Pengaruh Kualitas Akrual Terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011 Irine Ayu Triningtyas Sylvia Veronica Siregar Universitas Indonesia Abstract - Triningtyas&Siregar, 2014,SNA17,Ku

  Pengaruh Kualitas Akrual Terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2011

  Irine Ayu Triningtyas Sylvia Veronica Siregar

  Universitas Indonesia

  Abstract

  The purpose of this research is to analyze the effect of accruals quality on cost of debt and cost of equity. Accruals quality is divided into two component which are innate accruals quality and discretionary accruals quality. This research also distinguish the effect of both of accruals quality components on cost of debt and cost of equity. Total observations in this research are 1.110 firm-years from 2005-2011. Accruals quality is measured using accruals quality model from Francis et al. (2005). The result show that the accruals quality which is not only innate accruals quality, but also discretionary accruals quality, only impact to cost of equity. The other result is the effect of innate accruals quality is higher than discretionary accruals quality only on cost of equity. This finding maybe due to firms have higher proportion of private debt than public debt.

  Keywords: Accruals quality, cost of debt, cost of equity

  Pendahuluan

  Dalam PSAK No. 1 laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan entitas. Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen. Laporan keuangan yang dibuat haruslah relevan agar tidak menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam membuat suatu keputusan, salah satunya yaitu keputusan investasi. Keputusan investor mengenai investasi ke suatu perusahaan berdasarkan berbagai pertimbangan, salah satunya yaitu laba. Investor cenderung lebih memilih untuk berinvestasi ke perusahaan yang memperoleh laba positif. Namun belum tentu laba yang terdapat di laporan keuangan sepenuhnya mencerminkan keadaan yang sebenarnya, misalnya karena ada insentif manajemen untuk memanipulasi laba agar kinerja dan nilai perusahaan tetap baik. Berdasarkan hal itulah, diperlukan hal lain yang dapat digunakan untuk melihat dan menilai kinerja perusahaan, salah satunya yaitu kualitas laba.

  Dechow dan Schrand (2004) mendefinisikan kualitas laba sebagai suatu ukuran untuk melihat apakah laba yang dilaporkan di laporan keuangan dapat merefleksikan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Kualitas laba perusahaan yang lebih baik, dapat menyediakan informasi yang lebih baik pula mengenai kinerja keuangan perusahaan yang akan relevan untuk digunakan dalam membuat keputusan terkait perusahaan. Francis et al. (2005) menggunakan kualitas akrual sebagai ukuran dari risiko informasi yang berkaitan dengan laba. Alasannya yaitu dengan menggunakan kualitas akrual dapat dilihat seberapa besar ketepatan working capital accruals menjadi realisasi arus kas operasi sehingga dapat dilihat kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.

  Penggunaan model kualitas akrual tersebut berdasarkan dari prinsip akuntansi yaitu basis akrual. Pendapatan dan beban merupakan komponen akrual yang pengakuannya berdasarkan kriteris tertentu. Salah satu kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan diakui bila kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur dengan andal (PSAK No. 23). Pengakuan pendapatan dan beban tersebut melibatkan estimasi, pilihan kebijakan akuntansi, dan justifikasi manajemen. Berkaitan dengan estimasi tersebut, kualitas akrual dipengaruhi oleh perhitungan kesalahan (error) dalam nilai estimasi akrual, terlepas dari faktor intensi manajemen. Francis et al. (2005) memberikan bukti empiris bahwa kualitas akrual yang buruk akan meningkatkan risiko informasi dan akan meningkatkan biaya modal.

  Hasil penelitian lainnya dari Francis et al. (2005) yaitu mengenai komponen kualitas akrual yang terdiri dari dua yaitu faktor diskresioner dan faktor innate. Faktor diskresioner merupakan komponen kualitas akrual yang merefleksikan pilihan kebijakan manajemen, misalnya berupa praktik manajemen laba untuk memanipulasi laba perusahaan dalam pelaporan laporan keuangan. Sedangkan faktor innate merupakan komponen kualitas akrual yang merefleksikan faktor lingkungan, fundamental ekonomi, atau model bisnis perusahaan. Salah satu contoh faktor innate yaitu ketika ada peningkatan pendapatan perusahaan debitur, maka perusahaan bisa saja mengubah dan melakukan penyesuaian estimasi pengakuan piutang tak tertagih terhadap piutang debitur tersebut. Hasil penelitian Francis et al. (2005) mengenai perbedaan kedua komponen kualitas akrual tersebut terhadap biaya modal yaitu kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya modal, baik biaya utang maupun biaya ekuitas.

  Selanjutnya, Gray, Koh, dan Tong (2009) mereplikasi penelitian yang telah dilakukan oleh Francis et al. (2005) dengan data yang berbeda yaitu menggunakan perusahaan di Australia, sedangkan Francis et al. (2005) menggunakan perusahaan di Amerika Serikat. Kedua penelitian tersebut secara umum menghasilkan hasil yang sama yaitu kualitas akrual memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya utang dan ekuitas. Namun ada satu hal yang berbeda di antara kedua penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian Gray, Koh, dan Tong (2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate. Perbedaan tersebut diduga dikarenakan sebagian besar sumber modal perusahaan-perusahaan di Australia berasal dari private debt dibandingkan public debt.

