BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bercirikan demokrasi yang
menjadikan pemilihan umum sebagai sebuah bukti nyata bahwa Indonesia sangat konsisten dengan demokrasi.Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 1
bahwa
Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional dimana kekuasaan dipegang
oleh rakyat.
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan
Pemilu juga
merupakan salah satu proses demokrasi untuk mencapai tujuan nasional. Untuk Republik Indonesia paling tidak ada tiga macam tujuan pemilu itu. Ketiga macam
tujuan pemilu itu adalah :
a. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib;
b. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat; dan c. Dalam rangka melaksanakan hak-hak asasi warga negara.
1 2 Untuk selanjutnya, penulisan pemilihan umum akan disingkat menjadi pemilu Untuk selanjutnya, penulisan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan 3 disingkat menjadi UUD NRI 1945 4 Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 5 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia,,Jakarta, 1983, Sinar Bakti, Hal. 330
Selain itu pemilu memiliki tujuan untuk menjaga agar demokrasi di Indonesia tetap bertahan secara konstitusional. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sebuah proses yang baik dan benar sesuai konstitusi.
Kegiatan pemilu juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi
warga negara yang sangat prinsipil. Dalam hal ini setiap warga negara yang berdasarkan kelahirannya atau memperoleh kewarganegaraan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan telah berusia 17 tahun berhak untuk menyalurkan hak pilihnya melalui pemilu.
Di Indonesia sendiri ada beberapa pemilu yang dilaksanakan yaitu antara lain sebagai berikut : a.) Pemilu legislatif yang meliputi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
c.) Pemilu Kepala Daerah Dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang pemilu dalam konteks
pemilukada. Pemilukada adalah pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Mulai bulan Juni 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun
Secara eksplisit
ketentuan tentang pemilukada langsungtercermin dalam cara pemilihan dan asas- 6 7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta, Rajawali Pers,2009, Hal. 416 8 Untuk selanjutnya pemilihan umum kepala daerah disingkat menjadi pemilukada
Pemberlakuan pemilukada sebagai rezim pemilu mulai diberlakukan sejak berlakunya UU Nomor
922 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Joko .J. Prihatmoko, Pilkada Langsung,Semarang, Pustaka Pelajar,2005, Hal.1 asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemilukada. Dalam pasal 56 ayat (1) disebutkan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Sampai pada saat ini pemilu yang diterapkan di Indonesia masih dilaksanakan dengan cara mencoblos atau mencontreng sesuai perintah dari undang-undang.Pemilu dengan cara mencoblos atau mencontreng ternyata masih banyak memiliki nilai negatif dalam pelaksanaannya. Permasalahan awal pemilu terjadi pada tahapan pendataan pemilih.Pemilih merupakan unsur yang sangat penting dalam pemilu.Pemilih mempunyai banyak persyaratan agar bisa menggunakan hak pilihnya sebaik mungkin.Pemilih yang sudah memenuhi
persyaratan harus terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) .Petugas yang melakukan pendataan harus selektif dan benar dalam melakukan pendataan karena hal ini berpengaruh pada jumlah suara.
Dalam kenyataannya, banyak pemilih yang seharusnya mempunyai hak memilih tidak terdaftar dalam DPT, sedangkan pemilih yang sudah hilang hak suaranya masih terdaftar dalam DPT. Setiap ada perubahan pada jumlah kependudukan Indonesia harusnya bisa ditangani dan dicatat cepat mengikuti perubahan yang terjadi karena jumlah pemilih berhubungan dengan jumlah kertas
suara yang disediakan. Selain itu, permasalahan selanjutnya dalam pemilu dengan cara mencoblos atau mencontreng ialah yaitu lamanya proses pemilihan 10 yang dilakukan pemilih, masih banyaknya pemilih yang mengalami kesalahan 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diakses pada 15 Februari 2015
dalam mencoblos atau mencontreng serta lamanya proses penghitungan suara di
tempat pemungutan suara .Dengan sistem seperti yang telah dijelaskan ternyata masih banyak kecurangan yang terjadi dalam pemilu dengan cara mencoblos atau mencontreng.
