HILANGNYA KARAKTERISTIK KREATIVITAS ANAK (1)

HILANGNYA KARAKTERISTIK KREATIVITAS
ANAK MASA KINI DALAM FENOMENA
KONSUMERISME
Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Sosial Budaya dengan
Dosen M. Januar Ibnu Adham, S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh

Elisha Prima Azaria

(1510631050041)

Farist Al Mujahid

(1510631050048)

Kelas : 5B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2017

HILANGNYA KARAKTERISTIK KREATIVITAS
ANAK MASA KINI DALAM FENOMENA
KONSUMERISME
Elisha Prima Azaria1, Farist Al Mujahid2, M. Januar Ibnu Adam3
¹,²Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
3

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Singaperbangsa Karawang
farisalmujahid83@yahoo.com
elishaprimaazaria@yahoo.com

Abstrak- Kreativitas merupakan kombinasi dari inovasi, flexibilitas, dan
sensitivitas yang membuat seseorang mampu berpikir produktif berdasarkan
kepuasan pribadi dan kepuasan lainnya. Kreativitas merupakan suatu kemampuan
yang tidak dibawa sejak lahir, namun dapat dipelajari dan dikembangkan.
Kreativitas juga merupakan suatu kemampuan yang penting untuk dikembangkan,
karena kreativitas memiliki pengaruh besar dan cukup memberi andil dalam

kehidupan seseorang. Maka dalam hal ini, para pendidik memegang peranan yang
penting untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Akan tetapi anak masa kini
memiliki sifat konsumerisme sebagai dampak globalisasi. Sehingga pada
fenomena konsumerisme, karakteristik kreativitas anak masa kini semakin
menghilang.
Kata Kunci : Kreativitas, Konsumerisme
Abstract- Creativity is a combination of innovation, flexibility, and sensitivity that
makes a person able to think productively based on personal satisfaction and other
satisfaction. Creativity is a capability not brought about at birth, but can be
learned and developed. Creativity is also an important skill to develop, because
creativity has a big influence and is good enough to contribute to one's life. So in
this case, educators play an important role to develop that ability. But today's
children have the nature of consumerism as the impact of globalization. So in the
phenomenon of consumerism, the characteristics of children's creativity is now
disappearing.
Keywords: Creativity, Consumerism
Pendahuluan
Pola berfikir anak usia Sekolah Dasar masih dipenuhi dengan imajinasi
dan masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang baik untuk
membentuk sebuah karakter di masa dewasanya. Pola fikir yang penuh imajinasi

tersebut dapat menghasilkan berbagai karya bagi orang lain maupun bagi dirinya
sendiri. Hasil dari pola pikir yang kreatif tersebut menghasilkan sebuah kreativitas

yaitu mainan untuk digunakan dirinya sendiri maupun untuk bermain bersama
teman-temannya.

Sehingga

karena

pola

pikir

imajinatif

anak

dapat


mengembangkan idenya menjadi sebuah kreativitas.
Kreativitas ini dibuat dari barang-barang yang sudah tidak terpakai.
Sehingga dapat mengurangi pembuangan barang yang tidak terpakai dengan cara
mendaur ulangnya. Misalnya botol-botol bekas, kardus bekas, kulit buah dan
sebagainya. Banyak manfaat yang timbul ketika kreatifitas anak dapat
dikembangkan.
Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam kebutuhan dapat
diperoleh secara instan atau cepat saji, tidak perlu ada proses yang harus dilalui.
Sesuatu yang instan inipun menjalar pada karakteristik anak masa kini. Kini sudah
jarang ditemukan anak yang membuat mainan berdasarkan kreativitasnya sendiri.
Anak lebih memilih untuk beli mainan yang bagus dan menarik dengan harga
yang tidak murah. Tentunya dengan membeli langsung mainan ini kreativitas
anak dalam mengembangkan imajinasinya menjadi berkurang. Semua ingin
diperolehnya langsung tanpa proses yang harus dilalui, padahal tanpa disadari
proses tersebutlah yang dapat terus mengembangkan kreativitas dalam diri anak.
Sikap tersebut merupakan perilaku konsumtif atau konsumtivisme. Kasus
konsumtivisme terjadi pada anak-anak siswa SDN 13 Serang, salah satunya
disebabkan karena anak-anak mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat
yang besar untuk memilki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya.
Anak-anak pada umumnya belum bisa secara optimal mengenali kebutuhan yang

