Hakikat manusia dalam psikologi (1)

HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN
“PSIKOLOGI”

RESUME
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
"ILMU JIWA UMUM"

Oleh:
Choiriyah
D31205037

Dosen:
Dra. Ilun Muallifah

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2006


Hakikat Manusia dalam Pandangan “Psikologi”
Memahami makhluk Tuhan yang bernam manusia sungguh sangat sukar. Berbagai
macam pandangan para tokoh mengenai manusia. Ahli mantic (logika) menyatakan
bahwa manusia adalah “Hayawan Natiq” (manusia adalah hewan berpikir), seorang ahli
filsafat yaitu Ibnu Khaldun menyatakan bahwa manusia itu madaniyyun bi al-thaba atau
manusia adalah makhluk yang bergantung kepada tabiatnya. Sedangkan Aristoteles
berpendapat bahwa manusia adalah “zoon political” atau “political animal (manusia
adalah hewan yang berpolitik).
Mengenai sifat makhluk yang bernama manusia itu sendiri yakni bahwa makhluk
itu memiliki potensi lupa atau memiliki kemampuan bergerak yang melahirkan
dinamisme, atau makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang,
humanisme dan kebahagiaan pada pihak-pihak lain. Dan juga manusia itu pada
hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, berbicara, berjalan, menangis, merasa,
bersikap dan bertindak serta bergerak1
A. Mengenai manusia ada beberapa filosof yang berbeda pendapat
a. Plato
Menurut Plato, martabat manusia sebagai pribadi tidak terbatas pada
mulainya jiwa bersatu dengan raga, jiwa tidak berada lebih dulu sebelum
manusia atau pribadi adalah jiwa sendiri. Sedangkan badan oleh Plato yang
disebut sebagai alat yang berguna sewaktu masih hidup didunia ini, tetapi

badan itu disamping berguna sekaligus juga memberati usaha jiwa untuk
mencapai kesempurnaan, yaitu kembali kepada dunia “ide”.
Sedangkan jiwa berada sebelum bersatu dengan badan. Persatuan jiwa
dengan badan merupakan hukuman, karena kegagalan jiwa untuk memusatkan
perhatianya kepada dunia “ide”, jadi manusia mempunyai Pra-eksistensi yaitu
sudah ada sebelum dipersatukan dengan badan dan jatuh kedunia ini.
b. Thomas Aquinas
Ia berpendapat bahwa yang disebut manusia sebagai pribadi adalah makhluk
individual, kalau hidup, ialah makhluk yang merupakan kesatuan antara jiwa
dan badan. Sedangkan yang dimaksud pribadi adalah masing-masing manusia
1

Zakcy Syata, Filsafat Manusia (Terbit Terang : Surabaya),hal.9

individual : manusia yang konkret dan yang riil dan juga mempunyai kodrat
yang rasional. Manusia adalah suatu substansi yag komplit terdiri dari badan
(material) dan jiwa (forma).
c. David Hcme
Berbicara mengenai pribadi dalah idntitas diri yaitu kesamaan jati diri
manusia dalam kaitannya dengan waktu. Beliau berpegang teguh bahwa

pengetahuan ilmiah hanya dapat dicapaidengan titik tolak pengalaman indrawi
yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pencicipan dan pendengaran.
d. Immanuel Kant
Memahami pribadi yaitu sesuatu yang sadar akan identitas numeric mengenai
dirinya sendiri pada waktu yang berbeda-beda beliau percaya bahwa identitas
diripun tidak dapat dipergunakan untuk menyanggah keyakinan bahwa segala
sesuatu didunia ini selalu mengalir berganti.
e. John Dewey
“pribadi” berarti seseorang bertindak sebagai wakil dari suatu group atau
masyarakat. Seorang individu hanya bisa disebut pribadi kalau ia mengemban
dan menampilkan nilai-nilai social masyarakat tertentu.2
B. Jiwa Manusia
Jiwa manusia sering dimengerti sebagai suatu benda halus atau suatu
makhluk halus yang merasuki, meresapi serta menggunakan badan untuk
mewujudkan cita-cita jiwawi. Terkadang pula jiwa manusia digambarkan atau
dibayangkan persis seperti tubuhnya hanya saja tidak bissa diraba atau ditangkap sifat
dari jiwa juga tergantung pada tarafnya..
Taraf tertinggi yaitu rasional, didalam manusia mengandaikan dukungan
dari taraf-taraf yang lebih rendah, yaitu taraf anarganik (benda mati) taraf vegetatif
(tumbuhan) dan taraf sensitive (binatang).

