Prosiding Seminar Nasional Matematika da

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

IDENTIFIKASI GAS CAMPURAN MENGGUNAKAN
KOLOM PARTISI DAN SENSOR QUARTZ CRYSTAL
MICROBALANCE
Eva Inaiyah Agustin1, Muhammad Rivai2, Achmad Arifin3
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
1
eva.inaiyah13@mhs.ee.its.ac.id
2
muhammad_rivai@ee.its.ac.id
3
arifin@ee.its.ac.id

Abstrak. Perkembangan teknologi saat ini telah menciptakan sebuah penciuman elektronik (e-nose)
yang hanya dapat mengidentifikasi jenis senyawa tunggal. E-nose terdiri dari deret sensor yang memiliki
karakteristik berbeda pada masing-masing sensor. Disisi lain, peralatan yang biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi gas adalah kromatografi gas. Sebuah alat yang dapat menguraikan senyawa-senyawa
penyusun dari suatu gas campuran berdasarkan waktu retensi. Pada penelitian ini, telah dibuat sebuah
sistim identifikasi gas campuran yang mengkombinasikan antara e-nose dan kromatografi gas. Pertamatama udara dialirkan melewati silica gel dan masuk ke port injeksi yang berfungsi sebagai tempat

masuknya uji sampel. Setelah itu udara masuk ke kolom partisi menuju deret sensor Quartz Crystal
Microbalance (QCM). Kemudian sampel disuntikkan ke dalam port injeksi sebanyak 20 ml dan akan
terdorong masuk hingga mencapai deret sensor. Data sensor yang berupa perubahan frekuensi resonansi
(Δf) dibaca oleh frequency counter device dan dikirim melalui komunikasi serial. Data dinormalisasi
dan kemudian diolah dengan menggunakan metode Neural Network (NN) menggunakan learning rate 1
dengan 19010 epoch. Dari percobaan yang telah dilakukan, sistem ini dapat mengidentifikasi 2 jenis gas
campuran (benzena dengan acetone dan 2-propanol dengan acetonitril) dengan taraf identifikasi 100%.
Kata Kunci: Gas campuran, Kromatografi gas, Neural Network, Penciuman elektronik.

Pendahuluan
Saat ini, perkembangan e-nose telah dapat mengidentifikasi banyak senyawa dengan
menggunakan deret sensor (misalnya menggunakan deret sensor Quartz Crystal Microbalance atau
QCM). Penggunaan deret sensor ini adalah sebuah ide untuk menganalisa tidak hanya satu jenis
senyawa yang identifikasi, tetapi beberapa jenis senyawa. Cara ini digunakan untuk mendapatkan
informasi yang lebih rinci pada hasil identifikasi karena didasarkan pada perbedaan karakteristik
sensor [1]. Dapat dikatakan bahwa e-nose adalah sebuah sistem penciuman elektronik dimana
bagian terpenting dari proses ini adalah deret sensor [2]. Namun untuk senyawa campuran, respon
e-nose mendekati respon dari senyawa tunggal yang dominan, sehingga sulit mengidentifikasi
senyawa apa saja yang terkandung di dalam senyawa campuran tersebut.


96

25 April 2015

Universitas Negeri SUrabaya

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

(a)
(b)
Gambar 1 (a) Kromatografi Gas (b) Sensor QCM

Peralatan lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa selain e-nose adalah peralatan
kromatografi gas seperti pada Gambar 1(a). Kromatografi gas adalah jenis umum dari peralatan
kromatografi yang digunakan misalnya dalam kimia organik dan analisa untuk pemisahan sampel
yang dapat menguap dengan resolusi yang tinggi [3,4]. Kromatografi gas adalah sebuah alat yang
dapat menguraikan senyawa-senyawa penyusun dari suatu uap campuran berdasarkan waktu
retensi. Waktu retensi adalah lamanya waktu yang dibutuhkan saat senyawa diinjeksikan sampai
senyawa mencapai sensor [5], yang dalam penelitian ini menggunakan sensor QCM seperti

Gambar 1(b). Uap yang merupakan material fasa gerak akan berinteraksi dengan material fasa diam
pada kolom partisi yang merupakan jantung dari peralatan kromatografi gas [6]. Namun, jika
terjadi perbedaan kecepatan aliran dari gas pembawa, maka kromatografi gas tidak dapat
mengenali senyawa-senyawa penyusun uap campuran dengan benar. Identifikasi senyawa akan
semakin sulit dilakukan apabila di dalam suatu uap campuran terdapat beberapa senyawa yang
memiliki waktu retensi yang berdekatan. Penggunaan waktu retensi untuk mengkarakterisasi
senyawa tergantung pada senyawa referensi yang dalam hal ini dikatakan sebagai gas pembawa,
sehingga suatu uap campuran harus diukur pada kondisi kromatografi gas yang sama persis [3].
Pada penelitian ini, diusulkan sebuah sistim pengenal campuran odor yang mengkombinasikan
antara metoda kromatografi gas dan hidung elektronik. Jadi ketika kromatografi gas sulit
membedakan gas campuran, maka peran dari hidung elektronik sangat diperlukan untuk dapat
mengidentifikasi gas campuran tersebut. Hidung elektronik yang akan digunakan pada penelitian
ini menggunakan deret sensor Quartz Crystal Microbalance (QCM) karena ukuran sensor yang
kecil, sederhana, dan perangkat massa yang berbahan kristal SiO2 potongan-AT dengan
sensitivitas tinggi [7]. Sensor QCM dapat bekerja dengan menghasilkan perubahan frekuensi atau
pergeseran frekuensi (Δf) ketika diberi uap gas tertentu tergantung bahan polimer yang digunakan
pada sensor [8].
Quartz Crystal Microbalance mendapatkan namanya dari kemampuannya untuk mengukur
massa yang melekat pada permukaannya. Pergeseran frekuensi resonansi kristal SiO2 berbanding
lurus terhadap penambahan massa materi di permukaannya, dan sensitifitas pergeseran frekuensi

terhadap massa berbanding lurus dengan kuadrat frekuensi resonansinya [6], seperti dinyatakan
pada Persamaan (1).
𝛥𝑓 = −

2𝑓 2

𝜌𝑣𝐴

𝛥𝑀

(1)

Dimana ∆f adalah Pergeseran frekuensi (Hz), dengan frekuensi resonansi dasar kristal kuarsa (f)
sebesar 1 - 50 MHz, ρ adalah kerapatan kristal kuarsa, v adalah kecepatan rambatan gelombang
Universitas Negeri Surabaya

25 April 2015

97


Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

akustik pada kristal kuarsa, ∆m merupakan perubahan massa pada permukaan kristal, akibat massa
yang mengendap di permukaannya, dan A yang merupakan luasan permukaan kristal kuarsa (m2).

Metode Penelitian
2.1

Perancangan Alat yang Menggabungkan Kolom Partisi dan Hidung Elektronik

Perancangan alat yang digunakan pada percobaan ini ditunjukkan pada Gambar 2, yaitu
menggabungkan kolom partisi pada kromatografi gas dengan sebuah deret sensor yang disebut
hidung elektronik.

Gambar 2 Perancangan Alat yang Menggabungkan Kolom Partisi dan Hidung Elektronik

Deret sensor terdiri dari 4 sensor QCM yang terlapis polimer, yaitu OV-101, OV-17, PEG-6000,
dan PEG-1540. Udara dialirkan dari pompa udara yang berfungsi sebagai fasa gerak pada sistem
kromatografi gas. Silica gel berfungsi untuk meminimalisir adanya kandungan uap air di dalam

fasa gerak saat udara yang berasal dari pompa akan menuju ke sistem kromatografi gas. Pompa
yang digunakan dalam percobaan ini adalah pompa motor DC 12V. Kecepatan aliran udara yang
melewati sensor diatur sebesar 0,1 LPM.
Sampel dimasukkan ke dalam wadah sampel dengan alat injeksi saat mencapai detik ke 100.
Uap dari sampel tersebut diambil sebanyak ±12 mL. Sampel yang telah diinjeksikan ke dalam
wadah sampel akan didorong masuk ke dalam kolom partisi oleh gas pembawa yang dalam hal ini
adalah udara. Kolom partisi berfungsi untuk memisahkan suatu senyawa tertentu dengan hanya
mengeluarkan karakteristik respon pada waktu (t) tertentu. Di dalam kolom tersebut terdapat
thermon-3000 yang berfungsi sebagai fasa diam pada sistem kromatografi gas yang bekerja pada
suhu ±50oC – 280oC [9]. Oleh karena itu suhu pada kolom partisi dijaga agar tetap berada pada
range suhu ±40oC – 60oC. Selain itu terdapat material Shincarbona yang bersifat polar yang dapat
memisahkan senyawa atau uap yang beraroma [10].

