I. IDENTITAS Mata kuliah : Fisika Umum Program Studi : FisikaPendidikan Fisika Jurusan : Fisika Fakultas : MIPA Dosen : Tim Fisika Umum SKS :4 Kode : FMA 019 Minggu ke :1 II. CAPAIAN PEMBELAJARAN - 1.BESARAN DAN SATUAN

BESARAN DAN SATUAN
I.
IDENTITAS
Mata kuliah
Program Studi
Jurusan
Fakultas
Dosen
SKS
Kode
Minggu ke
II.

III.

: Fisika Umum
: Fisika/Pendidikan Fisika
: Fisika
: MIPA
: Tim Fisika Umum
:4

: FMA 019
:1

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menjelaskan konsep besaran dan satuan, dan mengoperasikan dasar-dasar vektor
MATERI

1. Pendahuluan
Ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup serta
interaksi dalam lingkup ruang dan waktu. Fisika merupakan cabang ilmu yang
berhubungan dengan sifat materi dan energi serta hubungan antara materi dan energi. Ilmu
fisika dikembangkan berdasarkan penyelidikan terhadap gejala-gejala alam, melalui
pengukuran untuk memperoleh data dari gejala alam tersebut.
Dalam mempelajari fisika, kita selalu berhubungan dengan besaran yaitu sesuatu
yang dapat diukur dan dioperasikan. Setiap besar atau magnitudo dari besaran dalam fisika
terdiri dari suatu bilangan dan suatu satuan. Misalnya seseorang mengatakan bahwa ia
telah berlari dengan kecepatan 1 m/s ke Utara. Berarti magnitudo kecepatan orang tersebut
terdiri dari bilangan 1 dan satuan kecepatan m/s. Untuk keseragaman penggunaan satuan
disepakati suatu sistem satuan secara internasional yang disebut Système International
yang disingkat dengan SI. Dalam SI dikenal tujuh besaran pokok (dasar) berdimensi dan

dua besaran tambahan yang tidak berdimensi.
Selain besaran pokok, ada lagi besaran turunan, yaitu besaran-besaran yang
tersusun dari besaran-besaran pokok, di mana satuannya diperoleh dari satuan besaran
pokok sesuai dengan definisi operasional dari besaran turunan tersebut.
2. Materi
2.1. Besaran dan Satuan
Dalam percobaan fisika, pengukuran merupakan kegiatan penting untuk
mengumpulkan data. Misalnya untuk memperoleh data tentang percepatan benda yang
jatuh bebas, kita perlu mengukur ketinggian jatuh benda dan waktu yang diperlukan dari
ketinggian tersebut sampai ke titik acuan tertentu, misalnya lantai. Kegiatan yang tidak
kalah penting berikutnya adalah melaporkan hasil pengukuran tersebut.
Hasil pengukuran dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu:
1. Nilai
Nilai adalah magnitudo atau besarnya angka yang terbaca pada alat ukur. Pada
pengukuran berulang nilai sering diungkapkan sebagai nilai rata-rata.
2. Ketidakpastian
1

Ketidakpastian merupakan suatu tingkat perkiraan yang mana nilai dari pengukuran
menyimpang dari nilai sebenarnya. Ketidakpastian dari suatu pengukuran akan dijelaskan

lebih lanjut dalam Bab IV.
3. Satuan
Satuan merupakan ukuran standar untuk besaran fisika.
Ketiga komponen di atas harus ada dalam setiap lapoan hasil pengukuran. Cara penulisan
hasil pengukuran memenuhi kaidah :
Hasil Pengukuran = ( Nilai  ketidakpastian ) satuan
Hasil pengukuran yang kita peroleh adalah berupa angka-angka. Angka-angka
tersebut menyatakan magnitudo dari suatu besaran yang di ukur. Agar hasil pengukuran
memiliki arti fisis, maka haruslah dinyatakan dalam satuan standar dari besaran fisis
tersebut. Misalnya, jika kita mengukur panjang meja dan diperolehpanjangnya 1 meter.
Hali ini berarti magnitudonya 1 dengan satuannya meter.
Bila seseorang menyatakan hasil pengukurannya terhadap suatu besaran fisika
adalah 10, apa yang anda pikirkan? Mungkin saja anda berpikir 10 meter, 10 gram, 10 volt
dan lain sebagainya. Lain halnya jika ia menyebutkan hasil pengukurannya beserta
satuannya, misalkan 10 meter. Jadi, ternyata satuan yang disertakan dalam hasil
pengukuran akan memberikan makna fisis yang sama antara orang yang melaporkan
dengan orang lainnya.
Kerumitan lain yang timbul adalah ketika satuan yang digunakan di setiap negara
atau daerah berbeda-beda. Misalnya hasta, gautang, buskel, slug, rod, dan lain-lain.
Tahukah anda dengan satuan-satuan di atas?

