BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Peran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Media Radio dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah: Studi terhadap Programa 4/Programa Budaya Lembaga Penyiar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

  2.1.1. Pengertian Peran

  Peran menurut Kamus Besar bahasa Indonesia memiliki pengertian pemain sandiwara; tukang lawak pada permainan ma’yung. Sedangkan peranan diartikan sebagai sesuatu yang jadi bagian bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa).

  Tentang peran radio secara umum menurut Theo Stokkink (1997: 5), pada masa yang akan datang radio tetap akan memainkan peran penting. Namun, peranan penting itu hanya akan dimainkan oleh radio-radio yang berani berubah secara cukup radikal. Pendapat ini dikemukakan oleh Stokkink tentu tidak terlepas dari pesatnya perkembangan televisi pada saat itu (sampai sekarang). Stokkink tidak sependapat dengan pandangan pesimis bahwa radio akan “ditenggelamkan” oleh televisi betapapun televisi menjadi popular di Negara kita.

   2.1.2. Radio

  Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat berbeda dengan media massa lainnya. Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan; kalaupun ada lambang-lambang nirverbal yang dipergunakan jumlahnya sangat minim. Misalnya tanda waktu pada saat akan memulai acara warta berita dalam bentuk bunyi telegrafi atau musik. Penyajian yang menarik dalam rangka menyampaikan suatu pesan adalah penting, karena publik sifatnya selektif. Daya pikat untuk dapat melancarkan pesan ini penting artinya dalam proses komunikasi. terutama melalui media massa radio, disebabkan sifatnya yang satu arah (one way traffic communication).

  Kel emahan lainnya dari radio adalah ‘sekilas dengar’ pesan yang sampai kepada khalayak hanya sekilas dan lalu menghilang, sehingga tidak memungkinkan adanya feedback. Konsep tentang informasi ini beranjak dari pemikiran Claude Shannon dan Warren Weaver tentang proses transformasi informasi (Gane and Beer, 2008:35-37), bahwa dalam proses komunikasi ada komponen yang mempengaruhi bagaimana sebuah informasi itu diproses dan berjalan; proses ini diskemakan sebagai model “of communication systems a

  mathemathical function

  ” sebagaimana proses transmisi dalam radio atau televisi dalam gambar berikut ini:.

  GAMBAR 1. MODEL KOMUNIKASI SHANNON DAN WEAVER Sumber : Shannon C. And Weaver.W. (1949). The Mathemathical Theory of communication Urbana : University of Illinois Press

  Berbicara tentang kelemahan radio tanpa berbicara kekuatannya tentu tidak lengkap. Torben Brandt dan Eric Sasono (dalam Arya Gunawan, editor 2001) mengatakan ada sejumlah kekuatan radio diantaranya:

  1. Langsung; radio adalah satu-satunya media yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan isi/kandungan programnya secara langsung ke hadapan pendengar.

  2. Cepat; Radio juga memiliki kecepatan yang sulit ditandingi oleh media jenis lain. Suatu peristiwa yang terjadi di suatu tempat, bisa dengan cept disiarkan pula oleh sebuah stasiun radio. Si pelapor hanya membutuhkan telepon untuk berhubungan dengan penyiar di stasiun radio. Faktor kecepatan yang menjadi keunggulan radio ini harus selalu dikedepankan oleh radio, terlebih lagi mengingat persaingan yang begitu ketat dengan media jenis lainnya.

  3. Menciptakan gambar dalam ruang imajinasi pendengarnya; Radio makes

  pictures . Radio menciptakan gambar. Inilah salah satu ungkapan paling

  terkenal mengenai radio. Tidak salah memang untuk mengatakan bahwa hanya radiolah satu-satunya media komunikasi modern yang memiliki kemampuan istimewa dalam menciptakan “gambar” atau rekaan di ruang imajinasi pendengarnya. Radio justru membuka ruang yang lebar bagi penggambaran imajinasi ini, dan hasilnya malah seringkali lebih dahsyat dibandingkan dengan menyaksikan langsung gambar di layar televisi.

  4. Tanpa batas; radio praktis tidak memiliki batas, baik geografis, maupun batas-batas usia, ras, tingkat ekonomi-sosial-pendidikan (orang bytahurufpun bisa menikmati siaran radio. Hanya orang tuna rungu yang tidak bisa menikmati radio).

