BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Pengungkapan Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Pertambangan dan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Tahun 2010 – 201
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Teori Agensi
Dalam rangka memahami good corporate governance maka
digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Teori keagenan
(Agency Theory) menyebutkan bahwa hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan
Meckling, 1976 dalam Panjaitan, 2012)
Manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya memiliki
lebih banyak informasi seputar perusahaan daripada pemilik
perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk kemajuan
perusahaan di masa depan, manajer wajib memberikan signal kepada
pemilik. Namun, informasi yang disampaikan manajer seringkali tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini
dikarenakan adanya kepentingan manajer yang tidak sejalan dengan
pemilik. Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan (Agency Theory),
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan
Universitas Sumatera Utara
kepentingan inilah masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar
keuntungan pribadi. Prinsipal menginginkan return yang besar dan
cepat atas investasi mereka dan menilai prestasi manajer berdasarkan
kemampuannya untuk memperbesar laba yang akan dialokasikan pada
pembagian dividen. Untuk memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat
insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi
perusahaan sedemikian rupa agar seolah-olah target tercapai bila tidak
ada pengawasan yang memadai dalam kinerja manajer.(Simamora,
2011).
2.1.2
Manajemen Laba
Copeland (1968) mendefinisikan manajemen laba sebagai,
“some ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini
berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk
memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba
sesuai dengan keinginan manajemen. Nilai laba dalam laporan
keuangan adalah sebuah fakta , tetapi bukan fakta yang 100 persen
objektif. Nilai laba dapat ditentukan oleh subjektivitas penyusunnya
(Sulistiawan dkk., 2011).
Menurut Lewitt (1998) manajemen laba adalah fleksibilitas
akuntansi
untuk
menyetarakan
diri
dengan
inovasi
bisnis.
Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan
mengaburkan volalitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk
Universitas Sumatera Utara
menutupi
konsekuensi
dari
keputusan
–
keputusan
manajer
(Sulistyanto: 50)
Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian
dalam pelaporan keuangan dan transaksi penataan untuk mengubah
laporan keuangan baik menyesatkan beberapa stakeholder tentang
kinerja
ekonomi
yang
mendasari
perusahaan,
atau
untuk
mempengaruhi hasil kontrak yang tergantung pada angka akuntansi
yang dilaporkan. (Healy & Wahlen, 1999 dalam Bukit,2009).
Manajemen laba tidak terlepas dari Teori Akuntansi Positif
dan Teori Keagenan. (Belkaoui, 2007 dalam Simamora, 2011)
mengemukakan bahwa: Teori Akuntansi Positif didasarkan pada
adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat
pengatur/politisi adalah rasional dan bahwa mereka berusaha
memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan
dengan kompensasi mereka, dan oleh karena itu, kesejahteraan mereka
pula. Pilihan atas suatu kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok
tersebut bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat dari
prosedur-prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk
memaksimalkan keuntungan mereka.
Astika (2003) menjelaskan terjadinya manajemen laba lewat
Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan ditinjau dari sisi teori
akuntansi positif, manajemen laba yang dilakukan eksekutif dapat
dijelaskan melalui teori kontrak. Proses kontrak tersebut menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
hubungan keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika prinsipal
mengontrak pihak lain (agen) untuk melakukan suatu tindakan yang
diinginkan oleh prinsipal. Dengan kontrak tersebut prinsipal
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Ternyata hubungan tersebut konflik karena, baik prinsipal maupun
agen, keduanya merupakan pihak yang mempunyai sifat, yaitu
memaksimumkan kesejahteraannya (utility maximiser). Oleh sebab
itu, tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menempatkan
keyakinan bahwa agen akan selalu bertindak untuk kepentingan
prinsipal. Masalah keagenen muncul karena perilaku oportunis agen.
Agen cenderung memaksimumkan setiap peluang yang ada untuk
memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan
kepentingan prinsipal.
Scott (1997) dalam Sulistiawan dkk. (2011 : 40) merangkum
pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik manajemen laba,
antara lain:
1. Pola taking a bath, pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba
perusahaan tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah
dibandingkan laba periode tahun sebelumnya atau tahun berikutnya.
Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami
masalah organisasi (organizational stress) atau sedang dalam proses
pergantian pimpinan manajemen perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pola income minimization, pola ini dilakukan dengan menjadikan
laba periode tahun berjalan lebih rendah dari laba sebenarnya. Pola ini
relatif sering dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis.
3. Pola income maximization, pola ini merupakan kebalikan dari pola
income minimization. Menurut pola ini, manajemen laba dilakukan
dengan cara menjadikan laba tahun berjalan lebih tinggi dari laba
sebenarnya. Teknik yang dilakukan pun beragam. Mulai dari menunda
pelaporan biaya-biaya periode tahun berjalan ke periode mendatang,
pemilihan metode akuntansi yang dapat memaksimalkan laba, sampai
dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi. Pola ini
biasanya banyak digunakan oleh perusahaan go public dengan tujuan
menjaga kinerja saham mereka.
4. Pola income smoothing, pola ini dilakukan dengan mengurangi
fluktuasi laba sehingga laba yang dilaporkan relatif stabil. Untuk
investor dan kreditor yang memiliki sifat risk adverse, kestabilan laba
merupakan hal penting dalam mengambil keputusan. Stabilitas laba
ini dapat diperoleh dengan mengombinasikan dua pola tersebut, yaitu
meminimalkan laba atau memaksimalkan laba.
(Irfan,
2002
dalam
Simamora,
2011)
mendefinisikan
manajemen laba sebagai intervensi manajemen (agen) dalam proses
menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan
atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan beberapa
keuntungan pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Subramanyam
dan
Wild
(2010)
menjelaskan
bahwa
manajemen laba dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi
akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba
juga dapat terlihat nyata, jika manajer memilih tindakan dengan
konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba.
Menurut Scott (1997) dalam Sulistyanto (2008), beberapa
motivasi terjadinya Earnings Management antara lain:
1. Bonuse Schemes (Rencana Bonus)
Ditinjau dari sisi rencana bonus, manajer cenderung akan melakukan
tindakan pengelolaan laba pada perusahaan yang memiliki rencana
bonus. Manajer akan berusahan mengaturlaba yang dilaporkan agar
dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya.
2. Contractual Motivations (Motivasi Kontrak) Semakin dekat suatu
perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan
cenderung memilih metoda akuntansi yang dapar memindahkan laba
perioda mendatang ke perioda berjalan sehingga dapat mengurangi
kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.
3. Political Motivations (Motivasi Politik)
Perusahaan akan cenderung akan melakukan monopoli, maka manajer
akan berusaha untuk menurunkan labanya agar sorotan dan tekanan
publik terhadap perusahaan berkurang.
Universitas Sumatera Utara
4. Taxation Motivation (Motivasi Perpajakan)
Manajer akan berusaha untuk membayar pajak yang serendah mungkin
dengan cara mengurangi labanya. Dengan mengurangi laba yang
dilaporkan maka perusahaan dapat mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan kepada pemerintah.
5. Changes of Chief Executive Officer (Penggantian CEO)
Manajer perusahaan (CEO) akan berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk menghindari penggantian CEO oleh pemilik perusahaan dengan
cara meningkatkan laba., jika penilaian kinerja berdasarkan laba. CEO
yang dinilai baik oleh pemilik perusahaan akan diberikan bonus
(reward), sedangkan manajer yang kinerjanya kurang baik akan diganti
oleh pemilik perusahaan (punishment).
6. Initial Public Offering (IPO) Manajer perusahaan akan melakukan
eraning management agar harga sahamnya saat penawaran perdana
(IPO) lebih tinggi, sedangkan kapitalisasi modal perusahaan menjadi
lebih besar. Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada
dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting.
Informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor
tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon
investor maka manajer berusahan manaikkan laba yang dilaporkan.
Upaya
menyelewengkan
informasi
ini
dilakukan
dengan
mempermainkan komponen- komponen dalam laporan keuangan, baik
dengan mempermainkan besar kecilnya maupun menyembunyikan
Universitas Sumatera Utara
atau menunda pengungkapan komponen- komponen tertentu. Menurut
Davin (2005) dalam Sulistyanto (2008), terdapat tujuh permainan yang
sering dilakukan oleh para manajer dalam mempermaikan komponenkomponen laporan keuangan yaitu :
1. Mencatat pendapatan terlalu cepat.
2. Mencatat pendapatan palsu.
3. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode.
4. Mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode
sebelum atau sesudahnya.
5. Tidak mengakui semua kewajibannya.
6. Mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan
periode sebelumnya.
7. Mengakui pendapatan masa depan manjadi pendapatan periode
berjalan.
2.1.3
Corporate Governance
Cadbury Committee yang pertama kali menggunakan istilah
CG pada laporan mereka yang dikenal sebagai Cadbury Report pada
tahun 1992. Istilah ini menjadi popular dan menjadi titik balik yang
sangat menentukan bagi praktek CG. Definisi CG menurut Cadbury
Committee adalah “seperangkat aturan yang merumuskan hubungan
antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah,
karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal
Universitas Sumatera Utara
maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab
mereka” (Cresthyna,2012).
Corporate Governance atau tata kelola perusahaan adalah
sistem yang digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan
kegiatan
bisnis
perusahaan.
Corporate
governance
ini
juga
mengandung pengertian mengenai pengaturan atas pembagian tugas
dan tanggung jawab diantara para pihak yang berpartisipasi dan
memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Para
pihak yang berkepentingan atas pengarahan dan pegendalian
perusahaan itu meliputi: dewan direksi, para manajer, para pemegang
saham, dan stakeholders lainnya (Ali, 2009 dalam Rogate, 2012).
Untuk lebih memahami, berikut beberapa kutipan mengenai
pengertian corporate governance :
Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer,
kreditur, pemerintah, karyawan, dan pemangku kepentingan internal
dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan tanggung
jawab mereka, atau sistem dimana perusahaan diarahkan dan
dikendalikan. Tujuan dari Corporate Governance adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. (FCGI,
2001:20)
Universitas Sumatera Utara
Organisation for Economic Co-operation and Development /
OECD ( Steger dan Wolfgang, 2008 dalam Rogate, 2012),
corporate governance is the system by which business corporations
are directed and controlled. The corporate governance structure
specifies the distribution of rights and responsibilities among different
participants in the corporation, such as the board, managers,
shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and
procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it
also provides the structure through which the company objectives are
set, and the means of attaining those objectives and monitoring
performance.
Di Asia, termasuk Indonesia, corporate governance mulai
banyak diperbincangkan pada pertengahan tahun 1997, yaitu saat
krisis ekonomi melanda negara-negara tersebut (Susanty, 2009 dalam
Rogate, 2012). Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan
pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia)
yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris
independen dan membentuk komite audit pada tahun 1998, corporate
governance mulai dikenalkan pada seluruh perusahaan publik di
Indonesia. Pemerintah Indonesia mendirikan satu lembaga khusus
yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Governance
(KNKG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Universitas Sumatera Utara
Ekonomi,
Keuangan,
dan
Industri
Nomor:
KEP-
31/M.EKUIN/06/2000 praktik corporate governance dapat berjalan
dengan
baik
apabila
menerapkan
prinsip-prinsip
tata
kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Komite
Nasional Kebijakan Governance / KNKG (2006) mengemukakan
prinsip-prinsip dasar good corporate governance sebagai berikut:
1. Keterbukaan informasi (Transparency), yaitu mengungkapkan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya.
2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem,
dan
pertanggungjawaban
organ
perusahaan
sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku.
4. Kemandirian (Independency), yaitu suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
dan pengaruh dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness), yaitu perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Daniri (2006), implementasi corporate governance
bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor
serta mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance di
lingkungan manajemen khususnya dalam memberi perhatian kepada
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, hal ini sekaligus mampu meningkatkan nilai
perusahaan dan mengembangkan perusahaan secara berkelanjutan.
2.1.4
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling lazim
dalam mempengaruhi tingkat pengungkapan (Ezat dan Masry, 2008
dalam Cresthyna 2012). Perusahaan besar kemungkinan besar lebih
banyak menggunakan Teknologi Informasi daripada perusahaan kecil
dalam meningkatkan informasi keuangan untuk mencukupi kebutuhan
informasi yang besar (Ashbaugh et al., 1999 dalam Cresthyna 2012).
Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga yang
mengubah keahlian dan material (sumber ekonomi) menjadi barang
atau jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan
akan memperoleh laba bagi para pemilik (Irawan dan Swastha, 1986
dalam Ekawati, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Cheung et al. (2006) dalam Cresthyna (2012) memiliki hipotesis
jika perusahaan besar lebih transparan daripada perusahaan kecil.
Alasannya ialah perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih luas
daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar memiliki lebih banyak
sumberdaya untuk menyediakan pengungkapan yang lebih baik daripada
perusahaan kecil. Hipotesis tersebut terbukti dari hasil penelitian Cheung
et al. (2006) yang menyatakan perusahaan besar memiliki kecenderungan
untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan memiliki transparansi
yang lebih.
Oleh karena itu investor bisa mengambil keputusan lebih tepat
bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi.
Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat
earnings management yang lebih rendah daripada perusahaan berskala
kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi
mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena untuk
mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala
kecil mempunyai tingkat earnings management yang lebih tinggi.
2.1.5 Dewan Komisaris
Dewan
komisaris
memegang
peranan
penting
dalam
implementasi good corporate governance karena merupakan inti dari
good
corporate
governance
yang
bertugas
untuk
menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan. Untuk menjamin pelaksanaan good
corporate governance diperlukan anggota dewan komisaris yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki integritas, kemampuan tidak cacat hukum dan tidak
memiliki hubungan bisnis ataupun hubungan lainnya dengan
pemegang saham pengendali (mayoritas) baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak
memberikan manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta bahwa banyak
anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat
menunjukkan independensinya.
Menurut Haniffa and Cooke (2002) dalam Cresthyna (2012),
komposisi dewan independen dikenal sebagai “proporsi dewan
komisaris dari luar perusahaan terhadap jumlah total dewan
komisaris” yang biasa disebut dengan komisaris independen (Ezat dan
Masry, 2008 dalam Cresthyna 2012).
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang
tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan
terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota
Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004).
Bapepam-LK mewajibkan pengungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan publik mengenai proesedur penetapan dan
besarnya remunerasi anggota dewan komisaris. Kewajiban ini diatur
dalam
peraturan
Bapepam-LK
No.X.K.6
tentang
Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik.
Dewan komisaris merupakan kunci perusahaan yang memiliki
pengaruh penting terhadap pengelolaan perusahaan. Dewan komisaris
Universitas Sumatera Utara
bertugas mengawasi para bawahannya seperti direksi, direktur dan
para manajer dalam mengurus dan mengelola perusahaan. Untuk itu,
dibutuhkan remunerasi yang sesuai dan memadai bagi dewan
komisaris agar fungsi dari dewan komisaris dapat berjalan secara
efektif.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil pengujian dari para penelitian terdahulu dapat
dilihat dari Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama peneliti
Judul
Muhammad Maruf Pengaruh Good Corporate
(2006)
Governance terhadap
Manajemen Laba pada
perusahaan Go publik yang
terdaftar di BEJ
Deni Darmawati
(2003)
Variabel Penelitian
Manajemen Laba,
kepemilikan
manajerial, proporsi
dewan komisaris,
komite audit
Kesimpulan penelitian
Good Corporate Governance tidak
berpengaruh signifikan terhadap
Manajemen Laba,
Mekanisme GCG
Corporate Governance dan
Manajemen Laba : Suatu Studi (pelaksanaan RUPS,
kualitas dewan
Empiris
Rudi Isnanta (2007) Pengaruh Good Corporate
Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap
Manajemen Laba dan Kinerja
Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Hanya satu variabel dalam
mekanisme GCG, yaitu kualitas
hubungan perusahaan dengan
komisaris, kualitas
stakeholders yang berhubungan
komite audit, kualitas negatif dengan praktik manajemen
hubungan
laba.