Dalam taraf rasional atau manusia pembaharuan merupakan peristiwa
yang terus menerus terjadi. Pembaharuan menjadi begitu efektif didalam sejarah
kehidupan manusia, karena didalam diri manusia terdapat kesadaran intelektual yang
mempunyai kemampuan sangat efektif untuk menyederhanakan pengalaman dan
2

Hardono Hadi, Jati Diri Manusia (Kanisius : Yogyakarta, 1996), hal.32-37

memberi tekanan kepada segi yang dianggap pentingsambil menyingkirkan yang
dianggap tidak relevan.
Kemampuan itu disebut kemampuan abstraksi, kemampuan abstraksi
disisni berfungsi rasiio atau budi ssebagai yang menjalankan pemerintah atas
keseluruhan ataupun bagian-bagian didalam manusia.
Didalam manusia terdapat 2 sumber bagi munculnya kebaruan yang satu
merupakan hasil dari koordinasi yang ketat dari tubuh manusia sebagaimana juga
terdapat pada binatanng, dan yang lain dari identitas yang hebat dari fungsi
intelektual.
Perlu disadari bahwa budi tidak identik dengan jiwa, budi meskipun
menduduki posisi tertinggi dan memegang dominasi atas bagian-bagian lain,
hanyalah bagian dari jiwa, jiwa manusia adalah keseluruhan kompleks kegiatan

mental dari taraf yang paling rendah sampai yang palling tinggi emosi, kenikmatan,
harapan, ketakutan, penyesalan, penilaian dari macam-macam pengalaman mental
innilah yang merupakan unsure-unsur pembentukan “jiwa manusia”, dan jiwa
manusia itu ditandai dengan mental.
Taraf pengalaman mental manusia terdiri dari penngalaman-pengalamn
mental yang begitu kompleks, kegiatan mental yang kompleks ini merupakan
kesatuan dari emosi, rasa senang (enjoyment), harapan, kehawatiran dan ketakutan
penyesalan penilaian terhadap macam-macam alternatif serta macam-macam
keputusan, pengalaman mental mempunyai dasarnya didalam pengalamn fisik.
Badan juga berfungsi sebagai bidang ekspresi manusia. Jiwa manusia
adalah kesatuan kompleks dari kegiatan mental, dari yang paling rendah ke yang
bersifat intelektual.3
Mengenai kedudukan manusia yang palinng menarik adalah sendiri dalam
lngkungan yang diselidiki pula. Ternyata penyelidikan mengenai lingkungan ini lebih
(dianggap) memuaskan dari pada penylidikan tentang manusia itu sendiri.4
Bicara masalah hidup manusia itu memang unik, hidup adalah aktivitas,
dan segala aktivitas membawa besertanya masalah-masalh tertentu. Masalah-masalah
termaksud harus dipecahkan dengan berhasil untuk menjadikan manusia itu sesuatu
3
4


