Rancangbangun hukum dalam pengelolaan pu

ABSTRACT
DENNY BENJAMIN ALBRECHT KARWUR. Law Design in Managing Outermost
Small Islands in the North Sulawesi Province. Under the supervision DIETRIECH G.
BENGEN, ROKHMIN DAHURI, DANIEL R. MONINTJA, VICTOR PH.
NIKIJULUW, and MARIA F. INDRATI.
Small islands border region has a tremendous potential in supporting national
development. The determination of management policy is very important because of
the strategic of border marine resources existence. The islands in the border regions of
the country are vulnerable to the intervention of other countries and transnational
crimes. The concept of development policy of small islands in Indonesia must be
planned and implemented in an integrated manner for the development and welfare of
the nation.
The northern regions, i.e. the North Sulawesi Province, that locates next to the
Philippines is important for the integrity of the management of small islands and border
areas and of law enforcement in Indonesia. Target elements, elements and strategies
explain the delimitation of the nation borders between Indonesia and the Philippines, in
particular the Exclusive Economic Zone (EEZ) that overlaps each other, to optimize the
management of natural resources.
Draft of Law of Small Islands State Border and the provision of local
government authority to carry out assistance duty of border management and stating
Small Islands in the border regions as state islands and given a special certificate.

Keywords: Coastal Law, Delimitation of EEZ of Indonesia, Law Enforcement,
Management for Small Island State Border, Defense and security of state border, and
Certificate of State Island

RINGKASAN
DENNY BENJAMIN ALBRECHT KARWUR, Rancangbangun Hukum dalam
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar di Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh
DIETRIECH G. BENGEN, ROKHMIN DAHURI, DANIEL R. MONINTJA, VICTOR
PH. NIKIJULUW, dan MARIA F. INDRATI.
Pulau-pulau kecil wilayah perbatasan memiliki potensi sangat besar dalam
menunjang pembangunan nasional. Penentuan kebijakan pengelolaan merupakan
hal yang sangat penting, karena keberadaan (eksistensi) sumberdaya kelautan
perbatasan sangat strategis. Pulau-pulau di daerah perbatasan wilayah negara
rentan terhadap intervensi negara lain, dan kejahatan transnasional. Konsep
kebijakan pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia harus direncanakan dan
dilaksanakan secara terpadu untuk pembangunan kesejahteraan bangsa dan negara
Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Indonesia bagian utara yang
berbatasan dengan negara Filipina, Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini
mengkaji keterpaduan pengelolaan pulau kecil didaerah perbatasan dan penegakan

hukum Indonesia dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan elemen sasaran, elemen dan strategi menunjukkan bahwa penetapan
batas negara (delimitasi) khususnya Zona Ekonomi Eksklusif, antara negara
Indonesia dan Filipina yang tumpang tindih sehingga tidak mengoptimalkan
pengelolaan sumberdaya alam secara maksimal.
Rancangbangun hukum diarahkan pada hubungan diplomatik antar kedua
negara dengan pertemuan bilateral untuk menyelesaikan batas wilayah negara,
pengakuan wilayah secara bersama dan melaporkan kepada Perserikatan BangsaBangsa dalam bentuk Undang-Undang Perbatasan Negara dan lampiran Peta
Batas Negara. Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah melaksanakan
tugas pembantuan pengelolaan wilayah perbatasan. Pulau-Pulau Kecil di
perbatasan wilayah negara di tuangkan dalam bentuk Sertifikat Pulau Negara.
Nilai skor faktor eksternal pengelolaan pulau-pulau kecil terluar di
Provinsi Sulawesi Utara adalah 2.339. Menurut David (2004), nilai skor di bawah
2.5 mengindikasikan bahwa pemanfaatan peluang dan mengatasi ancaman belum
efektif. Tingkat kepentingan yang paling atas dari faktor eksternal adalah respon
pengawasan perbatasan laut antar negara, yaitu mendapat bobot 0.126. Respon
pengawasan yang masih lemah ini perlu diperbaiki dengan penegakan perangkat
hukum dan peningkatan kapasitas kelembagaan pada unit kerja pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi,
sampai tingkat Nasional.