stakeholders,
transparansi dan
akuntabilitas,
kepemilikan saham
oleh investor
institusional)
Manajemen Laba,
Good Corporate Governance tidak
struktur kepemilikan, berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan
Manajemen Laba, tetapi
berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
Marihot Nasution
Pengaruh Corporate Governance Komposisi dewan
dan Doddy Setiawan terhadap Manajemen Laba di
komisaris, ukuran
(2007)
industri perbankan Indonesia
dewan komisaris,
komite audit, ukuran
perusahaan
(1) komposisi dewan komisaris dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba
(2) komite audit berpengaruh
signifikan terhadap manajemen
laba
Universitas Sumatera Utara
Nama peneliti
Nuryaman (2008)
Judul
Konsentrasi Kepemilikan,
Ukuran Perusahaan, dan
Mekanisme Corporate
Governance terhadap
Manajemen Laba
Variabel Penelitian
Konsentrasi
kepemilikan, ukuran
perusahaan, dan
mekanisme GCG
(komposisi dewan
komisaris dan
spesialisai industri
KAP)
Kesimpulan penelitian
(1)Konsentrasi kepemilikan dan
ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap manajemen
laba
(2) komposisi dewan komisaris dan
spesialisasi industri KAP tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Muh. Arif Ujiyantho Mekanisme Corporate
dan Bambang Agus Governance, Manajemen Laba
Pramuka (2007)
dan Kinerja Keuangan
Manajemen
laba,kinerja
keuanagan,kepemilika
n institusional,
kepemilikan
manajerial,
keberadaan komisaris
independen, ukuran
dewan komisaris
Kepemilikan institusional tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba,
keberadaan komisaris independen
berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba, ukuran
dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba, secara simultan kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajerial, keberadaan komisaris
independen, dan ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen
laba
Nurleni
Simamora(2011)
Analisa Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bei
Manajemen
good corporate governance
laba,kepemilikan
(kepemilikan institusional, ukuran
institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan
dewan komisaris,
komisaris independen, dan
proporsi dewan
proporsi komite audit) tidak
komisaris independen, memberi pengaruh signifikan
dan proporsi komite terhadap tindakan manajemen
audit
laba.
Restie Ningsaptiti
(2010)
analisis Pengaruh Ukuran
Perusahaan dan Mekanisme
Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba
manajemen laba,
ukuran perusahaan,
konsentrasi
kepemilikan saham,
komposisi anggota
dewan komisaris,
spesialisasi industri
KAP, dan komposisi
komite audit.
ukuran perusahaan dan semua
variabel corporate governance
memiliki pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba
Universitas Sumatera Utara
Maruf (2006) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Good
Corporate Governance terhadap motivasi manajemen laba perusahaan
go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris dan komite audit. Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Penelitian ini
dilakukan terhadap 78 perusahaan go public. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba tetapi proporsi dewan komisaris dan komite
audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Darmawati (2003) yang
menggunakan variabel berupa pelaksanaan RUPS, kualitas dewan
komisaris, kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders,
transparansi dan akuntabilitas, kepemilikan saham oleh investor
institusional menemukan hasil penelitian yang menyatakan bahwa
hanya kualitas hubungan stakeholders yang memiliki pengaruh negatif
terhadap manajemen laba.
Ningsaptiti (2010) meneliti pada perusahaan manufaktur
dengan jumlah sampel 111 sampel dengan tahun penelitian 20062008. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan
dan semua variabel dari corporate governance memiliki pengaruh
signifikan terhadap manjemen laba. Isnanta (2007) melakukan
penelitian mengenai Pengaruh Good Corporate Governance dan
Struktur Kepemilikan terhadap manajemen laba dan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur
kepemlikan, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan
komite audit. Variabel proporsi dewan komisaris dan komite audit.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
manajemen laba dan kinerja perusahaan. Penelitian ini dilakukan
terhadap 51 perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur
dengan tahun pengamatan 2003-2006. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
manajemen laba juga sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti.
