BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1]. Melampaui Malaysia pada tahun 2008, Indonesia saat ini merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia dengan total produksi pada tahun 2012 mencapai 27 miliar ton yang dihasilkan dari sekitar 6 juta hektar perkebunan. Malaysia dan Indonesia bersama-sama menghasilkan sekitar 87% dari total minyak sawit dunia [2].
Meskipun ekspansi industri kelapa sawit telah mendorong perekonomian nasional, juga secara bersamaan menghasilkan produk samping berlimpah seperti limbah cair pabrik kelapa sawit limbah (LCPKS) atau palm oil mill effluent (POME) (60%), tandan kosong (23%), cangkang sawit (5%), dan serat mesocarp (12%) untuk setiap ton tandan buah segar diproses di pabrik [1,3]. Satu ton buah
3
kelapa sawit menghasilkan sekitar 0,87 m LCPKS atau 2,5 ton limbah per ton minyak yang diproduksi. [3].
Indonesia memproduksi hampir 25 juta metrik ton kelapa sawit di
3
2011/2012 [4]. Diperkirakan bahwa sekitar 28 m biogas yang dihasilkan untuk
3
setiap m LCPKS dari pabrik pengolahan limbah dari pabrik kelapa sawit. Dalam pabrik kelapa sawit, limbah padat dibakar langsung di boiler untuk menghasilkan uap [5].
LCPKS adalah cairan cokelat kental yang mengandung konsentrasi asam organik yang tinggi dengan tingkat COD yang lebih tinggi dari 20.000 mg/l. Pengolahan anaerobik lebih menguntungkan untuk pengolahan LCPKS karena dapat menghilangkan lebih banyak bahan organik bahkan dengan nutrisi yang tersedia terbatas[6].
LCPKS mengandung bahan organik yang tinggi [7], serta memiliki konstituen biodegradable dengan rasio BOD/COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa LCPKS dapat diolah dengan mudah menggunakan cara biologis [1].
Pengolahan anaerobik adalah suatu proses degradasi multi-tahap senyawa organik melalui berbagai intermediet menjadi metana dan karbon dioksida [8]. Langkah pertama dari degradasi anaerobik adalah hidrolisis bahan organik kompleks menjadi monomer dasar oleh enzim hidrolitik. Senyawa organik yang lebih sederhana kemudian difermentasi menjadi asam organik dan hidrogen oleh bakteri fermentasi (acidogens). Asam organik volatil diubah menjadi asetat dan hidrogen oleh bakteri acetogenic. Bakteri metanogen menggunakan hidrogen dan asam asetat yang diproduksi oleh bakteri acetogenic untuk mengubahnya menjadi metana [9].
Dalam proses digestasi anaerobik konvensional, asidogenesis dan metanogenesis berlangsung dalam sistem reaktor tunggal (single-stage)[10]. Sistem dua tahap dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi mikroorganisme dalam setiap tahap untuk lebih efisien dalam pengolahan [11].
Konsentrasi asam lemak volatil (VFA) dianggap sebagai Indikator yang baik pada proses anaerobik, khususnya bagi aktivitas bakteri asetogenesis dan metanogenesis [12]. Konsentrasi asam propinoat dapat menghambat proses pembentukan metana dan efek inhibisi asam propionat juga berdampak negatif baik terhadap mikroorganisme yang menghasilkan VFA maupun terhadap mikroorganisme yang mengolah VFA [13]. Wijekoon et al, 2011 [12] melaporkan bahwa konsentrasi asam propionat lebih dari 1-2 g/l terbukti dapat menghambat bakteri metanogenesis.
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai digestasi anaerobik:
Tabel 1.1 Berbagai Penelitian Mengenai Digestasi AnaerobikPeneliti Tahun Penelitian Yang Dilakukan Bambang Trisakti, 2015 Proses asidogenesis dengan bahan baku Veronica Manalu, LCPKS menggunakan reaktor Continous Irvan, Taslim, Stirred Tank Reactor , variasi HRT Muhammad Turmuzi menggunakan HRT 6,7; 5 dan 4 hari dengan (2015) [3] laju pengadukan 50 rpm, pH 6 dan sedangkan variasi pH menggunakan pH 5; 5,5; 6, dengan laju pengadukan 100-110 rpm pada temperatur 55°C. VFA terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Konsentrasi VFA maksimum (5.622,72 mg/L) pada HRT 4 hari dan pH 6
Tabel 1.1 Berbagai Penelitian Mengenai Digestasi Anaerobik (lanjutan)Peneliti Tahun Penelitian Yang Dilakukan Sergio Ponsa, Ivet 2008 Kondisi optimal pada pengolahan anaerobik Ferrer, Felicitas sewage sludge pada tahap hidrolisis-
o o
Vazquez, dan Xavier asidogenesis pada 55 C dan 65 C dengan Font [14] menggunakan reaktor CSTR Volume 4 l, HRT
1-4 hari. Maksimum VFA diperoleh pada HRT 4 hari dan 3 hari
Wee Shen Lee, 2013 Produksi VFA dari LCPKS pada temperatur
o o oAdeline Seak May kamar (30
C), 40
C, dan 55 C pada tiga
Chua, Hak Koon reaktor anaerobik volume 1,5 L. Diperoleh
Yeoh, dan Gek bahwa pada temperatur mesofilik produksi
Cheng Ngoh [15]VFA lebih baik dibandingkan dengan temperatur termofilik, sehingga dapat disarankan untuk menjalankan operasi tanpa pengontrolan suhu (temperatur ambient)
Sim Kean Hong [16] 2003 Fermentasi dua tahap LCPKS untuk produksi
VFA dengan reaktor CSTR volume 50 l dengan dan tanpa recycle sludge. Diperoleh hasil VFA
o
yang maksimum pada pH 6,5, suhu 30
C, 100 rpm, sludge/LCPKS 1:1dengan HRT 4 hari yaitu 15,36 g/l
o
Umumnya LCPKS segar memiliki suhu 60-70
C, hal ini memungkinkan LCPKS untuk diolah dengan proses asidogenesis pada kondisi mesofilik dan termofilik tanpa memerlukan energi panas yang tinggi [15]. Apabila proses
o
dijalankan pada keadaan termofilik 55
C, panas yang dibutuhkan belum tentu tercapai, terutama pada musim paceklik (musim trek) dimana LCPKS yang dihasilkan juga menurun dari biasanya. Menurut Wee Shen Lee et al, Proses
o o asidogenesis suhu mesofilik 30 C dan 40 C lebih baik dibandingkan termofilik.
Hal ini didukung oleh keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara tropis
o dengan suhu ambient antara 25-32 C[15].
Adapun setiap desain sistem pengolahan anaerobik, selalu diinginkan untuk mempertahankan tingkat optimal dari pertumbuhan mikroorganisme di dalam digester yang menghasilkan sebuah proses biokonversi efisien. Dalam rangka mempertahankan konsentrasi biomassa yang optimal dalam digester, beberapa strategi telah diadopsi oleh banyak peneliti. Di antara dengan recycle sludge, yang merupakan strategi sederhana untuk meningkatkan konsentrasi biomassa dalam digester Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh
Hidraulic Retention Time (HRT) dan rasio recycle sludge pada proses
asidogenesis limbah cair kelapa sawit pada temperatur ambient. Proses ini menggunakan reaktor Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) bervolume 2 liter.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Salah satu upaya dalam mengoptimalkan proses digestasi anaerobik adalah dengan mendaur ulang lumpur (recycle sludge). Recycle sludge dilakukan agar dapat meningkatkan degradasi zat organik dengan menambah waktu tinggal padatan dalam reaktor anaerobik.
Adapun beberapa masalah yang perlu diselesaikan dalam penelitian ini adalah: (i) Berapa HRT terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan
ambient ; dan (ii) Berapa rasio recycle sludge terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan HRT terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan
ambient 2.
Mendapatkan rasio recycle sludge terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini antara lain yaitu : 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT dan HRT terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient.
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh rasio recycle sludge dan rasio recycle sludge pada proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan menggunakan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis
Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter. Adapun variabel-
variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel tetap: a. Starter yang digunakan berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya yaitu proses digestasi anaerobik tahapan asidogenesis, dimana starter yang digunakan paling awal berasal dari kolam pengasaman Pabrik Kelapa Sawit Torgamba PTPN III.
b.
Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan: LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV.
c. pH fermentor: 6 ± 0,2 d.
Temperatur fermentor: temperatur ambient e. Kecepatan pengadukan fermentor: 250 rpm.
f.
Kecepatan pengadukan tangki umpan: 150 rpm.
2. Variabel divariasikan: a.
Hidraulic Retention Time (HRT) 20 hari, 15 hari, 10 hari, 5 hari, 4 hari.
Variasi HRT merupakan proses loading up untuk mencapai operasi target pada HRT terkecil yaitu HRT 4 hari b.
Rasio recycle 15 %, 25 %, 35%, dan tanpa recycle 3. Parameter analisa:
Analisa yang akan dilakukan di dalam penelitian ini meliputi analisa pada bahan baku yang digunakan yaitu POME dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun analisa cairan ini terdiri dari : 1.
Analisa M-Alkalinity (Metode Titrasi) 2. Analisa kadar total solid (TS) (Metode Analisa Proksimat) 3. Analisa volatile solid (VS) (Metode Analisa Proksimat) 4. Analisa kadar total suspended solid (TSS) (Metode Analisa Proksimat) 5. Analisa volatile suspended solid (VSS) (Metode Analisa Proksimat) 6. Analisa COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode Reflux Terbuka) 7. Analisa volatile fatty acid (VFA) (Metode Kromatografi) 8. Analisa pH
Adapun analisa gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO dan H S.
2
2