  5. Tak banyak pernik; radio adalah media yang tak memerlukan banyak pernik, paling tidak jika dibandingkan dengan televisi. Untuk meliput suatu peristiwa, televisi membutuhkan setidaknya 2 orang kru, satu kamerawan dan satu reporter. Bahkan tidak jarang lebih dari itu, misalnya harus ditambahi dengan tenaga teknisi untuk meengurusi lampu (lightning) dan suara (sound engineer). Sedangkan radio hanya memerlukan satu orang kru, yang cukup membawa tiga peralatan penting saja yaitu alat perekam, mikrofon dan headphone.

  6. Murah; radio jelaslah media yang relative murah dibandingkan televise dan bahkan media cetak.Murah dari segi investasi awal maupun dari segi biaya produksi.

  7. Bisa dinikmati sambil mengerjakan hal lain; Radio bisadinikmati sambil sang pendengar melakukan aktivitas lain, entah itu membaca, menyeterika, memasak,menyusui anak, menyetir mobil dan berbagai kegiatan lainnya.

  8. Hangat dan dekat; Sampai saat ini, rasanya tidak ada media selain radio yang memiliki kemampuan untuk selalu hangat dan dekat dengan penikmatnya.

  9. Mendidik; Radio sangat efektif untuk dipakai sebagai media pendidikan.

  Apalagi jika diingat jangkauan pendengarnya yang luas dan sebagian besar pendengar radio di Indonesia bermukim di wilayah-wilayah pinggiran yang mungkin belum memiliki sarana pendidikan formal yang memadai.

  10. Tempat mendengar musik; Radio adalah media yang paling andal untuk menikmati music. Hampir tidak ada radio di dunia ini yang tidak menyiarkan musik sama sekali dalam programnya. Radio merupakan salah satu media yang memegang peran terpenting dalam perjalanan musik dunia.

2.1.3. Memahami Budaya

  Budaya menurut Poerwadarminta (1993: 157) adalah pikiran, dan atau akal budi. Sedangkan kebudayaaan diartikan sebagai hasil penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sebagainya). Dari gambaran ini dapat dikatakan bahwa kebudayaan itu sangat luas karena menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Budaya menjadi dasar lahirnya kebudayaan. Kebudayaan dapat juga diartikan sebagai hasil olah pikir dan tindakan manusia untuk kehidupan yang lebih baik.

  Koentjaraningrat (2009: 164) memberi arti yang lebih luas bagi kebudayaan. Kebudayaan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa kebudayaan

  Banyak studi ilmiah telah dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara kualitas hidup manusia dengan kebudayaan. Hasilnya tidak diragukan lagi bahwa kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadapkemajuan suatu bangsa. Menurut Huntington (2006: xiii, dalam Pedoman Penyelenggaraan Siaran Programa 4 Radio Republik Indonesia), pada tahun 1960-an, kondisi Korea Selatan (Asia Timur) dengan Ghana (Afrika) tidak jauh berbeda. Keduanya mempunyai Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang setara, dan menerima bantuan ekonomi yang seimbang. Akan tetapi tiga puluh tahun berkembang menjadi Negara industri dengan tingkat ekonominya menduduki urutan 14 dunia, sedangkan PDE Ghana hanya seperlimabelas Korea Selatan. Huntington yakin bahwa budaya memainkan peran besar dalam menciptakan perbedaan tersebut. Menurut Huntington, budaya Korea Selatan membentuk masyarakatnya hidup hemat, pekerja keras, mengedepankan pendidikan, suka berorganisasi, dan disiplin. Rupanya tidak demikian dengan budaya orang Ghana.

  Dari gambaran diatas jelaslah bahwa budaya itu sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat/ bangsa. Tilaar (2003: xii dalam Pedoman Penyelenggaraan Siaran Programa 4 Radio Republik Indonesia) menjelaskan bahwa proses menjadi manusia (human being) terjadi dalam ruang kemanusiaan yang tidak lain adalah kebudayaan. Budaya lahir sebagai akibat adanya daya cipta, rasa, dan karsa dari manusia, tetapi kemampuan manusia untuk memiliki ketiga daya tersebut sangat ditentukan oleh ruang kemanusiaan yang disebut kebudayaan. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kebudayaan merupakan akar peradaban dari suatu bangsa.