  

Private lenders lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi bisnis dan

  finansial perusahaan dibandingkan public lenders, sehingga tingkat asimetri informasi di Australia lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Selain itu private lenders juga cenderung memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada borrowing

  

firm sehingga mengurangi kemungkinan adanya oportunisme manajemen dalam

  pelaporan laporan keuangan. Hal-hal tersebut menyebabkan risiko informasi berkurang sehingga mengurangi efek kualitas akrual diskresioner pada biaya utang.

  Selain itu, masih berkaitan dengan risiko informasi dan manajemen laba, Leuz et al. (2003) melakukan studi komparatif internasional tentang manajemen laba dan proteksi investor dengan sampel 31 negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan nilai rata-rata skor manajemen laba, Indonesia berada pada urutan 15 dari 31 negara. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang juga menjadi sampel penelitian ini yaitu Malaysia, Filipina, dan Thailand, maka Indonesia adalah negara yang paling besar tingkat manajemen labanya. Untuk skor legal enforcement Indonesia mendapat skor 2,9 yang merupakan skor terendah dan dapat diartikan bahwa perlindungan hukum di Indonesia paling lemah dalam tingkat proteksinya terhadap investor diantara 31 negara tersebut.

  Utami (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur Indonesia. Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba dilakukan oleh perusahaan, akan ada kecenderungan investor untuk melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan required rate of return yang menjadi biaya modal bagi perusahaan. Hasil penelitiannya yaitu manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal.

  Berdasarkan penelitian tersebut, maka menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Utami (2005) meneliti mengenai hubungan manajemen laba dengan biaya modal, sedangkan penelitian ini meneliti hubungan kualitas akrual dengan biaya modal. Perilaku oportunis dan insentif manajemen untuk membuat laporan keuangan, terutama laba, yang tidak sesuai dengan kinerja aktual perusahaan, akan meningkatkan risiko informasi dan akan menurunkan kualitas akrual. Jadi manajemen laba merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas akrual, khususnya kualitas akrual diskresioner.

  Pada penelitian ini digunakan model yang mereplikasi penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009). Hal yang membedakannya yaitu pada penelitian ini digunakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian, kecuali perusahaan dari industri jasa keuangan dan investasi. Perbedaan lainnya yaitu data yang digunakan pada beberapa variabel dalam model penelitian Francis et al (2005) menggunakan data t-10, sedangkan pada penelitian ini menggunakan data t-5 sesuai penelitian Gray, Koh, dan Tong (2009).

  Fokus permasalahan pada penelitian ini yaitu melihat pengaruh kualitas akrual terhadap biaya utang dan biaya ekuitas. Selain itu akan dilihat pula perbedaan pengaruh kualitas akrual innate dengan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang dan biaya ekuitas.

  Tinjauan Teoritis

  Hubungan antara kualitas dari laporan keuangan dengan risiko informasi telah menjadi fokus pada beberapa penelitian, seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Easley dan O'Hara (2004); Francis et al. (2005); Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007); dan Gray, Koh, dan Tong (2009). Penelitian-penelitian tersebut berdasarkan dari model teoritis yang menyatakan bahwa risiko informasi merupakan faktor risiko yang tidak dapat didiversifikasi.

  Easley dan O'Hara (2004) meneliti mengenai perilaku investor terhadap proporsi dari private information dan public information. Asimetri informasi yang terjadi ketika tingginya level private information akan meningkatkan risiko yang dihadapi oleh

  

less-informed investor . Risiko ini merupakan risiko yang tidak dapat terdifersifikasi dan

  akan mendorong less-informed investor untuk meminta return yang lebih besar sehingga biaya modal perusahaan akan meningkat. Jadi jika perusahaan ingin menurunkan biaya modal, dapat dilakukan dengan melakukan mitigasi risiko informasi yang dihadapi less-informed investor.

  Lambert, Leuz, dan Verrecchia (2007) membuktikan bahwa presisi informasi akan berpengaruh langsung terhadap ekuilibrium harga saham, dengan asumsi adanya perfect

  

competition di antara investor pada kondisi pasar modal. Lambert, Leuz, dan Verrecchia

  (2007) mendefinisikan presisi informasi sebagai kualitas informasi dari ekspektasi arus kas perusahaan untuk investor. Pada model penelitian ini, rata-rata presisi informasi investor merupakan faktor penentu expected return perusahaan dan biaya modal. Kedua penelitian tersebut (Easley dan O'Hara, 2004 dan Lambert, Leuz, dan Verrecchia, 2007), memiliki hasil yang sama yaitu risiko informasi merupakan risiko yang tidak terdiversifikasi dan perusahaan akan memiliki biaya modal yang lebih besar jika memiliki risiko informasi yang besar.

  Selanjutnya Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) menyatakan bahwa investor menilai saham perusahaan berdasarkan penilaian dan analisis mengenai

  

future cash flow , sehingga kedua penelitian tersebut menggunakan ukuran yang dapat

mengukur ketidakpastian informasi dalam arus kas, yaitu komponen kualitas akrual.