Banyaknya perselisihan dalam Pemilu di antaranya disebabkan oleh
beberapa faktor yang meliputi ;
a.) Banyak terjadi kesalahan dalam proses pendaftaran pemilih. Permasalahan ini sangat mengemuka pada Pemilu tahun 2009 terutama pada pemilihan presiden danwakil presiden.Banyak terjadi kasus penduduk yang sudah meninggal dunia masih tercatat dalam daftar pemilih, dan sebaliknya penduduk asli yang telah berdomisili lama di suatu desa ternyata tidak tercatat dalam daftar pemilih, atau sangat mungkin seorang pemilih tercatat sebagai daftar pemilih pada lebih dari suatu Tempat Pemungutan Suara (TPS). Permasalahan ini muncul karena sistem informasi kependudukan yang masih belum berjalan dengan baik.Fenomena penggunaan kartu identitas ganda juga menyebabkan banyaknyapemilih yang memiliki kartu suara lebih dari satu buah.Keadaan ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan jumlah suara sehingga dapat menjadi sarana untuk menang dalam pemilu.
b.) Ketika pemungutan suara banyak pemilih yang melakukan kesalahan dalam memberi tanda pada kertas suara akhirnya banyak kartu suara yang dinyatakan tidak sah.
c.) Proses pengumpulan kartu suara yang berjalan lambat, karena perbedaan kecepatan pelaksanaan pemungutan suara di masing-masing daerah. Hal ini ditambah dengan kondisi geografis negara kita yang heterogen sehingga dapat menghambat distribusi kartu suara.
d.) Proses penghitungan suara yang dilakukan di setiap daerah juga berjalan lambat karena proses tersebut harus menunggu semua kartu suara terkumpul terlebih dahulu. Keterlambatan yang terjadi pada proses pengumpulan, akan berimbas kepada proses penghitungan suara.
e.) Keterlambatan proses pengiriman hasil perhitungan suara. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya infrastruktur teknologi komunikasi di daerah.Oleh karena itu, seringkali pusat tabulasi harus menunggu data penghitungan yang dikirimkan dari daerah dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari hal tersebut, maka pengumuman hasil pemilu akan 13 memakan waktu yang lama. diakses pada 14 Februari 2015 f.) Sangat mungkin terjadi “jual beli” kertas suara demi untuk kepentingan partai tertentu yang dilakukan secara sistematis dan terselubung.
Berbagai permasalahan tersebut telah menurunkan kualitas dari penyelenggaraan pemiludan sekaligus menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.Untuk mengatasi permasalahan di atas salah satu solusi yang dapat
dilakukan ialah dengan menyelenggarakan pemilu secara elektronik.
Penulis berpendapat bahwa pemanfaatan informasi dan teknologi menjadi inovasi baru dalam pelaksanaan pemiludi Indonesia. Hal tersebut juga diharapkan mampu secara perlahan untuk mengubah pemilu yang sejak tahun 1955 (pemilu pertama kali dilaksanakan) sampai pada sekarang ini yang masih dilakukan dengan cara mencoblos atau mencontreng.
Pengertian dari pemungutan suara secara elektronik atau biasa disebut
dengan electronic voting secara umum adalah penggunaan teknologi komputer pada pelaksanaan voting, menjelaskan secara umum sejarah, jenis e-voting keuntungan dan kerugian dalam penggunaannya. Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-votingsangat bervariasi, seperti penggunaan smart card untuk otentikasi pemilih, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara, penggunaan touch screen sebagai pengganti kartu suara, dan
masih banyak variasi teknologi yang digunakan.