  Budaya pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi antar-individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di dalam alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya. (Rulli Nasrullah, 2012:15). Secara pendekatan teori dalam tradisi antropologi, Cliffort Geerzt (dalam Martin dan Nakayama, 1997:47) mengartikan budaya sebagai nilai yang secara historis memiliki karakteristiknya tersendiri dan bisa dilihat dari simbol-simbol yang muncul. Simbol tersebut bermakna sebagai sebuah sistem dari konsep ekspresi komunikasi di antara manusia yang mengandung makna dan terus berkembang seiring pengetahuan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu, dalam definisi ini budaya merupakan nilai, kebiasan atau kepercayaan yang akan terus berkembang. Masih beranjak dari definisi tersebut, penulis hendak pula memaparkan pandangan Raymond Williams sebagai :

  1. Mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat;

  2. Mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan artistik sekaligus produk-produk yang dihasilkan;

  3. Menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan, keyakinan- keyakinan dan adat istiadat sejumlah orang, kelompok atau masyarakat. Perbedaan budaya yang kita jumpai dalam segala aspek sosial, memberi banyak sisi positif maupun negatif. Dari kedua sisi inilah -terutama sisi positif- disinilah pentingnya peran komunikasi dalam strategi pelestarian dan pengembangan budaya.

  Siaran budaya Programa 4 RRI hadir untuk memperkuat akar budaya bangsa. Siaran budaya RRI menjadi bagian dari upaya melestarikan dan mengembangkan budaya yang positif/ atau baik, sebaliknya budaya yang dianggap tidak relevan dengan kemajuan jaman, perlahan dihilangkan. Budaya yang disebut tidak relevan dengan kondisi saat ini misalnya, tradisi menyembelih hewan dalam jumlah besar saat upacara kematian dan sebagainya.

2.1.3. Teori Komunikasi Massa

  Yang dinamakan komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa-dalam hal ini media massa modern yang terdiri dari surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Itu pun kalau menunjukkan ciri- ciri tertentu, yang terpenting diantaranya ialah ciri “keserempakan”

  (stimultaneity). Disebut media massa apabila media itu menyebabkan khalayak secara serempak bersama-sama memperhatikan pesan yang sama yang dikomunikasian media itu pada saat yang sama. Sebagai saluran komunikasi, media massa memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan media lainnya. Hafied Cangara (2007: 134-135) memaparkan lima karakteristik media massa. Pertama, bersifat melembaga, pihak yang mengelola media melibatkan banyak individu mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi. Kedua, bersifat satu arah.

  Ketiga jangkauan yang luas, artinya media massa memiliki kemampuan untuk

  menghadapi jangkauan yang lebih luas dan kecepatan dari segi waktu. Juga, bergerak secara luas dan simultan dimana dalam waktu yang bersamaan informasi yang disebarkan dapat diterima oleh banyak individu. Keempat, pesan yang disampaikan dapat diserap oleh siapa saja tanpa membedakan faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, suku bangsa dan bahkan tingkat pendidikan. Kelima, dalam penyamaian pesan media massa memakai peralatan teknis dan mekanis.

  Walaupun banyak defenisi tentang komunikasi massa, namun dapat dikatakan bahwa intinya adalah sama. Nurudin (2014: 3) mengatakan, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication ( media komunikasi massa). Teori ini memberikan penekanan pada proses, yakni bagaimana komunikasi itu menjangkau khalayak yang besar dalam waktu seketika.

  Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (dalam Nurudin, 2014: 8), mengatakan sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

  1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disampaikan melalui media modern pula antara lain, surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan diantara media tersebut.

  2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling mengenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.

  3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu diartikan milik publik. 4. sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan ataupun perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi sukarela atau nirlaba.

  5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik, dimana yang mengontrol bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan, yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, edotor film, penjaga rubik, dan lembaga sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai

  gatekeeper .

  6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya dalam komunikasi antar persona. Dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi lewat lewat surat kabar tidak bisa dilakukan alias tertunda (delayed).

  Beberapa catatan dapat diberikan untuk teori komunikasi massa dari Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble ini. Pertama, keduanya tidak secara tegas menyebutkan salah satu media komunikasi massa adalah radio.