  Alasan penggunan kualitas akrual dalam model kedua penelitian tersebut adalah adanya informasi komponen akrual dalam laba yang dilaporkan di laporan keuangan. Terdapat dua komponen dari laba, yaitu komponen akrual dan komponen arus kas. Laba dari komponen akrual yaitu laba yang dihasilkan dari kebijakan akuntansi untuk mengakui sebuah transaksi ekonomi, baik pendapatan maupun beban, sebagai laba, tanpa adanya arus kas. Laba dari komponen arus kas yaitu laba yang diakui secara akuntansi dan terdapat arus kas secara fisik. Komponen akrual memiliki ketidakpastian yang lebih besar daripada komponen arus kas karena akrual adalah hasil dari penilaian, perkiraan, dan alokasi dari manajemen, sedangkan komponen arus kas adalah pendapatan yang sudah terealisasi. Sehingga menurut Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) kualitas akrual dapat dijadikan pendekatan untuk mengukur risiko informasi yang terdapat pada perusahaan. Besarnya risiko informasi akan berpengaruh terhadap biaya modal. Semakin tinggi risiko, maka akan semakin tinggi pula return yang didapatkan investor. Return yang diberikan oleh perusahaan kepada investor merupakan biaya modal perusahan.

  Pada akhirnya, penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) memberikan bukti empiris bahwa perusahaan dengan kualitas akrual yang buruk akan memiliki biaya modal yang lebih tinggi. Dengan demikian hipotesis penelitian ini dibentuk berdasarkan pada kedua penelitian tersebut:

  H1A: Kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya utang. H1B: Kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.

  Pada hipotesis pertama tersebut tidak membedakan sumber dari risiko informasi. Pada model penelitian pertama tidak membedakan pengaruh dari faktor innate, yaitu faktor yang berasal dari model bisnis dan lingkungan operasional perusahaan, dengan faktor diskresioner, yaitu faktor yang berasal dari subjektifitas manajemen dalam pilihan atau estimasi implementasi kebijakan akuntansi. Oleh karena itu Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) mengembangkan penelitian dengan membedakan kualitas akrual menjadi dua yaitu kualitas akrual diskresioner dan innate.

  Pengembangan tersebut dilatarbelakangi oleh penelitian Guay et al. (1996) bahwa ada perbedaan efek antara komponen-komponen akrual diskresioner. Guay et al. (1996) membagi komponen akrual diskresioner menjadi tiga, yaitu performance component,

  

opportunism, dan pure noise. Performance component merefleksikan kemampuan

manajemen untuk meningkatkan earnings sesuai dengan kinerja aktual perusahaan.

  Komponen opportunism merupakan komponen yang merefleksikan adanya perilaku oportunis dan insentif dari berbagai pihak untuk membuat laporan keuangan tidak sesuai dengan kinerja perusahaan. Komponen selanjutnya yaitu pure noise merupakan komponen error yang tidak dapat dijelaskan dalam menilai kualitas akrual diskresioner.

  

Performance component akan mengurangi risiko informasi, sedangkan komponen

opportunism dan pure noise akan meningkatkan risiko informasi. Pada penelitian Guay

  et al. (1996) tidak menjelaskan net effect dari ketiga komponen ini terhadap risiko informasi dan biaya modal.

  Healy (1996) menyatakan komponen yang telah dijelaskan pada penelitian Guay et al. (1996) akan memiliki offset effect terhadap risiko informasi, yaitu ketika manajemen suatu perusahaan akan berusaha untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan keadaan aktual perusahaan (performance component), namun ada manajemen perusahaan lainnya yang berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan karena ada motivasi dan kepentingan tertentu (opportunistic component), sehingga ketika diobservasi kedua komponen akrual diskresioner tersebut saling menyeimbangkan (offset) pengaruh terhadap risiko informasi.

  Oleh karena offset effect tersebut, Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009) memiliki ekspektasi bahwa kualitas akrual diskresioner akan memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan kualitas akrual innate terhadap risiko informasi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap biaya modal. Dengan demikian penelitian ini akan menguji apakah ada perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dengan kualitas akrual diskresioner, terhadap biaya modal perusahaan:

  

H2A: Kualitas akrual innate berpengaruh lebih besar dibandingkan kualitas

akrual diskresioner terhadap biaya utang perusahaan.

