang apa adanya.

  Pendekatan kasus ini digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan pertimbangan hakim sebagai dasar putusan khusus nya dalam memperhatikan pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013. Dalam pertimbangan tersebut sudah seharusnya hakim mempertimbangan fakta materiel dan argumentasi

  7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm, 136.

  8 Ibid, hlm 158.

  9 Ian Mcleod, Legal Method, (Macmillan: London), hlm, 144.

  10 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hlm 158. para pihak, sehingga hakim dapat menilai dengan bijak dalam menentukan putusannya. Sehingga dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan hakim dapat membuat pertimbangan yang sesuai dan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Korban Bencana Alam sebagai Hak Asasi Manusia

0 0 12

BAB II PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Korban Bencana Alam sebagai Hak Asasi Manusia

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

1 0 14

BAB II KERANGKA TEORI HASIL, PENELITIAN, DAN ANALISIS A. KERANGKA TEORI 1. Pengertian Dan Fungsi Tugas Pokok Polisi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Polisi dalam Penanganan Praktek Balap Liar di Kecamatan Ambarawa:

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perspektif Teori Keadilan Bermartabat tentang Pidana Kebiri Kimia terhadap Pelaku Kekerasan Seksual kepada Anak-Anak

0 0 20

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perspektif Teori Keadilan Bermartabat tentang Pidana Kebiri Kimia terhadap Pelaku Kekerasan Seksual kepada Anak-Anak

0 0 37