Studi Kasus Society Based Governance dal

Studi Kasus Society Based Governance dalam Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
dan Masyarakat Suku Baduy Dalam
Pengantar Studi Pemerintahan 2

Oleh
A Naufal Azizi

15/384251/SP/26963

Bellicia Angelica T

15/384259/SP/26971

Ina Masruroh

15/379853/SP/26721

Lathifah A. Putri

15/378692/SP/26646


Luthfian Haekal

15/384269/SP/26981

M. Reno Fandelika

15/384277/SP/26989

Rafika Putri

15/378702/SP/26656

Smita Tanaya

15/384285/SP/26997

Departemen Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
2016


Pengantar Studi Pemerintahan 2

I.

Latar Belakang

Berkurangnya legitimasi dari masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa
diakhir periode Orde Baru (Orba), membuat berbagai kalangan khawatir akan adanya
demonstrasi

besar-besaran

untuk

menggulingkan

rezim

tersebut.


Akumulasi

kekecewaan masyarakat meledak di tahun ‘98 dan mencapai titik kulminasinya pada 21
Mei–dengan mundurnya presiden Soeharto karena berbagai desakan dari kluster
masyarakat. Berakhirnya Orba dan mulainya masa Reformasi di Indonesia menandakan
awal mula berseminya demokratisasi dimasyarakat dan pembenahan di berbagai
institusi pemerintahan.
Lewat berbagai bantuan donor internasional seperti World Bank dan UNDP
(United Nation Depelopment Program), Indonesia mencoba memulihkan kondisi krisis
nasional pasca orde baru runtuh. Namun, bantuan dari pendonor tersebut tidak lepas dari
syarat yang harus ditaati pemerintah Indonesia guna “melunasi” uang yang dipinjamkan
dari mereka dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Dari sana, mulailah Indonesia
berkenalan dengan konsep good governance yang disokong oleh lembaga pendonor
internasional tersebut.
Good Governance sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan
pendonor oleh para praktisi dikonstruksikan sebagai istilah penyelenggaraan pemerintah
yang amanah (Bintoro Tjokroaminoto), tata pemerintahan yang baik (UNDP),
pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN), dan ada juga yang
mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government)1.

Namun, secara keseluruhan konsep ini menginisiasi aktor lain dalam pengelolaan
urusan publik –dalam hal ini negara yang memiliki power dan kekuasaan yang absah
tidak lagi menjadi aktor tunggal dan utama dalam mengelola negara.
Ialah penambahan sektor pasar (market) dan masyarakat sipil (civil society) yang
menjadi aktor utama dalam penyelenggara dan pelaksana kebijakan yang turut serta
melengkapi

peran

pemerintah

(negara)

dalam

mengelola

urusan

publik.


Ketidaksanggupan negara dalam mengelola hal itu sendirian menimbulkan berbagai
krisis berkelanjutan seperti halnya yang terjadi di Indonesia sebelum masa reformasi
1

Sofan Efendi, “Meembangun GMood GMovernancee: Tugas iita eersama”, diakses dari
http://wwwwwwssofansstafsugmsacesid/arikel/membangun-ggood-ggovernanceespdf

Pengantar Studi Pemerintahan 2

tiba. Selain itu, kebutuhan akan masyarakat yang mandiri dan bebas dari kekangan
intrik rezim yang berkuasa juga dibutuhkan Indonesia untuk memperbaiki stabilitas
nasional. Oleh karena itu, ide governance menguat dengan berbagai faktor pendorong
tersebut.
Oleh karena itulah dalam makalahnya, penulis membatasi poin kajian berupa
proses pengelolaan layanan publik yang berbasis komunitas atau sering dikenal sebagai
istilah society based governance. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa proses
pengelolaan urusan publik tidak hanya selalu bergantung pada mekanisme pasar dan
negara saja. Masyarakat sebagai aktor ketiga juga seringkali menyelesaikan masalahmasalah publik melalui mekanismenya sendiri yang berbasis komunitas yang terbangun
atas rasa saling percaya dan solidaritas yang tinggi.

Di dalam makalah ini juga, penulis akan memberikan dua contoh studi kasus
bagaimana masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi dan Masyarakat Suku Baduy
Dalam di Banten mengelola urusan publik mereka dengan basis komunitas. Sebelum
melangkah lebih jauh, ada baiknya kita bertanya terlebih dahulu: Apa yang dimaksud
dengan society based governance?