Pengawasan dan penegakan hukum sangat dibutuhkan agar dapat
diperoleh suatu kepastian hukum dalam menjaga kepentingan negara dari
gangguan asing. Bidang kelembagaan penegakan hukum pengelolaan pulau-pulau
kecil terluar perlu ditingkatkan sehingga terwujud penegakan peraturan
perUndang-Undangan, pengawasan, pemantauan, pengamanan, dan pertahanan
keamanan baik wilayah maupun sumberdaya.
Faktor eksternal didukung oleh kebijakan pemerintah untuk membentuk
kelembagaan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar yang merupakan
prioritas kedua dari faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar di provinsi Sulawesi Utara dengan bobot

0.121. Dengan kelembagaan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 78 Tahun 2005, dan Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2010
diharapkan setiap lembaga yang terkait mampu melakukan koordinasi
kelembagaan yang efektif dan mampu memainkan peran sesuai kewenangannya.
Faktor eksternal lain yang merupakan peluang dalam peningkatan pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar perbatasan negara antara lain kebijakan nasional
mendorong investasi, kebijakan pemerintah dalam pemberian otoritas pengelolaan
wilayah, meningkatnya kebutuhan pasar lokal dan internasional terhadap hasil
sumberdaya alam, konvensi Internasional terhadap hukum laut Indonesia dan

kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga.
Faktor-faktor lain sebagai peluang dan pendukung bagi peningkatan
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, adalah peranan langsung aspek hukum dan
kelembagaan. Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga
Filipina mampu mengkoordinasikan permasalahan wilayah perbatasan yang
menjadi hak masing-masing negara.
Ancaman dalam peningkatan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah
belum ada penetapan batas laut yang disepakati bersama (ZEE) dengan bobot
0.113. Hal ini perlu untuk segera diselesaikan dan disepakati dengan upaya-upaya
politis dan diplomatis. Namun demikian adanya konflik kepentingan antar
stakeholder dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan bobot 0.099
dapat menjadi ancaman dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar sehingga
sering menimbulkan konflik yang sulit diselesaikan karena tidak jelasnya
kewenangan antar lembaga maupun antar pemerintahan pusat dan daerah. Oleh
karena itu, diperlukan keterpaduan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Kondisi nyata dari pulau-pulau kecil perbatasan negara, saat ini adalah
pemanfaatan sumberdaya alam hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan saat
ini dan masih adanya permasalahan di bidang hukum dan kelembagaan. Bukti
nyatanya adalah maraknya pencurian ikan di kawasan tersebut dan sampai saat ini
diakibatkan belum ada kepastian garis batas laut dan darat antara Indonesia dan

Filipina. Pada aspek sosial ekonomi juga belum menunjukkan pertumbuhan,
pulau-pulau tersebut masih mengalami keterisolasian dan tingkat kesejahteraan
yang rendah. Begitu juga dengan lemahnya sistem pendanaan sehingga
pelaksanaan program-program pembangunan belum bisa dilaksanakan secara
kontinu.
Komitmen pemerintah mengeluarkan kebijakan membentuk kelembagaan
baru dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Berdasarkan Peraturan Presiden
No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Dalam
pengelolaan perlu kelembagaan yang merupakan wadah koordinasi non struktural
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kelembagaan
pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilaksanakan oleh tim koordinasi yang telah
dibentuk yang terdiri dari ketua Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan
Keamanan (Menkopolhukam) dan wakil ketua I merangkap Anggota Menteri
Perikanan dan Kelautan dan Wakil Ketua II merangkap Anggota Menteri Dalam
Negeri, sedangkan Sekretaris adalah Sekretaris Menteri Koordinator Bidang
Polhukam. Keanggotaan kelembagaan terdiri dari TNI, kepolisian, badan intelijen
dan kementerian yang lain. Keberhasilan pengelolaan pulau-pulau kecil di
perbatasan negara adalah pengembangan sebuah mekanisme prosedural untuk
mengkoordinasikan kebijakan anggaran dan kebijakan pengelolaan.


Pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008
Tentang Wilayah Negara, telah ditetapkan organisasi Badan Nasional Pengelola
Perbatasan dalam Peraturan Presiden. Menurut Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). BNPP sesuai
Pasal 3, mempunyai tugas : penyusunan dan penetapan rencana induk dan rencana
aksi pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;
pengoordinasian penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan,
pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;
pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan Batas
Wilayah Negara; inventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan
zona pengembangan ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan
zona lainnya di Kawasan Perbatasan; penyusunan program dan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan sarana lainnya di Kawasan
Perbatasan; penyusunan anggaran pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan sesuai dengan skala prioritas; pelaksanaan,
pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Badan Nasional Pengelola Perbatasan sebagai pelaksana tugas dan fungsi adalah
Menteri Dalam Negeri.
Mekanisme koordinasi dalam pembuatan keputusan mengenai pengelolaan

perbatasan negara dan konservasi sumberdaya pulau-pulau kecil perbatasan
negara: (1) koordinasi antara pemerintah dan kalangan swasta; (2) koordinasi
vertikal antara berbagai tingkatan pemerintah, kabupaten/kota, provinsi dan pusat;
dan (3) koordinasi horizontal antara berbagai sektor pada tiap tingkatan
pemerintahan.
Kata Kunci : Hukum Pesisir, Delimitasi ZEEI, Penegakan Hukum, Pengelolaan
Pulau Kecil Perbatasan Negara, Pertahan dan Keamanan Perbatasan Negara,
Sertifikat Pulau Negara.