Untuk kepentingan komunikasi ilmiah di seluruh dunia, ditetapkanlah sebuah
sistem satuan yang dinamakan dengan sistem internasional atau SI.
Untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi atau dialami suatu benda,
maka didefinisikan beberapa besaran-besaran fisika. Besaran dalam fisika dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu besaran pokok (Base Quantities) dan besaran turunan (Derived
Quantities). Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefinisikan terlebih dahulu
dan tidak dapat dijabarkan dari besaran lain.
Satuan didefinisikan sebagai pembanding dalam suatu pengukuran besaran. Setiap
besaran mempunyai satuan masing-masing. Apa bila ada dua besaran berbeda dan
mempunyai satuan sama, maka besaran itu pada hakekatnya adalah sama. Sebagai contoh
Gaya (F) mempunyai satuan Newton dan Berat (w) mempunyai satuan Newton. Kedua
besaran ini sesungguhnya sama yaitu besaran turunan gaya. Berat adalah besaran gaya
gravitasi yang bekerja pada benda.
Dimensi suatu besaran dapat dinyatakan dengan suatu rumusan yang disesuaikan
dengan definisi operasional besaran tersebut. Maksudnya adalah bahwa rumusan dimensi
suatu besaran menyatakan bagaimana cara tersusunnya besaran itu dari besaran pokok.
Perhatikanlah dimensi dari besaran berikut.
perpindahan
L
, maka dimensinya  LT 1 .


kecepatan =
T
waktu
massa
M

massa jenis =
, maka dimensinya 3  ML3 .
volume
L
Jadi untuk menentukan rumusan dimensi suatu besaran, kita harus memahami definisi
operasional dari besaran tersebut. Namun demikian, bila satuan suatu besaran diberikan,
maka kita dapat menentukan rumusan dimensinya.
Misalnya : besaran gaya ; F = 5 kg m S 2 , di mana
kg adalah satuan dari besaran massa, berdimensi M
2

m adalah satuan dari besaran panjang, berdimensi L
s adalah satuan dari besaran waktu, berdimensi T

maka dimensi gaya adalah MLT-2.
Contoh soal 1.1:
Tentukan dimensi untuk percepatan dan tekanan !
Penyelesaian:
besar kecepa tan

Percepatan =
besaran waktu
v  LT 1  LT 2
Dimensi percepatan [a] =
t  T
besaran gaya

Tekanan =
besaran Luas

F  MLT 2
Dimensi tekanan P 

A

L2
Tabel 1.1 memuat semua besaran pokok dan besaran tambahan beserta satuan dan
rumusan dimensinya.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tabel 1.1. Besaran Pokok dan Besaran Tambahan
SATUAN
No
BESARAN POKOK
.
NAMA
LAMBANG
Panjang

meter
M
Massa
kilogram
Kg
Waktu
sekon (detik)
S
Arus listrik
ampere
A
Suhu Termodinamika
kelvin
K
Jumlah zat
mole
Mol
Intensitas cahaya
kandela
Cd

BESARAN TAMBAHAN
1.
Sudut datar
radian
rad
2.
Sudut ruang
steradian
Sr

DIMENSI
L
M
T
I
O
N
J
-


Untuk menyatakan bilangan-bilangan yang sangat besar dan sangat kecil
ditetapkan penggunaan awalan-awalan pangkat dari 10 seperti pada tabel 1.2. Penulisan
suatu bilangan sebagai hasil kali bilangan 1-10 dengan pangkat dari 10 di namakan dengan
notasi ilmiah. Misalnya 1600 meter di tulis 1,6  103 meter atau 1,6 km.

3

Tabel 1.2. Awalan-awalan Sistem Satuan Internasional. Awalan yang sering digunakan
ditandai dengan huruf cetak tebal (bold)
Faktor
101
102
103
106
109
1012
1015
1018
1021
1024


Awalan
deka
hecta
kilo
mega
giga
tera
peta
exa
zetta
yotta

Lambang
da
h
k
M
G
T
P
E
Z
Y

Faktor
10-1
10-2
10-3
10-6
10-9
10-12
10-15
10-18
10-21
10-24

Awalan
deci
centi
milli
micro
nano
pico
femto
atto
zepto
yocto

Lambang
d
c
m


n
p
f
a
z
y

Dalam mekanika digunakan tiga besaran pokok saja, yaitu panjang (satuannya
meter), massa (satuannya kg), dan waktu (satuannya sekon atau detik) sehingga sering juga
dikenal dengan sistem satuan MKS (meter-kilogram-sekon). Tabel 1.3 memuat satuan
standar dari besaran pokok, panjang, massa, dan waktu pada masa lampau dan sekarang.
Tabel 1.3. Satuan Standar Besaran Pokok
Besaran
Satuan Standar
Pokok
Dahulu
Sekarang (Standar atomik)
Panjang r = jarak dua garis standar pada= 1.650.763,73 kali panjang
batang platina iridium yang gelombang radiasi atom
tersim-pan di Sevres
Kr.86
Massa

Waktu

= massa silinder platina iridium
1
1 kg =
massa kilo mol
yang disimpan di Sevres
2
isotop C.12
kon = 9.192.631.770 kali periode
1
=
kali satu tahun getar
radiasi
yang
31.556.925,9744
dipancarkan
atom
Cessium
tropis
133

Ilustrasi grafik besaran dan satuan dari besaran pokok dan besaran turunannya,
diperlihatkan dalam Gambar 1.1.