Hal sebagaimana dijelaskan diatas seperti yang terjadi pada Kabupaten Jembrana, Bali.Sebuah Kabupaten yang secara geografis terletak di ujung barat Pulau Dewata.Dengan kearifan lokal yang sedemikian rupa mampu menciptakan
15 16 http://reflyharun.blogspot.com/2009/07/menggagas-e-voting.html, diakses pada 18 Maret 2015 diakses pada 12
Februari 2014
suatu pemilihan Kepala Desa ngan metode e-votingyang mampu mengakomodir hak pilih tiap warga di Kabupaten Jembrana, baik warga yang masih berusia muda bahkan sampai warga yang berusia tua. Alangkah baiknya kalau metode e-votingditerapkan dalam pemilukada di Indonesia karena pemilihan kepala dusun merupakan miniatur demokrasi yang dapat diterapkan dalam wilayah yang cakupannya lebih luas lagi seperti dalam hal pemilihan Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dan Gubernur/Wakil Gubernur
Visi seperti yang dijelaskan diatas adalah salah satu program yang diprakarsai oleh Komisi Pemilihan Umum di Indonesia dan Badan Pengkajian dan penerapan Teknologi (BPPT) bersama dengan Departemen Dalam Negeri, di mana pemilih ditawarkan cara baru yang digunakan untuk menjamin hak suara mereka. Visi ini juga wujud dari permintaan publik untuk mendapat hasil perhitungan suara segera, tekanan dari public untuk pemilu yang berasas Luber Jurdil, dan kebutuhan untuk biaya yang lebih rendah mendorong negara ke arah
sistem pemungutan suara elektronik.
Oleh karena itu penulis berinisitiaf untuk mengangkat “Penerapan Electronic
Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur
menjadi
dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia” bahasan bagi penulis.
18 19 Untuk selanjutnya, pemilihan kepala desa akan disingkat menjadi pilkades http://smartmaticindonesiaevotingproject.blogspot.com/2011/10/visi-e-voting-untuk-rakyat- indonesia-di.html, diakses pada 12 Februari 2014
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka masalah pokok yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimana sejarah pemilihan umum Kepala Daerah di Indonesia ? 2.
Bagaimana dasar hukum pelaksanaan e-voting dalam pemilihan umum Kepala Daerah di Indonesia ? 3. Bagaimana penerapan e-voting untuk mendukung asas Luber dan Jurdil dalam pemilihan umum Kepala Daerah di Indonesia ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.
Untuk mengetahui tentang sejarah pemilukada di Indonesia 2. Untuk mengetahui tentang dasar hukum tentang penerapan e-votingdi
Indonesia 3. Untuk mengetahui tentang penerapan e-voting dalam mendukung asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat Teoritis A. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum Tata Negara khususnya yang berkaitan dengan pemilu.
B.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang Hukum Tata Negara kepada masyarakat, pemerintah, dan para anggota lembaga perwakilan rakyat di Indonesia terkait dengan pemiludilaksanakan tiap 5 tahun sekali, baik pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Manfaat Praktis A. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lain dalam penulisan-penulisan lainnya yang memiliki keterkaitan.
B.
Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi terciptanya suatu perubahan dalam Undang-Undang serta peraturan perundang-undangan mengenai pemilukada..
C.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi peningkatan kualitas dalam pelaksanaan pemiluyang lebih demokratis di Indonesia pada tahun 2019 nanti.
D.
Memenuhi syarat guna menyelesaikan studi strata 1 (S1) di bidang hukum dan meraih gelar Sarjana Hukum.
1.5 Keaslian Penulisan
Dengan ini saya menyatakan bahwa, penulisan skripsi dengan judul “ PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia ” ini sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh siapapun di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila dikemudian hari terdapat permasalahan terkait kesamaan judul dan objek pembahasan sebelum tulisan ini dibuat, maka penulis dengan siap akan mempertanggungjawabkannya baik secara moral dan ilmiah.
1.6 TINJAUAN PUSTAKA
Sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia terhitung
telah mengalami sepuluh kali pemilu. Indonesia merupakan negara bercirikan demokrasi yang konsisten melaksanakan pemilu.Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi
itu. erbagai dinamika yang terjadi melahirkan perubahan yang cukup signifikan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia dari masa ke masa.
