BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bersaing 2.1.1 Konsep - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Strategi Bersaing SMA Kristen 1 Salatiga

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Strategi Bersaing

2.1.1 Konsep
Strategi bersaing merupakan upaya mencari posisi
bersaing

yang

menguntungkan

dalam

suatu

arena

fundamental di mana persaingan berlangsung (Porter, 2007).

Selain itu, menurut Kotler (2001) strategi bersaing adalah
strategi yang secara kuat menempatkan institusi terhadap
pesaing dan yang memberi institusi keunggulan bersaing
sekuat mungkin. Strategi bersaing juga merupakan suatu
rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan suatu
lembaga dan material pada daerah-daerah tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu bagi suatu lembaga (Tjiptono
2000).

Sangat penting

bersaing

untuk diketahui bahwa

sebenarnya

mendefinisikan

tujuan


strategi
lembaga

pendidikan dan kewajiban organisasi kepada para pemangku
kepentingan,

berkaitan

organisasi dengan

dengan

keunggulan

kompetitif

posisi organisasi di lingkungan

dan


mendefinisikan produk bisnis dari organisasi atau lingkup
pasar (Gongera & Okoth, 2012).
Dari paparan diatas nampak bahwa bagi Porter strategi
bersaing berkaitan dengan posisi bersaing sedangkan bagi
Kotler berkaitan dengan penempatan institusi. Maka kedua
pendapat ini sesungguhnya menunjukkan pendapat yang
sama mengenai makna strategi bersaing. Berbeda dengan
keduanya, Tjiptono cenderung menganggap strategi bersaing
sebagai pembagian kekuatan pada daerah-daerah tertentu
suatu lembaga, sedangkan Gongera dan Okoth menganggap
strategi

bersaing

lembaga/institusi

sebenarnya
itu


sendiri.

mendefinisikan
Dengan

demikian,

tujuan
dapat

disimpulkan bahwa strategi bersaing adalah upaya yang
dilakukan atau diperjuangkan institusi untuk memenangkan
persaingan dan memperoleh keunggulan yang efektif dengan
pembagian kekuatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan
lembaga atau insitusi itu sendiri.

2.1.2 Teori Strategi Bersaing
Strategi bersaing banyak diterapkan oleh perusahaan
maupun institusi yang bergerak di bidang jasa. Salah satu
teori strategi bersaing yang digunakan adalah teori strategi

bersaing yang digagas dan dikembangkan oleh Michael
E.Porter. Menurut Porter (2007), strategi bersaing digunakan
untuk memperoleh keunggulan bersaing dan menghadapi
pola umum peta persaingan dalam pasar yang biasanya
melibatkan kekuatan-kekuatan, antara lain : (1) masuknya
pendatang baru, (2) ancaman yang sama (subtitusi), (3)
kekuatan

tawar-menawar

pembeli

(pengguna

kekuatan tawar-menawar penyuplai, (5) upaya

jasa),

(4)


bersaing

untuk saling mendahului. Dalam menghadapi peta kekuatan
persaingan tersebut, maka strategi bersaing sebenarnya
bertujuan untuk membina posisi di mana suatu lembaga
dapat melindung diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap
kekuatan tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi
tekanan tersebut secara positif.
Strategi bersaing yang efektif menyangkut tindakan
menyerang (ofensif) ataupun tindakan bertahan (defensive)
guna

untuk

menciptakan

posisi

bertahan


yang

aman

(defendable position). Kunci untuk mengembangkan strategi
adalah menyelidiki dan menganalisis sumber masing-masing
kekuatan untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive
advantage) yang berkelanjutan (Porter, 2007; Coyne; Stalk &

Lachenauer, dalam Waweru 2011). Dalam strategi bersaing,

menurut Porter

(2007) terdapat tiga pendekatan strategi

generik yang terdapat pada organisasi dan berpotensial dapat
berhasil mengungguli pesaing lainnya dalam suatu bidang
yaitu,

differentiation


(1)

(diferensiasi),

(2)

Cost-based

Leadership (Keunggulan Berbasis Biaya) dan (3) focus (fokus).

Deskripsi

dari

strategi

generik

Porter


(2007)

dapat

digambarkan sebagai berikut :

Keunggulan yang

Posisi

Target Strategis

dirasakan pelanggan Biaya Rendah

Diferensiasi

Keunggulan

Seg. Luas


Berbasis Biaya
Fokus

Seg.Tertentu

Gambar 2.1 Strategi Generik Bersaing, (Porter,2007).

a.

Strategi Differensiasi
Dalam menghadapi persaingan, institusi hadir dengan

ciri unik atau strategi yang membedakannya dari lainnya.
Porter

(2007)

mengemukakan


bahwa

differensiasi

yaitu

strategi suatu lembaga dalam memberikan penawaran yang
berbeda dibandingkan dengan penawaran yang diberikan
pesaing

dengan

dirasakan

menciptakan

memiliki

sesuatu

keunikan.

yang

baru

Ferdinand

dan

(2003)

mengungkapkan bahwa institusi harus menciptakan dan
mengembangkan berbagai “point of differentiation” karena
pelanggan selalu diposisikan sebagai pribadi yang cenderung

untuk mencari “sesuatu yang berbeda” dari berbagai macam
alternatif yang dihadapinya.
Kartajaya (2010) mendefinisikan strategi differensiasi
sebagai

semua

menciptakan
tujuannya

upaya

yang

perbedaan

memberikan

memelihara

dilakukan

diantara
nilai

loyalitas

institusi

para

terbaik

pelanggan

untuk

pesaing

untuk

yang

konsumen,

dimana

dengan

menggunakan strategi differensiasi maka pelanggan dapat
memiliki nilai lebih dibanding produk lainnya.
diferensiasi

sesungguhnya

menawarkan

Strategi

produk

yang

berbeda, layanan pelanggan, sistem, atau citra produk.
Dengan

menawarkan

perbedaan,

maka

produk

suatu

lembaga “menjadi lebih baik” dapat mengisi harga yang lebih
tinggi; menjual lebih banyak produk, atau keduanya (Syah
dkk, 2003; Hemmatfar, 2010).
Dari

deskripsi

diatas

terlihat

bahwa

pendapat

Ferdinand (2003), Kartajaya (2010), Porter (2007), Syah dkk
(2003)

dan

mengartikan
membuat

Hemmatfar

(2010)

diferensiasi yaitu
atau

konsumen/pelanggan.

cenderung
berkaitan

menawarkan
Hal

ini

sama

dalam

dengan

upaya

perbedaan
berarti

bahwa

dimata
dengan

menawarkan perbedaan maka institusi mampu menjual lebih
banyak produk, memberikan layanan kepada pelanggan
ataupun citra produk itu sendiri. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa strategi diferensiasi merupakan upaya
yang dilakukan institusi berupa penciptaan atau penawaran
hal yang berbeda kepada konsumen/pelanggan baik berupa
produk, layanan, sistem dan

lainnya

sehingga

mampu

memiliki nilai lebih daripada pesaing. Strategi diferensiasi
yang dijalankan oleh institusi dapat diketahui dari ciri
strategi differensiasi, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Ciri-ciri Strategi Differensiasi
Ciri-ciri