Hasil penelitian yang dilakukan Nasution dan Setiawan (2007) pada
industri perbankan selama tahun pengamatan 2000-2004 menunjukkan
bahwa
komposisi dewan komisaris dan ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, komite audit
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Nuryaman (2008)
meneliti
Konsentrasi
Kepemilikan,
Ukuran
Perusahaan,
dan
Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dengan
menggunakan variabel Konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan,
dan mekanisme GCG (komposisi dewan komisaris dan spesialisai
industri KAP), hasilnya Konsentrasi kepemilikan dan ukuran
Universitas Sumatera Utara
perusahaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen
laba
sedangkan komposisi dewan komisaris dan spesialisasi industri KAP
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam penelitiannya terhadap
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2001-2004
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan
kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Sedangkan Simamora (2011) meneliti tentang kepemilikan
institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
independen, dan proporsi komite audit terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan, hasil penelitiannya yaitu good corporate
governance (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris,
proporsi dewan komisaris independen, dan proporsi komite audit)
tidak memberi pengaruh signifikan terhadap tindakan manajemen
laba.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan kerangka
pemikiran yang utuh dalam rangka mencari jawaban-jawaban ilmiah
terhadap masalah-masalah penelitian yang menjelaskan tentang
variabel-variabel, hubungan antara variabel-variabel secara teoritis
Universitas Sumatera Utara
yang
berhubungan
kebenarannya
dapat
dengan
hasil
diuji
secara
penelitian
empiris
terdahulu
(Iskandar,
yang
2008).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kerangka konseptual dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel independen
adalah pengungkapan corporate governance, ukuran perusahaan, dan
dewan komisaris. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah
manajemen laba.
Tujuan dari good corporate governance adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila good corporate governance dalam dapat berjalan dengan baik
maka dapat meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan, kemudian kemungkinan terjadinya manajemen laba yang
dapat memberikan keuntungan pribadi sangat kecil sehingga dapat
menarik investor lainnya untuk menanamkan investasinya di
perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan (firm size) merupakan proksi dari kekuatan
finasial. Ukuran perusahaan merupakan proksi untuk tahap perusahaan
dalam business cycle. Size merupakan ukuran perusahaan yang
diperoleh melalui natural log dari total asset.
Peranan dewan komisaris juga akan memberikan pengaruh
terhadap manajemen laba karena dewan komisaris mengawasi
penyeimbangan kepentingan manajemen. Pemberian tugas dan
wewenang kepada dewan direksi untuk mengelola perusahaan dari
rapat umum pemegang saham mengakibatkan seluruh pengelolaan
perusahaan dilakukan oleh dewan direksi. Oleh karena itu, agar dewan
direksi tidak melampaui wewenang dalam menjalankan tugasnya,
diperlukan pengawasan. Tugas dan wewenang untuk mengawasi
dewan direksi dalam mengelola perusahaan diberikan kepada dewan
komisaris oleh para pemegang saham dalam rapat umum pemegang
saham.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa:
1. H1 adalah Corporate Governance
memiliki pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
2. H2 adalah ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
3. H3 adalah dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
4. H4 adalah Corporate Governance, ukuran perusahaan, dan dewan
komisaris secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Teori Agensi
Dalam rangka memahami good corporate governance maka
digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Teori keagenan
(Agency Theory) menyebutkan bahwa hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan
Meckling, 1976 dalam Panjaitan, 2012)
Manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya memiliki
lebih banyak informasi seputar perusahaan daripada pemilik
perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk kemajuan
perusahaan di masa depan, manajer wajib memberikan signal kepada
pemilik. Namun, informasi yang disampaikan manajer seringkali tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini
dikarenakan adanya kepentingan manajer yang tidak sejalan dengan
pemilik. Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan (Agency Theory),
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan
Universitas Sumatera Utara
kepentingan inilah masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar
keuntungan pribadi. Prinsipal menginginkan return yang besar dan
cepat atas investasi mereka dan menilai prestasi manajer berdasarkan
kemampuannya untuk memperbesar laba yang akan dialokasikan pada
pembagian dividen. Untuk memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat
insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi
perusahaan sedemikian rupa agar seolah-olah target tercapai bila tidak
ada pengawasan yang memadai dalam kinerja manajer.(Simamora,
2011).
2.1.2
Manajemen Laba
Copeland (1968) mendefinisikan manajemen laba sebagai,
“some ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini
berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk
memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba
sesuai dengan keinginan manajemen. Nilai laba dalam laporan
keuangan adalah sebuah fakta , tetapi bukan fakta yang 100 persen
objektif. Nilai laba dapat ditentukan oleh subjektivitas penyusunnya
(Sulistiawan dkk., 2011).
Menurut Lewitt (1998) manajemen laba adalah fleksibilitas
akuntansi
untuk
menyetarakan
diri
dengan
inovasi
bisnis.
Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan
mengaburkan volalitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk
Universitas Sumatera Utara
menutupi
konsekuensi
dari
keputusan
–
keputusan
manajer
(Sulistyanto: 50)
Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian
dalam pelaporan keuangan dan transaksi penataan untuk mengubah
laporan keuangan baik menyesatkan beberapa stakeholder tentang
kinerja
ekonomi
yang
mendasari
perusahaan,
atau
untuk
mempengaruhi hasil kontrak yang tergantung pada angka akuntansi
yang dilaporkan. (Healy & Wahlen, 1999 dalam Bukit,2009).
Manajemen laba tidak terlepas dari Teori Akuntansi Positif
dan Teori Keagenan. (Belkaoui, 2007 dalam Simamora, 2011)
mengemukakan bahwa: Teori Akuntansi Positif didasarkan pada
adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat
pengatur/politisi adalah rasional dan bahwa mereka berusaha
memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan
dengan kompensasi mereka, dan oleh karena itu, kesejahteraan mereka
pula. Pilihan atas suatu kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok
tersebut bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat dari
prosedur-prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk
memaksimalkan keuntungan mereka.
Astika (2003) menjelaskan terjadinya manajemen laba lewat
Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan ditinjau dari sisi teori
akuntansi positif, manajemen laba yang dilakukan eksekutif dapat
dijelaskan melalui teori kontrak. Proses kontrak tersebut menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
hubungan keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika prinsipal
mengontrak pihak lain (agen) untuk melakukan suatu tindakan yang
diinginkan oleh prinsipal. Dengan kontrak tersebut prinsipal
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Ternyata hubungan tersebut konflik karena, baik prinsipal maupun
agen, keduanya merupakan pihak yang mempunyai sifat, yaitu
memaksimumkan kesejahteraannya (utility maximiser). Oleh sebab
itu, tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menempatkan
keyakinan bahwa agen akan selalu bertindak untuk kepentingan
prinsipal. Masalah keagenen muncul karena perilaku oportunis agen.
Agen cenderung memaksimumkan setiap peluang yang ada untuk
memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan
kepentingan prinsipal.
Scott (1997) dalam Sulistiawan dkk. (2011 : 40) merangkum
pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik manajemen laba,
antara lain:
1. Pola taking a bath, pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba
perusahaan tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah
dibandingkan laba periode tahun sebelumnya atau tahun berikutnya.
Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami
masalah organisasi (organizational stress) atau sedang dalam proses
pergantian pimpinan manajemen perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pola income minimization, pola ini dilakukan dengan menjadikan
laba periode tahun berjalan lebih rendah dari laba sebenarnya. Pola ini
relatif sering dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis.
3. Pola income maximization, pola ini merupakan kebalikan dari pola
income minimization. Menurut pola ini, manajemen laba dilakukan
dengan cara menjadikan laba tahun berjalan lebih tinggi dari laba
sebenarnya. Teknik yang dilakukan pun beragam. Mulai dari menunda
pelaporan biaya-biaya periode tahun berjalan ke periode mendatang,
pemilihan metode akuntansi yang dapat memaksimalkan laba, sampai
dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi. Pola ini
biasanya banyak digunakan oleh perusahaan go public dengan tujuan
menjaga kinerja saham mereka.
4. Pola income smoothing, pola ini dilakukan dengan mengurangi
fluktuasi laba sehingga laba yang dilaporkan relatif stabil. Untuk
investor dan kreditor yang memiliki sifat risk adverse, kestabilan laba
merupakan hal penting dalam mengambil keputusan. Stabilitas laba
ini dapat diperoleh dengan mengombinasikan dua pola tersebut, yaitu
meminimalkan laba atau memaksimalkan laba.
(Irfan,
2002
dalam
Simamora,
2011)
mendefinisikan
manajemen laba sebagai intervensi manajemen (agen) dalam proses
menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan
atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan beberapa
keuntungan pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Subramanyam
dan
Wild
(2010)
menjelaskan
bahwa
manajemen laba dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi
akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba
juga dapat terlihat nyata, jika manajer memilih tindakan dengan
konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba.
Menurut Scott (1997) dalam Sulistyanto (2008), beberapa
motivasi terjadinya Earnings Management antara lain:
1. Bonuse Schemes (Rencana Bonus)
Ditinjau dari sisi rencana bonus, manajer cenderung akan melakukan
tindakan pengelolaan laba pada perusahaan yang memiliki rencana
bonus. Manajer akan berusahan mengaturlaba yang dilaporkan agar
dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya.
