Gambaran Konsep Diri pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diri

  2.1.1 Definisi Konsep Diri Konsep diri diidentifikasikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Muwarni, 2009). Beck & Rawlins (1986) dalam Muwarni (2009) mendefinisikan konsep diri sebagai cara individu memandang dirinya secara utuh fisikal, emosional, intelektual sosial dan spiritual dan pengamatan diri yang dilakukan untuk menilai dan menggambarkan diri sendiri (Rahkmat, 2003).

  Calhoun & Acocella (1990) konsep diri mempengaruhi setiap aspek pengalaman individu-pikiran individu, perasaan individu, persepsi, dan tingkah laku individu. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir; tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat , dan dengan realitas dunia (Stuart & Sundeen, 1998)

  2.1.2 Perkembangan Konsep Diri Secara umum perkembangan konsep diri belum ada saat lahir, konsep diri berkembang secara bertahap mulai dari bayi (Suliswati, Maruhawa, Sianturi,

  Sumijatun, 2005). Saat bayi, individu mengenal lingkungan dan membedakan dirinya dengan orang lain, konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman yang berhubungan dengan orang lain (Muwarni, 2009). Namun

  7 keadaan menyatu dengan lingkungan tidak berlangsung lama. Secara perlahan, hari demi hari, selama kehidupan tahun pertama, individu mulai membedakan antara “aku” dan “bukan aku” (Calhoun & Acocella, 1990).

  Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif, memahami kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak-kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain (Suliswati, et al., 2005).

  Ada 3 faktor yang membentuk pengembangan konsep diri menurut Soemanto (2006), yakni: “school experiences, child rearing practices, and physical growth

  

and development”. 1. School experiences: Pengembangan konsep diri seseorang

  dipengaruhi oleh pengalamannya di masa sekolah. 2. Child rearing practices: Keluarga sangat berperan penting dalam pengembangan konsep diri anak. Jika anak dididik dengan dukungan yang positif dan mendapat penerimaan dari orang tua anak cenderung akan memiliki konsep diri yang positif. Peran keluarga dalam pembentukan konsep diri anak seperti menghargai dan mendorong kreatifitas anak, menghasilkan perasaan positif, dan penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya (Riyadi & Purwanto, 2009) 3. Physical

  

growth and development: Jika seseorang dalam pertumbuhannya mengalami

  kesenangan, interaksi penuh kasih sayang, maka hal ini akan diingat dan diinternalisasikan ke dalam psikis individu tersebut (Potter & Perry, 2005).

2.1.3 Komponen Konsep Diri

  Konsep diri terdiri dari 5 komponen, antara lain: a. Citra Tubuh

  Citra tubuh merupakan kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya meliputi persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi yang secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru (Suliswati, et al., 2005).

  Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan hormonal yang terjadi pada masa remaja dapat mempengaruhi citra tubuh.

  Sikap, nilai kultural, dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh (Potter & Perry, 2005).

  Citra tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya meningkat (Riyadi & Purwanto, 2009). Individu yang menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki harga diri yang tinggi daripada individu yang tidak menyukai tubuhnya. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra tubuhnya akan memperlihatkan kemampuan baik terhadap realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupan (Suliswati, et al., 2005).

  Fisik individu lebih dianggap penting selama usia remaja daripada periode usia lainnya dalam hidup. Citra tubuh selama remaja merupakan elemen yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri dan memfasilitasi atau memperlambat pencapaian status dan hubungan sosial yang memadai (Stuart & Sundeen, 1987). Gangguan citra tubuh adalah persepsi negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, dan keterbatasan tubuh (Riyadi & Purwanto, 2009).

  b.

  Identitas Personal Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa diri, atau identitas (Potter & Perry, 2005). Identitas diri merupakan kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tak ada duanya (Riyadi & Purwanto, 2009).

  Identitas personal merupakan pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart & Sundeen, 1998). Dalam identitas personal ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri (Suliswati, et al., 2005).

  c.

  Ideal Diri Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana individu seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal

  (Stuart & Sundeen, 1998). Standar dapat berhubungan dengan orang yang disukai/ diinginkan atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih (Suliswati, et al., 2005). Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berkembang pada masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh orang yang penting bagi dirinya seperti orang tua, teman, dan guru (Muwarni, 2009). Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental (Suliswati, et al., 2005).

  d.

  Harga Diri Penilaian individu tentang nilai-nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku inidividu sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998).

  Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan.

  Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah individu mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu (Suliswati, et al., 2005). e.

  Penampilan Peran Seseorang memiliki berbagai peran dalam kehidupannya. Penampilan peran merupakan serangkaian pola sikap perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan misalnya seorang individu yang terlahir sebagai perempuan atau laki-laki. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu, yaitu peran sebagai anak dan sebagai mahasiswa (Stuart & Sundeen, 1998). Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti (Suliswati, et al., 2005).

  Ambiguitas peran dapat terjadi pada masa remaja dan dewasa awal ketika terdapat ketidakjelasan harapan. Ambiguitas peran umum terjadi pada masa remaja, dimana remaja mendapat tekanan dari orang tua dan teman sebaya untuk menerima peran seperti orang dewasa, namun tetap dalam peran sebagai anak yang tergantung (Stuart & Laraia, 2001)

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

  Faktor yang mempengaruhi konsep diri individu, yaitu: a. Orang lain

  Individu yang diterima oleh orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya cenderung akan membentuk konsep diri yang positif. Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri individu. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan individu tersebut yang disebut orang yang sangat penting (significant others). Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan dari orang lain menyebabkan individu menilai dirinya secara positif. Sebaliknya, ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat individu memandang dirinya secara negatif (Rahkmat, 2003).

  Muwarni (2009) berpendapat orang tua berperan penting dalam mempengaruhi perubahan harga diri seseorang, diantaranya penolakan orang tua dan harapan orang tua yang realistik. Faktor yang mempengaruhi identitas personal individu meliputi ketidakpercayaan orang tua dan perubahan dalam struktur sosial.

  Orang lain yang dimaksud juga termasuk pengajar yang dinyatakan oleh Slameto (2003) bahwa kehangatan dan aspirasi yang cukup realistis yang diberikan oleh pengajar dapat mengembangkan konsep diri yang positif.

  b.

  Kelompok Setiap individu pasti menjasi anggota suatu kelompok. Ada kelompok yang secara emosional mengikat dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri individu. Individu cenderung mengarahkan perilaku dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya (Rahkmat, 2003).

  Muwarni (2009) menyebutkan bahwa identitas personal dapat dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok.

  c.

  Pengalaman Masa Lalu Kegagalan atau keberhasilan di masa lalu memberikan dampak pada penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Ketika individu berhasil memperoleh nilai yang bagus individu mendapatkan pujian, sehingga individu tahu bahwa prestasi mempunyai nilai yang tinggi. Akibatnya, di masa yang akan datang individu tersebut akan memuji dirinya sendiri untuk keberhasilan nilainya dan menyalahkan dirinya bila ia mengalami kegagalan. Pengalaman yang positif akan menghasilkan konsep diri yang positif, dan konsep diri yang positif akan menghasilkan pengalaman yang positif. Hal tersebut akan terus berlangsung seterusnya. (Calhoun & Acocella, 1990).

2.1.5 Jenis-Jenis Konsep Diri

  Coulhoun & Acocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu: a. Konsep Diri Positif

  Dasar dari konsep diri yang positif adalah lebih kepada bagaimana individu tersebut menerima dirinya sendiri, bukan mengenai bagaimana individu memiliki kebanggaan yang besar tentang dirinya. Konsep diri yang positif mengenal dirinya dengan baik sekali, dapat menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain.

  Dalam hal pengharapan, seseorang dengan konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realistis, artinya individu tersebut memiliki pengharapan tentang kehidupannya sebagai individu: idenya tentang apa yang dapat diberikan kehidupan kepadanya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia. b.

  Konsep Diri Negatif Seseorang yang memiliki konsep diri negatif tidak banyak mengetahui tentang dirinya sendiri. Konsep diri negatif terbagi dalam dua jenis.

  Pertama, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Individu tersebut tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri, tidak dapat mengenali dirinya dan mengetahui apa kekuatan dan kelemahannya. Keadaan ini umum dan normal di antara para remaja. Konsep diri mereka kerap kali menjadi tidak teratur untuk sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari peran anak ke peran orang dewasa.

  Kedua, konsep diri negatif yang terlalu stabil dan terlalu teratur dengan kata lain, kaku. Mungkin karna dididik dengan sangat keras, sehingga individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Individu dengan konsep diri negatif selalu menilai dirinya negatif, apapun yang diperoleh oleh individu tersebut tampak nya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh lain. Hal ini dapat menuntun ke arah kelemahan emosional. Penelitian menunjukkan bahwa konsep diri negatif sering kali berhubungan dengan depresi klinis menurut Dobson dan Shaw (1987) dalam Calhoun & Acocella (1990). Individu yang memiliki konsep diri negatif tidak mampu menghadapi informasi tentang dirinya sendiri dengan baik sehingga cenderung mengalami kecemasan atau bahkan depresi. Kekecewaan emosional akan mengikis harga diri dan hal ini akan terus berlanjjut menyebabkan kekecewaan emosional yang semakin parah.

2.1.6 Dimensi Konsep Diri

  Calhoun & Acocella (1990) membagi dimensi konsep diri menjadi tiga, yaitu: a.

  Pengetahuan Dimensi pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Dapat digambarkan melalui azas dasar: usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan. Faktor dasar tersebut menempatkan seseorang pada kelompok sosial seperti kelompok umur, kelompok suku bangsa dan sebagainya.

  b.

  Harapan Dimensi harapan menjelaskan mengenai menjadi apa individu di masa mendatang. Harapan yang dimiliki individu tersebut merupakan bentuk ideal diri yang berbeda tiap individu. Jika harapan individu tersebut positif dapat mendorong individu menuju masa depan dan memandu kegiatannya dalam perjalanan hidupnya.

  c.

  Penilaian Dimensi penilaian merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini berlangsung setiap hari, individu mengukur standar kesesuaian dirinya, “menjadi apa” dan “seharusnya menjadi apa”. Hasil pengukuran tersebut disebut rasa harga diri.

2.1.7 Ciri-Ciri Kepribadian Sehat

  Suliswati, et al. ( 2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki kepribadian yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.

  Citra tubuh yang positif dan sesuai Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri termasuk persepsi saat ini dan yang lalu akan diri sendiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.

  b.

  Identitas personal yang jelas.

  Individu merasakan keunikan dirinya yang member arah kehidupan dalam mencapai tujuan.

  c.

  Ideal diri yang realistik.

  Individu yang mempunyai ideal diri realistis akan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.

  d.

  Harga diri yang tinggi. Individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat.

  e.

  Penampilan peran yang memuaskan. Penampilan peran memuaskan akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Individu dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain orang lain dan membina hubungan interdependen.

2.2 Mahasiswa

  Mahasiswa adalah peserta didik yang merupakan suatu komponen dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/ paedagogis. Pudjiyogyanti (1988) menyatakan pentingnya masa remaja sebagai masa yang potensial untuk mengembangkan konsep diri, sebab masa remaja merupakan masa yang penuh dengan tekanan yang memungkinkan individu menemukan identitas dirinya. Keadaan fisik sangat mempengaruhi seluruh kepribadian. Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep diri kearah yang positif. Hal ini disebabkan hal positif akan menumbuhkan rasa puas terhadap keadaan diri. Rasa puas ini merupakan awal dari sikap positif terhadap diri sendiri.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kemiskinan - Analisis Peran UMKM dalam Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan

0 1 18

Perbandingan Prediksi Leeway space dengan Menggunakan Analisis Moyers dan Tanaka-Johnston pada Murid Sekolah Dasar Suku Batak di Kota Medan

0 0 13

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 8

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Profitabilitas Perusahaan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

0 0 12

I. Identitas Responden - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 20

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 22

Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Sub Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 14

1. Identitas Responden a. Nama responden (inisial) : b. Umur : c. Jenis kelamin : 2. Lembar Kuesioner - Gambaran Konsep Diri pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU

0 0 30