II. Society Based Governance
Pengertian dan Ciri Umum
Dalam pengertiannya, masyarakat seringkali mencampuradukan pemahaman
mengenai masyarakat sipil dan society based governance. Padahal, kedua hal tersebut
adalah hal yang berbeda, walaupun aktor yang berperan sama-sama berasal dari
masyarakat/komunitas. Pada dasarnya semua society based governance tergolong
masyarakat sipil karena mencakup kategorisasi yang digolongkan Larry Diamond dalam
bukunya yang berjudul Civil Society and the Development of Democracy, yaitu sebagai
masyarakat yang mandiri dan produktif, membela hak kolektif, bergerak di bidang
penyebaran informasi publik, dan perlindungan atas hak-hak masyarakat. Namun,
semua dari masyarakat sipil belum tentu disebut sebagai society based governance
karena urusannya dalam pengelolaan layanan publik.

Pengantar Studi Pemerintahan 2


Society based governance di dalam pengelolaan urusan publik seringkali diraih
melalui fondasi solidaritas dan rasa saling percaya yang kemudian membentuk intimasi
sosial dan ikatan kolektif yang sangat kuat. Dasar utama terbentuknya society based
governance adalah sukarela dan tanpa paksaan, proses tersebut lahir karena adanya
ketersambungan ikatan sosial, baik berdasarkan kesamaan agama, etnis, ras, suku, dan
lain-lain yang kemudian membentuk sebuah kesadaran untuk mengelola urusan publik
secara bersama.2 Semangat kebersamaan inilah yang sering menjadi faktor pendorong
masyarakat dalam menekan kebijakan pemerintah yang tidak berkeadilan atau lepas dari
asas kesejahteraan.
Berbeda dengan mekanisme pasar, mekanisme berbasis komunitas seperti ini
lebih mengedepankan semangat kolektifitas dibandingkan solusi-solusi individual yang
hanya menguntungkan pribadi dan golongan. Sikap mekanisme ini menekankan selfgoverning community yang tidak selalu bergantung pada negara sebagai penyedia
layanan publik. Karena menurut (Jim dan Frank, 2014: 241) masyarakat (lokal) adalah
masyarakat yang paling mengetahui apa yang mereka butuhkan dan masyarakat tersebut
seharusnya berswadaya secara mandiri. Di dalam mekanisme ini juga, peran masyarakat
turut aktif dilibatkan dalam proses kebijakan dan upaya penyelesaian berbagai masalah
publik.
Keunggulan dan Kekurangan Society Based Governance
Keunggulan:

1. Terpenuhnya kebutuhan dasar individu, keluarga dan kelompok dalam
masyarakat karena masyarakat lah yang lebih tahu dan mampu untuk
mengidentifikasi apa saja kekurangan pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat atau lingkungannya, karena itu masyarakat menciptakan bantuan
sesuai kebutuhan dan kondisinya.
2. Adanya hak kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga lembaga
swadaya untuk terlibat dalam forum.
3. Dalam membantu menggerakkan transisi menuju demokrasi masyarakat yang
pastisipatif sangat diperlukan dalam berjalannya proses yang demokratis tersebut
2

Hanif, Hasruls eodel Tata ielola Pemerintahan eerbasis iomunitass Yogyakarta : eahan Ajar eata
iuliah Pengantar Studi Pemerintahan, 2014s

Pengantar Studi Pemerintahan 2

karena masyarakat yang pastisipatif dapat membuat checks and ballances
terhadap negara dan juga dapat menekan kemauan yang diinginkan publik.
4. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan. Maksudnya
adalah terdapat proses yang transparan dalam melakukan programnya sehingga

sangat terbuka dalam akses berbagai pelayanan sosial.
5. Masyarakat menjadi lebih mandiri
6. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
7. Komitmen jangka panjang dan berkesinambungan
8. Biaya lebih efektif dan efisien.
Kelemahan:
1. Jika terlalu hiperaktif dan melewati batas, maka dapat membebani negara
dengan tuntutan yang berbeda-beda dan besar
2. Dalam pendanaannya sangat terbatas
3. Terbatasnya partisipasi atau cara pendekatan dalam satu area maupun masalah
4. Revitalisasi paradigma pembangunan secara spesifik/khusus sehingga hanya
fokus pada satu titik.
5. Sikap terpola (paternalistic) membatasi tingkat keterlibatan partisipatif dalam
desain program/proyek.

Pengantar Studi Pemerintahan 2

III. Studi Kasus
Kasepuhan Ciptagelar

Komunitas adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan sebuah komunitas masyarakat
adat yang terletak di wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan
Cisolok, Kabupaten Sukabumi.Komunitas ini mendiami sebuah desa yang terletak di
dalam hutan dengan ketinggian 800-1200 mdpl yang cukup susah untuk diakses
sehingga membutuhkan kendaraan khusus untuk mencapainya (Suganda, 2013).
Warga Kasepuhan Ciptagelar masih sangat mempertahankan kepercayaankepercayaan dari nenek moyangnya. Hampir seluruh kegiatan kehidupan sehari-hari
dilakukan sesuai dengan kepercayaan yang ada di desa tersebut terutama dalam bidang
pertanian. Masyarakat Ciptagelar memiliki filosofi bahwa pertanian merupakan sumber
kehidupan mereka yang paling utama. Mereka pun menganalogikan padi sebagai nyawa
mereka, sehingga merupakan sebuah dosa besar apabila mereka menjual padi yang
mereka hasilkan. Kepercayaan tersebut menjadikan desa Ciptagelar selalu memiliki
cadangan padi yang bisa mencukupi kebutuhan warga desa selama tiga tahun.
Di komunitas ini terdapat dua orang tokoh masyarakat yang hingga kini masih
disegani yaitu Abah Ugi Sugriana dan Kang Yoso. Beliau berdua merupakan orangorang yang memberdayakan warga desa untuk mengembangkan desanya dengan
beberapa cara tanpa melupakan adat-istiadat yang ada. Abah Ugi merupakan tokoh yang
dituakan atau juga biasa disebut sesepuh oleh warga desa sehingga beliau mempunyai
tugas untuk menjaga kepercayaan dan adat istiadat yang ada di desa tersebut. Sementara
itu, Kang Yoso cenderung mengembangkan teknologi yang dapat memudahkan
kehidupan warga desa setempat. Hal ini dibuktikan dengan adanya bendungan yang
sudah dibangun sejak tahun 1997 yang kemudian dikembangkan lagi dengan

menambah turbin yang digunakan sebagai pembangkit listrik pada tahun 2011. Selain
mendapatkan listrik dari turbin bendungan, desa ini juga menggunakan panel surya
untuk mendapatkan listrik sehingga tidak menggantungkan listrik dari PLN. Kasepuhan
Ciptagelar bahkan juga memiliki stasiun televisi sendiri yang dinamai Ciga TV yang
lebih diminati oleh warga daripada statiun tv nasional maupun swasta. Kelebihan dari
Ciga TV yaitu menampilkan kegiatan warga Kasepuhan Ciptagelar dan warga pun dapat
memesan acara yang akan ditampilkan[ CITATION Wat15 \l 1057 ].

Pengantar Studi Pemerintahan 2

Hingga saat ini komunitas Kasepuhan Ciptagelar dapat dikatakan mampu
memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa harus selalu bergantung pada pemerintah.
Dewasa ini, kasepuhan Ciptagelar juga sudah dikembangkan sebagai destinasi wisata di
Kabupaten

Sukabumi

oleh

pemerintah

setempat.