4

Gambar 1.1. Ilustrasi besaran pokok dan besaran turunannya dalam SI dilengkapi dengan
nama dan satuannya. (Sumber: www. http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html)
2.2. Konversi Satuan
Apabila besaran-besaran fisika dijumlahkan, dikurangkan, dikalikan atau dibagi
dalam suatu persamaan aljabar, maka satuannya juga harus diperlakukan sama seperti
bilangan. Misalnya sebuah pengendara mobil memacu mobilnya dengan laju konstan 40
kilometer per jam selama 2 jam, berapakah jarak yang ditempuhnya. Jarak x dapat dihitung
dari hasil perkalian antara laju v dan waktu t.
x  vt 

40km
 2 j  80km
j

Cara seperti di atas dengan mencoret satuan waktu, yaitu jam (j), memudahkan untuk
melakukan konversi dari satu satuan ke satuan lainnya. Perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh Soal 1.2:
Berapakah 80 km/jam dinyatakan dalam m/s.
Penyelesaian:
Pertama dilakukan pengubahan kilometer menjadi meter dan jam menjadi sekon, sebagai
berikut:
1 km = 1000 m
1 jam = 60 menit dan 1 menit = 60 s
sehingga akan diperoleh beberapa faktor konversi yang bernilai 1.
Selanjutnya kalikan 80 km/jam dengan sekumpulan faktor konversi yang masing-masing
bernilai 1, sebagai berikut:
5

80km 1000m 1 jam
1menit



 22,22m / s
jam
km
60menit
60s

Faktor

1000m
1 jam
1menit
 1,
1,
 1 dinamakan dengan faktor konversi.
1km
60menit
60s

Di antara besaran-besaran di atas ada yang hanya dinyatakan dengan nilai atau harga
dan satuan saja, tidak perlu penjelasan lain. Besaraan-besaran demikian disebut skalar.
Pengoperasian besaran skalar sama dengan pengoperasian bilangan secara aljabar biasa.
Ada besaran di samping nilai dan satuannya juga perlu dinyatakan arahnya. Besaran
semacam ini disebut vektor. Aturan pengoperasian vektor tidak sama dengan bilangan
biasa yang terpakai sehari-hari. Operasi matematika vektor mempunyai aturan tersendiri
yang akan kita bahas dalam bagian berikutnya.
2.3. Analisis Dimensi
Rumus untuk suatu besaran mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda, tetapi
dimensinya tetap sama. Misalnya, luas segitiga dengan alas a dan tinggi h adalah A = ½
ah, sedangkan luas lingkaran yang berjari-jari r adalah A = πr2. Terlihat rumus luas yang
berbeda dalam dua kasus tersebut, tetapi dimensi luas selalu sama yaitu L2.
Dimensi dapat membantu dalam menentukan apakah hubungan dalam persamaan
besaran fisika benar atau salah, dimana dalam suatu persamaan ruas kanan dan kiri
haruslah memiliki dimensi yang sama. Prosedur demikian dinamakan dengan analisis
dimensi. Sebagai contoh, apakah persamaan kecepatan v = v0 + ½ at2 benar atau tidak?
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara memeriksa apakah kedua ruas persamaan
tersebut memiliki dimensi yang sama.
L
v dan v0 adalah kecepatan memiliki dimensi
T
L
a adalah percepatan memiliki dimensi 2
T
t adalah waktu memiliki dimensi T
Jadi,
Ruas kiri memiliki dimensi:

L
T

L L
L
 2 T 2   L
T T
T
Terlihat bahwa dimensi ruas kiri tidak sama dengan dimensi ruas kanan, berarti persamaan
v = v0 + ½ at2 tidak benar. Silahkan Anda cari persamaan yang benarnya.
Selain contoh di atas, analisis dimensi dapat pula digunakan untuk memprediksi
persamaan matematis dari suatu besaran fisika. Perhatikan contoh soal di bawah ini.

Ruas kanan memiliki dimensi:

Contoh Soal 1.3:
Tinjau sebuah ayunan sederhana terdiri dari benda kecil bermassa m yang tergantung pada
seutas tali sepanjang l. Cobalah prediksi periode getaran T dari ayunan ini.