diperlukan, namun justru selalu teriming-imingi untuk memuaskan keinginannya.
(Fitriyah, 2013).
Tanpa disadari, perilaku konsumtif anak masa kinipun menimbulkan
banyak permasalahan. Salah satunya mereka tidak peduli pada lingkungan karena
tidak melakukan daur ulang terhadap barang-barang bekas yang ada disekitarnya.
Maka dari itu diperlukan suatu aksi untuk mengembangkan kembali karakteristik
kreativitas anak masa kini salah satunya dengan mengajarkan kepada anak tentang
pentingnya berkreasi dalam menuangkan pola pikir imajinatifnya. Pengajaran ini

dapat dilakukan oleh guru melalui pembaharuan mata pelajaran KTK di Sekolah
Dasar.
Kajian Teori
1. Kreativitas
Rothemberg (1976, dalam Mutiah, 2010) menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan untuk menghasilkan ide dan solusi baru yang berguna untuk
memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Santrock (2007) kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir dalam
cara-cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan pemecahan masalah yang
unik.
Munandar (2012) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk

membuat kombinasi kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi,
data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang
bermakna dan bermanfaat. Sesuatu yang baru itu tidak perlu baru sama sekali
tetapi dapat merupakan kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi, data atau elemen-elemen yang
sudah ada adalah semua pengalaman yang telah diperoleh semasa hidupnya baik
di lingkungan pendidikan maupun lingkungan masyarakat. Munandar juga
mengungkapkan kreativitas dalam penggunaan data dan informasi yang
digunakan untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban dalam suatu masalah,
yang ditekankan pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.
Munandar juga mengemukakan bahwa kreativitas sebagai kemampuan
yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, kemampuan memperinci, dan
keaslian suau gagasan atau pemikiran. Munandar (dalam Akbar-Hawadi, 2001)
menguraikan ciri-ciri kognitif (aptitude) dari kreativitas, yaitu: (1) kelancaran
berpikir, keterampilan dalam mencetuskan banyak gagasan; (2) keluwesan
berpikir, keterampilan menghasilkan gagasan yang bervariasi; (3) keterampilan
berpikir original, keterampilan dalam menghasilkan gagasan yang baru dan unik;
(4) keterampilan memperinci gagasan, keterampilan dalam mengembangkan atau
memperinci gagasan.
Guilford menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemamampuan

yang menandai seorang kreatif (Ngalimun, dkk, 2013). Menurut NACCCE
(National Advisory Committee on Creative and Cultural Education), kreativitas
adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai (Craft,
2005). Kreativitas adalah modifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi konsep baru.
Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang dikombinasikan menjadi suatu
konsep baru (Semiawan, 2009). Menurut Barron, kreativitas didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru (Ngalimun, dkk, 2013).

Sedangkan menurut Munandar (2009), kreativitas adalah hasil interaksi
antara individu dan lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi, atau unsur-unur yang sudah ada atau dikenal
sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh
seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari
lingkungan masyarakat. Rhodes merumuskan definisi kreatif yang mengacu pada
istilah pribadi (person), proses, produk, dan press (lingkungan yang mendorong)
individu ke perilaku kreatif (Munandar, 2009).
Istilah pribadi (person) mengacu pada tiga atribut psikologis, yakni
inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian. Perilaku kreatif merupakan hal yang
muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan
sekitarnya. Pada istilah proses merupakan langkah-langkah dalam metode ilmiah,

yaitu proses merasakan kesulitan, permasalahan, kesenjangan, membuat dugaan
dan memformulasikan hipotesis, merevisi dan memeriksa kembali hingga
mengkomunikasikan hasil. Pada istilah produk, kreativitas merupakan
kemampuan dalam menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Produk
kreatif harus bersifat observable, baru, berguna dan merupakan kualitas unik
individu dalam interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan pada istilah
press mengacu pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif sebagai
inisiatif yang dihasilkan individu dengan kemampuannya untuk mendobrak
pemikiran yang biasa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwasanya Kreativitas merupakan
kemampuan seseorang yang dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan
prestasi yang istimewa dalam menciptakan hal-hal yang baru atau sesuatu yang
sudah ada menjadi konsep baru, menemukan cara-cara dalam pemecahan masalah
yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, membuat ide-ide baru yang
belum pernah ada, dan melihat adanya berbagai kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi.
Guilford (Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri aptitude dan nonaptitude. Ciri-ciri aptitude merupakan ciri yang berhubungan dengan kognisi atau
proses berpikir, yaitu fluency, flexibility, originality, dan elaborasi. Fluency, yaitu
kesigapan, kelancaran, untuk menghasilkan banyak gagasan secara cepat. Dalam
kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas.

Flexibility, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam
mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawabanjawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah
dari sudut pandang yang berbeda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda,
serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran.
Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan
mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara

berpikir yang baru. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan
unik atau asli. Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail dari
suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Ciri-ciri kreativitas nonaptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan
sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam diri untuk berbuat sesuatu.
Ciri-ciri kreativitas (Desmita, 2010), antara lain:
1. Mempunyai daya imajinasi yang kuat
2. Senang mencari pengalaman baru
3. Memiliki inisiatif
4. Mempunyai minat yang luas
5. Selalu ingin tahu
6. Mempunyai kebebasan dalam berpikir
7. Mempunyai kepercayaan diri yang kuat

8. Mempunyai rasa humor
9. Penuh semangat
10. Berwawasan masa depan dan berani mengambil resiko.
Perilaku kreatif pada anak usia dini mungkin tidak akan dihasilkan jika
anak takut untuk berpikir tentang hal-hal yang baru atau ketidakinginan menjadi
kreatif karena kurangnya apresiasi dari orangtua, guru dan lingkungannya.
2. Konsumtif
Subaijo (dalam Lestari, 1960) mengartikan konsumtif sebagai pemakaian
barang-barang untuk kebutuhan, tetapi perilaku tersebut seolah-olah berdiri
sendiri tanpa ikatan, pedoman atau kontrol dari suatu skala nilai. Ali (1983)
menambahkan bahwa konsumtivisme muncul karena masyarakat tidak lagi
mengenali kebutuhan yang sejati, namun justru selalu tergoda untuk memuaskan
keinginannya yang semu agar disebut orang modern. Konsumtivisme sebagai kata
sifat berkaitan dengan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif adalah perilaku
seseorang yang dikendalikan oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat
kesenangan duniawi semata-mata (Grinder, 1978). Tambunan (2001) berpendapat
bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang
atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Selanjutnya
mereka mulai tidak peduli dengan lingkungan sekitar, karena dianggap kurang
menarik, kampungan, ketinggalan jaman dan sebagainya. (Fitriyah, 2013).

Konsumerisme (konsumtivisme) dipandang sebagai pola pikir dan tindakan orang
yang membeli barang bukan karena membutuhkan sesuatu barang, melainkan
karena mencari kepuasan dari tindakan membeli itu sendiri. (Wening, 2015).
Lebih jauh Kartodiharjo (1995) menjelaskan bahwa perilaku konsumtif
sebagai sosial ekonomi perkembangyaanya diperngaruhi oleh faktor kultura,

pentingnya peran mode yang mudah menular atau menyebabkan produk-produk
tertentu. Di samping itu sikap seseorang seperti orang tidak mau ketinggalan
daritemannya atau penyakit kultural yang disebut “gengsi” sering menjadi
motivasi dalam memperoleh produk. Di jumpai juga gejala sosiopsikologis berupa
keinginan meniru sehingga remaja berlomba lomba yang satu ingin yang lebih
baik dari yang lain. Hal ini tercontoh dari membeli produk yang bukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar nya tetapi lebih sebagai “Simbol Status”
Pendapat yang lain dikemukakan Setiaji (1995) menyatakan bahwa
perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam
membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Sebagai akibatnya mereka
membelanjakan uanganya dengan membabi buta dan tidak rasional, sekedar untuk
mendapatkan barang barang yang menurut anggapan mereka dapat menjadi
simbol keistimewaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif
adalah perilaku individu yang ditujukan untuk konsumsi atau membeli secara
berlebihan terhadap barang atau jasa, tidak rasional, secara ekonomis
menimbilkan pemborosan, lebih mengutamakan kesenangan daripada kebutuhan
dan secara psikologis menimbulkan kecemasan dan tidak aman.

Pembahasan
Bermain memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak, salah satunya
rangsangan bagi kreativitas. Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak-anak
menemukan bahwa sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan.
Bermain dengan memanipulasi benda-benda yang mereka temukan merupakan
efek dari apa yang mereka lihat disekelilingnya (Swartz, 2005). Selanjutnya
mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar dunia bermain.
Melalui bermain, anak mengembangkan combinatory imagination, yaitu
kemampuan untuk menggabungkan elemen dari pengalaman dalam suatu situasi
dan perilaku yang baru. Hal ini penting dalam pembentukan kreativitas (Russ &
Forelli, 2010). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Berretta dan Privette (1990,
dalam Howard Jones dkk 2002) bahwa anak-anak yang berpartisipasi dalam
permainan menunjukkan tingkat kreativitas yang lebih tinggi.
Anak-anak melakukan bermain secara individu maupun bekelompok.
Bermain yang dilakukan secara individu banyak dihubungkan dengan
perkembangan emosional, kemampuan fisik, perkembangan bahasa, dan
kemampuan dalam memproses informasi sosial. Anak yang bermain secara
individu hanya akan berinteraksi dan menunjukkan ketertarikan dalam
mengeksplorasi dan memanipulasi objek mainannya itu sendiri (Lloyd, & Howe,

2003). Lebih jauh lagi, bermain dengan menggunakan objek juga membantu
perkembangan kreativitas dan pemecahan masalah (Lloyd, & Howe, 2003).
Ketika bermain sendiri, anak mungkin dapat menjadi lebih imajinatif. Pulaski
(Lloyd & Howe, 2003) beranggapan bahwa privasi dapat menjadi kunci utama
dalam perkembangan kemampuan imajinasi, dimana anak-anak dapat mengulang
kembali pengalaman pengalamannya ketika bermain, menghasilkan dugaandugaan lebih lanjut, dan membantu perkembangan potensi kreativitasnya.
Selain bermain secara individu, sebagian anak-anak juga bermain secara
berkelompok. Semakin bertambahnya usia, maka anak akan lebih terlibat dalam
bermain berkelompok dengan teman sebaya. Bermain berkelompok dengan teman
sebaya merupakan suatu hal yang penting, dan memberikan lingkungan belajar
yang unik bagi mereka. Adanya perbedaan opini dan pemikiran dengan temannya,
dan kesempatan untuk berdiskusi dan bernegosiasi tentang perbedaan tersebut,
dianggap mampu membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sudut
pandang anak dalam hubungan dengan teman sebayanya, serta memberi
kesempatan anak untuk memberikan pemecahan masalah yang baru kepada
kelompoknya (Coplan, Rubin, & Findlay, 1998).
Menurut jurnalis yang bernama Bruce Horovitz anak usia Sekolah Dasar
masa kini yang lahir antara tahun 2006 hingga tahun 2010, termasuk dalam anak
Generasi Z. Generasi Z adalah anak anak yang lahir pada rentang tahun 1995
hingga 2014. Dalam pengertian yang lain Generasi Z adalah orang orang yang
lahir di generasi internet-generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai
kelahiran internet.

Pentingnya Pengembangan Kreativitas Anak
Munandar memberikan empat alasan perlunya dikembangkan kreativitas
pada anak yaitu:
 Pertama, dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya dan ini
merupakan kebutuhan pokok manusia.
 Kedua, kreativitas atau cara berpikir kreatif, dalam arti kemampuan untuk
menemukan caracara baru dapat memecahkan suatu permasalahan.
 Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan
kepuasan pada individu. Hal ini terlihat jelas pada anak-anak yang bermain
balok-balok atau permainan konstruktif lainnya. Mereka tanpa bosan
menyusun bentuk-bentuk kombinasi baru dengan alat permainannya sehingga
seringkali lupa terhadap hal-hal lain.
 Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan
kualitas dan taraf hidupnya. Dengan kreativitas seseorang terdorong untuk

membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Bermain dan Kreativitas Anak
Kreativitas pada anak adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiranpemikiran yang asli, tidak biasa, dan sangat fleksibel dalam merespon dan
mengembangkan pemikiran dan aktivitas (Abdurrahman, 2005). Pada anak usia
dini kreativitas akan terlihat jelas ketika anak bermain, dimana ia menciptakan
berbagai bentuk karya, lukisan ataupun khayalan spontanitas dengan alat
mainannya.
Bermain merupakan dunia anak-anak, sehingga anak-anak tidak terlepas
dari bermain yang merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan.
Sehingga hal tersebut memberikan dampak positif bagi anak seperti bagaimana
anak dapat mengeksplor lingkungan ketika bermain, melepas emosi negatif pada
diri anak, dan memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Dalam suasana
bermain aktif, anak memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan
eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan
gagasannya memalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan sebagainya.
Ketika anak merasa nyaman, aman, dan bebas mengeksplor lingkungannya, maka
disinilah akan tumbuh dan berkembangnya kreativitas, sehingga keadaan bermain
yang menyenangkan bagi anak berkaitan erat dengan upaya pengembangan
kreativitas anak.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
kreativitasannya, karena dengan bermain ia dapat bereksperimen dengan gagasangagasan barunya baik yang menggunakan alat permainan atau tidak. Ketika anak
merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan
kembali situasi yang sama. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan
pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada
perkembangan pribadinya.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan
dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek
dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk
menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, serta menemukan hal yang
baru. Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir
dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan
perkembangan kreativitas anak.
Bentuk-bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan
kreativitas, diantaranya adalah:

1. Mendongeng. Mendongeng dapat meningkatkan daya khayal anak yang
merupakan bagian dari pengembangan kreativitas.
2. Menggambar. Menggambar memberikan kesempatan anak tentang apa yang
ingin disampaikan serta dapat pula meningkatkan daya imajinasi anak.
3. Bermain alat musik sederhana. Kegiatan ini dapat membantu anak dalam hal
menemukan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan alat musik.
4. Bermain dengan lilin atau playdough. Permainan ini merupakan permainan
yang dapat membantu bagaimana anak mengeksplor lingkungannya serta dapat
meningkatkan daya imajinasi anak.
5. Permainan tulisan tempel. Permainan ini mendorong anak berpikir aktif dan
kreatif.
6. Permainan dengan balok.
7. Berolahraga atau gerakan menari.

Pengembangan Kreativitas Anak
Pengembangan kreativitas anak juga tidak terlepas dari dorongan
orangtua, guru, dan lingkungan sekitarnya. Upaya membantu perkembangan serta
pengembangan kreativitas anak, diantaranya sebagai berikut :
1. Berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
2. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya.
3. Berusaha mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa
mengalami hambatan, serta menghargai gagasan-gagasannya.
4. Hendaknya lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga mampu
memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika
perkembangan dirinya.
5. Tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan
sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
7. Menyediakan lingkungan yang mengizinkan anak untuk menjelajah dan
bermain tanpa pengekangan yang tidak seharusnya dilakukan.
Sebelumnya telah dibahas bahwa bermain dalam kreativitas anak memiliki
banyak manfaat bagi anak itu sendiri, namun seiring dengan perkembangan zaman
dan dampak dari globalisasi juga banyak pengaruh dari faktor eksternal maupun
internal, karakteristik kreativitas anak masa kini mulai hilang tergantikan perilaku
konsumtif. Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terjadinya perilaku
konsumtif diantaranya (Kotler dan Amstrong, 2001) adalah faktor internal dan
faktor eksternal.

1. Faktor internal, yang mempengaruhi diantaranya adalah kepribadian, gaya
hidup dan demografi. Kepribadian adalah respon yang konsisten terhadap
rangsangan perilaku. Gaya hidup adalah pola seseorang dalam menjalankan
hidup. Demografi adalah pasar konsumen yang diidentifikasikan dari usia,
pendapatan, dan pendidikan. Kepribadian, gaya hidup dan demografi
berpengaruh terhadap perilaku konsumsi seseorang. Jenis, cara dan tingkat
mengkonsumsi produk yang sebagai bagian dari kepribadian dan gaya
hidupnya. Perilaku konsumtif tidak dibenarkan oleh ajaran agama, sehingga
individu diwajibkan mengontrol diri dan mengontrol hawa nafsunya.
a) Bakat, minat, nilai dan konsep diri. Individu mempunyai konsep diri yang
positif tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan konsumerisme. Sebaliknya,
maka muncul individu yang cepat terpengaruh dengan berbagai stimulus yang
ada, akhirnya muncul perilaku konsumtif.
b)Pengetahuan, yaitu faktor ini merupakan hasil dari bentuk-bentuk informasi
yang diperoleh dari pengalaman individu berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif, meliputi :
a) Kelas Sosial, yaitu Adanya ragam perbedaan status ekonomi dan sosial yang
menghasilkan perbedaan sikap dan menghasilkan perbedaan perilaku
konsumen. Kelas sosial merupakan bentuk pengelompokan komunitas tertentu
yang pada akhirnya menentukan tinggi rendahnya seseorang pada kelas sosial
atas, menengah dan bawah. Kelas sosial akan berpengaruh terhadap suatu
produk untuk dikonsumsi.
b) Keluarga, merupakan merupakan lingkungan utama dan pertama bagi anak,
dengan demikian menjadi unit yang berpengaruh terhadap proses pengambilan
keputusan, termasuk yang berkaitan dengan sikap dan perilaku konsumsi.
Konsumsi sudah ada sejak seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya.
Seseorang atau konsumen membeli barang atau jasa konsumsi, pada hakikatnya,
adalah membeli fungsi barang atau jasa tersebut . Fungsi hakiki dari barang
barang dan jasa yang dikonsumsi sehari hari tak lain adalah fungsi kegunaan
(utility). Tetapi, seperti yang ditunjukkan dalam banyak kasus, masyarakat saat ini
semakin terpikat membeli barang atau jasa tertentu bukan lagi karena kegunaan

fungsionalnya yang utama tetapi karena “lapar” mata. . Dalam lingkup yang lebih
kecil dengan anak sebagai subyeknya (2 hingga 12 tahun) yang gemar bermain
game online biasanya mereka menghabiskan waktu 2 jam per hari untuk bermain
game online.
Hal ini pun berpengaruh terhadap kreativitas anak yang mulai bergeser dari era
tradisional ke era digital. Mereka jadi lebih cepat belajar tentang teknologi masa
kini dibandingkan dengan orang tua mereka. Mereka dapat belajar dengan cepat
untuk menguasai Laptop, Tablet, maupun Handphone. Hal ini mempengaruhi RPP
seorang guru sebelum mengajar, guru harus dapat menyesuaikan materi nya
dengan kondisi generasi anak SD masa kini, seperti penggunaan teknologi dalam
pembelajaran. Teknologi di sini dimanfaatkan sebagai sarana mencari bahan ajar
pada saat berlangsungnya mata pelajaran KTK dengan menampilkan video
tentang pembuatan suatu kreativitas.

Kesimpulan
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang yang dalam kehidupan
sehari-hari dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan hal-hal
yang baru atau sesuatu yang sudah ada menjadi konsep baru, menemukan caracara dalam pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan
orang, membuat ide-ide baru yang belum pernah ada, dan melihat adanya berbagai
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Adapun perilaku konsumtif adalah
perilaku individu yang ditujukan untuk konsumsi atau membeli secara berlebihan
terhadap barang atau jasa, tidak rasioonal, secara ekonomis menimbilkan
pemborosan, lebih mengutamakan kesenangan daripada kebutuhan dan secara
psikologis menimbulkan kecemasan dan tidak aman.
Kreativitas anak SD masa kini sangatlah berbeda dengan kreativitas anak
SD jaman dahulu. Para guru harus bersikap luwes dan mengikuti perkembangan
jaman dalam Rencana Pembelajarannya untuk menyalurkan kreativitas anak ke
tahap yang lebih modern dengan memanfaatkan teknologi yang canggih saat ini.
Hendaknya para guru SD diberikan pelatihan tentang bagimana meningkatkan
kreativitas anak SD masa kini.
Kreativitas anak SD masa kini terutama di perkotaan bergeser ke level
yang lebih abstrak, yaitu ke tahap digital dan teknologi informasi. Pergeseran

inilah yang menimbulkan perilaku konsumtif anak masa kini. Sedangkan
kreativitas anak SD yang berada di pedesaan pada umumya tetaplah sama seperti
dahulu yaitu masih secara nyata dan memanfaatkan benda benda yang bisa diolah
karena teknologi informasi belum masuk secara masif.

Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan ridhoNya, kami senantiasa dapat menyelesaikan artikel ini tepat
waktu.
Terima kasih juga kepada bapak M. Januar Ibnu Adham, S.Pd.,M,Pd. yang
telah memberikan tugas ini guna melatih kemampuan kami dalam menulis dan
menganalisa suatu kehidupan sosial dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka dari Website
Tim Internet Sehat. (2015). http://internetsehat.id/2015/01/rata-rata-dua-jam-

dihabiskan-anak-anak-untuk-main-game. [diakses pada 17 Desember 2017
pukul 12.45]
Adam, Aulia. (2017). Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z.
[diakses pada 17 Desember pukul 12.20]

Daftar Pustaka dari Jurnal
Fitriyah, Neka. (2013). Iklan Televisi dan Perilaku Konsumtif Anak-Anak (Studi
Kasus Pada Siswa SDN 13 Serang). Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
Pranata Sosial. Vol. 2 No. 2

Wahyudi. (2013). Tinjauan Tentang Perilaku Konsumtif Remaja Pengunjung Mall
Samarinda Central Plaza. eJurnal Sosiologi. 1(4):26-36

Wening, Sri. (2015). Membentengi Keluarga terhadap Budaya Konsumerisme
dengan Nilai-Nilai Kehidupan dalam Pendidikan Konsumen. Jurnal
Keluarga. Vol 1. No 1

Suhartini, Pebria. (2016). Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui
Metode Bermain dengan Permainan Balok di taman kanak-kanak Sabrina
Sukarame Bandar Lampung. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung: Tidak diterbitkan