Dalam tataran pengaplikasiannya hingga saat ini, pemilu di Indonesia memakan waktu yang begitu lama terutama dalam hal penetapan hasil pemilu yang memakan waktu hingga 30 hari sejak penghitungan suara dilakukan.Hal ini menjadi sebuah ketidakpastian dalam pemilu berlangsung sangat lama. Yang
paling memprihatinkan, apa yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah bisa jadi tak semuanya mencerminkan pilihan rakyat. Setiap sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam praktiknya yang sering menjadi permasalahan adalah bukan pada sistem pemilu (election system) yang dipilih, tetapi lebih pada proses pelaksanaan pemilu mulai dari penentuan
calon, kepanitiaan, saksi, kampanye, dan rekapitulasi perhitungan suara.
Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas dalam penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu ada suatu perubahan dalam 20 pemiludi Indonesia yaitu dengan menerapkan metode e-voting dalam pemungutan 21 Janedjri Gaffar, Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, Jakarta, Konpress,2013, Hal.93 22 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2008, Hal. 461 23 Untuk selanjutnya , penulisan Komisi Pemilihan Umum Daerah akan disingkat menjadi KPUD
Mahfud M.D., Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta, Gama Media, 1999, Hal 227-228 suara serta penghitungan suara dalam pemilu khususnya pemilukada. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal tersebut ialah dengan melaksanakan pemilu dengan menggunakan e-voting.
E-voting berasal dari kata e-voting yang mengacu pada penggunaan
teknologi informasi pada pelaksanaan pemungutan suara. Pengertian dari e- secara umum adalah penggunaan teknologi komputer pada pelaksanaan
voting
voting, menjelaskan secara umum sejarah, jenis e-voting, keuntungan dan kerugian dalam penggunaannya. Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-voting sangat bervariasi, seperti penggunaan smart card untuk otentikasi pemilih, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara, penggunaan touch screen sebagai pengganti kartu suara, dan masih banyak variasi
teknologi yang digunakan.
Yang dimaksudkan sebagai e-voting bukanlah online voting.E-
voting hanyalah menggantikan fungsi surat suara. Sebelumnya pemilih diberi surat
suara dan harus melakukan pencontrengan, sedangkan dengan e-voting mereka hanya datang ke bilik suara dan melakukan “pemencetan”. Di bilik suara akan ada semacam mesin yang menggantikan surat suara. Para pemilih tinggal memencet atau menyentuhparpol dan calon yang tertera dalam mesin elektronik tersebut.
Mesin inilah yang kemudian akan dibawa ke KPUD untuk dilakukan rekapitulasi
dalam penghitungan suara saat pemilihanKepalaDaerah berlangsung.
Dengan e-voting, rantai penghitungan suara bisa dipangkas secara signifikan.Penghitungan suara tidak perlu dilakukan di tiap TPS, begitu pula tidak
25 diakses pada 26 Februari 2015 26 http://cucusukmana.wordpress.com/Perencanaan- E-Voting, diakses pada 26 Februari 2015 Untuk selanjutnya, pemilihan Kepala Daerah akan disingkat menjadi Pilkada perlu ada penghitungan di Panitia Pengawas Kecamatan.Untuk pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota, penghitungan pertama dan terakhir cukup di KPU kabupaten/kota. Untuk DPR, DPD, dan DPRD provinsi, penghitungan pertama dan terakhir cukup dilakukan di KPUD provinsi. KPU hanya mengumumkan perolehan yang telah ditetapkan oleh KPUD kabupaten/kota dan KPUD provinsi
tersebut, tanpa melakukan rekapitulasi lagi.
Selain itu e-votingmemiliki kriteria dalam hal sistem keamanan. Keamanan
sistem ini memiliki beberapa kriteria yaitu:
1.Eligibility :Hanya pemilih yang terdaftar yang dapat melakukan pemilihan.
2.Unreusability :Setiap pemilih hanya bisa memberikan satu kali pilihan.
3.Anonymity :Pilihan pemilih dirahasiakan
4. Accuracy :Pilihan tidak bisa diubah atau dihapus selama atau setelah pemilihan dan juga tidak bisa ditambahkan setelah pemilihan ditutup.
5.Fairness :Perhitungan suara sebelum pemilihan ditutup tidak bisa dilakukan.