Strategi Differensiasi

Basis dari keunggulan
kompetitif

Kemampuan menawarkan sesuatu
yang berbeda dari pesaing-pesaing

Target Strategis

Pangsa pasar yang luas

Penekanan Produksi

Menemukan
cara-cara
untuk
menciptakan
nilai
kepada
masyarakat dan mendorong ke
produk yang berkualitas.
Membangun fitur-fitur yang dapat
membuat
masyrakat
bersedia
membayar dengan harga tinggi
untuk menutupi biaya ekstra dari
fitur-fitur yang berbeda.
Mengkomunikasikan sesuatu yang
berbeda
dengan
cara
menguntungkan.
Menekankan
inovasi-inovasi untuk selalu berada
di depan pesaing-pesaing yang
meniru

Penekanan Pemasaran

Mempertahankan
Strategi

Sumber : Widhaestoeti, dalam Kastanya (2013)
Kelima ciri diatas dapat menjadi petunjuk untuk
mengenal bahwa adanya strategi diferensiasi yang diterapkan
oleh sebuah institusi. Ciri ini menjadi sangat penting karena
mampu

membedakan

institusi dengan

pesaing

lainnya.

Namun, walaupun mampu menjadi pembeda ternyata ada
pula beberapa resiko yang dihadapi dalam menjalankannya.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Porter (2007), :
(1) Produk unik tersebut bisa saja dinilai cukup tinggi oleh
pelanggan dibandingkan dengan harganya yang lebih
tinggi jika hal ini terjadi maka strategi keunggulan biaya
akan dapat mengalahkan strategi differensiasi.
(2) Pesaing mungkin mengembangkan cara meniru fitur
differensiasi dengan cepat. Maka, institusi harus mampu
menemukan sumber keunikan yang tahan lama, tidak
dapat ditiru dengan cepat oleh pesaing atau lainnya.
(3)

Daya

tahan

mendorong

nilai,

strategi

tercapainya

diferensiasi

keuntungan

tidak

dalam

akan
jangka

panjang kecuali jika bernilai bagi pelanggan dan tidak
bisa ditiru pesaing. Maka, institusi harus menemukan
sumber kenunikan yang tahan lama dan terlindung dari
peniruan

sehingga

mampu

bertahan

dalam

arena

persaingan.
Pendapat Porter tersebut diatas menunjukan bahwa
ada tiga resiko yang dihadapi institusi dalam menjalankan
strategi diferensiasi yaitu menyangkut nilai yang tinggi,
peniruan oleh pesaing dan bahkan daya tahan nilai itu
sendiri. Ketiga hal ini dapat menjadi dasar pertimbangan
institusi dalam menerapkan diferensiasi. Oleh karena itu,
mendukung

pernyataan

Porter

maka

Kartajaya

(2010)

mengemukakan untuk menghindari resiko-resiko tersebut
maka ada 3 hal yang perlu diperhatikan institusi dalam
melakukan strategi differensiasi yaitu konten, konteks dan
infrastruktur.
(1) Konten (content), menunjuk pada “apa” value yang
institusi

tawarkan

kepada

konsumen.

Hal

ini

merupakan bagian tangible dari diferensiasi. “tangible”
merupakan sebagai citra, merek yang dimiliki institusi
yang tidak dimiliki institusi lainnya.
(2) Konteks (context), yang menunjuk pada “cara” (how to
offer) bagaimana institusi menawarkan value kepada

pelanggan. Dimana institusi membedakan diri dari
pesaing berdasarkan pada bagaimana cara menawarkan
value ke pelanggan.

(3) Infrastruktur (infrastructure) berkaitan dengan faktorfaktor pemungkin (enable) terealisasikannya diferensiasi
konten,

konteks

diatas,

dimana

dimensi

ini

menunjukan pada beban terhadap pesaing berdasarkan
kemampuan teknologi (technology), SDM (people) dan

kepemilikkan

fasilitas

(facility )

untuk

mendukung

menciptakan diferensiasi konten dan konteks diatas.
Ketiga hal yang dipaparkan oleh Kartajaya (2010)
tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa institusi perlu
memperhatikan kemampuan internal dalam menerapkan
strategi diferensiasi. Berkaitan dengan penerapan strategi
diferensiasi, dalam studinya Kotler dalam Lestari (2005)
mengungkapkan bahwa institusi yang bergerak di bidang
jasa juga dapat menawarkan diferensiasi dari beberapa segi,
berikut ini :
(1)

Diferensiasi Produk (product differentiation)
Membedakan

produk

utama

berdasarkan

keistimewaan, kinerja, kesesuaian, daya tahan, keandalan,
kemudahan untuk diperbaiki, gaya dan rancangan produk
(Kotler, 2002). Dalam penelitian-penelitian di bidang jasa,
khususnya ranah pendidikan ditemukan bahwa strategi
diferensiasi produk yang secara fisik dapat dilihat tertuang
dalam program unggulan sekolah. Program unggulan ini
memiliki keistimewaan dibanding dengan pesaing lainnya
(Admin, 2013).
Pandangan

diatas

didukung

oleh

berbagai

hasil

penelitian. Wulandari (2012) misalnya menemukan bahwa
strategi diferensiasi dilakukan melalui penerapan program
unggulan di Junior High School Of Universe Parung-Bogor.
Selain itu, Siti (2013) menemukan bahwa strategi diferensiasi
dilakukan melalui upaya pengembangan program unggulan
akselerasi di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro. Ada pula
penelitian Kastanya (2013) yang menemukan bahwa strategi

diferensiasi

SMP

Kristen

Ambarawa

dilakukan

melalui

program unggulan sekolah yaitu Multiple Intelligences, Moving
Class, Sekolah Lima Hari, Wasana Warsa Sekolah Kristen

Lentera, Hari Budaya, Field Trip dan Parent Seminar yang
melibatkan pihak guru, siswa dan masyarakat.
Penelitian

oleh

Noya

(2013)

menunjukkan

bahwa

strategi diferensiasi melalui program unggulan SMA Kristen 1
Salatiga

berupa

Peduli Kasih,

Program Khusus

Kewira

Usahaan dan Agri Bisnis, Field Trip, pengembangan diri,
sekolah lima hari dan moving class. Penelitian lainnya oleh
Sapulette (2014) menemukan bahwa strategi diferensiasi
melalui program unggulam SD Kristen 1 Purwokerto yaitu
Multiple Intelligences , sekolah lima hari, kegiatan kerohanian

KTB (Kegiatan Tumbuh Bersama) dan reatreat.
(2)

Diferensiasi Pelayanan (Service differentiation)
Pada

diferensiasi

pelayanan,

institusi

memberikan

pelayanan yang khas dan berbeda dari institusi lainnya,
sehingga akan mampu memberikan kualitas pelayanan yang
lebih

baik dari pesaingnya

dan

mampu

memenangkan

persaingan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan adalah
strategi yang mendasar untuk sukses dan bertahan dalam
lingkungan

persaingan

yang

kuat

(Kotler,2002).