  Boleh jadi yang ada dalam benak kedua pakar ini, radio adalah media komunikasi yang masih seperti dulu. Dalam kenyataannya sekarang, radio telah memanfaatkan teknologi komunikasi yakni internet sehingga siaran radio dapat didengar lewat streaming audio. Dengan teknologi ini, siaran radio dapat didengar dimana saja sepanjang ada ada jaringan internet dan telepon pintar ini bisa mendapatkan feedback seketika dari pendengarnya melalui program

  Phone in atau Interaktif.

  Menarik jika kita melihat pandangan sejumlah pakar tentang media komunikasi massa. Rainer Adam (Politik dan Radio, 2000: 8) mengatakan,Fungsi media (dalam demokrasi) berlipat ganda: mereka melaporkan fakta dan memberi informasi, mendidik publik, memberi komentar, menyampaikan dan membentuk opini, karena itu member sumbangan terhadap debat dan opini publik. Jika pandangan ini dikaitkan dengan peran radio dalam pelestarian budaya, maka dapat dikatakan, radio melaporkan fakta budaya, member informasi budaya, mendidik public tentang budaya, member komentar tentang budaya,menyampaikan dan membentuk opini tentang budaya. Ini merupakan pandangan yang paling jelas tentang peran yang dapat disumbangkan media radio.

  Pandangan bahwa radio dapat memainkan peran besar dalam peradaban manusia juga dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Bartolt Brecht (Radiotheorie, 1932, dalam Adam, 2000: 8). Menurutnya, “radio harus diubah dari alat distribusi menjadi sistem komunikasi. Radio menjadi alat komunikasi kehidupan masyarakat yang paling besar yang dapat dipikirkan, sistem saluran yang besar. Artinya, radio bertugas tak hanya mengirim/ menyiarkan tetapi juga menerima. Ini mengandung implikasi bahwa radio akan membuat pendengar tak hanya mendengar tetapi juga berbicara, dan tidak membuat pendengar terisolasi tetapi menghubungkannya dengan proses perubahan Negara dan masyarakat”. Menarik untuk dilihat, bagaimana peran besar yang dapat dimainkan oleh media radio sudah “terbaca” oleh Brecht justru pada masa awal kehadiran radio. Radio Siaran (broadcasting) diperkenalkan pada tahun 1915 (Albig dalam Effendy, 1990: 22). Walaupun ada pandangan yang mengatakan pelopor radio siaran adalah Dr. Lee de Forest, yang menggunakan stasiun radio eksperimen untukmenyiarkan bulletin kampanye Pemilihan Presiden Amerika Serikat di tahun 1916 (Effendy, 1990: 23).

a. Komunikator

  Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan komunikator dalam bentuk komunikasi yang lain. Komunikator di sini meliputi jaringan, stasiun local, direktur dan staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa bukan individu, tetapi kumpulan orang yang bekerja satu sama lain. Meskipun ada orang yang dominan, pada akhirnya ia akan terbatasi perannya oleh aturan kumpulan orang. Kumpulan itu bias disebut organisasi, Lembaga, institusi, atau jaringan. Jadi apa yang dikerjakan oleh komunikator dalam komunikasi massa itu “atas nama” Lembaga dan bukan atas nama masing-masing individu dalam Lembaga tersebut. (Nurudin, 2014 : 96) b.

   Isi

  Setiap media massa memiliki karakteristik dalam pengelolaan isinya. Sebab, sasaran dan audience yang beragam entah audience yang berasal dari kelompok sosial maupun individu. Bagi Ray Eldon Hiebert dkk (1985) isi media setidak-tidaknya bias dibagi kedalam lima kategori yakni 1) berita dan informasi, 2) analisis dan interpertrasi, 3) Pendidikan dan sosialisasi, 4) hubungan masyarakat dan persuasi, 5) iklan dan bentuk penjualan lain, dan 6) hiburan (Nurudin, 2014 : 101)

  Penyampaian berita dan informasi merupakan esensi utama dalam pengelolaan media massa. Seriap media massa harus menyampaikan informasi dan berita terbaru setiap hari kepada audience agar masyarakat dapat memahami dan lebih tahu. Menurut buku pedoman penyelenggaran programa 4 (2013 : 2) media massa mempunyai rutinitas terbit sehingga ada keajegan untuk diakses dan tentu memiliki peluang besar untuk terus menerus mempengaruhi pikiran orang yang mengaksesnya. Kemudian sebaran informasi media massa besifat masif sehingga mampu