6.Vote and Go :Pemilih hanya dapat melakukan pemilihan saja.
7. Public Verifiability: Setiap orang dapat melakukan pengecekan pada berjalannya proses pemilihan.
Dilihat dari potensi manfaat penerapan teknologi untuk pemilu, dapat dilihat dari berbagai segi, misalnya kemudahan, kecepatan, dan dapat mengurangi resiko kecurangan.“Intinya e-votingni harus dapat meningkatkan kualitas.Artinya, semua penduduk harus melakukan pemilihan dan tidak ada yang memilih lebih dari satu kali kali, serta dapat meminimalkan anggaran dalam melaksanakan pemilu.
diakses pada 27 Februari 2015
28 http://smartmaticindonesiaevotingproject.blogspot.comasyarakat , diakses pada 27
Februari 2014
Tiap-tiap asas-asas pemilu yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan harus terpenuhi agar tercipta pemiluyang konstitusional.Mahkamah Konstitusi telah menyatakan penggunaan e-voting konstitusional sepanjang tidak melanggar asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa membatasi pemberian suara hanya dengan mencoblos berarti melanggar pasal
28C ayat 1 dan 2 UUD 1945 bahwa setiap negara berhak memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidup.
Di Indonesia sendiri, praktik penerapan e-votingtelah dilaksanakan di beberapa wilayah seperti Kabupaten Boyolali, Kabupaten Bantaeng serta Kabupaten Jembrana. Apa yang terjadi dalam penggunaan e-voting di Indonesia merupakan kooptasi dari luar negeri. Pemilihan elektronik di tempat pemungutan suara (TPS) sudah dilaksanakan di beberapa negara demokrasi terbesar di dunia, dan pemilihan melalui Internet digunakan di beberapa negara terutama pada awalnya di negara kecil dan secara historis bebas konflik. Banyak negara yang kini mempertimbangkan untuk mengenalkan sistem e-voting dengan tujuan
meningkatkan beragam aspek terhadap proses pemilu.
sendiri merupakan sebuah solusi untuk melaksanakan proses
E-voting
pemilu yang lebih baik pada saat ini dan sudah mulai diterapkan di beberapa negara di dunia. E-voting secara umum adalah penggunaan teknologi komputer
pada pelaksanaan voting. sing-masing negara memiliki sistem e-voting
29 Memperkenalkan Pemilihan Elektronik: Pertimbangan Esensial. 30 Pdf . halaman 6.
Ibid tersendiri yang telah disesuaikan dengan keadaan dan infrastruktur yang dimiliki
negara tersebut.
Banyak negara yang telah lama menerapkan e-voting.Namun demikian penerapan e-voting pada negera-negara tersebut berdasarkan pada strategi, tahap- tahap dan metode yang berbeda-beda.Ada negara yang menyelenggarakan e- secara online melalui jaringan Internet, dan ada pula negara yang
voting penerapannya berbasis mesin pemngutan suara yang ditempatkan pada TPS.
Berikut ini adalah negara-negara yang telah menerapkan e-votingyaitu antara lain
sebagai berikut :
- Australia Penggunaan e-voting pertama kali dikenal dengan nama CyberVote oleh
Midac (Microprocessor Intelligent Data Acquisition and Control) pada tahun 1995 pada suatu pemungutan suara berbasis web untuk jajak pendapat (petisi) mengenai uji coba nuklir Perancis di wilayah Pasifik. Hasil petisi dikirimkan ke pemerintah Perancis melalui Syquest removable hard disk. Pada oktober 2001 e-votingtelah digunakan pertama kali dalam pemilihan anggota parlemen Australia.Pemilu tersebut diiikuti oleh 16.559 pemilih yang menggunakan hak pilihnya secara elektronik di empat tempat pemungutan suara (TPS).Kemudian Pemerintah Negara Bagian Victoria memperkenalkan e-voting sebagai uji coba pada tahun 2006. Pada tahun 2007 para personil angkatan bersenjata Australia yang ditempatkan di Irak, Afghanistan, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon telah 31 diberi kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya melalui jaringan khusus oleh 32 http://cucusukmana.wordpress.com/Perencanaan- E-Voting, diakses pada 26 Februari 2015 http://smartmaticindonesiaevotingproject.blogspot.com
asyarakat , diakses pada 20 Februari 2015 departemen pertahanan sebagai bagian dari proyek kerjasama antara departemen pertahanan dengan komisi pemilu Australia. Setelah mereka menggunakan hak pilih kemudian datanya dienskripsi dan dikirimkan melalui Citrix server ke database.Sebanyak 2.012 personil terdaftar sebagai pemilih dan dari jumlah
tersebut 1.511 orang berhasil menggunakan hak pilihnya.