Dalam

penelitian di bidang jasa pendidikan, penelitian Pratiwi (2013)
misalnya, menemukan bahwa strategi diferensiasi pelayanan
dilakukan

oleh

LKP

Eddy’s

English

melalui

metode

pembelajaran yang bervariasi dan moving class. Selain itu,
penelitian oleh Sudirman (2014) menemukan bahwa strategi
diferensiasi pelayanan dapat dilakukan oleh Pergururan
Tinggi melalui ketersediaan dosen yang memiliki kompetensi
keilmuan,

perpustakaan

yang

representatif,

teknologi

pendidikan, kegiatan seni dan olahraga, penerbitan kampus,
kegiatan ilmiah, alumni, penampilan kampus dan lokasi
kampus yang strategis.

(3)

Diferensiasi Citra Institusi
Dalam diferensiasi citra, pelanggan dapat membentuk

citra institusi di masyarakat, sehingga perusahaan harus
memberikan kesan yang baik kepada pelanggan. Oleh karena
itu,

institusi

membentuk

harus

citra

merancang

perusahaaan

di

identitasnya

untuk

masyarakat

dengan

pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan (Kotler,
2002). Dalam konteks pendidikan, penelitian Taufiq (2009)
misalnya

menemukan

bahwa

strategi

citra

institusi

dilakukan SD Al-Kautsar Plus Malang yaitu membangun
kejujuran, kedisplinan dan pluralisme sebagai pembeda
dengan sekolah lainnya. Selain itu, penelitian Pratiwi (2013)
menemukan bahwa strategi diferensiasi citra
English dilakukan

LKP Eddy’s

melalui moto “Great Communicators”,

program siaran berbahasa Inggris di RRI Pro 2 FM Jember,
dan juga personal branding.

b.

Strategi Keunggulan Berbasis Biaya
Strategi keunggulan berbasis biaya menyangkut biaya

rendah yang ditawarkan suatu lembaga. Biaya rendah adalah
kemampuan sebuah unit bisnis atau suatu lembaga untuk
merancang, membuat, dan memasarkan sebuah produk
sebanding

dengan

pesaingnya

(Hunger

cara
&

yang
Wheelen

lebih

efisien

2003).

daripada

Memiliki

posisi

berbiaya rendah akan membuat suatu lembaga memperoleh
hasil di atas rata-rata dalam bidangnya meskipun ada
kekuatan persaingan yang besar.
Posisi

biaya

memberikan

kepada

suatu

lembaga

ketahanan terhadap rivalitas dari para pesaing, karena
biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk tetap
dapat

menghasilkan

laba

setelah

para

pesaingnya

mengorbankan laba mereka demi persaingan (Porter, 2007).

Strategi keunggulan biaya berusaha untuk menyediakan
standar rendah, tanpa embel-embel, produk volume tinggi
dengan harga yang paling kompetitif kepada pelanggan (Li &
Li, dalam Baroto dkk, 2012).
Dari penjelasan-penjelasan diatas terlihat bahwa ada
persamaan pandangan antara Hunger & Wheelen (2003),
Porter (2007), Li & Li dalam Baroto dkk (2012) yang
mengungkapkan bahwa

strategi keunggulan berbasis biaya

menyangkut penawaran biaya rendah kepada konsumen atau
pelanggan. Hal ini berarti bahwa
dengan

mengefisienkan

perancangan

hingga

standar

pemasaran

penawaran dilakukan
produk
agar

baik

lebih

proses

kompetitif

dibanding pesaing. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa strategi keunggulan biaya berbasis biaya merupakan
upaya yang dilakukan institusi melalui penawaran biaya
rendah kepada konsumen/pelanggan dengan mengefisienkan
standarnya sehingga mampu menghasilkan laba atau hasil
yang lebih yangdaripada pesaing. Strategi keunggulan biaya
yang diterapkan institusi, dapat dilihat dari cirinya sebagai
berikut :

Tabel 2.2 Ciri-ciri Keunggulan Biaya
Ciri-ciri
Basis
dari
kompetitif

keunggulan

Target Strategis
Penekanan Produksi

Penekanan Pemasaran

Mempertahankan Strategi

Strategi Keunggulan Biaya
Biaya-biaya
lebih
rendah
bila
dibandingkan
dengan
pesaingpesaing
Pangsa pasar yang luas
Pencarian terus menerus untuk
pengurangan
biaya
tanpa
mengurangi kualitas yang diterima
dan fitur-fitur yang penting
Mencoba
membuat
fitur-fitur
produk lebih baik yang ditawarkan
dengan harga rendah
Harga-harga
yang
ekonomis.Kuncinya
adalah
mengelola biaya-biaya menurun
setiap tahun dalam semua aspek

Sumber : Widhaestoeti, dalam Kastanya (2013)
Kelima

ciri diatas

menjadi sangat penting

untuk

insitusi karena mampu menawarkan biaya rendah atau
murah kepada masyarakat sehingga dapat diminati. Namun,
walaupun menawarkan biaya murah ternyata institusi tidak
terhindarkan

dari

hambatan

yang

dihadapi.

Hambatan

tersebut menurut Porter (2007), antara lain :
(1) Kepemimpinan biaya mengalami erosi atau menghilang
akibat adanya pesaing yang meniru hal yang sama,
adanya perubahan teknologi, dan hal lainnya.

Maka,

institusi harus tanggap terhadap trend perubahan
secara eksternal misalnya tuntutan teknologi.
(2) Adanya kerugian yang dialami oleh pesaing yang
menggunakan strategi diferensiasi.
harus

mengantisipasi

Maka institusi

kemungkinan

institusi

lain

bermanuver ke keunggulan biaya.
(3) Adanya pesaing lain yang menggunakan strategi yang
sama bisa mencapai biaya produksi yang lebih rendah
dalam suatu segmen pasar tertentu.
Ketiga hambatan yang dipaparkan Porter (2007) yaitu
erosi keunggulan biaya, kerugian oleh pesaing maupun
kesamaan dengan pesaing dapat dipertimbangkan institusi
dalam menerapkan strategi keunggulan biaya. Oleh karena
itu,

institusi

harus

mampu

menghindari

hambatan-

hambatan tersebut. Dalam upaya mengindari hambatan
tersebut, ada pendapat yang diungkapkan oleh Umar (1999)
bahwa institusi khususnya yang bergerak di bidang jasa
dalam menawarkan biaya murah harus mampu memenuhi
persyaratan di dua bidang, yaitu:
(1) Segi organisasi. Institusi harus memiliki kemampuan
mengendalikan