H2B: Kualitas akrual innate berpengaruh lebih besar dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas perusahaan. Metode Penelitian 1. Model Penelitian: Kualitas Akrual, Kualitas Akrual Innate, dan Kualitas Akrual Diskresioner

  Tujuan penelitian ini berdasarkan hipotesis 1A dan 1B yaitu untuk menguji adanya hubungan antara kualitas akrual dengan biaya utang dan biaya ekuitas. Kualitas akrual dalam penelitian ini dihitung dari model penelitian Francis et al. (2005). Kualitas akrual dihitung dengan regresi tahunan dari total current accruals periode 2005-2011. Nilai kualitas akrual dihitung dari standar deviasi nilai error yang dicari selama tahun t-4 sampai tahun t. Pada penelitian ini digunakan nilai decile rank accruals quality dibanding dengan nilai raw accruals quality untuk mengurangi adanya kemungkinan

  

outlier . Perhitungan decile rank digunakan dengan melakukan pemeringkatan nilai raw

  

accruals quality per tahun dari nilai tertinggi hingga terendah, setelah itu dibagi menjadi

  sepuluh kelompok dan diberi nilai yang sama (satu hingga sepuluh) untuk di setiap kelompoknya. Kelompok dengan nilai raw accruals quality tertinggi diberi nilai decile

  

rank 1 dan kelompok dengan nilai accruals quality terendah diberi nilai decile rank 10.

  Dengan demikian nilai variabel kualitas akrual yang semakin tinggi akan mencerminkan kualitas akrual yang semakin baik. Francis et al. (2005) menyatakan bahwa biaya utang dan biaya ekuitas akan lebih tinggi pada kualitas akrual perusahaan yang lebih buruk. Dengan demikian diekspektasikan bahwa kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap biaya utang dan biaya ekuitas, sesuai dengan hipotesis 1A dan 1B.

  Berikut ini merupakan model kualitas akrual yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Francis et al. (2005). Seluruh variabel dibagi dengan rata-rata aset.

  TCA = CFO CFO CFO PPE j,t β + β . (1) 1 j,t-1 + β 2 j,t + β 3 j,t+1 + β 4 ∆ REV j,t + β 5 j,t + μ j,t ……

TCA = ………………………………………(2)

j,t ∆ CA j,t ∆ CL j,t ∆ Cash j,t + ∆ STDebt j,t - - TCA : Total current accruals.

  ∆ CA : Perubahan aset lancar tahun t-1 dengan t.

  : Perubahan liabilitas lancar tahun t-1 dengan t. ∆ CL : Perubahan kas tahun t-1 dengan t.

  ∆ Cash ∆ STDEBT : Perubahan utang tahun t-1 dengan t. CFO : Arus kas operasi. ∆ REV : Perubahan pendapatan tahun t-1 dengan t. PPE : Aset tetap kotor.

  Selanjutnya pada hipotesis 2A dan 2B, yaitu untuk menguji hubungan antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner dengan biaya utang dan biaya ekuitas, juga digunakan model kualitas akrual dari Francis et al. (2005). Predicted value model tersebut merupakan pendekatan untuk nilai kualitas akrual innate, sedangkan nilai residual dari model tersebut merupakan pendekatan untuk nilai kualitas akrual diskresioner. Pada variabel kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner juga digunakan nilai decile rank.

  AQ j,t = 1 Size j,t 2 j,t 3 j,t 4 OpCycle j,t 5 NegEarn j,t j,t

β + β + β σCFO + β σSales + β + β +μ

(3)

  Size : Ukuran perusahaan yang dihitung dari natural log total aset. σ CFO : Standar deviasi dari arus kas operasi yang dihitung dari data lima tahun terakhir.

  σ Sales : Standar deviasi dari penjualan yang dihitung dari data lima tahun terakhir. OpCycle : Siklus operasi yang dihitung dari log penjumlahan days of account receivables dan days of inventory.

  NegEarn : Jumlah tahun dengan pendapatan yang negatif (NIBE < 0) pada data lima tahun terakhir.

  Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang mereplikasi penelitian Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009). Untuk menguji hipotesis 1A yaitu pengaruh kualitas akrual terhadap biaya utang digunakan persamaan regresi 4. Pengujian hipotesis 1A dilakukan dengan melihat

  

p-value pada variabel TAQ Rank dan koefisien variabel TAQ Rank. Jika nilai p-value

lebih kecil dari alpha, maka ada pengaruh signifikan kualitas akrual terhadap biaya utang.

  Selain itu dilihat koefisien variabel TAQ Rank. Jika koefisien bernilai negatif, maka ada pengaruh negatif antara kualitas akrual dengan biaya utang.

  COD TAQrank Size ROA IntCov j,t+1 = β + β 1 j,t + β 2 j,t + β 3 j,t + β 4 j,t + β 5 σ(NIBE) j,t

  Ekspektasi tanda: < 0 > 0 β

  1 (H1A), β 2 < 0, β

3 < 0, β

4 < 0, β 5 > 0, β

  6 Untuk pengujian hipotesis 2A yaitu perbedaan pengaruh kualitas akrual

  diskresioner dan kualitas akrual innate terhadap biaya utang, digunakan persamaan regresi 5. Untuk menguji hipotesis 2A dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang.

  COD InnAQrank ROA IntCov j,t+1 = β + β 1 j,t + β

  2 DisAQrank + β 3 j,t + β 4 j,t + β5 j,t

  6 Leverage j,t

  7 Size j,t j,t σ(NIBE) + β + β + μ (5)

  1

  2

  1

  2

  3

  4

  5

  6 7 < 0

Ekspektasi tanda: β < 0, β < 0, β < β (H2A), β < 0, β < 0, β > 0, β > 0, β

  COD : Cost of debt atau biaya utang, yang dihitung dari rasio beban bunga pada periode t+1 dengan rata-rata total utang periode t dan t+1. TAQrank : Nilai decile rank dari kualitas akrual. InnAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual innate. DisAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual diskresioner. ROA : Return on asset yang dihitung dari rasio laba bersih dengan total aset. IntCov : Interest coverage yang dihitung dari rasio laba operasi dengan beban bunga.