- Brazil
E-voting di Brazil diperkenalkan pertama kali pada tahun 1996 yakni
ketika dilakukan uji coba di Negara Bagian Santa Catarina.Sejak tahun 2000 semua pemilu di Brasil telah dilakukan secara elektronik. Pada tahun 2002 lebih dari 400.000 mesin e-voting telah digunakan di seluruh wilayah Brazil dan selanjutnya data hasil pemilu dihitung secara elektronik yang hasilnya dapat
diketahui dengan cepat setelah pemilu selesai dalam hitungan menit.
- Estonia
E-Voting di Estonia telah dimulai pada bulan Oktober 2005 pada pemilu
lokal.Estonia menjadi negara pertama yang menyelenggarakan pemilu melalui Internet dan telah dinyatakan berhasil oleh pejabat pemilu Estonia.Sebanyak 9.317 orang telah menggunakan hak pilihnya secara online.Pada tahun 2007 Estonia dinobatkan sebagai negara yang menyelenggarakan e-voting melalui Internet secara nasional.Pemilu telah dilaksanakan selama dua hari pada 26-28 Februari dan telah berhasil menjaring 30.275 orang yang menggunakan hak pilih melalui Internet.Tahun 2009 pada pemilu lokal kotapraja telah berhasil 33 memfasilitasi 104.415 orang yang menggunakan hak pilih melalui Internet. Hal 34 Ibid Ibid ini berarti 9,5% dari total pemilih telah menggunakan hak pilihnya melalui internet. Tahun 2011 pada pemilihan anggota parlemen pada tanggal 24 Februari sampai dengan 2 Maret, sebanyak 2.140.846 orang telah memilih secara online. 95% pemilih menggunakan hak pilih di dalam negeri dan sisanya memilih dari
luar negeri yang tersebar di 106 negara.
- Perancis Januari 2007 Partai Union for a Popular Movement (UMP) menyelenggarakan pemilihan presiden dengan menggunakan remote e-voting dan juga melalui 750 TPS yang menyediakan layar sentuh.Pemilihan telah diikuti 230.000 suara yang mewakili hampir 70% dari daftar pemilih. Pemilu di Perancis diselenggarakan secara online melalui Internet untuk pertama kali pada tahun 2003 ketika warga negara Perancis yang berdomisili di Amerika Serikat memilih wakil mereka yang akan duduk dalam Majelis Warga Perancis di luar negeri. Lebih dari 60% pemilih menggunakan haknya melalui Internet dan bukan
menggunakan pemilihan berbasis kertas.
- India Tidak ada negara di dunia ini yang telah menggunakan e-voting untuk skala besar selain India. Hal ini terjadi karena India adalah negara dengan penduduk terbesar kedua di dunia, dan karena itu penyelenggaraan e-voting di India patut mendapatkan perhatian. E-voting diperkenalkan pertama kali pada tahun 1982 dan digunakan pada waktu uji coba untuk pemilihan Majelis Bort 35 Parur di Negara Bagian Kerala. Namun demikian Mahkamah Agung India 36 Ibid Ibid membatalkan hasil pemilu tersebut karena tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di sana. Atas dasar ini kemudian dilakukan amandemen terhadap undang- undang Perwakilan Rakyat untuk mengesahkan pemilu yang diselenggarakan melalui Electronic Voting Machine (EVMs).Pada tahun 2003 semua pemilu di negara bagian telah menggunakan EVMs.Alat ini juga telah digunakan pada pemilu nasional untuk memilih anggota parlemen India pada tahun 2004 dan 2009. Menurut data statistik yang bersumber dari media massa utama di India, lebih dari 400 juta pemilih (60% dari pemilih yang terdaftar) telah menggunakan hak mereka melalui EVMs pada pemilu tahun 2009.