biaya

dengan

ketat,

informasi

pengendalian yang baik, insentif berdasarkan target
(alokasi insentif berbasis hasil).
(2) Sumber daya (resources ). Strategi ini hanya mungkin
dijalankan

jika

dimiliki

beberapa

keunggulan

di

bidang sumber daya, yaitu: kuat akan modal, terampil
pada

rekayasa

(process

proses

engineering),

pengawasan yang ketat, serta biaya promosi rendah.
Dengan

kata

lain

financial

atau

keuangan

yang

memiliki peran penting dalam menjalankan strategi
biaya rendah.
Kedua hal diatas yang dinyatakan oleh Umar (1999)
sesungguhnya
khususnya

menunjukkan

dalam

bidang

bahwa
jasa

sebuah

dalam

institusi

menjalankan

keunggulan biaya perlu memperhatikan kemampuan secara
internal dan tentu pula menjadi dasar bagi institusi dalam
menerapkan strategi keunggulan biaya. Berkaitan dengan hal
ini, dalam penelitian di bidang jasa yaitu ranah pendidikan
menunjukkan bahwa strategi keunggulan biaya dilakukan
dengan cara mengefisienkan seluruh biaya operasionalnya
sehingga menghasilkan jasa yang bisa dijual lebih murah
dibandingkan pesaingnya. Strategi keunggulan biaya ini
berfokus pada harga, sehingga pada umumnya sekolah tidak
memperhatikan berbagai faktor pendukung dari jasa ataupun
harga. Hal utama bagi pihak sekolah adalah menawarkan
jasa dengan harga yang sangat bersaing (Wijaya, 2008).
Penelitian

lainnya

oleh

Noya

(2013),

menemukan

bahwa strategi keunggulan berbasis biaya dilakukan oleh
SMA Kristen 1 Salatiga melalui penawaran biaya SPP dan
uang kegiatan yang lebih murah dibandingkan dengan
sekolah swasta lainnya di salatiga. Ada pula penelitian yang
dilakukan oleh Sapulette (2014), hasilnya menunjukkan
bahwa strategi keunggulan berbasis biaya dilakukan oleh SD

Kristen 1 Purwokerto melalui penawaran biaya SPP murah
dibanding SD Kristen lainnya. Hasil-hasil penelitian tersebut,
sesungguhnya menunjukkan bahwa sekolah menjalankan
strategi keunggulan biaya melalui penawaran harga murah
melebihi pesaing atau sekolah lainnya.

c.

Strategi Fokus
Strategi fokus berarti lembaga mampu melayani target

yang sempit secara lebih efektif dan efisien dibandingkan
pesaing yang bersaing lebih luas. Strategi ini paling efektif
ketika konsumen memiliki persyaratan unik dan ketika
lembaga

pesaingnya

tidak

berusaha

untuk

melakukan

spesialisasi yang sama (David, 2008). Pemilih strategi fokus
ini memilih suatu bagian atau kelompok bagian tertentu dan
menyesuaikan
kelompok

strateginya

segmen

untuk

ini

melayani

secara

bagian

khusus.

atau

Dengan

mengoptimumkan strateginya untuk segmen target yang
dipilih, suatu lembaga fokus berupaya mencapai keunggulan
bersaing dalam segmen targetnya walaupun tidak memiliki
keunggulan bersaing secara menyeluruh (Porter, 2007).
Dari pernyataan

keduanya, nampak bahwa

David

(2008) mengartikan strategi fokus pada kemampuan lembaga
dengan target sempit yang mana sejalan dengan pernyataan
Porter

(2007)

kelompok
demikian,

yaitu

atau

fokus

segmen

dapat

menunjuk

target

disimpulkan

yang
bahwa

pada

pemilihan

dilayani.
strategi

Dengan
fokus

merupakan upaya yang dilakukan institusi dalam memilih
dan melayani kelompok atau target segmen tertentu agar
berfokus

mencapai keunggulan

dibanding pesaing yang

bersaing secara luas.
Selain itu, menurut Hunger & Wheelen (2003) strategi
fokus sebenarnya terdiri atas dua varian, yaitu :

a. Fokus biaya adalah strategi bersaing yang berfokus
pada kelompok masyarakat atau lingkungan tertentu
dan mencoba melayani segmen target tersebut dan
mengabaikan yang lain. Dalam menggunakan fokus
biaya, suatu lembaga mencari keunggulan biaya pada
segmen

sasarannya.

keyakinan

bahwa

mengkonsentrasikan

Strategi ini didasarkan
suatu

lembaga

upaya-upaya

dapat

pada
yang

melayani

target strategisnya yang sempit dengan lebih efisien
dibandingkan para pesaingnya.
b. Fokus diferensiasi, suatu lembaga mencari diferensiasi
dan memanfaatkan kebutuhan khusus masyarakat
pada segmen tertentu. Strategi ini dihargai karena
adanya keyakinan bahwa lembaga yang memfokuskan
usaha-usahanya dalam sasarannya yang sempit lebih
efektif daripada pesaingnya.
Strategi keunggulan biaya yang diterapkan institusi,
dapat dilihat dari cirinya, antara lain :

Tabel 2.3 Ciri-ciri Strategi Fokus
Ciri-ciri

Strategi Fokus

Basis dari keunggulan
kompetitif

Biaya
rendah
dalam
melayani
kelompok tertentu atau kemampuan
menawarkan
sesuatu
yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan
selera dari kelompok tersebut.
Segmen
pasar
sempit (kelompok
tertentu)
Dibuat khusus untuk segmen tertentu

Target Strategis
Penekanan Produksi
Penekanan Pemasaran

Mempertahankan
Strategi

Mengkomunikasikan
kemampuan
unik
produk
untuk
memuaskan
kebutuhan khusus dari pembeli
Secara penuh melayani pelanggan
dengan lebih baik dari pesaingpesaingnya

Sumber : Widhaestoeti, dalam Kastanya (2013)

Ciri-ciri diatas menjadi sangat penting karena institusi
mampu menentukan segmen pasar yang dilayani Dengan
fokus layanan yang sempit maka pelanggan dapat terlayani
dengan baik. Namun, disisi lain menurut Porter (2007) perlu
diketahui bahwa institusi yang menerapkan strategi fokus
akan kurang berhasil atau mengalami kegagalan, apabila:
(1) Adanya pesaing yang meniru strategi fokus.
(2) Segmen pasar yang menjadi target menjadi tidak lagi
atraktif akibat erosi struktural dan permintaan yang
menurun.
(3) Adanya pesaing dengan segmen pasar yang lebih luas,
yang mencakup juga segmen pasar tersebut, dimana
segment tersebut tidak berbeda jauh dari segmen lain
dan adanya keuntungan yang lebih tinggi dari segmen
pasar yang lebih luas.
(4) Adanya institusi baru yang fokus pada suatu subsegmen industri tertentu.
Keempat hal mengenai kegagalan yang akan dialami
institusi mengenai strategi fokus yaitu peniruan oleh pesaing,
erosi permintaan, pangsa pasar pesaing yang luas bahkan
ancaman

institusi

pengganti

semestinya

menjadi

pertimbangan insitusi dalam menerapkan strategi fokus.
Dalam kaitannya dengan penerapan strategi fokus, penelitian
dalam bidang jasa yaitu lembaga pendidikan menunjukkan
bahwa sekolah dengan ciri strategi fokus melihat bahwa
sangat penting menentukan sasaran yang dicapainya, dalam
hal ini ada satu sasaran saja yaitu menentukan segmen
pasar yang ingin dilayani. Layanan dilakukan baik fokus
pada biaya maupun diferensiasi (Wijaya, 2008).
Penelitian

lainnya

oleh

Prabowo

dkk

(2004),

menemukan bahwa strategi strategi fokus diferensiasi dapat
dilaksanakan oleh Pendidikan Tinggi Komputer di Pulau

Jawa

karena

persaingan yang semakin meningkat dan

diiringi kekuatan menawar perguruan tinggi komputer yang
semakin lemah terhadap konsumennya. Selain itu, penelitian
oleh Sulung (2010) menunjukkan bahwa dalam penentuan
strategi bisnis ternyata strategi fokus baik diferensiasi dan
biaya sangat tepat dijalankan oleh Sekolah Tinggi Teknologi
Informasi Muhammadiyah Samarinda untuk dapat bersaing
dengan sekolah-sekolah negeri dan swasta lainnya. Ada pula
penelitian

yang

dilakukan

oleh

hasilnya menunjukkan bahwa

Jacqueline,

M.

(2012),

strategi fokus diferensiasi

adalah pilihan tepat untuk dijalankan oleh sekolah Cahaya
Harapan

Bekasi

sebagai

strategi

utama

pengembangan

bisnisnya.
Bertolak dari hasil-hasil penelitian strategi fokus dalam
bidang pendidikan tersebut, maka dapat dilihat bahwa setiap
sekolah menggunakan strategi fokus dengan menentukan
segemen yang ingin dilayani baik secara diferensiasi yang
membedakan

dengan

pesaing

sekolah

lainnya

maupun

keunggulan berbasis biaya yaitu menawarkan harga murah.

2.2

Evaluasi Strategi Bersaing

2.2.1 Konsep
Dalam kegiatan manajemen strategik, evaluasi strategi
sebenarnya bagian dari proses manajemen strategi yaitu:
perumusan
strategi.

strategi, implementasi strategi dan

Evaluasi

strategi

adalah

tahap

akhir

evaluasi
dalam

manajemen strategik atau setelah strategi diterapkan dalam
praktek nyata dinilai ekspektasi dan pencapaian tujuan
institusi. Penilaian dilakukan dengan mengukur faktor-faktor
atau

indikator

sukses

yang

dicapai

dan

mengevaluasi

keberhasilan kinerja dari strategi guna perumusan dan

penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar lebih baik
dan efektif (David, 2008).
Menurut Coulter dan Robinson (2005), evaluasi strategi
sebenarnya meneliti bagaimana strategi telah dilaksanakan
atau hasil dari strategi itu sendiri sesuai tujuan organisasi.
Ini termasuk menentukan apakah tenggat waktu

telah

terpenuhi, apakah langkah-langkah pelaksanaan dan proses
bekerja dengan benar, dan apakah hasil yang diharapkan
telah dicapai. Jika ditentukan bahwa tenggat waktu tidak
terpenuhi, proses tidak bekerja, atau hasilnya tidak sesuai
dengan tujuan yang sebenarnya, maka strategi dapat, dan
harus diubah atau dirumuskan.
Mintzberg dkk (2000) evaluasi strategi sebenarnya
menilai apakah strategi yang digunakan efektif dan apakah
organisasi

efisien

mengevaluasi

dalam

efektivitas

mencapai
strategi,

tujuan.

maka

Ketika

menyiratkan

perspektif strategis yang tepat dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan masa depan, terkait dengan misi dan
tujuan yang jelas, yang dikomunikasikan, dipahami dan
menyebabkan penyediaan produk-produk berkualitas, dan
tingkat tinggi dari jasa.
Dari penjelasan-penjelasan diatas nampak bahwa ada
persamaan

maupun

perbedaan

pandangan

mengenai

pengertian evaluasi strategi yang dikemukakan oleh David
(2008), Coulter dan Robinson (2005) maupun Mintzberg dkk
(2000). Persamaannya yaitu

evaluasi strategi dipandang

sebagai

pelaksanaan

penilaian

terhadap

strategi

dalam

mencapai tujuan institusi. Hal ini berarti bahwa setelah
strategi dilakukan atau diterapkan oleh institusi kemudian
dilakukan penilaian terhadap strategi tersebut apakah sudah
mencapai tujuan institusi.

Sedangkan perbedaan pandangan mengenai evaluasi
strategi terlihat melalui pendapat David (2008) bahwa dalam
mengevaluasi, penilaian dilakukan dengan mengukur faktorfaktor atau
institusi,

indikator sukses yang dicapai dan kinerja

sedangkan

mengungkapkan

bahwa

Coulter

dan

penilaian

Robinson

dilakukan

(2005)
terhadap

pencapaian tenggat waktu yang ditetapkan apakah sudah
terpenuhi juga memeriksa langkah-langkah pelaksanaan dan
proses penerapan strategi apakah sudah bekerja dengan
benar. Selain itu, Mintzberg dkk (2000) mengungkapkan
bahwa penilaian dilakukan terhadap keefektifan strategi
melalui perspektif yang dikembangkan apakah sesuai dengan
kebutuhan masa depan yang terkait dengan misi untuk
penyediaan produk maupun jasa dengan kualitas tinggi.
Dari paparan

tersebut nampak

bahwa

perbedaan

pendapat ketiganya mengenai evaluasi strategi terletak pada
cara menilai atau indikator penilaian yang digunakan untuk
menilai strategi yang diterapkan institusi. Dengan demikian,
dapat

disimpulkan

bahwa

evaluasi

strategi

merupakan

penilaian terhadap strategi yang diterapkan dalam mencapai
tujuan institusi baik melalui penilaian faktor-faktor sukses,
kinerja,

pemeriksaan

prosedur

pelaksanaan

pencapaian tenggat waktu, maupun

strategi,

perspektif strategis

terkait kebutuhan masa depan yang dikembangkan institusi.
Bertolak dari hal ini, maka jika dikaitkan dengan
strategi

bersaing

sebagai

upaya

yang

dilakukan

atau

diperjuangkan oleh institusi untuk menghadapi persaingan
dan memperoleh keunggulan yang efektif dengan pembagian
kekuatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan lembaga
atau

insitusi.

Maka,

evaluasi

strategi

bersaing

dapat

dikatakan sebagai penilaian terhadap strategi bersaing yang
diterapkan institusi dengan indikator penilaian tertentu agar

dapat

memenangkan

persaingan

dan

memperoleh

keunggulan yang efektif dengan pembagian kekuatan dalam
rangka mencapai tujuan lembaga atau insitusi.

2.2.2 Pentingnya Evaluasi Strategi Bersaing
Ada beberapa pendapat ahli yang menyebutkan betapa
pentingnya evaluasi strategi dilakukan oleh insitusi. Pearce
dan

Robinson

(2008) misalnya,

mengungkapkan

bahwa

evaluasi terhadap strategi yang diterapkan insitusi sangatlah
penting

karena

evaluasi

yang

tepat

waktu

dapat

memperingatkan manajemen akan adanya masalah atau
potensi masalah sebelum menjadi kritis.
Selain itu, menurut Wheelen dan Hunger (2008) bahwa
evaluasi

strategi

sebenarnya

untuk

memastikan

suatu

institusi mencapai apa yang ditetapkan. Hal ini dilakukan
melalui

membandingkan

kinerja

dengan

hasil

yang

diinginkan dan memberikan umpan balik yang diperlukan
bagi manajemen untuk mengevaluasi hasil dan mengambil
tindakan korektif, sesuai kebutuhan.
Ada pula pendapat lainnya yang diungkapkan oleh
Rumelt (2000) bahwa evaluasi strategi perlu

dilakukan

insitusi karena sesungguhnya berkaitan dengan berbagai
tantangan

yang

dihadapi institusi itu

sendiri.

Hal ini

menurutnya dikarenakan oleh beberapa hal, yakni : (1)
strategi itu unik maka setiap institusi memiliki strategi yang
berbeda, (2) strategi sangat berkaitan dengan pemilihan
tujuan dan sasaran, (3) sistem formal dari tinjauan strategis
yang digunakan institusi itu sendiri.
Dari deskripsi diatas terlihat bahwa ada kesamaan
pendapat yang diungkapkan oleh Pearce dan Robinson (2008)
dan

Rumelt

(2000)

yaitu

pentingnya

evaluasi

strategi

dilakukan adalah berkaitan dengan masalah atau tantangan

yang dihadapi institusi. Hal ini berarti bahwa evaluasi perlu
untuk dilakukan agar institusi mampu berbenah dalam
menghadapi masalah ataupun tantangan yang dihadapi atau
dengan kata lain evaluasi tersebut bersifat formatif.
Sedangkan,

pendapat

berbeda

dikemukakan

oleh

Wheelen dan Hunger (2008) yang cenderung menganggap
perlunya dilakukan evaluasi strategi karena berhubungan
dengan kepastian pencapaian institusi apakah sudah sesuai
dengan yang ditetapkan.

Hal ini berarti bahwa evaluasi

penting dilakukan agar mengetahui capaian institusi apakah
sudah sesuai tujuan atau dengan kata lain evaluasi tersebut
bersifat sumatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pentingnya dilakukan evaluasi strategi oleh sebuah insitusi
sebenarnya untuk terhindar dari masalah ataupun tantangan
yang dihadapi demi pencapaian tujuan institusi itu sendiri.
Bertolak dari hal-hal tersebut, jika dikaitkan dengan
pentingnya pelaksanaan strategi bersaing menurut Porter
(2007) yaitu untuk membina posisi di mana suatu lembaga
dapat melindung diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap
kekuatan tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi
tekanan tersebut secara positif. Maka, dapat dikatakan
bahwa evaluasi strategi bersaing menjadi sangat penting
untuk

dilakukan

agar

institusi

mampu

terhindar

dari

masalah maupun tantangan yang dihadapi demi membina
posisi dan dapat melindung diri sendiri dengan sebaikbaiknya terhadap kekuatan tekanan persaingan atau dapat
mempengaruhi tekanan tersebut secara positif dalam rangka
mencapai tujuan institusi.

2.2.3 Evaluasi Strategi Bersaing
Salah satu model evaluasi yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi strategi bersaing yaitu

evaluasi yang digagas

dan dikembangkan oleh Rumelt (2000).
komponen

yakni

konsistensi,

ini mengandung 4

kesesuaian,

kelayakan,

keunggulan dan masing masing perlu penilaian tersendiri
disertai kemampuan analis untuk menilainya.

1.

Konsistensi (consistency)
Konsistensi mengandung arti bahwa sebuah strategi

tidak boleh menunjukkan tujuan, nilai dan kebijakan yang
tidak konsisten (Rumelt, 2000). Lebih lanjut menurut Rumelt
sendiri, kunci utama konsistensi sebuah strategi adalah
berkaitan dengan: a) kebijakan yang dilakukan Institusi dan
b)

tujuan

dan

nilai-nilai yang

dikembangkan

institusi.

Kebijakan berkaitan erat dengan tindakan yang dilakukan
institusi, khususnya oleh manajer atau pimpinan institusi.
Sehingga, jika terjadi konflik dalam institusi dan pertikaian
antar unit maka menandakan bahwa adanya gejala gangguan
manajerial juga tanda inkonsistensi strategi. Sebab, konsep
yang

eksplisit

dan

jelas

dari

strategi

harus

mampu

membantu perkembangan iklim organisasi yang lebih efisien
daripada hanya sekedar mekanisme administratif. Untuk itu
ia mengajukan beberapa indikator yang dapat membantu
analis untuk melihat ketidakonsistenan tersebut, antara lain:

 Jika

masalah

manajerial

terus

berlanjut

dan

perubahan personil cenderung menjadi isu daripada
berdasarkan kemampuan personil, maka mungkin
diakibatkan inkonsistensi dalam strategi.

 Jika kesuksesan satu unit organisasi ditafsirkan
kegagalan untuk unit lainnya maka struktur tujuan
dasarnya adalah tidak konsisten.

 Jika ada upaya untuk mendelegasikan wewenang
dari manajer namun masalah yang terjadi terus
dibawa

ke

atas

untuk

penyelesaian

masalah

kebijakan,

maka

strategi

dasar

mungkin

tidak

konsisten.
Sedangkan tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan
institusi

berkaitan

dengan

formulasi

atau

penyusunan

strategi. Sehingga menurut Rumelt (2000) bahwa dalam
evaluasi maka penilaian terhadap inkonsistensi dapat dilihat
lebih banyak menyangkut masalah yang ada pada formulasi
strategi atau penyusunan strategi daripada implementasi
strategi.