Ibid, hal. 88-93
Poejdja Wijatna, Manusia dengan Alamnya (Bina Aksara : Jakarta, 1983), hal. 50

yang sukses. Masalah-masalah tesebut dibagi 2 kategori, yaitu masalah immediate
problem dan masalah asasi(utimmate problems)
Immediate problems ialah masalah-maslah praktis sehari-hari , masalah
yang kemballi kepada keperluan-keperluan pribadi yang mendesak dan masalah
seperti :administrasi negara, produksi, konsumsi dan distribusi. Kemudian masalah
asai manusia , maka setiap manusia yang memperhatikan hidup dengan serius akan
mendapatkan drinya berhadapan muka dengan masalah-masalah asasi tersebut.
Setelah dia merasakan desakan beban dan liku-liku hidup.5
C. Manusia Mempunyai Pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagi makhluk yang mempunnyainya apakah dia
manusia, malaikat atau banatang suatu kekayaan dan kesempurnaan. Dengan adanya
pengetahuan yang dimilikinya manusia bisa memahami dirinya sendiri dan
keberadaanya. Pengetahuan lebiih merupakan suatu cara berada dari pada suatau cara
mempunyai. Aktifitas itu tidak berupa penyitaan

atau pemilikan benda-benda


sebaliknya berupa keterbukaan terhadap mereka.
Jadi pengetahuan adalah suatu kegiatan mempengaruhi subjek yang
mengetahui dalam dirinya. Dia adalah suatu ketentuan yang memperkaya eksistensi
subyek.6
D. Seputar Manusia
Kita menyadari diri kita meskipun sebagai satu kesatuan yang utuh,
namun diri kita jelas terdiri dari bagian-bagian dan aspek-aspek yang begitu kaya,
terdiri dari badan dan jiwa yang masing-masing kegiatan, kemampuan dan gaya serta
perkembanganya sendiri.
Para pendukung fanatik tradisi, yang boleh disebut kaum konservatif,
kurang lebiih berpegang pada keyakinan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah,
tidak tetap dan tidak dapat diramalkan secara logis. Sebab kodrat manusia telah rusak
berat dan tidak tersembuhkan karena telah dicederai oleh dosa asal, atau sejenis itu.
Sedangkan para pendukung revolusioner, yang biasanya disebut kaum liberal
berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya baik dan bisa mencapai kesempurnaan.

5
6


Endang Syaifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama (Bina Ilmu : Surabaya, 1987), hal. 30
Lois Leahy, Manusia Sebuah Misteri (Gramedia Utama : Jakarta, 1993), hal.77

Mengenai badan manusia dan strukturnya didalam ini berproses secara
sederhana biasa dkatakan bahwa kutub fisi berfungsi secara husus pada wal proses.
Kutub fisiklah yang menangkap atau menerima bahan atau penelolaan yang telah
disajikan oleh dunia, sedangkan kutub mental berkegiatan untuk mengelola bahan
tersebut sampai pada tahap kepenuhan diri.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa badan harus dimengerti secara luas,
yaitu sebagai hasil dari seluruh proses yang bersifat obyektif, tidak berubah dan
menjadi bahan bagi kutub fisik dari pengada-pengada baru. Didalam pengertian yang
digunakan disi, badan bukan hanya terbatas pada tubuh, tetapi segala bentuk ekspresi
yang bisa diamati pada manusia yang telah selesai berproses setiap saatnya, misalnya
saja termasuk didalamnya, bagaimana seorang tertawa, menangis, berjalan, lari,
duduk, tidur dan seterusnya untuk saat ini kita memusatkan perhatian kita pada tubuh
manusia.7
Kegiatan dari macam-macam kegiatan mental disebut jiwa manusia
sedangkan kegiatan mental dari unsure tertinggi membentuk budi atau rasio manusia.8
Pada dasarnya atau pada hakikatnya hidup manusia adalah pengalaman
bersama, hidup manusia, bahkan didalam unsure-unsurnya yag paling individual,

merupakan kehidupan bersama dan tingkah laku manusia, didalam strukturnya yang
asasi, yang selalu menunjukkan kepada pribadi.
Dengan singkat boleh dikatakan bahwa manusia adalah anak masyarakat.
Contohnya : bila masyarakat menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan memandang
rendah sikap menonjolkan diri, sifat ini akan mempengaruhi, anak-anaknya untuk
bertindak berfikir dengan cara yang sama.9

7

Hardono Hadi, Jati Diri Manusia (Kanisius : Yogyakarta, 1996), hal.84
Ibid, hal. 96
9
Ibid, hal.117
8