- Italia Pada tanggal 9 dan 10 April 2006 Kotamadya Cremona telah menerapkan mesin pemungutan suara pada pemilu nasional. Pilot proyek ini melibatkan tiga ribu pemilih dan empat TPS yang difasilitasi dengan sistem Nedap. Partisipasi
- Filipina Pada bulan Mei 2010 Pemerintah Filipina telah merencanakan untuk menyelenggarakan pemilu secara eletronik untuk pertama kali dengan menggunakan optical scan voting system. Pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar $160 juta untuk pembiayaan sistem baru. Dana ini termasuk untuk pengadaan EVMs, printer, server, genset, memoery card, baterai, dan peralatan transmisi satelit dan broadband.Penerapane-voting secara nasional dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam penghitungan suara.Juga diharapkan dapat mengurangi kecurangan dan korupsi sebagaimana ditemukan pada pemilu-pemilu di Filipina yang telah diadakan sebelumnya.Pada tanggal 3 Mei 2010, Filipina telah melakukan pre-test terhadap sistem e-voting. Komisi Pemilu (Comelec) telah menemukan 76.000 dari total 82.000 mesin scan optik terdapat kegagalan dalam kartu memori. Mesin telah salah menghitung dan memberikan suara kepada kandidat lawan.Setelah dilakukan penyesuaian antara penghitungan manual dan elektronik, kartu memori kemudian diganti untuk seluruh wilayah.Akhirnya banyak pemilih yang skeptis terhadap penerapan e- voting setelah kejadian tersebut.Tanggal 10 Mei 2010 rakyat Filipina telah memilih presiden menggunakan e-voting untuk kali pertama.KPU Filipina melaporkan bahwa hanya 400 dari 82.000 mesin e-voting yang tidak berfungsi.Kebanyakan pemilih mengeluhkan panjangnya antrian dan butuh waktu lama untuk mempelajari teknologi baru.
- Amerika Serikat Menurut data Aceproject, di Amerika e-voting baru mencakup sepertiga jumlah pemilih.Pada pemilihan presiden tahun 2004, muncul kegagalan di
Keberhasilan penerapan e-voting di India bukan semata-mata karena soal teknologi, tapi juga karena sistem pemilunya yang sederhana.India menggunakan system first past the post atau sistem distrik yang merupakan varian paling sederhana dan mudah dalam keluarga sistem mayoritas/pluralitas. Yaitu, hanya ada satu kandidat dari setiap partai di surat suara (single member distric). Jika yang diterapkan adalah sistem proporsional terbuka seperti Indonesia, di mana setiap partai mengirimkan 120 persen caleg dari total kursi yang diperebutkan di sebuah daerah pemilihan (distrik), problemnya tentulah tak sederhana. Panel elektronik atau layar sentuhnya harus dibuat luar biasa besar.
37 pemilih sangat tinggi dan pilot proyek dinyatakan berhasil.
Ibid
VVPAT, dan 14 negara bagian lain mengajukan legislasi yang sama. Anggota House of Representatives (DPR federal) pun akhirnya mempertimbangkan untuk
mereformasi e-voting, dengan menambahkan VVPAT.
Meski demikian persoalan e-voting di Amerika bukan hanya pada mesinnya.Seperti dilaporkan Electronic Frontier Foundation (EFF), persoalan lainnya adalah pada SDM-nya yang tidak terlatih.Selain itu, lembaga ini, dalam situsnya, eff.org, menyatakan teknisi dari vendor mesin e-voting pun masih memiliki akses tak terawasi terhadap peralatan e-voting. Staf KPU lokal pun, kerap menolak audit data. Problem juga terjadi pada teknologi internet voting (remote e-voting).Teknologi ini digunakan 100 ribu orang Amerika yang berada 38 di luar negeri (ekspatriat). Tapi, teknologi yang disebut sebagai Secure Electronic
Ibid Registration and Voting Experiment (SERVE), itu, dihentikan pada tahun 2004, setelah petugas dari Departemen Pertahanan AS menemukan bahwa sistem itu tidak cukup aman untuk mentransfer suara pemilih.