Lebih

lanjut

menurutnya

bahwa

masalah

inkonsistensi strategi juga bisa timbul, jika arah masa depan
bisnis membutuhkan perubahan yang bertentangan dengan
nilai-nilai manajerial pimpinan institusi.
Hal ini artinya bahwa dengan adanya pertumbuhan
atau perkembangan bisnis di luar metode operasi informal,
dapat

membuat

hilangnya
tersebut

rasa

banyak

pemimpin

institusi

mengalami

kejelian. Memang, perkembangan

dapat

saja

dibatasi,

namun

hal

ini

bisnis
akan

memerlukan perhatian khusus ke posisi kompetitif institusi
jika hidup tanpa perkembangan yang diinginkan. Masalahmasalah dasar juga dapat muncul terkait nilai-nilai pribadi
dan sosial yang datang dalam konflik dengan kebijakan yang
dilakukan pimpinan institusi untuk perkembangan bisnis.
Resolusi dari konflik tersebut biasanya akan memerlukan
penyesuaian

terhadap

strategi bersaing

yang dilakukan

(Rumelt, 2000).
Bertolak dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas
maka evaluasi konsistensi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah menilai apakah strategi bersaing yang diterapkan
konsisten

dengan

tujuan

institusi dan

ditempuh oleh pimpinan institusi.

kebijakan

yang

2.

Kesesuaian (consonance)
Strategi

harus

penyesuaian
Wheelen

mewakili

terhadap

dan

respon

lingkungan

Hunger

(2008),

adaptif

eksternal.
lingkungan

atau

Menurut
eksternal

berhubungan ekonomi, teknologi, hukum, politik dan sosial
budaya.

Bagi

Rumelt

(2000),

lingkungan

eksternal

berhubungan juga dengan perubahan penting yang terjadi
didalamnya. Perubahan ini menyangkut kecenderungan atau
trend yang terjadi (Rumelt, 2000). Sehingga menurutnya ada
2 hal penting yang berhubungan dengan evaluasi kesesuaian
strategi dengan lingkungan eksternal yaitu : a) Bisnis sesuai
dan adaptif terhadap lingkungan dan b) Persaingan dengan
institusi lain yang berusaha beradaptasi.
Keadaptifan

bisnis

dengan

lingkungan

eksternal

berkaitan dengan misi dasar atau ruang lingkup bisnis
dengan melihat perubahan kondisi ekonomi dan sosial dari
waktu ke waktu yang mampu memberikan nilai sosial atas
produk dan jasa yang dihasilkan oleh institusi. Disamping
itu, keadaptifan bisnis dengan lingkungan berkaitan juga
dengan kebutuhan institusi untuk memperoleh beberapa
nilai sosial sebagai profit. Dengan kata lain, institusi harus
dapat bersaing dengan institusi lain untuk memperoleh
profit.
Sedangkan, persaingan dengan institusi lain yang juga
berusaha

untuk

beradaptasi

menurut

Rumelt

(2000)

berkaitan dengan kunci utama untuk mengevaluasi melalui
pemahaman

mengapa

bisnis

dapat

berjalan

sekarang,

bertahan dan bagaimana diasumsikan dalam bentuknya
sekarang. Sehingga analis memperoleh pemahaman yang
baik menyangkut dasar ekonomis yang menyokong dan
memfasilitasi

bisnis

yang

mana

memungkinkan

untuk

mempelajari kesesuaian dari kunci trend dan perubahan.

Tanpa pemahaman tersebut, maka tidak ada cara terbaik
untuk

memutuskan

apa

jenis

perubahan

yang

sangat

krusial.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan evaluasi
kesesuaian maka menilai apakah strategi bersaing yang
diterapkan telah
lingkungan

menunjukkan respon

eskternal

melalui

adaptif terhadap

pendekatan

dengan

membandingkan dengan pesaing lainnya juga mengetahui
proses perubahan jalannya bisnis institusi sebagai kunci
trend dan perubahan yang terjadi.

3.

Keunggulan (advantage )
Keunggulan mengandung arti bahwa strategi harus

memfasilitasi upaya menciptakan dan atau mempertahankan
keunggulan bersaing di bidang aktivitas tertentu. Keunggulan
bersaing biasanya merupakan hasil keunggulan dari salah
satu bidang : yaitu sumber daya superior, ketrampilan
superior dan posisi superior (Rumelt,2000). Lebih lanjut
penjelasan ketiga hal ini menurut Rumelt (2000), antara lain :
a) Sumber daya, menyangkut hak paten, hak merek
dagang,

asset

khusus,

hubungan

kerja

sama

institusi dengan suplier dan layanan distribusi.
Didalamnya pula termasuk reputasi institusi yaitu
karyawan, penyuplai dan pelanggan adalah sumber
daya. Sumber daya yang merupakan keunggulan
terkhususnya pada institusi dibangun perlahan
melalui

berbagai

pelatihan

dari

kemampuan

superior atau menjadi penggerak pandangan masa
depan institusi.
b) Ketrampilan, menyangkut penciptaan keunggulan
yang

biasanya

individual.

Di

secara

organisasional

dalamnya

termasuk

maupun
koordinasi

kecapakan atau kemahiran individu yang dibangun
melalui investasi,

pekerjaan dan pembelajaran.

Tidak seperti asset fisik, ketrampilan ditingkatkan
melalui kegunaannya.
c) Posisi, menyangkut penyediaan layanan produk,
segmen pasar dimana produk dijual dan taraf
terisolasi dari kompetisi. Umumnya, posisi terbaik
adalah menyangkut menjual nilai produk yang unik
untuk

pembeli

yang

sensitif

terhadap

harga.

Sedangkan posisi kurang baik menyangkut menjadi
salah satu dari institusi yang menyuplai nilai
rendah

produk

kepada

pembeli

yang

sensitif

terhadap harga. Keunggulan posisi dapat diperoleh
melalui kompetensi superior dan sumber daya, atau
pula hanya keberuntungan.
Ketiga hal diatas tersebut diatas yaitu sumber daya,
ketrampilan

menjadi komponen keunggulan yang penting

dalam penilaian terhadap strategi yang diterapkan oleh
institusi. Selain itu, menurut Rumelt (2000), keunggulan pula
dapat dipengaruhi faktor-faktor seperti:
a) Kepemilikan sumber bahan baku khusus atau
kontrak jangka panjang.
b) Secara geografis terletak dekat pelanggan kunci
dalam bisnis yang signifikan dengan melibatkan
biaya investasi dan transportasi yang tinggi.
c) Menjadi pemimpin dalam bidang layanan yang
memungkinkan atau perlunya membangun sebuah
pengalaman dasar yang unik dalam melayani klien.
d) Menjadi produsen penuh di pasar dengan fenomena
persaingan yang berat.
e) Memiliki reputasi yang luas untuk menyediakan
produk atau jasa yang handal.

Oleh karena itu, sesuai penelitian yang dilakukan maka
dalam hal mengevaluasi keunggulan dilakukan penilaian
apakah strategi bersaing yang diterapkan institusi telah
mempertahankan atau

bahkan menciptakan keunggulan

institusi itu sendiri baik secara sumber daya, ketrampilan
maupun posisi daripada pesaing.

4.