6

Penyelesaian:
Kita anggap bahwa periode getaran ayunan dipengaruhi oleh; panjang tali l, massa benda
m, dan percepatan gravitasi g. Selanjutnya susun sebuah persamaan yang menyatakan
hubungan masing-masing variabel-variabel di atas dalam bentuk perkalian dengan bentuk
sebagai berikut:

T  kma l b g c

(1.1)

Dengan k adalah konstanta tanpa dimensi, a,b,c adalah eksponen yang tidak diketahui dan
akan segera kita ketahui setelah menerapkan analisis dimensi sebagai berikut:
T adalah periode dengan dimensi sama dengan dimensi waktu, T
m adalah massa dengan dimensi M
l adalah panjang dengan dimensi L
L
g adalah percepatan gravitasi dengan dimensi 2
T
Dimensi ruas kiri: T
c

 L 
Dimensi ruas kanan: M a  Lb   2 
T 
Kedua ruas persamaan harus memiiki dimensi yang sama, akan diperoleh:
0=a
0=b+c
1 = -2c
Ketiga persamaan di atas memiliki solusi:
a=0
b=½
c=-½
Subsitusikan nilai a,b,c tersebut ke dalam persamaan (1.1), akan diperoleh:
T  km0 l 1 / 2 g 1 / 2
Atau,
L
T k
g
Perlu diingat, analisis dimensi hanya dapat memprediksi persamaan besaran fisika yang
dicari, tetapi tidak dapat menyatakan bentuk sempurna dari persamaan tersebut. Seperti
dalam contoh ini, analisis dimensi tidak dapat menentukan nilai konstanta k. Pendekatan
teoritis akan memberitahukan pada kita bahwa nilai konstanta dalam persamaan di atas
adalah, k = 2π.

2.4. Vektor
Besaran vektor biasanya dituliskan dengan huruf tebal, misalnya vektor A atau

huruf biasa yang diberi tanda panah diatasnya A . Besar atau nilai dari suatu vektor

dinyatakan dengan A atau A saja. Vektor digambarkan berupa garis yang diujungnya
diberi tanda panah. Anak panah menyatakan arah vektor, dan panjang anak panah
sebanding dengan nilai vektornya. Titik pangkal vektor (P) disebut titik tangkap vektor,
sedangkan garis yang berimpit dengan vektor disebut garis kerja vektor.

7

P
Gambar 1.2. Representasi vektor. Panjang anak panah sebanding dengan

nilai/magnitudo vektor. Dalam Gambar di atas A sama dengan 3 satuan.
Suatu vektor juga dapat dinyatakan secara analitis dengan menyebutkan nilai
arahnya. Misalnya kecepatan angin besarnya 0,5 m/s ke arah Barat atau gaya F = 10 N
membentuk sudut 600 dengan garis horizontal, seperti Gambar 1.3.

F

600
Gambar 1.3. Vektor gaya F yang membentuk sudut 600 terhadap garis horizontal.
Cara lain menyatakan vektor adalah dengan menggunakan komponen dalam
sistem koordinat tertentu (koordinat bidang atau koordinat ruang. Dalam hal ini kita
bayangkan bahwa titik tangkap vektor itu berada di titik pusat koordinat sistem salib
sumbu. Komponen vektor dalam dua dimensi, seperti terlihat dalam Gambar 1.4.
Vektor A memiliki komponenkomponen vektor Ax dan Ay
yang saling tegaklurus.
Komponen skalarnya adalah:
Ax=A cos θ
Ay=A sin θ

(1.2)

Gambar 1.4. Komponen vektor A dalam dua dimensi, yaitu Ax dan Ay.
Besar atau magnitudo vektor A dinyatakan dengan:
A  Ax2  Ay2
dan sudut θ adalah:

 Ay 

A
 x

  tan 1 

(1.3)

Vektor dalam 3 dimensi, misalnya vektor A pada sistem koordinat ruang seperti pada
Gambar 1.5, di bawah ini.

8

z

A bertitik tangkap di O (0,0,0)

Az

Proyeksi A pada sumbu x adalah Ax
pada sumbu y adalah Ay

A

pada sumbu z adalah Az

O
Ay


Ax



x

y
Gambar 1.5 Representasi vektor dalam 3-dimensi.
Ketiga proyeksi vektor ini Ax , Ay , dan Az disebut komponen-komponen vektor A.
Dalam hal ini vektor A dapat dituliskan sebagai pasangan berurutan dari ketiga
komponennya sebagai berikut:
A = (Ax , Ay , Az)

(1.4)

Atau dinyatakan arahnya dengan vektor satuan pada sumbu x, y, dan z, yaitu secara



 


berurutan : i , j, dan k ; di mana A  A x i  A y j  A z k .
Besar vector


A  A  A2x  A2y  A2z .

(1.5)

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh vektor A dengan masing-masing sumbu
koordinat, yaitu ;
Ay
A
A
(1.6)
cos   x ; cos  
; cos   z .
A
A
A
2.4. Operasi Dasar Vektor
a.

Kesamaan Vektor
Sesuai dengan definisi, bahwa vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan
arah, maka dua vektor dikatakan sama bila besar dan arahnya sama. Namun titik tangkap
dan garis kerjanya tidak harus sama.


Misalnya vektor A dan B seperti Gambar 1.6 di bawah ini.

a

=

b

Gambar 1.6. a. Kesamaan dua vektor. b. Ketidaksamaan dua vektor
9

 
Bila vektor A = B , maka secara analitik masing-masing komponen vektor pada sumbu x,
y, dan z, juga haruslah sama. Misalnya:
 
A = B maka Ax = Bx
Ay = By
Az = Bz

b.

Perkalian Vektor dengan Skalar
Perkalian vektor dengan skalar atau skalar dengan vektor adalah merupakan sebuah


vektor. Misalnya vektor 1 2 A adalah suatu vektor yang arahnya sama dengan vektor A ,

tetapi besar atau panjangnya 1 2 x panjang vektor A . Perhatikan Gambar 1.7.
2
(a)

(b)

(c)




Gambar 1.7. Perkalian vektor dengan skalar. (a). 1x A , (b). ½ x A , (c). 2 x A

c.

Penjumlahan Vektor
Dua atau lebih vektor yang bekerja serentak pada suatu benda dapat diganti dengan
sebuah vektor yang pengaruhnya sama. Vektor pengganti itu disebut resultan vektor. Cara
memperoleh resultan vektor itu disebut penjumlahan vektor. Resultan dari dua vektor
dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan aturan jajaran genjang dan aturan segitiga.
 Aturan Jajaran Genjang


Dua vektor A dan B bekerja pada suatu objek seperti pada Gambar 1.8.
Resultan dari dua vektor menurut aturan jajaran
genjang adalah merupakan suatu vektor yang
besar maupun arahnya sesuai dengan diagonal
jajaran genjang yang sisi-sisinya adalah kedua
vektor tersebut. Artinya; bila

dan

bekerja


B

A


C


Gambar 1.8. Aturan Jajaran
Genjang

serentak pada suatu benda maka pengaruhnya
sama apabila kedua vektor itu diganti dengan
sebuah vektor
genjang dengan sisi

(

adalah diagonal jajaran
dan ).

Penjumlahan kedua vektor itu dapat dinyatakan :



A + B = C.
Besar vektor resultan

C = A 2  B2  2AB cos  ,

(1.7)
(1.8)

10



di mana A dan B adalah besar atau nilai dari vektor A dan B , sedangkan  adalah sudut
yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut.



Bila kita ingin menyatakan selisih dari kedua vektor itu, misalnya : A - B = C . Dalam


hal ini kita harus menggambarkan vektor - B yang berlawanan dengan vektor B , sehingga

 
diagonal jajaran genjang ( C ) adalah merupakan resultan dari A - B atau:

 
A - B = C.


Besarnya vektor C dinyatakan dengan
B



A
-B
C  A 2  B2  2AB cos  .

C

 Aturan Segitiga
Menentukan resultan dari dua vektor menurut aturan segitiga adalah sebagai berikut.


Misalkan A dan B adalah dua vektor seperti pada Gambar 1.9 di bawah ini.

B

Pindahkan pangkal



C



Jadi

B





A

B

pangkal


A


A

ujung

dengan ujung
+

=

, itulah vektor

. Hubungkan pangkal

+

=

. Hubungkan

, atau pindahkan pangkal

, itulah vektor
Jadi

ke ujung

.
ke

dengan ujung

.
.

Besar vektor C ditentukan dengan rumus cosinus




C

Gambar 1.9. Metode segitiga

sebagai berikut.

(1.9)

Dari keadaan di atas, dapat dinyatakan bahwa :





(1.10)
A + B = B + A = C.



Baik besar maupun arah C pada dua keadaan di atas sama. Selisih dua vektor, A - B



dapat ditentukan resultannya dengan mengikuti definisi penjumlahan, yaitu : A - B = A






+ (- B ). Untuk menentukan resultan A - B = A + (- B ), berarti di ujung A kita



pindahkan - B (vektor yang berlawanan dengan B ). Hubungkan pangkal A dengan ujung


- B itulah vektor resultan C .

A


C
B

B


 
A
A - B = C.
11

 Aturan Poligon
Bila pada suatu benda bekerja banyak gaya (lebih dari 2) baik besar maupun arah
masing-masing gaya berbeda seperti Gambar 1.10(a), maka untuk menentukan gaya
resultannya dapat digunakan sistem poligon sebagai berikut.

Perhatikan Gambar 1.10 (b)

O

(a)
O

Ambil sebagai vektor awal, misalnya
yang berpangkal di O.



Pindahkan

ke ujung

.



Pindahkan

ke ujung

.



Pindahkan

ke ujung

.



Hubungkan titik pangkal O dengan
ujung vektor terakhir (
vektor resultan (

), itulah

).

Hasil yang diperoleh akan sama bila vektor
awal dan vektor-vektor yang dipindahkan
serta urutan pemindahan berbeda, asal
(b)

syarat pemindahan vektor dipatuhi, yaitu
“baik besar maupun arah vektor yang

Gambar 1.10. Aturan poligon.

dipindahkan tidak berubah.

Contoh Soal 1.4:


Tentukan besar dan arah vektor resultan dari vektor A dan B yang masing-masingnya
memiliki besar 3 dan 4 satuan, dan membentuk sudut 600.
Penyelesaian:
R=

A 2  B2  2 AB cos 

=

32  4 2  2 (3)(4) cos 60 0

=

25  24(0,5)

=

37 satuan

600

Arah vektor resultan dapat dihitung dengan persamaan :
R sin  = 4 sin 
37 sin  = 4 sin 600

12

sin  

4x

1
2

37

3

= 0,57   = 34,70.

d.

Perkalian Vektor
Ada dua jenis perkalian vektor, yaitu perkalian titik dan perkalian silang.
Masing-masing perkalian vektor tersebut mempunyai arti dan sifat yang berbeda. Oleh
sebab itu kita harus hati-hati dan jang sampai dikacaukan antara yang satu dengan lainnya.
Ingat bahwa penerapan dan sifat fisisnya sangat berbeda.

Perkalian Titik (Dot Product)


Diketahui dua vektor A dan B seperti pada Gambar 1.11.

B

dan

membentuk sudut .

Perkalian titik vektor


dan

dapat

dinyatakan sebagai berikut :

.
= A B cos 
(1.11)


Gambar 1.11. Dua buah vektor A dan B
Hasil perkalian titik kedua vektor itu adalah berupa skalar, di mana :

A = besar atau nilai vektor A

B = besar atau nilai vektor B



= besar sudut yang dibentuk oleh A dan B .

Bila kita perhatikan secara trigonometri, B cos  itu tak lain adalah panjang proyeksi B di

sepanjang A , dan dapat dinyatakan dengan BA, sehingga persamaan di atas dapat juga
ditulis sebagai berikut :

 
(1.12)
B . A = A . BA


ˆ , maka BA = B . A
ˆ = B. A .
Jika vektor satuan sepanjang A dinyatakan dengan A
A
Berdasarkan persamaan di atas, maka perkalian dua vektor yang sama adalah :
 
(1.13)
A . A = A A cos  = A2


Jika vektor-vektor ( A dan B ) mempunyai komponen pada sumbu x, y, dan z, dengan


vektor satuannya berturut-turut adalah ˆi , ˆj , dan kˆ , maka vektor B dan A dapat
dinyatakan dengan :


A  A x ˆi  A y ˆj  A z kˆ ;
B  B x ˆi  B y ˆj  Bz kˆ
Sehingga :
 
A . B  A x ˆi Bx ˆi  A yˆjByˆj  A z kˆ Bz kˆ 
A x ˆi Byˆj  A x ˆi Bz kˆ  A yˆjBx ˆi 
A yˆjBz kˆ  A z kˆ Bx ˆi  A z kˆ Byˆj

Perlu diingat bahwa :

ˆi . ˆi  ˆj . ˆj  kˆ . kˆ  1 . 1 cos 0  1
ˆi . ˆj  ˆi . kˆ  ˆj . kˆ  1 . 1 sin 0  0

(1.14)
13

 
A . B = A x B x  A y B y  A z Bz

Jadi :

(1.15)

Perkalian
titik (skalar) dapat digunakan untuk menentukan sudut  antara dua

vektor A dan vektor B bila komponen-koponennya diketahui.

 
AB

cos  
AB

A x B x  A y B y  A z Bz

(1.16)

A 2x  A 2y  A 2z B2x  B2y  B2z

Dalam fisika, perkalian titik kita jumpai pada konsep usaha yang akan kita bahas pada Bab
berikutnya.
Sifat-sifat
titik-titik:
  perkalian
 
a. A  B  B  A
  
   
b. A  (B  C)  A  B  A  C
 
  
 

c. m(A  B)  (mA)  B  A  (mB)  (A  B)m


Perkalian Silang (Cross Product)
Perkalian silang disebut juga dengan perkalian vektor. Perkalian vektor dari dua


 
vektor A dan B dinyatakan dengan AxB . Dalam fisika, perkalian vektor misalnya
digunakan untuk menerangkan konsep torsi dan momentum sudut yang akan dibahas
dalam Bab selanjutnya.


 
Untuk mendefenisikan perkalian vektor AxB dari dua vektor A dan B , kita akan
menggambarkannya dengan putaran sekerup atau kaedah tangan kanan seperti pada
Gambar 1.12.



(b)
(a)





 
Gambar 1.12(a) Vektor AxB , (b) Vektor B x A = - A x B

Perkalian vektor didefinisikan sebagai berikut:
 
AxB  ABsin 

(1.17)

14

 
Arah dari perkalian silang AxB sebagai hasil perkalian silang vektor





A dan B





didefeniskan tegak  lurus
terhadap bidang yang dibentuk oleh A dan B . Untuk

menentukan arah AxB , kita bayangkan kita bayangkan sebuah sekerup kanan yang




sumbunya tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh A dan B seperti pada Gambar




1.12(a). Bila sekerup diputar dari A dan B melalui sudut  yangdiapitnya
maka arah

majunya sekerup didefenisikan
  sebagai arah dari perkalian vektor AxB . Cara lain untuk
memperoleh arah vektor AxB adalah sebagai berikut. Bayangkan sebuah sumbu tegak




lurus pada bidang A dan B melalui titik asal. Sekarang kepalkan jari-jari tangan kanan




melingkupi sumbu sambil mendorong vektor A ke arah
 vektor B , sementara itu ibu jari
tetap tegak berdiri; maka arah dari perkalian vektor AxB ditunjukkan oleh arah ibu-jari








yang tegak tersebut. Perhatikanlah bahwa B x A tidak sama dengan A x B karena itu






urutan faktor-faktor dalam perkalian silang sangatlah penting. Sesungguhnya A x B = - B x






A , dimana ABsin sama besar dengan BAsin, tetapi arah A x B berlawanan dengan arah








B x A . Bila sebuah sekerup kanan diputar dari A ke B melalui  bergerak maju ke satu




arah, maka jika diputar dari B ke A melalui  akan bergerak ke arah yang berlawan.
  

Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari aturan tangan kanan. Bila C = A x B , maka C
searah dengan majunya sekerup kanan atau ibu jari pada aturan kanan seperti yang
dilukiskan pada Gambar 1.12(b). Dapat disimpulkan bahwa perkalian silang dari dua
vektor adalah sebuah vektor, sehingga hasilnya mempunyai besar dan arah.




Nilai  berada dalam rentangan 0 sampai 180o. Bila A dan B adalah sejajar dan
anti sejajar,  = 0 atau  = 180o. Hal ini berarti perkalian silang dari dua vektor yang
sejajar atau anti sejajar selalu nol. Dalam cara yang sama, perkalian vektor dari suatu
vektor dengan dirinya sendiri adalah nol.




Bila kita mengetahui komponen-komponen dari A dan B , kita dapat menghitung
perkalian vektor dari masing-masing komponen menggunakan prosedur yang sama dengan
perkalian skalar. Dengan menggunakan persamaan (1.17), aturan sekerup dan kaedah
tangan kanan, kita mendapatkan perkalian vektor dari beberapa vektor satuan ˆi , ˆj dan kˆ
adalah:
ˆi x ˆi  ˆj x ˆj  kˆ x kˆ  0
ˆi x ˆj  ˆjxˆi  kˆ
(1.18)
ˆ
ˆˆ ˆ
j x k  kˆ xˆj  ˆi
kˆ x ˆi   ˆi x kˆ  ˆj




Selanjutnya kita akan mengungkapkan perkalian silang A x B dalam bentuk komponenkomponennya, yaitu
 
AxB  (A x ˆi  A yˆj  Az kˆ )x(Bx ˆi  Byˆj  Bzˆj)

15

 
AxB  A x Bx ˆi xˆi  A x Byˆi xˆj  A x Bz ˆi xkˆ
A y BX ˆjxˆi  A y Byˆjxˆj  A y Bz ˆjxkˆ
A z BX kˆ xˆi  A z By kˆ xˆj  A z Bz kˆ xkˆ

Dengan merujuk sifat perkalian vektor satuan pada pers. (1.18), kita dapat menuliskan




perkalian silang dari dua vektor A dan B




A x B = (Ay Bz – Az By) ˆi + (Ax Bz – Az Bx) ˆj + (Ax By – Ay Bx) kˆ

(1.19)

Perkalian vektor juga diungkapkan dalam bentuk determinan sebagai
ˆi
ˆj





A x B = Ax

Ay

Az

Bx

By

Bz

(1.20)

yang hasilnya sama dengan pers.(3). Bila Anda tidak biasa dengan determinan-determinan,
tidak apa-apa, gunakan saja bentuk dalam persamaan (1.19).
Adapun sifat-sifat perkalian silang








a. A x B = - B x A














b. C x ( A + B ) = C x A + C x A


















d. ( A x B ) x C =( A . C ) B - ( A . B ) C
















c. m( A x B )= (m A )x B = A x(m B ) = ( A x B )m
Contoh soal 1.5:
Hitunglah hasil (a). perkalian titik dan (b). perkalian silang dari dua vektor berikut.



 



A = 2 i + 3 j + k dan B = 4 i + 2 j - 2 k .
Penyelesaian :
a)
perkalian titik.
 
A . B = Ax Bx + Ay By + Az Bz
= (2)(4) + (3)(2) + (1)(-2)
= 8 + 6 - 2 = 12.
b)
perkalian silang.





A x B = (Ay Bz + Az By) i + (Az Bx + Ax Bz) j + (Ax By + Ay Bx) k



= {(3)(-2) – (1)(2)} i + {(1)(4) – (2)(-2)} j + {(2)(2) – (3)(4)} k



= - 8 i + 8 j - 8k.