98

25 April 2015

Universitas Negeri SUrabaya

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015

ISBN No. 978-979-028-728-0

2.2

Penentuan Nilai Parameter

Gambar 3 merupakan parameter yang digunakan sebagai data untuk dijadikan input ke neural
network. Parameter-parameter tersebut adalah y1, y2, y3, dan y4 yang berasal dari respon puncak
tertinggi dari setiap sensor. Namun sebelumnya, nilai parameter dinormalisasi terhadap y puncak
yang paling tinggi untuk mendapatkan pola dari setiap sampel. Parameter ternormalisasi (𝑦𝑖𝑛 )
dinyatakan dengan persamaan (2).
𝑦𝑖𝑛 =

𝑦𝑖

(2)

𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠

Gambar 3 Parameter yang digunakan Sebagai Input Neural Network


2.3

Backpropagation Neural Network

Secara garis besar backpropagation neural network terdiri dari tiga layer, yaitu input layer,
hidden layer, dan output layer. Pada percobaan ini terdapat 4 node pada input layer yang berasal
dari nilai parameter yang telah didapat pada Tabel 3. Dua buah hidden layer digunakan pada
percobaan ini dengan 5 node pada hidden layer pertama dan 4 node pada hidden layer kedua. Ada
2 jenis sampel yang akan diidentifikasi sehingga node pada output layer ditentukan sebanyak 2
node, yaitu campuran dari benzena dan acetone dan campuran dari 2-propanol dan acetonitril yang
dapat dilihat pada Tabel 1.
TABEL 1 Pola Target pada Pelatihan Neural Network.
No. Pola
1
2

Nama Gas
Benzena dan Acetone
2-Propanol dan Acetonitril


Pola Target
10
01

Hasil dan Pembahasan
Gambar 4 merupakan prototipe gabungan peralatan kromatografi gas dengan hidung elektronik.
Pada percobaan ini dilakukan 10 kali percobaan untuk masing-masing senyawa campuran. 5 data
percobaan pada setiap sampel dilatih (training process) untuk dapat mengidentifikasi jenis gas
menggunakan neural network. Respon pergeseran frekuensi resonansi pada setiap sensor untuk
masing-masing gas campuran dapat dilihat pada Gambar 5. Pengambilan data dilakukan mulai dari
Universitas Negeri Surabaya

25 April 2015

99

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0


detik ke-0 sampai detik ke-500. Untuk detik ke-0 sampai detik ke-100 adalah saat dimana udara
bersih mengalir melewati sensor. Hal ini dimaksudkan untuk membersihkan sisa gas baik yang
menempel pada kolom partisi maupun pada deret sensor QCM. Kemudian sampel diinjeksikan
pada detik ke-100, dan respon perubahan frekuensi pada setiap sensor dapat diamati.

Gambar 4 Prototipe Gabungan Peralatan Kromatografi Gas dengan Hidung Elektronik

Benzena termasuk dalam senyawa non polar sehingga memiliki karakteristik respon yang cepat
saat melalui kolom partisi yang bersifat polar dan lebih cepat mencapai sensor QCM. Sensor QCM
1 yang dilapisi polimer OV-101 menghasilkan respon y puncak yang paling tinggi dibandingkan
sensor lainnya. Kemudian dapat dilihat juga bahwa OV-101 dan PEG-6000 menghasilkan respon
pergeseran frekuensi yang lebih cepat dibandingkan OV-17 dan PEG-1540. Hal ini dikarenakan
polimer OV-101 dan PEG-6000 bersifat non polar sehingga benzena lebih cepat direspon oleh
kedua sensor tersebut. Sedangkan Acetone termasuk dalam senyawa polar sehingga memiliki
respon yang lambat saat melalui kolom partisi. Terlihat pada OV-17 dan PEG-1540 menghasilkan
respon yang sedikit lebih lambat mengalami perubahan.
2-Propanol dan acetonitril termasuk dalam senyawa polar sehingga memiliki respon yang
lambat saat melewati kolom partisi. Campuran 2-propanol dan acetonitril menghasilkan respon
perubahan yang lebih lama dibandingkan dengan benzena dan acetone. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2 yaitu pengujian waktu retensi saat respon maksimal (y puncak). Selain itu, 2-propanol dan

acetonitril memerlukan waktu yang lebih lama ketika melalui OV-17 dan PEG 1540 karena kedua
polimer tersebut bersifat polar jika dibandingkan dengan kedua polimer lainnya.

100

25 April 2015

Universitas Negeri SUrabaya

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

(a)

(b)
Gambar 5 Respon Senyawa Campuran
TABEL 2 Pengujian Waktu Retensi Saat Respon Maksimal (x Puncak).
Jenis Gas

Data ke1
2
Benzena dan
3
Acetone
4
5
Rata-rata
1
2
2-Propanol dan
3
Acetonitril
4
5
Rata-rata

Universitas Negeri Surabaya

OV-101
141
144
139
146
138
142
185
187
174
187
171
181

OV-17
156
160
153
160
152
156
197
197
184
197
184
192

25 April 2015

PEG-6000
144
148
143
152
142
146
189
189
178
193
177
185

PEG-1540
146
152
145
152
142
147
191
191
180
195
178
187

101

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

Data respon pergeseran frekuensi untuk y puncak (maks) pada setiap sensor dapat dilihat pada
Tabel 3.
TABEL 3 Data Respon Pergeseran Frekuensi Untuk y Puncak (Maks) Pada Setiap Sensor.
Jenis Gas