Kelayakan (feasibility)
Kelayakan mengandung arti bahwa strategi tidak boleh

menguras seluruh sumber daya. Uji terakhir dari strategi ini
adalah

kelayakannya,

dalam

hal

ini

bisakah

strategi

diupayakan dalam bentuk fisik, manusia, dan sumber daya
keuangan yang tersedia (Rumelt, 2000).
menyangkut

kemampuan

perusahaan

Sumber daya fisik
dalam

informasi,

teknologi, peralatan-peralatan, dan fasilitas-fasilitas yang
ada,

serta

kempuan

untuk

berproduksi.

Sumber

daya

manusia menyangkut, ketrampilan, kompetensi yang dimiliki
manusia dengan ketrampilan yang sudah sesuai dengan
standart perusahaan. Sedangkan sumber daya keuangan
menyangkut
kapasitas

modal

produksi,

proses
dan

produksi,
modal

pendistribusian,

dalam

kerja,

juga

pemeriksaan sumber daya keuangan seperti pinjaman bank ,
saldo, kreditur, pinjaman (Fleisher dan Bensoussan, 2007).
Oleh

karena

itu,

dalam

mengevaluasi

kelayakan

strategi bersaing maka dilakukan penilaian terhadap strategi
bersaing yang diterapkan apakah menguras habis sumber
daya fisik, manusia, atau keuangan institusi dan apakah
juga telah memberikan solusi yang baik dengan tidak
memberikan masalah lebih lanjut bagi institusi itu sendiri.

2.3

Kajian Penelitian Yang Relevan
Adapun kajian atau hasil penelitian yang dilakukan

oleh peneliti sebelumnya, adalah sebagai berikut:
Penelitian pertama, oleh Frederyk, H., & Setiawan, A.
(2012) dengan judul tentang Evaluasi Strategi Bersaing Pada
Industri Pelayaran Batubara Studi Kasus PT.XYZ, yang
menemukan

bahwa

melalui

analisis

SWOT

strategi

perusahan belum tepat walaupun sudah merespon peluang
dengan baik dan siap menghadapi ancaman, untuk itu
perusahaan direkomendasikan menerapkan strategi alternatif
seperti market development, market penetration, dan product
development.

Penelitian kedua, oleh Dalimunthe (2009) dengan judul
Evaluasi strategi bisnis PT Asuransi Umum Bumiputeramuda
1967 yang menemukan bahwa proses strategi bisnis Asuransi
Bumida Bumiputera telah terlaksana sesuai Rumelt namun
sasaran akhir untuk menjadi 10 besar pasar retail asuransi
umum belum tercapai. Hal ini dikarenakan faktor internal
masih belum sempurnanya dukungan internal dalam bentuk
penyiapan sarana dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal
adalah tingginya persaingan industri asuransi umum yang
mendorong para pesaing untuk meningkatkan pencapaian
produksi masing- masing.
Penelitian ketiga, oleh Lawrence (2012), dengan judul
An

Evaluation

of

Strategies

for

Achieving

Competitive

Advantage in the Banking Industry. The Case of Ghana
Commercial Bank Limited

yang

disusun

oleh

yang menemukan bahwa strategi

bank

menimbulkan

keunggulan

kompetitif dalam industri dengan faktor yang paling penting
yang berkontribusi terhadap keunggulan kompetitif, yaitu
bank mampu memiliki cabang yang luas.

Penelitian keempat, oleh Suroso O. W. (2012) dengan
judul Evaluasi Strategi Bersaing Studi pada PT UNVR
Menggunakan Analisis “Five Forces ” model Porter, yang
hasilnya

menunjukkan

bahwa

perubahan-perubahan

eksternal dan internal mempengaruhi strategi bersaing yang
telah ada dan perlu dilakukan perubahan agar PT UNVR
dapat tetap unggul di Indonesia. Penelitian kelima, oleh
Aquino, E. (2014) dengan judul Evaluasi Strategi Bersaing
Pada

Pt.

Triyuda

Perkasa

yang

menghasilkan

strategy .

menggunakan costleadership

perusahaan

bahwa

Berdasarkan SERVO analysis, strategi cost leadership masih
relevan

dengan

kondisi

persaingan

saat

ini,

karena

persaingan di industri metal work sangat ketat sehingga
perusahaan harus menekan biaya produksinya.
Penelitian

keenam,

oleh

Gunawan,

A.

A.

(2014)

berjudul Evaluasi Strategi Bersaing Pada Pt. Green Dewata Di
Denpasar Bali yang menemukan
menggunakan cost
berdasarkan SERVO

bahwa PT. Green Dewata

leadership

strategy

Analysis, strategi

bersaing

dan

yang

digunakan oleh perusahaan saat ini masih sesuai dengan
kondisi persaingan yang ada.
Penelitian ketujuh, oleh Ficky C. dan Ratih I (2014)
tentang Evaluasi Strategi Bersaing pada UD Lelyta yang
menghasilkan

bahwa

perusahaan

bersaing cost based leadership
SERVO

menggunakan

strategi

dan berdasarkan analisis

strategi tersebut masih

sesuai dengan

kondisi

penelitian-penelitian

diatas

persaingan.
Dibandingkan

dengan

maka penelitian yang hendak dilakukan memiliki kesamaan
dan perbedaan. Letak kesamaannya adalah pada topik yang
hendak diteliti yaitu mengenai evaluasi strategi bersaing yang
diterapkan oleh institusi. Sedangkan letak perbedaannya

adalah evaluasi strategi bersaing yang dilakukan dalam
penelitian diatas pada perusahaan sedangkan penelitian yang
akan dilakukan peneliti berada dalam dunia pendidikan yaitu
sekolah.
Selain

itu,

penelitian

yang

hendak

dilakukan

ini

menggunakan evaluasi menurut Rumelt (2000). Memang ada
salah satu dari

penelitian diatas yaitu Dalimunthe (2009)

yang juga menggunakan

Rumelt (2000), namun bedanya

evaluasi strategi yang dilakukan olehnya adalah evaluasi
strategi bisnis di perusahaan dan bukan berfokus pada
evaluasi strategi bersaing di bidang pendidikan.

2.4

Kerangka Pikir
Strategi Bersaing SMA Kristen 1
Salatiga
Diferensiasi

Keunggulan
Berbasis Biaya

Rekomendasi

Evaluasi Strategi :
Konsistensi
EE
Kesesuaian
Keunggulan
Kelayakan

(consistency )
(consonance)
(advantage)
(feasibility )

Penjelasan : SMA Kristen 1 Salatiga menerapkan strategi
bersaing yaitu diferensiasi dan keunggulan biaya untuk
menghadapi persaingan dalam dunia pendidikan. Kedua
strategi ini kemudian dievaluasi konsistensi, kesesuaian,
keunggulan dan kelayakan berdasarkan
Setelah

dievaluasi,

maka

kebijakan bagi pihak sekolah.

Rumelt (2000).

menghasilkan

rekomendasi