Sampai saat ini, Amerika Serikat masih digolongkan sebagai negara yang bermasalah dalam penerapan e-voting. Bahkan, Penasihat Pemilu Senior International Foundation for Electoral System (IFES), Peter Erben, menyebut Amerika gagal. Negara gagal lainnya adalah Jerman, Belanda, dan Irlandia.Adapun negara-negara yang sukses menerapkan e-voting menurut Peter, antara lain India dan Brazil.
Menurut data IFES, sampai dengan tahun 2004 lalu, dari 50 negara bagian di Amerika, 80 persen diantaranya masih menggunakan surat suara manual.
Sebanyak 18 negara bagian menggunakan surat suara manual tanpa teknologi , hanya penghitungan suaranya menggunakan pemindai optik
electronic voting
yang biasa dikategorikan e-counting. Negara bagian lainnya memadukan penggunaan surat suara manual dengan e-voting. Satu Negara bagian menggunakan surat suara manual dan punch card; 10 negara bagian menggunakan surat suara manual dan teknologi DRE plus VVPAT; empat negara bagian memadukan surat suara manual dengan teknologi DRE dengan atau tanpa
VVPAT; tujuh negara bagian memadukan surat suara manual dengan teknologi DRE tanpa VVPAT. Yang benar-benar murni menerapkan teknlogi DRE dengan
VVPAT hanya dua negara bagian, yaitu Nevada dan Utah.Sedangkan, tujuh negara bagian yang menerapkan DRE tanpa VVPAT, antara lain Lousiana, Georgia, dan South Carolina.
Beberapa negara sudah menerapkan e-voting dalam pemilu mereka.Diantaranya India, Filipina dan Amerika Serikat.Indonesia pun mencoba belajar dari kesuksesan tersebut.Pemerintah India menganggarkan sekitar US$ 286 juta untuk pemilu dengan sistem e-votingAdapun Filipina, dengan jumlah
penduduk hanya 90 juta jiwa memerlukan sekitar 82 ribu mesin e-voting.
1.7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian secara empiris berdasarkan studi kasus dalam pilkades di lingkungan Kabupaten Jembrana dan penelitian secara normatif dengan menggunakan peraturan perundang-undangan.
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Keaslian Penulisan
diakses pada 18 Februari 2015
1.6 Tinjauan Pustaka
1.7 Metode Penelitian
1.8 Sistematika Penulisan
BAB II Pola Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia
2.1 Sejarah Pilkadadi Indonesia
2.2 Lahirnya PilkadaSecara Langsung
2.3 Komisi Pemilihan Umum Daerah Dan Panitia Pengawas Sebagai Penyelenggaran Pilkada
BAB III Electronic Voting
3.1 Landasan Hukum Penerapan Electronic Voting
3.1.1 Putusan Mahkamah Konstitusi No: 147/PUU-VII/2009
3.1.2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik
3.2 Sistem Electronic Voting
3.2.1 Mekanisme Electronic Voting
3.2.2 Aplikasi Pemungutan Suara dan Penghitungan Hasil
3.2.3 Desain Mesin Electronic Voting
BAB IV PelaksanaanElectronic Voting Dalam Pemenuhan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.
4.1 Penerapan Electronic Voting Di Indonesia ( Studi Kasus Dalam Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Jembrana)
4.2 Implementasi Asas Luber dan Jurdil Dalam Electronic Voting
4.3 Keunggulan dan Kelemahan Penerapan Metode Electronic Voting Dibanding MetodeKonvensional
4.3.1 KeunggulanMetode Electronic Voting
4.3.2 KelemahanMetode Electronic Voting
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA