Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning Berbantuan Media Benda Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kebonagung Semester II Tahun Pelajaran 2014

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Teori

  Pada kajian teori dalam penelitian ini menguraikan tentang IPA dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, model pembelajaran Discovery Learning, media benda konkret, dan hasil belajar.

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

  Belajar dan pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan manusia dan semua pernah mengalaminya. Menurut Hamalik ( dalam Afandi:2013:1) memandang belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Jadi proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang tidak dapat dilihat namun dapat ditentukan, apakah seseorang telah belajar atau belum dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Jadi belajar berhubungan dengan lingkungan, maka salah satu pembelajaran yang berhubungan dengan alam adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

  Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam,berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-pristiwa yang terjadi di alam ini.

  IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Winaputra, 1992 : 122) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.

  Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika dan kimia. Pada hakikatnya ketiga ilmu dasar tersebut berkembang lewat langkah- langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa ketiga ilmu dasar itu merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara umum (Trianto, 2014:137).

  Perlunya IPA diajarkan di sekolah dasar karena beberapa alasan yaitu:

  a) bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan suatu kesempatan berpikir kritis, misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah, misalnya dapat dikemukakan suatu masalah demikian. “Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini, b) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka, c) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. (Samatowa, 2009:4).

  Pembelajaran IPA sangat penting untuk diberikan di sekolah dasar, karena

  IPA sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu, tujuan matapelajaran IPA di SD/MI secara umum adalah agar siswa dapat menghargai alam yang ada disekitar lingkungan siswa dengan cara melestarikan dan memanfaatkanya, sehingga dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.2 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  Pada umumnya usia Sekolah Dasar berada dalam usia yang masih senang bermain, senang melakukan kegitan, memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka tertarik untuk melakukan penggalian, melakukan kegiatan, melakukan permainan, mendapat pengalaman yang bervariasi, memenuhi rasa keingintahuannya. Maka model belajar IPA yang cocok untuk usia sekolah dasar yaitu dengan belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada dilingkungan anak sendiri.

  IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting untuk diberikan di Sekolah Dasar karena IPA sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menekankan pada pemberian langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekita secara ilmiah. Siswa diberi kesempatan untuk berlatih ketrampilan-ketrampilan proses IPA sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.

  Menurut Wisudawati (2014:24) IPA memiliki empat unsur utama, yaitu: a.

  Sikap : IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.

  b.

  Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah.

  c.

  Produk : IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.

  d.

  Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Ketrampilan proses IPA untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo dan

  Martin (dalam Carin 1993:5) adalah ; (a) mengamati, (b) mencoba memahami apa yang diamati, (c) menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (d) menguji ramalan-ramalan dibawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya Paolo dan Marten jga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu pengetahuan alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA anak-anak besikap skeptik sehingga ia selalu siap memodifikasi model-model yang mereka punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuan-penemuan yang mereka dapatkan.

  Selain materi IPA yang harus dimodifikasi, keterampilan-keterampilan proses IPA yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Materi IPA yang diberikan harus disesuaikan dengan usia dan karakteristik siswa yang bersangkutan. Jadi, Materi IPA yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkat kelas, sehingga penguasaan pengetahuan tentang IPA dapat bermanfaat baik bagi dirinya.

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

  Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  d.

  Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

  c.

  Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair, padat dan gas.

  Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan b.

  Sedangkan Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek- aspek berikut ini: a.

  e.

  Setiap guru mengetahui akan alasan mengapa suatu mata pelajaran yang diajarkan perlu diajarkan di sekolah. Demikian pula halnya dengan guru IPA, baik sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai guru kelas, seperti halnya di sekolah dasar. Ia harus tahu benar kegunaan-kegunaan apa saja yang dapat diperoleh dari pelajaran IPA. (Samatowa, 2009:6). Tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (Arin:2011:30) adalah: a.

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  d.

  Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  c.

  Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  b.

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  Dalam penelitian ini aspek IPA yang digunakan yaitu bumi dan alam semesta yang terfokus pada pokok bahasan Cahaya dan Sifat-sifat Cahaya.

2.2 Hasil Belajar

  Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental yang mengakibatkan timbulnya sebuah pemahaman terhadap suatu materi diajarkan. Pemahaman tersebut didapat setelah melalui proses belajar mengajar dari yang tidak paham menjadi paham. Perubahan inilah yang disebut hasil belajar.

  Interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar, terencana, baik di ddalam maupun di luar ruangan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik ditentukn hasil belajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (dalam Afandi 2013 : 4) bahwa perubahan tingkah laku pada orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari belum mampu ke arah sudah mampu. Seorang yang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku sebagai akibat dari hasil belajar.

  Adapun hasil belajar Bloom (dalam Afandi 2013 : 6) yang menggolongkan ke dalam tiga ranah yang perlu diperhatikan dalam setiap proses belajar mengajar, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Ranah afektif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, nilai-nilai, perasaan, dan minat. Ranah psikomotor mencakup hasil belajar yang berhungan dengan keterampilan fisik atau gerak yang ditunjang oleh kemampuan psikis. Namun dalam penelitian ini hanya membahas pada ranah kognitif saja.

  Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:

  1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

  Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar diri (eksternal). Hasil belajar diukur melalui bagaimana proses itu dilakukan menjadi sebuah perubahan perilaku yang benar. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mencakup dari faktor internal dan eksternal tersebut. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi dalam suatu proses melalui latihan dan pengalaman serta diberikan penguatan, secara bertujuan dan terarah. Sehingga mempengaruhi hasil belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2.3 Discovery Learning

  Belajar IPA merupkan belajar mengamati, mencoba, dan menemukan kemudian menarik kesimpulan dari hasil yang di lakukan. Maka, model

  

Discovery Learning ini merupakan model yang digunakan penulis dalam

  melakukan penelitian karena model ini merupakan penemuan. Adapun penjelasannya mengenai metode ini adalah sebagai berikut:

2.3.1 Hakikat Pembelajaran Discovery Learning

  Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau

  informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Pengertian

  

discovery learning menurut Jerome Brumer ( dalam Hosnan:2014:281) adalah

  metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman, sehingga anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Discovery terjadi bila individu terlibat terlibat dalam pengamatan atau percobaan, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, dan penentuan.

  Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran kontruktivisme. Pada pembelajaran ini, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunya pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konssep untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan sitia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

  Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar, perlu lingkungan yang memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif ( Hosnan:2014:283).

  Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berfikir sesuai dengan tingkat perkembangannya.

2.3.2 Tujuan Discovery Learning

  Menurut Bell (dalam Hosnan 2014 : 284) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut: a.

  Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan, b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak siswa meramalkan informasi tambahan yang diberikan.

  c.

  Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

  d.

  Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan e.

  Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa ketrerampilan- keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

  f.

  Keterampilan yang dipelajari dalam situsi belajar penemuan dalam beberpa kasus lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

2.3.3 Langkah-langkah Discovery Learning

  Langkah model pembelajaran penemuan yaitu sebagai berikut:

  a. Pemberian Rangsangan (Stimulus) Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu, pendidik dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar yang lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

  b.

  Identifikasi Masalah dan Merumuskan Hipotesis (Problem Statement) Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah pendidik memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan dengan bahan pembelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

  c.

  Pengumpulan Data (Data Collecting) Ketika eksplorasi berlangsung, pendidik juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan d.

  Pengolahan Data (Data Processing) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan,wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

  e.

  Pembuktian (Verifikasi) Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data. Selain itu, bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

  f.

  Menarik kesimpulan/ Generalisasi tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama. Menurut Ridwan A. Sani, 2014:99, Tahapan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning secara umum sebagai berikut: a)

  Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan ringkas b)

  Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji c)

  Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku.

  Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan

  d) Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/investigasi

  e) kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis f) Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan g)

  Kelompok memaparkan hasil investigas (percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengkonstruksi konsep berdassarkan hasil investigasi.

2.3.4 Peran Guru dalam Discovery Learning

  Dahar (dalam Hosnan 2014 : 286) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut.

  a.

  Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.

  b.

  Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.

  c.

  Guru juga harus memperhatikan cara penyajian materi pembelajaran.

  d.

  Apabila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoretis, maka guru hendaknya guru berperam sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi guru hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.

  e.

  Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa guru berperan penting sebagai pembimbing dan fasilitator, sedangkan siswa yang aktif menemukan konsep-konsep,fakta, dan menghasilakan kesimpulan. Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah, sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam

2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Dicovery Learning

  Pada pembelajaran discovery learning mempunyai kelebihan dan kekurangan (dalam Hosnan 2014 : 287-289) dalam penerapan pembelajaran. 1)

  Kelebihan discovery learning a.

  Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses kogitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

  b.

  Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.

  c.

  Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat kosep dirinya, dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

  d.

  Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisitif sendiri.

  e.

  Situsai proses belajar menjadi lebih terangsang.

  f.

  Menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

  g.

  Memdorong keterlibatan keaktifan siswa.

  h.

  Dapat meningkatkan motivasi. i.

  Melatih siswa belajar mandiri j. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

  2) Kekurangan discovery learning a.

  Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru dan siswa b.

  Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motifator, pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak, dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.

  c.

  Menyita pekerjaan guru.

  d.

  Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

2.3.5.1 Solusi Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning

  Setiap model pembelajaran tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu pula dengan model discovery learning ini juga kekurangan. Dari kekurangan-kekurangan yang sudah dijelaskan, maka solusi yang dilakukan agar meminimalisir kekurangan dari model discovery

  

learning yang digunakan: (1) sebelum memulai pembelajaran sebaiknya guru

  memberikan penjelasan atau instruksi yang dapat dipahami siswa tentang penerapan model tersebut agar siswa tidak bingung dalam melaksanakan langkah- langkah yang telah direncanakan, (2) dalam pembelajaran sebaiknya waktu yang digunakan jangan terlalu sedikit dan menyita waktu dan sedakiakan waktu ssuai dengan materi pembelajaran yang direncanakan, (3) bagi siswa yang belum bisa melakukan penemuan, guru memberikan penjelasan yang dapat dipahami siswa dengan membimbingnya secara perlahan, (4) guru sebagai pelaksana pembelajaran dengan model discovery learning ini haruslah pandai-pandai menerapkan model ini sehingga siswa merasa antuisias dalam pembelajaran.

2.4 Media Benda Konkret

  Pada sub bab ini membahas tentang media pembelajaran yang digunakan melalui bendan konkret atau nyata

2.4.1 Media Pembelajaran

  Dalam metodologi pengajaran media pemngajaran berfungsi sebagai alat bantu mengajar. Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai (dalam sudjana, 2010 : 1)

  Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar (Sumiati,dkk 2009:160).

  Bentuk

  • – bentuk media pembelajaran digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih konkret. Usaha membuat pembelajaran
lebih konkret menggunakan media pembelajaran banyak dilakukan orang. Berbagai jenis media pembelajaran mempunyai nilai kegunaan masing-masing.

  Dalam Oemar Hamalik (2009:50-52) dijelaskan bahwa dengan bantuan berbagai media makna pembelajaran akan lebih menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  Jadi dapat simpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terehadap penggunaan media pengajaran dalam proses belajar mengajar sampai kepada kesimpulan bahwa proses dan hasil belajar para sisiwa menunjukkan perbedaan yang berarti antara pengajaran tanpa media dengan pengajaran menggunakan media. Oleh sebab itu, penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran sangat dianjurkan untuk mempertinngi kualitas pengajaran.

2.4.2 Media Benda Konkret

  Benda konkret merupakam benda yang dilihat tampak nyata. Media konkret merupakan alat bantu yang paling mudah penggunaannya, karena kita tidak perlu membuat persiapan selain langsung menggunakannya. Yang dimaksud dengan benda nyata sebagai media adalah alat penyampaian informasi yang berupa benda atau obyek yang sebenarnya atau asli dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Sebagai obyek nyata, media konkret merupakan alat bantu yang bisa memberikan pengalaman langsung kepada pengguna. Oleh karena itu, media konkret banyak digunakan dalam proses pembelajaran sebagai alat bantu memperkenalkan subjek baru. Media konkret mampu memberikan arti nyata kepada hal-hal yang sebelumnya hanya digambarkan secara abstrak yaitu dengan kata-kata atau hanya visual.

  Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi belajar siswa, (e) Mempertinggi mutu pembelajaran.

2.4.3 Media Benda Konkret dalam Pembelajaran IPA Media pembelajaran sangat berperan dalam proses belajar mengajar.

  Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah objek dari IPA yaitu benda-benda pikiran yang sifatnya abstrak. Penggunaan media benda konkret ini tidak hanya pembentukan konsep anak, tetapi dapat pula digunakan untuk pemahaman konsep, latihan dan penguatan, pelayanan terhadap perbedaan individu, pemecahan masalah, dan lain sebagainya. Beberapa macam media benda konkret yang dipakai pada pembelajaran IPA materi “Cahaya dan sifat-sifat cahaya” Kelas 5 ini antara lain: 1.

  Media benda konkret dalam menegetahui sifat cahaya merambat lurus: contohnya dapat menggunakan karton tebal, gunting, pelubang, lilin,kayu..

  2. Media benda konkret dalam mengetahui sifat cahaya menembus benda bening: contohnya menggunakan lampu senter, gelas bening, gelas berwarna,kaleng,batu,karton,plastik bening.

  3. Media benda konkret dalam mengetahui sifat cahaya dapat dipantulkan: contohnya menggunakan benda-benda diantaranya lampu senter, cermin datar, kertas hitam atau merah.

  4. Media benda konkret dalam mengetahui sifat cahaya dapat bias: contohnya dengan menggunakan pensil, mangkuk bening, air,

2.5 Hubungan Discovery Learning terhadap media benda konkret dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam

  Pada penelitian ini penggunaan model pembelajaran discovery learning berbantuan media benda konkret diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA. Model discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual yang bersifat nyata dan membantu siswa memahami materi IPA dari imajinasi. Dengan model pembealajaran ini menjadikan suasana belajar menjadi menyenangkan dan siswa juga dapat membuktikan secara konkret atau nyata. Pembuktian tersebut tentu menggunakan media pembelajaran yang bersifat nyata yang sessuai dengan materi pembelajaran IPA. Sehingga mampu merangsang siswa untuk berfikir secara aktif tentang materi yang sedang dipelajari.

  Kegiatan yang dilakukan guru dalam menerapkan model pembelajaran

  

discovery learning merupakan upaya guru untuk menarik perhatian dan antusias

  siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pemanfaatan media benda konkret dalam penelitian ini juga penting untuk mengurangi tingkat imajinasi yang bisa saja dilakukan oleh guru dalam menerangkan materi pelajaran. Jadi pembelajaran tidak hanya berupa teoretis saja. Oleh karena itu, penerapan model dan media pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA.

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Kristiawan, Yohanes Andri, FKIP UKSW, dalam skripsinya dalam Penelitian yang berjudul

  “Upaya meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V Pada mata pelajaran IPA dengan Metode Discovery Di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga semester II tahun a jaran 2011/2012”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pembelajaran IPA di SD Negeri Tingkir Tengah 02 Salatiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil ulangan harian pada bab sifat-sifat cahaya yaitu 58,97% atau sebanyak 23 dari 39 siswa dengan nilai rata-rata 68,59. Sedangkan hasil tes siklus I menunjukkan 30 dari 39 siswa atau 76,92% dengan nilai rata-rata 75,77. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70. Hasil tersebut masih harus diperbaiki pada siklus II karena belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil tes siklus II menunjukkan 94,87% atau sebanyak 37 dari 39 siswa yang telah memenuhi standar keberhasilan dengan rata-rata nilai 86,28.

  Hermawan, Achmad Dian, FKIP UKSW, dalam skripsinya dalam Penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan hasil belajar IPA tentang sifat-sifat cahaya melalui model Guided Discovery siswa kelas 5 SDN Bleeboh Kecamatan Jiken

  Kabupaten Blora semester genap tahun p elajaran 2012/2013”. Penelitian ini model pembelajaran guided discovery dengan pokok bahasan sifat cahaya siswa kelas 5 semester genap SD Negeri 05 Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2012/2013. Kriteria keberhasilan pada penelitian ini yaitu > 80% dari keseluruhan jumlah siswa dalam kelas yang mendapat nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM = 70). Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa yang nilainya tuntas ada 8 siswa dengan presentase (44,44 %) dan yang belum memenuhi KKM ada 10 siswa (55,56%). Siklus I menerapkan model pembelajaran guided discovery terjadi peningkatan hasil belajar. Siswa yang tuntas ada 13 siswa (72,78%) dan yang tidak tuntas ada 5 siswa (27,78%). Kemudian pada siklus II terjadi peningkatan yang lebih baik lagi dari sebelumnya, siswa yang tuntas ada 16 (88,89%) dan yang tidak tuntas 2 siswa (11,11%).

  Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajr IPA. Namun, perlu dibuktikan lagi pada penelitian dikelas 5 ini. Maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran discovery

  

learning berbantuan media benda konkret sebagai upaya untuk meningkatkan

hasil belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 1 Kebonagung.

  Penelitian yang dilakukan diatas sama-sama mengukur hasil belajar, selain itu juga instrumen yang digunakan peneliti untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa juga berupa tes dan non tes. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek yang akan diteliti, masalah, tujuan,tindakan, variabel, dan pemanfaatan media di dalam proses tindakan yang dilakukan.

2.7 Kerangka Berpikir

  Siswa menganggap pelajaran IPA merupakan pelajaran abstrak atau hanya membayangkan dan berimajinasi saja tanpa melakukan, hal ini menjadikan siswa menjadi malas dalam belajar IPA. Selain itu pembelajaran yang diterapkan guru masih bersifat konvensional menjadikan proses belajar IPA menjadi bosan. Hal ini mengakibatkan hasil belajar IPA rendah, siswa kurang antusias dalam pembelajaran IPA, untuk itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPA adalah dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning berbantuan media benda konkret.

  Pada saat masih menerapkan pembelajran yang bersifat konvensional (ceramah) siswa menjadi bosan dan kurang antusias dalam menerima pembelajaran, kemudian dengan mernerapkan model discovery learning berbantuan media benda konkret ini dapat membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru melalui cara ini.

  Pembelajaran discovery learning guru berperan sebagai fasilitator. Guru berusaha agar semua siswa berpartisipasi dalam pembelajaran dan melakukan eksplorasi pengetahuan dan pengalaman baru agar tujuan tercapai secara optimal. Siswa merupakan subjek yang mencari dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dihadapi tanpa adanya tekanan dan takut salah. Disamping itu, dengan menerapkan discovery learning akan meningkatkan pemahaman siswa karena siswa memperoleh banyak pengalaman dengan melakukan praktek dn berdiskusi bersama temannya dengan suasana yang menyenangkan, sehingga memudahkan pemahaman siswa maka kualitas pembelajaran menjadi meningkat serta hasil belajar yang diperoleh siswa akan mencapai maksimal atau memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal.

  Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran

  

discovery learning berbantuan media benda konkret pada mata pelajaran IPA

  dapat ditunjukkan melalui peta konsep sebagai berikut:

PEMBELAJARAN IPA

  Pembelajaran Konvensional

  Siswa kurang antusias dalam belajar, pasif, jenuh, kurang menguasai materi. Guru menyampaikan materi dengan ceramah

  Tingkat pemahaman siswa kurang, hasil belajar < KKM

  Model Discovery

  Learning berbantuan

  media benda konkret Guru sebagai fasilitator

  1) pemberian rangsangan pada siswa, 2) siswa mengidentifikasi masalah dan merumuskan jawaban sementara,

  3) siswa mengumpulkan data, 4) melakukan pengolahan data, 5) pembuktian dengan media benda konkret

  6) menarik kesimpulan proses pembelajaran

  Tingkat pemahaman naik, proses pembelajaran dan hasil belajar meningkat

  > KKM Siswa lebih aktif dan antusias dalam pembelajaran

  Pembelajaran lebih menyenangkan dengan media konkret sehingga siswa tidak jenuh

2.8 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis tindakan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah:

  1. Penerapan model pembelajaran discovery learning berbantun media benda konkret dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan proses pembelajaran melalui langkah-langkah yaitu pemberian rangsangan, identifikasi masalah dan merumuskan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan dengan kriteria signifikan aktivitas guru dan aktivitas siswa minimal 10% pada kelas 5 SD Negeri 1 Kebonagung semester

  II Tahun Pelajaran 2014/2015 terjadi peningkatan.

  2. Penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan media benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 1 Kebonagung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar IPA

  ≥ 65 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA meningkat minimal 65 nilai dari KKM

  ≥ 65 yang ditentukan oleh sekolah atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 80% dari 22 siswa (kriteria baik).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia dengan Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas 2 SDN Dukuh 01 Salatiga Semester 2 Tahun Pelajar

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia dengan Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas 2 SDN Dukuh 01 Salatiga Semester 2 Tahun Pelajar

0 1 55

MEKANISME PEMBERHENTIAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA (Tinjauan Perbandingan Hukum di Negara Amerika Serikat, Filipina dan Sudan)

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatig

0 0 8

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Neg

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatig

0 0 25

Hasil Tes Formatif IPA Pra Tindakan Siswa Kelas 5 Semester II SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Ketuntasan Frekuensi (f) Persentase ()

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatig

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatig

0 0 82

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning Berbantuan Media Benda Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kebonagung Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 7