  : Standar deviasi dari data 5 tahun terakhir dari laba bersih sebelum pos σ NIBE luar biasa dibagi dengan rata-rata aset.

  Leverage : Rasio total utang terhadap total aset.

  Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural logaritma dari total aset.

  Untuk menguji hipotesis 1B yaitu pengaruh kualitas akrual terhadap biaya ekuitas digunakan persamaan regresi 6. Pengujian hipotesis 1B dilakukan dengan melihat

  

p-value pada variabel TAQ Rank dan koefisien variabel TAQ Rank. Jika nilai p-value

  lebih kecil dari alpha, maka ada pengaruh signifikan kualitas akrual terhadap biaya ekuitas. Selain itu dilihat koefisien variabel TAQ Rank. Jika koefisien bernilai negatif, maka ada pengaruh negatif antara kualitas akrual dengan biaya ekuitas.

  COE j,t 1 TAQrank j,t 2 Leverage j,t 3 Beta j,t 4 Size j,t 5 Growth j,t j,t

= β + β + β + β + β + β + μ

… (6)

  Ekspektasi tanda: &lt; 0 &lt; 0 β

  1 (H1B), β 2 &gt; 0, β

3 &gt; 0, β

4 &lt; 0, β

  5 Untuk pengujian hipotesis 2B yaitu perbedaan pengaruh kualitas akrual

  diskresioner dan kualitas akrual innate terhadap biaya ekuitas, digunakan persamaan regresi 7. Untuk menguji hipotesis 2B dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang.

  Pada penelitian ini menggunakan industry-adjusted earnings-to-price ratio (IndEP

ratio) untuk menghitung biaya ekuitas seperti pada penelitian Francis et al. (2005).

IndEP dihitung dengan earnings-to-price ratio perusahaan dikurangi median dari

  

earnings-to-price industri. Untuk menghitung earnings-to-price industri dihitung

  dengan median earnings-to-price ratio seluruh perusahaan di setiap industrinya yang memiliki nilai laba positif (minimal 5 perusahaan dengan laba positif setiap tahun di setiap industri), kecuali nilai earnings-to-price perusahaan tersebut.

  • + COE InnAQrank DisAQrank Leverage Beta j,t = β + β 1 j,t + β 2 j,t + β 3 j,t + β 4 j,t

  5 Size j,t

  6 Growth j,t j,t β + β + μ (7)

  &lt; 0 Ekspektasi tanda: β

  1 &lt; 0, β 2 &lt; 0, β 1 &lt; β

2 (H2B), β

3 &gt; 0, β 4 &gt; 0, β 5 &lt; 0, β

  6 COE : Biaya ekuitas yang dihitung dengan pendekatan industry-adjusted earnings-to-price ratio.

  InnAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual innate. DisAQrank : Nilai decile rank kualitas akrual diskresioner. Leverage : Rasio total utang terhadap total aset. Beta : Nilai beta dihitung dengan menggunakan regresi dari return saham mingguan perusahaan terhadap return saham mingguan pasar (IHSG).

  Size : Ukuran perusahan yang dihitung dengan natural log total aset. Growth : Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1 3.

Data dan Sampel

  Dalam penelitian ini digunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari periode 2005-2011. Namun karena ada beberapa variabel yang dihitung dengan menggunakan periode t-4 hingga t, maka data perusahaan yang digunakan yaitu dari tahun 2000-2012. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian adalah perusahaan dengan kelengkapan data keuangan minimal selama 7 tahun karena untuk menghitung kualitas akrual dibutuhkan 5 periode (periode t-4 hingga t) dan juga 2 tahun untuk perhitungan model regresi kualitas akrual untuk arus kas operasi (t-1, t, t+1).

  Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yang artinya sampel dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria untuk pemilihan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.

  Perusahaan publik tercatat di BEI pada tahun 2005 hingga 2011 dengan data keuangan yang lengkap selama 7 tahun.

  2. Tidak termasuk perusahaan dalam jasa keuangan dan investasi karena industri tersebut memiliki regulasi yang cukup ketat. Perusahaan yang memiliki regulasi yang cukup ketat tidak dimasukan sebagai sampel dalam penelitian ini karena perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang khas sehingga tidak dapat dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya.

  3. Nilai ekuitas perusahaan tidak negatif.

  Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari thomson reuters

  

knowledge (data stream dan eikon). Selain itu pengambilan data pada penelitian ini juga

  bersumber dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitdan website perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.