  Media massa juga berperan untuk menganalisis kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar dan kemudian menginterpretasikannya dalam bentuk informasi sehingga audience dari berbagai Kalangan mampu memahami isi pesan yang hendak disampaikan media massa. Media massa dituntut untuk menyajikan berita/informasi yang objektif, tidak sembarangan, dan tidak berat sebelah. Demikian media massa memenuhi tugasnya sebagai pendidik seperti dikutip dari Nurudin (2014 : 103) “Ketika media massa dengan informasi dan analisisnya memberikan ilmu pengetahuan pada masyarakat, secara tidak langsung media sedang memfungsikan dirinya sebagai seorang pendidik”.

  Iklan bias disebut juga ‘nafas’ sebuah media massa. Lewat iklanlah hidup mati media massa ditentukan. Tetap bisa ditemukan media massa yang mampu bertahan hidup tanpa harus mengandalkan iklan, tetapi sulit untuk tidak mengatakan ada media yang mampu bertahan hidup tanpa iklan. Iklan juga menmenuhi bersifat persuasi sehingga ada hubungan timbal balik antara pihak produsen iklan/produk dan juga media massa yang menayangkan iklan tersebut.

c. Komunikator

  Komunikator dalam komunikasi massa pula bersifat khalayak (heterogen) contohnya seperti jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah, koran atau jurnal ilmiah. Demikian cara komunikator menginterpretasikan pesan yang mereka terima juga berbeda-beda. Mereka dapat menanggapi pesan sesuai pengalaman dan juga orientasi hidupnya.

  Dengan menggunakan individual differences perspective seperti dikutip pada pada gambar dibawah ini masing-masing individu anggota

  

audience (A1, A2, A3) bertindak menanggapi pesan yang disiarkan media

  secara berbeda. Hal itu pulalah, mengapa mereka menggunakan dan merespons pesan secara berbeda (R1, R2, R3) Nurudin (2014 : 107)

  A1 R1 percepction Media stimulus

  A2 R2 A3 R3 (Sumber: Hiebert, Ungurait, dan Bohn, 1995)

2.1.4. Pelestarian Dan Pengembangan Budaya

  Bangsa Indonesia kaya akan bentuk kebudayaan. Pluralisme bangsa memunculkan keragaman budaya yang terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki lebih dari 120 suku dan 546 bahasa daerah. Bahkan sumber lain mengatakan jumlah bahasa daerah yang ada di Indonesia mencapai 742. Indonesia juga memiliki 17. 000 pulau dengan keunikan dan kekayaan masing-masing. Kekayaan seperti itu tentu saja membawa implikasi munculnya keberagaman budaya di Indonesia. Keberagaman itu sendiri pada suatu sisi dapat memperkuat identitas kebangsaan Indonesia dan tentu merupakan kekayaan patutu disyukuri. Namun, pada sisi lain jika tidak dikelola secara baik, keberagaman berpotensi menimbulkan permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fakta empirik menunjukkan bahwa keberagaman yang tidak terkelola dengan baik berpotensi besar besar menjadi sumber konflik yang tidak mudah diselesaikan.

  Sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, provinsi Nusa Tenggara Timur yang berdiri sejak tahun 1958, (sebagai pemekaran dari provinsi Sunda Kecil) menyimpan keragaman budaya yang tinggi. Provinsi NTT yang terdiri atas 1192 pulau, dengan 40 pulau berpenghuni, terdiri atas 16 etnis atau suku dan 49 rumpun bahasa daerah.

  Mengacu pada pengertian kebudayaan dalam arti luas, sebagaimana yang dikelompokkan dalam 7 unsur, yaitu: bahasa, sisitem pengetahuan organisasi sosial,sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian, maka dapat dibayangkan betapa kayanya NTT akan budaya. Sebagai nilai luhur, sudah sepatutnya kebudayaan dapat dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.

  Kebudayaan daerah adalah bagian dari kekayaan nasional. Kebudayaan sebagai akar peradaban dari suatu bangsa berperan penting dalam pembentukan karakter manusia. Suatu bangsa yang memiliki akar budaya kuat cenderung lebih mampu menghadapi berbagai tantangan hidup.

  Fakta menunjukkan banyak bentuk kebudayaan di tanah air yang terancam punah. Punahnya sejumlah bentuk kebudayaan seperti musik, kesenian tradisonal, tarian, bahasa daerah, legenda, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian sistem religi dan sebagainya, bisa karena proses alih generasi, tidak adanya upaya pelestarian, tidak adanya dokumentasi (karena tradisi kita yang masih lisan) dan sebagainya.

  Sebagai hasil karya, karsa dan olah rasa, sepatutnya hasil karya budaya bangsa tetap terpelihara. Peran menjaga budaya bangsa dapat dilakukan oleh pemerintah melalui instansi terkait, dan masyarakat itu sendiri. Atas pertimbangan itulah LPP RRI menghadirkan Programa 4 sebagai Programa Budaya dengan tujuan melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang ada di daerah.

  Programa 4 RRI Kupang sebagai Programa Budaya resmi mengudara pada tanggal 30 April 2015. Meskipun secara prinsipil Pro 4 sama dengan radio lain tetapi ada faktor terpenting yang menjadi penanda bahwa Pro 4 sungguh berbeda, yakni substansi materi siarannya sepenuhnya berbasis budaya.

2.1.5 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Konsep Metode Hasil Penelitian

  Salah satu

  Martha. D. Nahak, Respon Bagaimana Deskriptif

  alasan orang

  S.IP terhadap Siaran Budaya kualitatif

  tertarik

  Siaran Pro

  4 RRI

  mendengarkan

  Budaya Kupang

  Programa 4 atau

  Pro 4 RRI mempengaruhi

  Programa

  Kupang minat

  Budaya ialah,

  pendengar

  disana mereka

  terhadap

  mendengar budaya daerah. tentang keberadaan budaya serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya, disamping mendengarkan musik daerah.

2.2. Kerangka Pikir

  Budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia atau bahkan merupakan bagian dari manusia itu sendiri. Ini berarti berbicara tentang budaya berarti berbicara tentang manusia itu sendiri. Manusia hidup dalam keteraturan budaya, dan sekaligus budaya itu ikut menentukan kemajuan suatu bangsa. Pola berpikir, cara berpakaian etika dan perilaku pada umumnya merupakan pengaruh dan bagian dari budaya. Merujuk arti budaya dalam

  

KamusBesar Bahasa Indonesia (2003:169), lema budaya bisa diartikan sebagai

  1) pikiran, akal budi; 2) adat istiadat; 3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); dan 4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sudah sukar diubah. Budaya yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak hal dan bersifat dinamis, entah interaksi manusia secara langsung atau media yang terus berkembang setiap harinya. Ahli antropologi aliran fungsional menyatakan, bahwa budaya adalah keseluruhan alat dan adat yang sudah merupakan suatu cara hidup yang telah digunakan secara luas, sehingga manusia berada di dalam keadaan yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam penyesuaiannya dengan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya (Malinowski, 1983: 65) oleh karena itu peran media, terutama radio yang secara khusus mengambil tempat dalam pembentukan dan penyebaran kebudayaan menentukan perkembangan budaya dalam masyarakat yang semakin berkembang.

  RRI Kupang, dalam perkembangan dan eksistensinya sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) mencoba menjangkau masyarakat dan kebudayaan yang beragam di NTT, serta menempatkannya di suatu wadah yang dihadirkan dalam bentuk Programa 4 RRI Kupang (Siaran Kebudayaan) agar dapat bersama-sama melestarikan pluralisme dalam kebudayaan NTT.

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi siaran yang dilakukan pada Programa RRI Kupang dalam ikut melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang ada di daerah Nusa Tenggara Timur. Apakah strategi itu sudah tepat, dalam arti dapat ikut serta (bersama institusi lainnya) menjaga keberadaan beragam budaya yang ada bahkan turut mrngembangkannya dalam arti lebih dikenal, lebih diminati dan tetap tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi sosial media massa yakni untuk menyampaikan informasi, mendidik dan menghibur. Dalam hal ini, Programa 4 menginformasikan adanya bentuk kebudayaan tertentu, mendidik masyarakat agar menghargai, melestarikan dan mengembangkan budaya tersebut, serta menyajikan kebudayaan dalam bentuk hiburan seperti

  Hypodermic Needle Theory Disebut juga teori jarum hipodermik

  (hypodermic needle theory) atau teori peluru. Peluru diibaratkan sebagai sebuah pesan yang ditembakkan dan langsung mengenai sasaran. (Mc Quail, 2011) Audience, anggota dari masyarakat dianggap punya ciri khusus yng seragam dan dimotivasi oleh faktor biologis dan lingkungan dan mereka mempunyai sedikit kontrol. Tidak ada campur tanggan diantara pesan dan penerima artinya pesan yang sangat jelas dan sederhana akan jelas dan sederhana pula direspon.

  Jika mengacu pada konsep yang lebih khusus seperti dikatakan oleh Lasswell dan Wright dalam Sanjaya (2004), media massa mempunyai empat fungsi, yaitu: melakukan pengamatan sosial (social surveillance), penghubung sosial (social correlation), melakukan transformasi nilai dari generasi satu ke generasi berikutnya (social education), dan menghibur (entertainment). Dalam menyelenggarakan siaran budaya, Programa 4 dapat dikatakan telah melaksanakan fungsi ini. Yang penting untuk diketahui ialah apakah pelestarian budaya telah terjadi atau setidaknya sementara berlangsung.

  Dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya daerah melalui siaran radio terdapat sejumlah komponen yang ikut berperan seperti Masyarakat Adat tempat tumbuhnya budaya tersebut, institusi lain yang memberi perhatian terhadap kebudayaan, misalnya sanggar budaya, instansi pemerintah, LSM, budayawan, perguruan tinggi dan sebagainya. Lembaga Penyiaran Publik RRI Kupang termasuk salah satu komponen melalui Tim Produksi. Tim produksi inilah yangbertanggung jawab menghasilkan suatu acara siaran budaya yang sesuai apa adanya, selanjutnya materi kebudayaan tersebut diolah menjadi materi siaran. Materi siaran yang dihasilkan dapat berupa pagelaran budaya, Feature budaya, Majalah Udara kebudayaan, Berita Budaya, Kesenian daerah, dan Filler Budaya. Materi siaran budaya ini yang kemudian akan disiarkan (dan bisa diulang berapa kali).

  Melalui programa budaya ini diharapkan masyarakat dimana budaya itu tumbuh dan berkembang akan memiliki rasa bangga sehingga mau melestarikan dan mengembangkan budaya tersebut. Bagi masyarakat diluar komunitas tersebut diharapkan dapat memahami keberadaan budaya komunitas lain untuk lebih menghargai keragaman. Pada akhirnya khalayak pendengar diharapkan mencintai budaya daerah, sebagai bagian dari kebudayaan. nasional. Penghargaan terhadap keberadaan kebudayaan ini pada akhirnya dapat melestarikan dan mengembangkan tradisi budaya yanag merupakan kekayaan dan identitas bangsa. Kerangka berpikir dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:

  

Gambar 2. Kerangka berpikir upaya pelestarian dan pengembangan budaya daerah melalui

siaran radio.

  1. Masyarakat Adat Institusi Budaya Pemerintah/ 2. Swasta

  3. Akademisi/ Budayawan Tim Produksi Siaran Budaya

SIARAN PROGRAMA 4/ BUDAYA

RRI KUPANG

  Masyarakat Umum Masyarakat Adat

Mencintai Budayanya Paham Budaya lain

Pelestarian Budaya

  Masyarakat Adat, Institusi Budaya Pemerintah & Swasta, Akademisi/Budayawan

Dokumen yang terkait

2. Faktor Eksternal - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Pengguna Instagram tentang Informasi Karakter Wanita Padaimage Captionakun Instagram Infia_Fact dalam Membentuk Citra Diri

0 3 47

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 New Media - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 15

BAB IV GAMBARAN FORUM JOGJA DAMAI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 17

BAB V VIRTUAL MOVEMENT SERUAN PERDAMAIAN DI KOTA YOGYAKARTA FORUM JOGJA DAMAI (FJD) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 9

3.1.2. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 41

4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi 4.1.1.1. Visi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 18