Benzena dan Acetone

2-Propanol dan
Acetonitril

Data ke1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

OV-101
83.5
86.4
78.6
79
94.4
29
21.2
24.8
24
27.2

OV-17
74.4
80.6
75.4
75.8
77.5
32.2
29.8
29
32.6
35.9

PEG-6000
63.4
66.4
62.6
63.2
65.4
31
28.6
23.6
25.8
29.6

PEG-1540
41.4
37.6
36.2
42
44.4
28.2
29.2
28.2
29
30.2

Data pada Tabel 3 dinormalisasi dan dilatih menggunakan Backpropagation Neural Network.
Ada 10 data yang menjadi input ke Neural Network untuk tahap pembelajaran, dimana masingmasing sampel sebanyak 5 data. Dengan learning rate yang bermacam-macam dengan target MSE
(Mean Square Error) sebesar 0.001 seperti pada Tabel 4, didapatkan kondisi optimal pada tahap
pembelajaran dan pengujian yaitu menggunakan learning rate sebesar 1 dengan 19010 epoch. Pada
tahap pengujian, ada 10 data yang lain yang menjadi input ke Neural Network. Pada tahap ini dapat
diketahui bahwa sistem telah berhasil mengidentifikasi 2 jenis gas campuran dengan tingkat
identifikasi sebesar 100% seperti terlihat pada Tabel 5.
TABEL 4 Pengujian Learning Rate Pada Tahap Pembelajaran
No.
1
2
3

Learning Rate
0.5
0.8
1

Iterasi
39880
23940
19010

Error
0.001
0.001
0.001

Konvergen




TABEL 5 Tingkat Keberhasilan Sistem.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Sampel Gas yang Disuntikkan
Output Sistem
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
Benzena dan Acetone
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
2-Propanol dan Acetonitril
Tingkat Keberhasilan

Ket.
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
100%

Kesimpulan
Pada penelitian ini telah dilakukan penggabungan sistem antara kolom partisi dan hidung
elektronik dengan sebuah deret sensor QCM sebagai detektor pada kromatografi gas. Perbedaan
102

25 April 2015

Universitas Negeri SUrabaya

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2015
ISBN No. 978-979-028-728-0

pola respon frekuensi yang menyebabkan perbedaan parameter yaitu y puncak dan waktu retensi
dipengaruhi oleh tingkat kepolaran dari senyawa yang dicampurkan tersebut. Metode Neural
Network telah berhasil mengidentifikasi dua jenis sampel campuran yaitu benzena dengan acetone
dan 2-propanol dengan acetonitril dengan taraf identifikasi sebesar 100%.

Daftar Pustaka
[1] Sobanski, T., Szczurek, A., dan Licznerski, B.W., 2001, Application of Sensor Array and
Artificial Neural Network for Discrimination and Qualification of Benzene and Ethylbenzene,
IEEE, hal. 150-153.
[2] Saha, P., Ghorai, S., Tudu, B., dan Bandyopadhyay, R., 2012, Optimization of Sensor Array
in Electronic Nose by Combinational Feature Selection Method, IEEE, hal. 341-346.
[3] Chen, Y. T., Zhang, J., Zhang, X., dan Kim, S., Statistical analysis of gas chromatography
retention index database.
[4] Chilo, J., Horvath, G., Lindblad, T., Olsson, R., Redeby J., dan Roeraade, J., 2009, A Flexible
Electronic Nose for Odor Discrimination Using Different Methods of Classification, IEEENPSS Real Time Conference, hal. 317-320.
[5] Ibrahim, H.M.S. dan Sitorus, M., 2013, Teknik Laboratorium Kimia Organik. Graha Ilmu
Yogyakarta.
[6] Rivai, M., 2008, Implementasi Sensor Quartz Crystal Microbalance pada Sistim Kromatografi
Gas.
[7] Fahmi, D., Rivai, M., dan Sardjono, T.A., 2009, Perancangan Sistem Identifikasi Odor
Menggunakan Sensor Deret Quartz Crystal Microbalance, Tugas Akhir, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
[8] Lairan, A., 2010, Perancangan Sistem Pengenalan Jenis Odor Menggunakan 20 Mhz Quartz
Crystal Microbalance Dan FPGA, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
[9] Rahman, E.N., 2014, Sistem Identifikasi Gas Menggunakan Prinsip Kromatografi Dan Neural
Network. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
[10] Rivai, M., Hariadi, S., Koesoemoprodjo, W., Sujono, H. A., dan Taufiqurrohman, M., 2012,
Sistim Diagnosa Udara Pernapasan Menggunakan Hidung Elektronik, Prosiding InSINas, KO.
205-210.

Universitas Negeri Surabaya

25 April 2015

103