Oleh

karena

berjalannya

pemberdayaan warga kasepuhan dengan baik, komunitas ini dapat melakukan
pembangunan yang berkelanjutan di desanya.
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki kelembagaan tersendiri dalam
menjalankan kehidupannya. Pimpinan tertinggi dalam masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar adalah Sesepuh yang biasanya disebut “Abah”. Semua perangkat adat dalam
struktur kelembagaan adat bertanggungjawab pada Sesepuh atau Abah dimana semua
posisi yang didapatkan dalam struktur kelembagaan adalah berdasarkan keturunan,
bukan dipilih langsung oleh masyarakat. Meski demkian, secara keseluruhan kegiatan
yang dilakukan oleh perangkat adat tetap dipertanggungjawabkan pada masyarakat luas.
Setiap posisi dalam perangkat adat memiliki fungsi dan tugas masing-masing, seperti
bagian Kenegaraan yang berfungsi sebagai penasehat, pembina dan penggerak
masyarakat dimana memiliki tugas untuk membantu Sesepuh dalam urusan dengan
pihak pemerintah dan memiliki wewenang untuk membuat pernyataan atau sikap
politik. Contoh lainnya adalah Tatanen yang berfungsi sebagai pembantu Sesepuh
dengan tugas memimpin dalam urusan pengelolaan sawah dan air serta memiliki
wewenang untuk mengontrol pengelolaan dan memberi teguran kepada orang yang
mengganggu air dan sumber air (Suganda, 2013).
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar memiliki tata kelola tersendiri dalam
berbagai bidang, seperti dalam urusan pembagian lahan dan ruang serta pengelolaan
urusan pertanian dimana urusan-urusan ini dilaksanakan terlepas dari campur tangan
pemerintah. Lahan dan tanah di wilayah Ciptagelar dibagi berdasarkan fungsinya. Di
luar wilayah pemukiman, terdapat kawasan hutan, tebing berhutan bambu, kebun kayu,
sayuran, buah-buahan, persawahan dan kolam ikan. Tata ruang seperti ini turut
mempengaruhi pengelolaan sumberdaya alam, seperti penanaman padi dilakukan 1x1
tahun hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan tidak untuk dijual dan pemanfaatan
hasil hutan non-kayu seperti madu, rotan, jamur dan akar-akaran (rempah/obat). Namun

Pengantar Studi Pemerintahan 2

dalam perkembangannya, masyarakat kini mulai memanfaatkan hasil kayu dengan pola
pemanfaatan dan pelestarian yang berkelanjutan.
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar mengutamakan keseimbangan hubungan
antara manusia dan alam. Dalam bidang pertanian, masyarakat berpedoman pada “Guru
Desa” atau gugusan bintang yang bergerak dari timur ke barat secara beriringan satu
tahun sekali. Sementara itu fungsi hutan menurut masyarakat adat Kasepuhan
Ciptagelar adalah sumber mata air, penyeimbang iklim, habitat satwa dan konservasi.
Dalam menjaga kelestarian hutan, masyarakat menggunakan konsep pengelolaan
dengan membagi hutan menjadi tiga jenis, yaitu hutan titipan (50% dari wilayah
keseluruhan) atau hutan yang sengaja dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan
keseimbangan kehidupan masyarakat, hutan tutupan (20% dari wilayah keseluruhan)
atau hutan penyanggah yang tetap memiliki fungsi lindung dimana masyakarat dapat
memanfaatkan hasil non-kayu dari hutan ini, serta hutan bukaan atau garapan (30% dari
wilayah keseluruhan) dimana masyarakat dapat beraktivitas (bersawah, berladang,
membangun rumah, membuat jalan) dalam wilayah hutan ini (Suganda, 2013).
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar masih memegang erat adat leluhurnya.
Terbuki dengan pelaksanaan berbagi upacara adat dan aturan adat yang masih mengikat
masyarakat. Pada dasarnya, aturan adat yang dipatuhi dan disepakati oleh masyarakat
berguna untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Aturan adat juga
sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman, jika aturan adat tidak sesuai lagi
makan aturan tersebut akan dihentikan. Jika terdapat seseorang yang melanggar
peraturan adat, maka masyarkat akan melakukan penegakan hukum adat dan pemberian
sanksi dimana hal ini menekankan pada kesadaran individu dalam menjaga
keseimbangan alam yang nanti berdampak pada pelaku pelanggaran, keluarga dan
masyarakat luas. Hakim penegakan hukum adat adalah lingkungan sosial (sanksi sosial),
sementara Sesepuh dan perangkat adat hanya bertindak sebagai saksi.
Dalam melakukan berbagai kegiatan, masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tidaklah
bergantung pada pemerintah dan melaksanakannya secara independen. Untuk mentukan
dan memutuskan berbagai kegiatan diadakan pertemuan adat. Pertemuan yang rutin
dilakukan adalah satu bulan sekali dengan agenda membicarakan evaluasi program
Kasepuhan ditiap kampung dimana pertemuan ini dihadiri oleh tetua dari setiap

Pengantar Studi Pemerintahan 2

kampung, ibu-ibu dan pemuda-pemudi. Pertemuan yang lebih besar dilaksankan saat
upacara “Serah Ponggokan” yang membicarkan upacara Saren Tahun, kontribusi setiap
keluarga, dan penjadwalan waktu pertemuan atau musyawarah berikutnya. Dalam acara
Seren Tahun dilakukan evaluasi secara keseluruhan yang dilakukan secara sarasehan
dimana dihadiri oleh tetua kampung, warga, dan pejabat lokal/birokrat sebagai tamu
undangan. Acara ini adalah forum diskusi antara pihak masyarakat adat dan pemerintah
yang ditujukan untuk membina hubungan harmonis.
Relasi antara pemerintah dan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berjalan dengan
baik. Melalui berbagai kegiatan, pemerintah diundang untuk hadir sehingga dapat
berdialog secara langsung dengan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Pemrintah juga
memberikan pengakuan serta legitimasi terhadap Kasepuhan Ciptagelar yang dapat
dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya UU Kehutanan nomor
41 tahun 1999, pemberian wewenang untuk mengelola hutan adat seluas 2.150 ha dan
bantuan pembangunan fasilitas umum seperti puskesmas, gedung sekolah, dan lain-lain
(Suganda, 2013). Relasi pemerintah dengan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar juga
tampak dalam mekanisme penyelesaian konflik dimana konflik diselesaikan dengan
dialog bersama antara masyarakat dan pemerintah daerah, pemerintah provinsi,
departemen dalam negeri serta departemen kehutanan.
Saat ini, terdapat 8.000 lumbung padi untuk persedian pangan 3 hingga 5 tahun
kedepan bagi 29 ribu jiwa masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Menjadi masyarakat adat
bukan berarti menjadi masyarakat yang tertutup dengan berbagi perkembangan
teknologi. Untuk pengelolaan bidang pertanian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
memang masih memegang teguh adat istiadat yang diturunkan para leluhurnya, namun
dalam bidang lain, masyarakat tidak menutup mata untuk memanfaatkan teknologi. Hal
ini dibuktikan dengan pembuatan turbin untuk penyediaan listrik yang terjangkau bagi
masyarakat, pompa air untuk pengairan sawah dan solar cell sebagai energi untuk
televisi lokal. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam melakukan berbagai pembangunan
tersebut melalui gotong royong.

Pengantar Studi Pemerintahan 2

Studi Kasus II
Masyarakat Suku Baduy Dalam: Urang Kanekes
Urang Kanekes, atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy adalah salah satu
suku di Indonesia yang tinggal di daerah Banten yang masih mempertahankan budaya
tradisional mereka. Suku Baduy dikenal sebagai suku yang mengisolasi diri dari dunia
luar. Suku Baduy sendiri terbagi atas dua, yaitu suku Baduy Dalam dan suku Baduy
Luar. Di dalam pembahasan kali ini, penulis mengambil kajian mengenai Masyarakat
Suku Baduy Dalam yang dalam hal ini sebagai contoh pengejawantahan dari society
based governance.
Suku Baduy Dalam adalah suku Baduy yang benar-benar mengisolasikan
dirinya dari dunia luar, apalagi mengenai teknologi. Mereka bahkan tidak boleh difoto
menurut adat setempat. Suku Baduy Dalam ditandai dengan memakai pakaian adat dan
ikat kepala berwarna putih, tanda mereka masih suci dan hidup di lingkungan suku
Baduy Dalam yang tidak mengenal teknologi –bahkan listrik sekalipun. Suku Baduy
Dalam bahkan tidak boleh memakai alas kaki, semua ini dijalankan menurut ada istiadat
setempat. Sementara itu, suku Baduy Luar lebih terbuka dengan dunia luar. Mereka
memakai pakaian adat dan ikat kepala berwarna hitam. Menurut suku Baduy Dalam,
suku Baduy Luar bukanlah masyarakat Baduy yang suci lagi. Suku Baduy Luar lebih
luwes, dan dapat berinteraksi dengan orang luar. Meskipun orang Baduy, suku Baduy
Luar tinggal terpisah dengan suku Baduy Dalam. Suku Baduy Luar sendiri telah
mengenal listrik, teknologi, serta hal-hal yang lebih modern lainnya.3
Suku Baduy Dalam merupakan salah satu contoh dari society based governance,
mereka memiliki sistem pengelolaan layanan publik mereka sendiri atau yang biasa
dikenal dengan istilah self-governance. Hal tersebut dapat di lihat dari mereka melalui
adat istiadat lokal yang masih di jaga, dimana mereka melepaskan diri dari dunia luar.
Suku Baduy Dalam masih berpegang teguh kepada budaya luhur peninggalan nenek
moyang mereka, dan apabila seseorang melanggar hal tersebut akan mendapat sanksi
sosial.

3

ihas eantens “Meari eengenal Suku eaduy Dalam dan Luar”, diakses dari
http://wwisatabantensceom/suku-gbaduy-gdalam-gdan-gluar/

Pengantar Studi Pemerintahan 2

Dalam tata kelola tersebut, suku Baduy Dalam tidak bergantung dengan
pemerintah. Suku Baduy Dalam mampu independen dari pemerintah. Terlihat dari
kehidupan mereka sendiri terlepas dari bantuan pemerintah. Seperti tidak menggunakan
listrik, tidak mengikuti tata kelola negara, dan lainnya. Walaupun begitu, suku Baduy
Dalam mampu mengelola diri mereka sendiri sesuai dengan adat-istiadat yang mereka
percayai. Mereka mampu mengelola tanah mereka dan menghidupi diri mereka sendiri
terlepas dari pemerintah.
Masyarakat Suku Baduy (Urang Kanekes) memiliki hak ulayat, yaitu
kewenangan menurut hukum adat untuk memanfaatkan dan menggunakan wilayah
tertentu, dimana para warga diperbolehkan menggambil sumber daya yang ada untuk
kelangsungan hidup mereka yang timbul dari hubungan secara batiniah dan tidak
terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Dalam mengelola kehidupan mereka, masyarakat Kanekes sangat berpegang teguh
terhadap norma dan nilai adat mereka. Mereka menjunjung tinggi hubungan timbal
balik terhadap alam dan kepatuhan mereka merupakan kearifan lokal dalam
melestarikan lingkungan hidupnya.
Masyarakat Kanekes berpendapat bahwa mereka terlahir untuk menjaga tanah
larangan, maka dari itu, hakekat pengelolaan dan pemeliharaan ataupun kegiatan
pertanian (ngahuma) bertujuan untuk pelestarian tanah yang mereka gunakan. Hampir
mirip dengan Kasepuhan Ciptagelar, masyarakat Kanekes memiliki tata kelola lahan
yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hutan mereka terlindungi secara hukum
adat, seperti hutan lindung (leuweung kolot/titipan), dan hutan lindungan kampung
(hutan lindungan lembur) yang terletak di sekitar mata air atau gunung yang
dikeramatkan. Kedua hutan tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.4
Salah satu yang mencolok dari tata kelola Suku Baduy Dalam adalah pelaksana
harian pemerintahan adat Kapu’unan. Dimana dalam tata pemerintahan tersebut ada
beberapa jabatan yang bertugas untuk mengelola pemerintahan adat di Baduy Dalam,
yaitu5 :

4

Senoaji, GMs (2011)s Perilaku easyarakat eaduy Dalam eengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di
eanten Selatans Jurnal Humaniora Vols 23 Nos 1
5
ibid

Pengantar Studi Pemerintahan 2

1. Pu’un, sebagai kepala adat dari suku Baduy Dalam, dimana keputusankeputusan penting mengenai masyarakat dan tata kelola diatur olehnya..
2. Jaro Tangtu, merupakan pelaksana hukum adat dan mengawasi jalannya hukum
tersebut.
3. Jaro Dangka dan Jaro Tanggungan, merupakan mereka yang bertugas untuk
menjaga dan memelihara tanah titipan leluhur. Karena bagi masyarakat
Kanekes, tanah merupakan sumber kehidupan mereka.
4. Jaro Pamerentah, merupakan penghubung antara pemerintah dengan suku
Baduy Dalam.
Hubungan suku Baduy Dalam terhadap pemerintah terlihat dari sistem
pemerintahan nasional yang dialkulturasikan dengan sistem adat istiadat. Disini suku
Baduy Dalam memiliki Jaro Pamerentah yang berada di bawah camat sebagai
simbolisasi dari sistem nasional. Tetapi suku Baduy Dalam tetap berpegang teguh
dengan sistem adat istiadatnya, dan semua keputusan serta tata kelola masyarakat
berada di tangan Pu’un atau pemimpin adat tertinggi masyarakat Kanekes.

Pengantar Studi Pemerintahan 2

IV. Kesimpulan
Society based governance bukanlah sebuah gerakan reaksioner yang bertindak
secara membabi buta dan hanya menghimpun kepentingan aktor-aktor lapar kekuasaan.
Namun, Society based governance merupakan luapan akumulasi emosi karena lembaga
negara tak lagi bisa memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dengan berbagai
keterbatasan dari negara, Society based governance hadir untuk menjadi “pengganti”
negara. Masyarakat dapat menuangkan luapan emosi mereka secara langsung
kepadanya.
Society based governance merupakan masyarakat yang mandiri dan produktif,
membela hak kolektif, bergerak di bidang penyebaran informasi publik, dan
perlindungan atas hak-hak masyarakat. Namun, semua masyarakat sipil belum tentu
disebut sebagai society based governance karena intinya dalam pengelolaan layanan
publik. Tersebutlah komunitas Kasepuhan Ciptagelar dan urang kanekes, komunitas
yang tergolong menjadi society based governance.
Kedua komunitas tersebut mengelola urusan publik melalui fondasi solidaritas,
rasa saling percaya, kemudian membentuk intimasi sosial dan ikatan kolektif yang
sangat kuat. Mereka menggunakan sistem pengelolaan layanan publik mereka sendiri
atau yang biasa dikenal dengan istilah self-governance. Dengan sistem tersebut, mereka
“melepaskan diri” dari negara dan memupuk legitimasi bagi komunitas tersebut.
Lebih lanjut, Society based governance tidak membebani keuangan negara. Hal
ini karena dalam hal pendanaan, mereka mandiri dan terlepas dari pendanaan
pemerintah. Transparansi dan akuntabilitas pendanaan lebih terbuka kepada masyarakat,
jika dibandingkan dengan organisasi buatan pemerintah. Selain pendanaan, karena
kedekatan mereka dengan masyatakat, Society based governance bisa menjadi penengah
permasalahan dan memupuk sifat toleran dimasyarakat. Society based governance pun
ikut mengelola konflik dalam masyarakat multikultural.

Pengantar Studi Pemerintahan 2

Daftar Bacaan
Buku dan Jurnal
Diamond, L. (1997). Civil Society and the Development of Democracy. Instituto Juan
March de Estudios e Investigaciones.
Hanif, Hasrul. Model Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Komunitas. Yogyakarta :
Bahan Ajar Mata Kuliah Pengantar Studi Pemerintahan, 2014.
Jim, I., & Frank, T. (2014). Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Kasim, A., Huseini, M., Anwar, R., Neo Boon Siong. (2015). Merekonstruksi
Indonesia: Sebuah Perjalanan Menuju Dynamic Governance. Jakarta: Buku
Kompas
Nurhasim, M., Agus, R., Heru., R. (2014). Model kebijakan yang memihak
kelompok/orang miskin berbasis good governace. Jakarta: LIPI press.
Senoaji, G. (2011). Perilaku Masyarakat Baduy Dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan
Lingkungan di Banten Selatan. Jurnal Humaniora Vol. 23 No. 1
Suganda, K. U. (2013). Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Retrieved
Mei 5, 2016, from Down to Earth:
http://www.downtoearth-indonesia.org/sites/downtoearth-indonesia.org/files/R-3Kasepuhan.pdf
Film Dokumenter
Watchdoc. (2015, November 29). Kesepuhan Ciptagelar. Retrieved Mei 6, 2016, from
Watchdoc: https://www.youtube.com/watch?v=ZV0NkADi2dc
Internet
Sofian Efendi, “Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama”, diakses dari
http://www.sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdf
Riky. “Suku Baduy, Bersinergi dengan Alam Menjaga Aturan Adat” , diakses dari
laman http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/suku-baduy-bersinergi-dengan-alammenjaga-aturan-adat
Khas Banten. “Mari Mengenal Suku Baduy Dalam dan Luar”, diakses dari
http://wisatabanten.com/suku-baduy-dalam-dan-luar/
Indra Kusuma Sejati. “Pesona Baduy di Desa Wisata Kanekes Banten, diakses dari
laman ”https://direktori-wisata.com/pesona-suku-baduy-desa-wisata-kanekes-banten/

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72