ANALISIS DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN EMAS

ANALISIS DAN PERIZINAN PERTAMBANGAN EMAS YANG
BERDAMPAK PADA KERUSAKAN SUNGAI KUANTAN DI
PEKANBARU
Oleh : Aminullah Ibrahim
aminullahibrahim@students.unnes.ac.id
Abstrak
Lingkungan hidup dapat diartikan sebagai semua benda yang berada di
alam yang saling berhubungan anatara satu sama lain dalam menjalani
kelangsungan hidup. Negara Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang
melimpah, banyak perusahaan pertambangan yang dibangun untuk mengolah
hasil bumi, diantaranya pertambangan emas, minyak, mineral dan batubara.
Sehingga, banyak warga sekitar yang tinggal di daerah yang memiliki Sumber
Daya Alam yang berharga melakukan penambangan secara ilegal, yang
menyebabkan kerusakan ekosistem dan pencemaran ligkungan. Masyarakat
kurang memahami terhadap Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Kekayaan Sumber Daya Alam hanya dapat dikelola oleh negara untuk
memajukan perekonomian bangsa dan kemakmuran rakyatnya. Sanksi dalam
melakukan pertambangan ilegal sangatlah tegas, yang diatur dalam UU No. 4
Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara. Jika ingin melakukan

usaha pertambangan harus mempunyai IUP yaitu Izin Usaha Pertambangan
yang harus memenuhi beberapa syarat yang tertera di dalamnya. Alasan
terjadinya pertambangan liar ada beberapa faktor, diantaranya faktor sosial,
hukum dan ekonomi. Pendirian pertambangan ilegal dapat berdampak
merugikan negara, pertambangan liar yang dilakukan tanpa izin tidak terkena
kewajiban membayar pajak, sehingga menurut perhitungan kerugian Negara
atas tidak terpungutnya pajak dari PETI diperkirakan mencapai Rp 315,1
milyar/tahun.
Kata Kunci : Lingkungan, Pertambangan, Pencemaran
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara normatif, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup,
lingkungan hidup diartikan sebagai “kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mepengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya”.
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor, yaitu :
a. Jenis dan jumlah tiap-tiap jenis unsur lingkungan hidup;
b. Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu;

c. Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup;
d. Faktor non materiil, yaitu keadaan, suhu, cahaya, energi, dan kebisingan.
1

Unsur-unsur tersebut di atas yang mempengaruhi sifat-sifat lingkungan
hidup tidak merupakan unsur yang terlepas satu sama lain, dalam arti unsurunsur itu mempunyai pola hubungan tertentu yang bersifat tetap dan teratur
serta saling mempengaruhi, selain itu Negara. juga berkewajiban menjaga dan
mengelola lingkungan hidup serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya sebaik mungkin.1
Hak Negara atas menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam merupakan
dasar cita-cita para pendiri Negara “the founding fathers” di awal kemerdekaan
yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan Negara, “...untuk
memajukan kesejahteraan umum...”.
Dengan tujuan Negara yang sedemikian itu dapat terwujudkan dengan
adanyya pengaturan, pengelolaan dari Negara dengan hak yang ada padanya
yaitu “hak menguasai oleh negara” tadi terhadap sumber daya alam yang ada
di Negara ini yang merupakan Karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.
Hak Bangsa dalam tata jenjang hierarkhi penguasaan hak atas tanah
merupakan hak tertinggi yang dimiliki unsur kepunyaan dan kewenangan untuk
mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan. Maka, segala

kewenangan pada hak bangsa dapat diartikan seluruh rakyat Indonesia
sepanjang masa yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia dari generasi
terdahulu, sekarang dan yang akan datang.2
Salah satu yang membuat kita lupa selama ini adalah pemahaman terhadap
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan: “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat.”3 Tetapi pada zaman modern yang
semakin mendesak perekonomian rakyat, banyak yang melakukuka
penambangan ilegal guna memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa memikirkan
kerusakan dan dampak lingkungan yang terjadi dikemudian hari. Seperti yang
dilakukan penambang emas ilegal yang terjadi di Pekanbaru, tepatnya di Desa
Pintu Gobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah. Penambang ilegal ini telah
melakukan penambangan emas disepanjang aliran sungai Kuantan, yang
menyebabkan kerusakan lingkungan diisepanjang aliran sungai.
Sebagai masyarakat hukum, tidak sepantasnya melakukan penambangan
ilegal yang berdampak rusaknya lingkungan alam sekitar yang mempengaruhi
ekosistem yang ada di dalamnya, selain itu melakukan penambangan tanpa
memeri informasi dan persetujuan yang legal kepada pemerinah yang
berwenang.
Kewajiban memelihara lingkungan hidup diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan
(2), menyatakan dalam ayat (1) bahwa setiap orang berkewajiban memelihara

kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ayat (2) menyatakan bahwa,

Elvany Izza, Ayu dan Mahrus, Ali. 2014. Hukum Pidana Lingkungan.
Yogyakarta. UII Press. hlm. 1-2.
2 Ariefianto agung, Harry. 2015. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran
lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Semarang: Unnes Law Jurnal. Vol. 4,
No. 1. hlm. 96.
3 Wahanisa, Rofi. 2010. Hak Menguasai Negara AtasBumi, Air, dan Kekayaan
Alam : Perspektif Konstitusi. Semarang: Jurnal Konstitusi. Vol. 2, No. 2. hlm.
154.
1

2

setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberi
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.4
B. KRONOLIGI KASUS
PEKANBARU, KOMPAS – Jajaran Kepolisian Resor Kuantan Singingi, Riau,
semakin gencar melakukan operasi penambamgan emas taanpa izin

disepanjang aliran Sungai Kuantan. Dalam dua bulan terakhir, sampai 16
Desember, 19 orang dinyatakan sebagai tersangka kasus penambangan liar
dan perusakan lingkungan.
“Sejak enam bulan menjabat, saya sudah mengimbau dan sosialisasi
kepada masyarakat yang terlibat dalam penambangan. Namun, kegiatan ilegal
di lapangan tidak juga berhenti. Akhirnya, sejak dua bulan yang lalu, kami
terpaksa melakukan penindakan tegas agar lingkungan tidak semakin rusak,“
kata Kepala Polres Kuantan Singingi Ajun Komisaris Besar Dasuki Herlambang
saat dihubungi dari Pekanbaru, Jumat (16/12).
Kasus terbaru penangkapan tersangka penambangan tanpa izin, kata
Dasuki, terjadi Kamis (15/12) siang. Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing
mengamankan dua pelaku di lokasi Desa Pintu Gobang Kari, Kecamatan
Kuantan Tengah.
“Dua tersangka terbaru ini berasal dari Pati, Jawa Tengah. Mereka adalah Ta
(30) dan AC (25). Sebelum berangkat menambang di Kuantan Singingi,
keduanya bekerja sebagai buruh di daerah asalnya,” kata Dasuki.
Selasa (13/12), kata Dasuki, pihaknya menangkap[ dua pemodal sekaligus
pembeli hasil penambangan liar di Desa Muaran Lembu, Kecamatan singingi.
Keduanya, yakni An, warga Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau dan SE, warga
Padang, Sumatera Barat.

Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan barang bukti uang Rp 196
juta, emas 15 gram, dan tiga alat pompa bakar emas. Selain itu, disita juga 2
timbangan digital, 1 timbangan emas, emas 15 gram, faktur jual beli, dan 9
buku tabungan.
Menurut Dasuki, pihaknya kesulitan dalam menuntaskan masalah
penambangan ilegal. Polisi seakan bekerja sendirian. Pihaknya membutuhkan
sinergi dengan semua pihak, tetapi belum ada kesamaan pendapat di antara
pemimpin daerah.
“Bupati sudah saya ajak untuk menyelesaikan masalah. Namun, beliau
hanya berkeluh kesah dan belum berbuat,” kata Dasuki.
Penambangan liar itu, lanjutnya, sudah ada sejak tahun 2001 dan sekarang
kondisi lingkungan semakin rusak. Belum ada solusi yang ditawarkan
pemerintah daerah kepada warga petambang. Tindakan hukum belum mampu
membuat warga meninggalkan pekerjaan ini.
Berdasarkan catatn Kompas, penambangan liar di sepanjang Sungai
Kuantan tidak pernah berhenti beberapa tahun terakhir ini. Penertiban yang
dilakukan hanya bersifat temporer dan tidak bersifat menyeluruh. Pola
penambangan untuk menemukan emas biasanya menggunakan bahan
berbahaya merkuri yang mencemari lingkungan.
Kondisi penambangan umumnya berlangsung ditengah aliran sungai

dengan menggunakan rakit kayu dan dilengkapi gubuk untuk pekerja
lapangan. Di atas rakit dipasang mesin pompa untuk menyedot pasir dan
Handoyo, Eko. 2009. Aspek Hukum Pengelolaan lingkungan Hidup. Semarang:
jurnal Ilmu Hukum Pandecta. Vol. 3, No. 2. hlm. 27.
4

3

batuan sungai lalu mengalirkannya ke penyaringan untuk menemukan emas.
Selain di aliran sungai, penambangan juga berlangsung di darat, tetapi masih
di dekat sungai dengan membuat lubang sampai sedalam 5 meter.
Pada musim hujan, arus Sungai Kuantan menjadi kencang dan
membahayakan jiwa.
Sementara tambang darat runtuh secara tiba-tiba.pada 18 september 2016,
Novriadi (31), petambang liar di Desa Pedusunan tewas tertimbun longsor saat
mencari emas. (SAH)5
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tindak pidana penambangan ilegal tanpa ada perizinan ?
2. Apasaja faktor pendorong penambangan ilegal ?
3. Bagaimana dampak lingkungan yang terjadi atas penambangan ilegal ?

PEMBAHASAN
I. Tindak Pidana Penambangan Ilegal Tanpa Ada Perizinan
Melakukan Perbuatan yang Mengakibatkan Dilampauinya Baku Mutu Udara
Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, atau Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup. Secara normatif substansi Pasal 98 rumusan Pasal 158
berbunyi sebagai berikut :
Ketentuan pidana pelanggaran UU No 4 Tahun 2009 :
 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
 Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung,
memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan,
penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
 Setiap orang yang rnengeluarkan IUP yang bertentangan dengan
Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi
pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).6
Sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 terdapat dalam

pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut :
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal
33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat
(2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus
juta rupiah).
5
6

Kompas. Sabtu 17 Desember 2016. Hlm. 5.
UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara.
4

3. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal

33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
4. Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2)
serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima pluh
juta ruppiah).7
Pelaku usaha pertambangan yang hendak memiliki IUPK Operasi Produksi
sekurang-kurangnya wajib memuat :
a. Nama perusahan;
b. Luas wilayah;
c. Lokasi penambangan;
d. Lokasi pengolahan dan pemurnian;
e. Pengangkutan dan penjualan;
f. Modal investasi;
g. Jangka waktu tahap kegiatan;
h. Penyelesaian masalah pertahanan, lingkungan hidup, termasuk
reklamasi dan pascatambang;
i. Dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang;

j. Jangka waktu berlakunya IUPK;
k. Perpanjangan IUPK;
l. Hak dan kewajiban;
m. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah
pertambangan;
n. Perpajakan;
o. Iuran tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan
negara/daerah, yang terdiri atas bagi hasil dari keuntungan bersih
sejak berproduksi;
p. Penyelesaian perselisihan;
q. Keselamatan dan kesehatan kerja;
r. Koservasi emas;
s. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dalam negeri;
t. Penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang
baik;
u. Pengembangan tenaga kerja Indonesia;
v. Pengelola data emas;
w. Penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan
emas, dan
x. Divestasi saham.8
II. Faktor Pendorong Penambangan Ilegal

Rahmadi, Takdir. 2014. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta. Rajawali
Pers. hlm. 234.
8 Elvany Izza, Ayu dan Ali, Mahrus. Op.cit. hlm. 65-66.
7

5

Faktor pendorong kehadiran Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Sosial , yaitu :
 Keberadaan penambang tradisional oleh masyarakat setempat
yang telah berlangsung secara turun - temurun.
 Hubungan
yang
kurang
harmonis
antara
pertambangan
resmi/berizin dengan masyarakat setempat.
 Penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas.
b. Faktor Hukum, yaitu :
 Ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dibidang pertambangan.
 Kelemahan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
pertambangan, yang antara lain tercermin dalam kekurang
berpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya
teguran terhadap pertambangan resmi/berizin yang tidak
memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur).
 Kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.
c. Faktor Ekonomi, yaitu :
 Keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang
sesuai dengan tingkat keahlian/ ketrampilan masyarakat bawah.
 Kemiskinan dalam berbagai hal, miskin secara ekonomi,
pengetahuan, dan ketrampilan.
 Keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinanuntuk
tujuan tertentu, yaitu penyandang dana (cukong), backing (oknum
aparat) dan LSM.
 Krisis ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran
terutama dari kalangan masyarakat bawah. Penemuan cadangan
baru oleh perusahaan tambang resmi/ berizin.9
III. Dampak Lingkungan Yang Terjadi Atas Penambangan Ilegal
Apabila melakukan pertambangan ilegal, ada beberapa dampang negatif
yang akan terjadi pada lingkungan. Diantaranya :
1. Kehilangan Penerimaan Negara
 Dengan status yang tanpa izin, maka otomatis PETI tidak terkena
kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lainnya kepada
Negara. Menurut perhitungan, kerugian Negara atas tidak
terpungutnya pajak dari PETI diperkirakan mencapai Rp 315,1
milyar/tahun. Jumlah ini dipastikan akan membengkak jika
memperhitungkan penerimaan negara dari sektor lain yang
mendukung kegiatan PETI (multiplier effect) dan tidak dapat dipungut
oleh Negara.
2. Kerusakan Lingkungan Hidup
 Pada perusahaan tambang resmi/berizin, yang notabene dibebani
kewajiban untuk melaksanakan program pengelolaan lingkungan
melalui AMDAL, faktor lingkungan hidup tetap menjadi masalah krusial
Sari. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan Karakteristiknya, diakses dari
http://koperindag.karokab.go.id/index.php/5-pertambangan-tanpa-izin-peti-dankarakteristiknya, pada 10 Oktober 2015.
9

6

3.

4.

5.

6.

7.

yang perlu mendapat pengawasan intensif, Dengan kegiatan PETI
yang nyaris tanpa pengawasan, dapat dibayangkan kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi. Terlebih lagi, para pelaku PETI praktis
tidak mengerti sama sekali tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, sehingga lahan suburpun berubah menjadi hamparan
padang pasir yang tidak dapat ditanami akibat tertimbun limbah
penambangan dan pengolahan.
Pemborosan Sumber Daya Mineral
 Teknologi penambangan dan pengolahan yang dilakukan oleh PETI
secara umum sangat sederhana, sehingga perolehannya (recovery)
sangat kecil (sekitar 40%), Baik sisa cadangan yang masih tertinggal
di dalam tanah maupun limbah hasil pengolahan (tailing), yang
masing-masing sebesar 60%, sangat sulit untuk ditambang atau
diolah kembali karena kondisinya sudah rusak (idle resources).
Disamping itu, karena PETI hanya menambang cadangan berkadar
tinggi, maka cadangan berkadar rendah menjadi tidak ekonomis untuk
ditambang. Padahal jika penambangan dilakukan secara benar (good
mining practice), cadangan berkadar rendah sebenarnya ekonomis
untuk ditambang apabila dicampur (mixing) dengan cadangan
berkadar tinggi sepanjang sesuai cut off grade yang telah ditentukan.
Kecelakaan Tambang
 Dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kegiatan PETI telah
menimbulkan kecelakaan tambang yang memakan korban luka-luka
dan meninggal dunia, serta berbagai penyakit. Memang tidak ada
laporan resmi tentang jumlah korban, baik yang luka, cacat, maupun
meninggal dunia, namun diperkirakan cukup banyak. Hai ini dapat
diprediksi dari berita di berbagai media cetak, baik lokal maupun
nasional, yang memberitakan kecelakaan tambang.
Pelecehan Hukum
 Kegiatan PETI telah menimbulkan preseden buruk bagi upaya
penegakan dan supremasi hukum di Indonesia. Hukum memang sulit
atau mustahil diberlakukan di wilayah-wilayah PETI, sebab aparat
penegak hukum sendiri seringkali harus berhadapan dengan kelompok
masyarakat yang “tidak mengerti hukum”, karena berbagai alasan.
Dampak negatif lebih buruk yang muncul kemudian adalah
keengganan pengusaha untuk berusaha sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi Pemerintah
untuk menumbuhkan sektor perekonomian secara menyeluruh.
Kerawanan Sosial
 Di hampir semua lokasi kegiatan PETI, gejolak sosial merupakan
penstiwa yang kerap terjadi, baik antara perusahaan resmi dengan
pelaku PETI, antara masyarakat setempat dengan pelaku PETI
(pendatang), maupun diantara sesama pelaku PETI sendiri dalam
upaya mempertahankan/melindungi kepentingan masing-masing.
Masyarakat bawah, yang seringkali menjadi korban dari penyandang
dana (penadah) dan oknum aparat, mengakibatkan kehidupan mereka
sangat rawan terhadap rnuncuinya gejolak sosial.
Iklim Investasi Tidak Kondusif
 Tertarik tidaknya investor untuk menanamkan modalnya disektor
pertambangan, bukan semata-mata, dilihat dari sisi geologis, namun
dipengaruhi juga dari stabilitas politik dan ekonomi yang mampu
7

memberikan jaminan kepastian hukum. Dua faktor terakhir inilah yang
kini tengah mengalami batu ujian di Indonesia menyusul maraknya
PETI di berbagai wilayah, sebab telah mengakibatkan iklim investasi
menjadi tidak kondusif dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Menurut hasil beberapa studi, sebelum terjadi krisis ekonomi dan
politik, sudah diidentifikasi bahwa dalam segi kepastian hukum dan
keamanan investasi, Indonesia dinilai lebih rendah dibanding
kompetitor terdekatnya (Cina). Dengan terjadinya krisis ekonomi dan
politik yang berkepanjangan, serta disusul oleh penjarahan PETI
terhadap wilayah pertambangan berizin, maka dapat dipastikan
Indonesia berada pada peringkat bawah sebagal negara berisiko tinggi
untuk berinvestasi (high country risk).10
KESIMPULAN
Melihat banyaknya Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia, makin
maraknya pertambangan ilegal yang terjadi diberbagai daerah. Masyarakat
tidak menyadari bahwa, melakukan pertambangan ilegal sangat dilarang oleh
Pemerintah, beberapa faktor yang menyebabkan pertambangan liar
diantaranya, faktor sosial, ekonomi dan hukum. Pertambangan ilegal dapat
menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar dan mengganggu keseimbangan
ekosistem alam. Sumber Daya Alam hanya dapat dikuasai oleh negara, Hak
Negara atas menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam merupakan dasar
cita-cita para pendiri Negara “the founding fathers” di awal kemerdekaan yang
dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan Negara, “...untuk
memajukan kesejahteraan umum...”.
Dengan demikian, Pemerintah
memberikan sanksi pidana yang tegas untuk masyarakat yang melakukan
pertambangan ilegal yang termuat di dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang
Pertambanagn Mineral dan Batubara. Untuk itu, sebagai masyarakat yang
dianggap Fiksi Hukum, yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum
(Presumptio iures de iure)
dapat berfikir dua kali untuk melakukan
pertambangan ilegal ataupun perilaku lainnya yang dapat berdampak pada
lingkungan sekitar, dan dapat merugikan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Elvany Izza, Ayu dan Mahrus, Ali. 2014. Hukum Pidana Lingkungan.
Yogyakarta. UII Press.
Rahmadi, Takdir. 2014. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta. Rajawali
Pers.
Wahanisa, Rofi. 2010. Hak Menguasai Negara AtasBumi, Air, dan Kekayaan
Alam : Perspektif Konstitusi. Semarang: Jurnal Konstitusi. Vol. 2, No. 2: 153-177.
Handoyo, Eko. 2009. Aspek Hukum Pengelolaan lingkungan Hidup.
Semarang: jurnal Ilmu Hukum Pandecta. Vol. 3, No. 2: 19-31.
Ariefianto agung, Harry. 2015. Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran
lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri. Semarang: Unnes Law Jurnal. Vol. 4,
No. 1: 94-103.
Herlambang, Basuki.2016. 19 Petambang Kuantan Singingi Jadi Tersangka.
Pekanbaru. Kompas. (17 Desember 2016).
UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara.
10

Ibid.
8

Sari. 2015. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan Karakteristiknya, Dimbil dari
http://koperindag.karokab.go.id/index.php/5-pertambangan-tanpa-izin-peti-dan
karakteristiknya, ( 10 Oktober 2015).

9