Contoh-contoh soal dan penyelesaian tentang vektor

16


1. Tentukan komponen-komponen dalam
arah
sumbu
x
dan
sumbu
y
dari
vektor
pada
E


Gambar . Diketahui panjang vektor E adalah E = 3 m dan sudut vektor E terhadap
sumbu x adalah  = 45o.
y

α

x

Jawab :

Sudut antara vektor E terhadap sumbu x mesti dihitung negatif θ = - α = - 45o.
Ex= Ecosθ = (3 m) cos (-45o) = +2,1 m
Ey= Esinθ = (3 m) sin (-45o) = - 2,1 m


2. Diketahui dua buah vektor A  2ˆi  3ˆj  kˆ dan B  4ˆi  2ˆj  kˆ . Tentukan


a. Panjang
  vektor A dan B
b. A x B
 
c. A  B


d. Sudut apit antara vektor A dan B
Jawab


a. Panjang vektor A dan B diberikan berdasarkan pers. (1-3)

A | A | 22  32  12  14

B | B | (4)2  22  (1)2  21
 
b. Perkalian silang dua vektor A x B diberikan pada pers. (1-19)




A x B = (2 Bz – Az By) ˆi + (Ax Bz – Az Bx) ˆj + (Ax By – Ay Bx) kˆ
={(3)(-1) - (1)(2)} ˆi + {(1)(2) - (-1)(2)} ˆj +{(2)(2) - (-4)(3)} kˆ
= -5 ˆi + 4 ˆj + 16 kˆ
 
c. Perkalian titik dua vektor A x B diberikan pada pers. (1-15)
 
A  B  Ax Bx  A y By  Az Bz  (2)(4)  (3)(2)  (1)(1)  3
e.



Sudut antara vektor A dan vektor B diberikan pada pers. (1-16)
 
A x B x  A y B y  A z Bz
AB
3
cos  

 0,175

2
2
2
2
2
2
AB
14 21
A x  A y  A z B x  B y  Bz
θ =100o.

  

3. Ada empat buah gaya F1 , F2 F3 dan F4 setitik tangkap masing-masing besarnya adalah
4, 2, 3, dan 6 newton dan membentuk sudut 450, 300 , 1200 dan 2400 terhadap sumbu
horizontal. Bila ke empat gaya berada dalam keadaan setimbang, dan tentukan besar dan
arah keempat gaya tersebut.

17

Jawab :
Lukis keempat vektor kedalam koordinat Kartesian dan uraikan ke empat buah vektor
tersebut kedalam komponen-komponennya.
y


120o



x

240o

Komponen vektor –vektor gaya terhadap sumbu x
 Fx = F1x cos 45o + F2x cos 30o + F3x cos 120o + F4x cos 240o
= 4 cos 45 + 2 cos 30 + 3 cos 120 + 6 cos 240
= 0,06048 N
Komponen vektor –vektor gaya terhadap sumbu y
 Fy = F1y cos 45o + F2y cos 30o + F3y cos 120o + F4y cos 240o
= 4 sin 45 + 2 sin 30 + 3 sin 120 + 6 sin 240
= 1,2303 N F
Besar resultan keempat vektor gaya adalah
F  Fx  Fy  0,003  1,514 
2

2

1,5166

= 1,2315 N
Arah resultan keempat vektor gaya adalah
tg  = Fy/Fx = 1,2303/0,06048 = 20,34
 = 87,180 (terhadap sumbu x positif)
4. Sebuah beban yang bobotnya 100 N digantung pada dua utas kawat yang massanya
diabaikan seperti terilihat pada Gambar. Tentukanlah beberapa newton tegangan masingmasing kawat (T1 dan T2).
 = 37o

 = 53o
T2

T1

100 N
Gambar . Beban digantung pada kawat tak bermassa

18

Jawab :
Uraikan tegangan kedua kawat terhadap sumbu x dan y
 Tx = - T1 cos  + T2 cos β = 0
T1 cos 37 = T2 cos 53
0,8 T1 = 0,6 T2
T1 = ¾ T2

T

= T1 sin 37 + T2 sin 53 =100 N
0,5 T + 0,8 T2 = 100 N
Dengan mensubsitusikan T1 = ¾ T2 sehingga diperoleh :
T2 = 80 N dan T1 = ¾ T2 = ¾ (80 N) = 60 N
y



5. Sebuah gaya F =120 ˆi + 75 ˆj Newton memindahkan benda dari posisi (2,0) ke posisi
(10,2). Jarak diukur dalam meter. Bila usaha adalah perkalian titik antara vektor gaya
dengan vektor perpindahan, tentukanlah berapa joule usaha yang dilakukan gaya tersebut ?
Jawab :

vektor posisi s1  x1ˆi  y1ˆj  2ˆi (m)

vektor posisi s2  x 2ˆi  y2ˆj  10ˆi  2ˆj (m)
  
Perpindahan s  s2  s1




Usaha = adalah perkalian titik antara vektor F dengan vektor  S




W = F  S
W = (120 ˆi + 75 ˆj ). {(10 ˆi + 2 ˆj ) – (2 ˆi + 0 ˆj )}
W = (120 ˆi + 75 ˆj ) (8 ˆi + 2 ˆj )
W = (120) (8) + (75) (2)
W = 1110 joule
REFERENSI
Sutrisno, 1996. Fisika Dasar Unit Mekanika, dan Thermodinamika. Penerbit ITB.
p. 1 – 14.
International
System
of
Units,
tersedia
pada
halaman
web:
http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html, diunduh tanggal 2 Juli 2013.
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta. p. 1-17.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison Wesley.
New York. p. 1-35.

19

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25