  4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

  Jumlah sampel perusahaan yang digunakan pada model penelitian ini yaitu 237 perusahaan dan jumlah observasi yang digunakan yaitu 1.110 firm-years observations. Jumlah observasi pada peneltian ini jauh berbeda dengan penelitian Francis et al. (2005) yaitu 76.196 firm-years untuk model biaya utang dan 55.092 firm-year observations untuk model biaya ekuitas. Perbedaan tersebut karena periode pada penelitian Francis et al. (2005) lebih panjang yaitu 32 tahun (1970-2001) dan jumlah perusahaan yang menggunakan periode waktu yang sepanjang pada penelitian Francis et al. (2005) karena keterbatasan data. Hasil dari proses pemilihan sampel pada penelitian terdapat di tabel 1.

  

Tabel 1 Pemilihan Sampel

Proses Pemilihan Sampel Model 1 dan 2

  Jumlah perusahaan yang terdaftar di 440 BEI dari tahun 2005-2011 Perusahaan yang termasuk Industri (81) keuangan Perusahaan dengan data keuangan (92) tidak lengkap untuk 7 tahun Perusahaan dengan ekuitas negatif (30)

  Jumlah perusahaan yang dijadikan 237 sampel penelitian Jumlah observasi 1.110

  Statistik deskriptif untuk model 1A dan 2A terdapat pada tabel 2. Pada beberapa variabel di model 1A dan 1B terdapat outlier, oleh karena itu dilakukan treatment dengan

  

winsorizing yaitu menggantikan nilai outlier dengan nilai terdekat outlier. Berdasarkan

  penelitian Francis et al. (2005) winsorizing dilakukan dengan persentase 1%. Variabel yang dilakukan winsorizing pada model ini yaitu biaya utang, return on asset, interest

  coverage, laba sebelum pos luar biasa (NIBE), dan leverage.

  

Tabel 2 Statistik Deskriptif Model 1A dan 2A

Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum

  

COD 1.110 0,27721 2,18059 49,03447

AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082

  1

  10 Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231

  1

  10 Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546

  1

  10 Size (Miliar 1.110 5.380 13.100 103 154.000 Rupiah) ROA 1.110 0,04438 0,08543 -0,78556 0,62157

Int Cov 1.110 24,21555 152,34870 -302,65900 3.989,91900

NIBE 1.110 0,05007 0,06612 0,00089 0,86634 Leverage 1.110 0,26627 0,19087 1,76690

COD: Biaya utang. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile rank

kualitas akrual innate. Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size:

Logaritma natural total aset (dalam nilai Rupiah). ROA: Return on aset yang dihitung

dari laba bersih dibagi total aset. Int Cov: Interest coverage yang dihitung dari laba

operasi dibagi beban bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun) dari laba sebelum pos luar

biasa yang diskala dengan rata-rata aset (dalam nilai Rupiah). Leverage: Total utang

dibagi dengan total aset.

  Statistik deskriptif untuk model IB dan 2B disajikan pada tabel 3. Pada model penelitian ini terdapat beberapa variabel yang memiliki outlier, yaitu biaya ekuitas,

  

leverage, beta dan growth. Oleh karena itu dilakukan treatment dengan metode

  winsorizing dengan persentase 1% pada variabel yang memiliki nilai outlier.

  Growth 1.110 0,05903 0,21073 -1,99895 2,83405 Leverage 1.110 0,26627 0,19087 1,76690

COE: Biaya ekuitas. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Inn Rank: Decile

rank kualitas akrual innate. Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner.

Size: Logaritma natural total aset (dalam nilai rupiah). Beta: Regresi dari

return mingguan saham perusahaan terhadap return mingguan saham harga

  pada model 1A yaitu 0,01490 dan pada model 2A yaitu 0,01530. Dapat diartikan bahwa perubahan variabel independen pada model 1A (kualitas akrual) dan variabel independen pada model 2A (kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner) dapat menjelaskan perubahan variabel dependen (biaya utang) sebesar 1,49% dan 1,53%.

  2

  dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan variabel independen dapat menjelaskan perubahan variabel dependen dalam suatu model. Nilai R

  2

  Tabel 4 dan 5 menunjukkan hasil regresi dan pengujian hipotesis untuk model 1A dan 2A. Untuk model 1A dan 2A probabilitas F-stat bernilai 0,00000. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh variabel dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya utang. Pengujian R

  pasar (IHSG). Growth: Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1. Leverage: Total utang dibagi dengan total aset.

  10 Size (Miliar Rupiah) 1.110 5.380 13.100 103 154.000 Beta 1.110 0,62824 0,57650 -1,08128 3,76362

  

Tabel 3 Statistik Deskriptif Model IB dan 2B

Variabel N Rerata Standar Deviasi Minimum Maksimum

  1

  10 Dis Rank 1.110 5,49009 2,76546

  1

  10 Inn Rank 1.110 5,17297 2,72231

  1

  COE 1.110 0,03063 0,26704 -3,55563 1,56811 AQ Rank 1.110 5,29279 2,78082

  Pengujian signifikansi parsial digunakan untuk melihat signifikansi masing-masing variabel independen terhadap biaya utang. Pengujian hipotesis 1A dilakukan dengan melihat p-value pada variabel AQ Rank dan koefisien variabel AQ Ran. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha, maka ada pengaruh signifikan kualitas akrual terhadap biaya utang. Hasil pengujian menunjukkan kualitas akrual tidak memiliki pengaruh terhadap biaya utang.

  • β
  • β
  • β
  • β5 σ(NIBE)
  • β
  • μ
    • Signifikan pada tingkat 1% one tailed Untuk menguji hipotesis 2A dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya dibanding kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Berdasarkan hasil uji beda koefisien diketahui tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang. Untuk mendukung hasil uji beda koefisien tersebut, dilakukan uji beda rata-rata. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata diketahui tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang.
    • β

  AQ Rank - -0,00034 -0,045 0,46400 Size - -0,02964 -2,090 0,00000* ROA - 0,40522 0,115 0,41050 Int Cov - -0,00031 -0,750 0,06700 NIBE + -0,02981 -0,075 0,44200 Leverage + -0,31919 -2,430 0,00000* Constanta +/- 1,06661 2,755 0,00000*

  beban bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun) dari laba sebelum pos luar biasa yang dibagi dengan rata-rata aset. Leverage: Total utang dibagi dengan total aset.

  

Int Cov: Interest coverage yang dihitung dari laba operasi dibagi

  P-value 0,00000*

COD: Biaya utang. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Size:

Logaritma natural total aset. ROA: Laba bersih dibagi total aset.

  between (model fix effect) 0,01490 F-statistik 28,03500

  2

  R

  j,t Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value

  

Tabel 4 Hasil Regresi Model 1A

  6 Leverage j,t

  j,t

  4 IntCov j,t

  3 ROA j,t

  2 Size j,t

  1 TAQrank j,t

  COD j,t+1 = β + β

  Hasil penelitian ini berbeda dengan Francis et al. (2005) namun konsisten dengan Gray, Koh, dan Tong (2009). Perbedaan hasil penelitian tersebut menurut Gray, Koh, dan Tong (2009) karena sebagian besar sumber modal perusahaan berasal dari private debt dibandingkan public debt. Persentase jumlah perusahaan publik yang mengeluarkan obligasi atau public debt hanya sebesar 24,74% dari total perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia. Private lenders lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi bisnis dan finansial perusahaan dibandingkan public lenders sehingga tingkat asimetri informasi menjadi lebih rendah. Selain itu, private lenders juga cenderung memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada borrowing firm sehingga menyebabkan risiko informasi yang terkait dengan kebijakan pelaporan manajerial

  • β
  • β5 σ(NIBE) j,t + β

  between (model fixed effect) 0,01530 F-statistik 28,40500

  2

  jauh lebih tinggi. Nilai R

  2

  tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 1% sedangkan pada model IB dan 2B (biaya ekuitas) ini nilai R

  2

  Pada model 1A dan 2A (biaya utang), nilai R

  Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa model IB dan 2B memiliki nilai p-value F-stat bernilai 0,00000 sehingga dapat dikatakan seluruh variabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya yaitu biaya ekuitas.

  bunga. NIBE: Standar deviasi (5 tahun) dari laba sebelum pos luar biasa yang dibagi dengan rata-rata aset. Leverage: Total utang dibagi dengan total aset.

  

Cov: Interest coverage yang dihitung dari laba operasi dibagi beban

  natural total aset. ROA: Laba bersih dibagi total aset. Int

  

Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size: Logaritma

  P-value 0,00000*

COD: Biaya utang. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual innate.

  2

  R

  Inn Rank - -0,00267 -0,300 0,27400 Dis Rank - -0,00152 -0,195 0,34800 Size - -0,03079 -2,130 0,00000* ROA - 0,00975 0,025 0,47900 Int Cov - -0,00030 -0,735 0,07000 NIBE + 0,01409 -0,035 0,47400 Leverage + -0,31205 -2,355 0,00000* Constanta +/- 1,10416 2,765 0,00000*

  7 Size j,t + μ j,t Variabel Prediksi Koefisien t-statistik p-value

  6 Leverage j,t + β

  4 IntCov j,t

  3 ROA j,t

  2 DisAQrank + β

  1 InnAQrank j,t

  COD j,t+1 = β + β

  

Tabel 5 Hasil Regresi Model 2A

  tidak adanya perbedaan pengaruh antara kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya utang.

  

innate , dan kualitas akrual diskresioner tidak berpengaruh terhadap biaya utang dan

  berkurang dan mengurangi efek kualitas akrual terhadap biaya utang. Dengan demikian pada penelitian ini hal tersebut merupakan penyebab kualitas akrual, kualitas akrual

  • Signifikan pada tingkat 1% one tailed Ringkasan hasil regresi untuk model 1B dan 2B dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.

  pada model 1B yaitu 16,84% dan pada model 2B yaitu 23,45%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa perubahan variabel independen pada model 1B yaitu kualitas akrual dan variabel independen pada model 2B yaitu kualitas akrual innate dan kualitas

  Kualitas akrual innate dan kualitas akrual diskresioner memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Hal ini dapat dilihat dari koefisien hasil regresi yang bernilai negatif dan nilai p-value sebesar 0,00000 untuk kualitas akrual innate dan

  5 Growth j,t +

  Leverage: Total utang dibagi dengan total aset

  P-value 0,00000*

COE: Biaya ekuitas. AQ Rank: Decile rank kualitas akrual. Size:

Logaritma natural total aset. Beta: Regresi dari return mingguan

saham perusahaan terhadap return mingguan saham harga pasar

(IHSG). Growth: Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan

perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1.

  between (model fix effect) 0,16840 F-statistik 136,49000

  2

  R

  AQ Rank - -0,00888 -2,300 0,00000* Size - -0,00852 -1,130 0,01200** Beta + 0,00186 0,085 0,43100 Growth - 0,58545 7,175 0,00000* Leverage + -0,15420 -2,485 0,00000* Constanta +/- -0,20985 -1,025 0,02050**

  Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value

  μ j,t

  4 Size j,t

  akrual diskresioner, dapat menjelaskan perubahan variabel dependen yaitu biaya ekuitas sebesar 16,84% dan 23,45%.

  3 Beta j,t

  2 Leverage j,t

  1 TAQrank j,t

  COE j,t = β + β

  

Tabel 6 Hasil Regresi Model 1B

  sesuai dengan prediksi. Semakin tinggi nilai variabel AQ Rank mengindikasikan semakin baik kualitas akrual perusahaan. Semakin baik kualitas akrual perusahaan maka akan semakin kecil risiko informasi pada pelaporan laporan keuangan. Besarnya risiko informasi akan berpengaruh terhadap required rate of return investor dan menurunkan biaya ekuitas. Dengan demikian kualitas akrual berpengaruh negatif dengan biaya ekuitas. Hasil ini konsisten dengan Francis et al. (2005) dan Gray, Koh, dan Tong (2009).

  

p-value bernilai 0,00000. Koefisien hasil regresi nilai variabel AQ Rank bernilai negatif

  Pengujian hipotesis 1B dilakukan dengan melihat p-value pada variabel AQ Rank dan koefisien variabel AQ Rank. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha, maka ada hubungan signifikan antara kualitas akrual dan biaya ekuitas. Hasil pengujian menunjukkan kualitas akrual berpengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas karena

  • β
  • β
  • β
  • β
    • Signifikan pada tingkat 1% one tailed
      • ** Signifikan pada tingkat 5% one tailed
      kemampuan manajemen untuk meningkatkan earnings sesuai dengan kinerja aktual perusahaan. Komponen opportunism merupakan komponen yang merefleksikan adanya

  • β
  • β
  • β
  • β
  • β
  • μ
    • Signifikan pada tingkat 1% one tailed
      • Signifikan pada tingkat 10% one tailed
      perilaku oportunis dan insentif dari berbagai pihak untuk membuat laporan keuangan tidak sesuai dengan kinerja perusahaan. Komponen selanjutnya yaitu pure noise merupakan komponen error yang tidak dapat dijelaskan dalam menilai kualitas akrual diskresioner.

  Inn Rank - -0,01613 -3,980 0,00000* Dis Rank - -0,00660 -1,695 0,00005* Size - -0,00280 -0,365 0,23150** Beta + 0,00222 0,105 0,41650 Growth - 0,59020 7,355 0,00000* Leverage + -0,11121 -1,790 0,00000* Constanta +/- -0,01410 -0,065 0,36850

  Francis et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas akrual diskresioner akan lebih kecil pengaruhnya dibandingkan kualitas akrual innate karena adanya offset effect. Guay et al. (1996) membagi komponen akrual diskresioner menjadi tiga, yaitu performance

  Leverage: Total utang dibagi dengan total aset

  

Dis Rank: Decile rank kualitas akrual diskresioner. Size:

Logaritma natural total aset. Beta: Regresi dari return mingguan

saham perusahaan terhadap return mingguan saham harga pasar

(IHSG). Growth: Log dari satu ditambah nilai pertumbuhan

perusahaan dari nilai buku ekuitas periode t dengan periode t-1.

  P-value 0,00000*

COE: Biaya ekuitas. Inn Rank: Decile rank kualitas akrual innate.

  between (model fix effect) 0,23450 F-statistik 163,99500

  2

  R

  j,t Variabel Prediksi Koefisien t-statistik P-value

  0,00005 untuk kualitas akrual diskresioner. Selanjutnya untuk menguji hipotesis 2B dilakukan uji beda koefisien. Jika nilai p-value lebih kecil dari alpha 0,05, maka kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas. Berdasarkan hasil uji beda koefisien diperoleh p-value sebesar 0,00010 yang dapat diartikan pengaruh kualitas akrual innate lebih besar dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas. Untuk mendukung hasil uji beda koefisien tersebut, dilakukan uji beda rata-rata. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata diperoleh p-value sebesar 0,50000 yang dapat diartikan pengaruh kualitas akrual innate lebih besar dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya ekuitas. Hal ini sama dengan hasil penelitian Francis et al. (2005).

  6 Growth j,t

  5 Size j,t

  4 Beta j,t

  3 Leverage j,t

  2 DisQrank j,t

  1 InnQrank j,t

  COE j,t = β + β