2. Contractual Motivations (Motivasi Kontrak) Semakin dekat suatu
perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan
cenderung memilih metoda akuntansi yang dapar memindahkan laba
perioda mendatang ke perioda berjalan sehingga dapat mengurangi
kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.
3. Political Motivations (Motivasi Politik)
Perusahaan akan cenderung akan melakukan monopoli, maka manajer
akan berusaha untuk menurunkan labanya agar sorotan dan tekanan
publik terhadap perusahaan berkurang.
Universitas Sumatera Utara
4. Taxation Motivation (Motivasi Perpajakan)
Manajer akan berusaha untuk membayar pajak yang serendah mungkin
dengan cara mengurangi labanya. Dengan mengurangi laba yang
dilaporkan maka perusahaan dapat mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan kepada pemerintah.
5. Changes of Chief Executive Officer (Penggantian CEO)
Manajer perusahaan (CEO) akan berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk menghindari penggantian CEO oleh pemilik perusahaan dengan
cara meningkatkan laba., jika penilaian kinerja berdasarkan laba. CEO
yang dinilai baik oleh pemilik perusahaan akan diberikan bonus
(reward), sedangkan manajer yang kinerjanya kurang baik akan diganti
oleh pemilik perusahaan (punishment).
6. Initial Public Offering (IPO) Manajer perusahaan akan melakukan
eraning management agar harga sahamnya saat penawaran perdana
(IPO) lebih tinggi, sedangkan kapitalisasi modal perusahaan menjadi
lebih besar. Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada
dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting.
Informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor
tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon
investor maka manajer berusahan manaikkan laba yang dilaporkan.
Upaya
menyelewengkan
informasi
ini
dilakukan
dengan
mempermainkan komponen- komponen dalam laporan keuangan, baik
dengan mempermainkan besar kecilnya maupun menyembunyikan
Universitas Sumatera Utara
atau menunda pengungkapan komponen- komponen tertentu. Menurut
Davin (2005) dalam Sulistyanto (2008), terdapat tujuh permainan yang
sering dilakukan oleh para manajer dalam mempermaikan komponenkomponen laporan keuangan yaitu :
1. Mencatat pendapatan terlalu cepat.
2. Mencatat pendapatan palsu.
3. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode.
4. Mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode
sebelum atau sesudahnya.
5. Tidak mengakui semua kewajibannya.
6. Mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan
periode sebelumnya.
7. Mengakui pendapatan masa depan manjadi pendapatan periode
berjalan.
2.1.3
Corporate Governance
Cadbury Committee yang pertama kali menggunakan istilah
CG pada laporan mereka yang dikenal sebagai Cadbury Report pada
tahun 1992. Istilah ini menjadi popular dan menjadi titik balik yang
sangat menentukan bagi praktek CG. Definisi CG menurut Cadbury
Committee adalah “seperangkat aturan yang merumuskan hubungan
antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah,
karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal
Universitas Sumatera Utara
maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab
mereka” (Cresthyna,2012).
Corporate Governance atau tata kelola perusahaan adalah
sistem yang digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan
kegiatan
bisnis
perusahaan.
Corporate
governance
ini
juga
mengandung pengertian mengenai pengaturan atas pembagian tugas
dan tanggung jawab diantara para pihak yang berpartisipasi dan
memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Para
pihak yang berkepentingan atas pengarahan dan pegendalian
perusahaan itu meliputi: dewan direksi, para manajer, para pemegang
saham, dan stakeholders lainnya (Ali, 2009 dalam Rogate, 2012).
Untuk lebih memahami, berikut beberapa kutipan mengenai
pengertian corporate governance :
Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer,
kreditur, pemerintah, karyawan, dan pemangku kepentingan internal
dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan tanggung
jawab mereka, atau sistem dimana perusahaan diarahkan dan
dikendalikan. Tujuan dari Corporate Governance adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. (FCGI,
2001:20)
Universitas Sumatera Utara
Organisation for Economic Co-operation and Development /
OECD ( Steger dan Wolfgang, 2008 dalam Rogate, 2012),
corporate governance is the system by which business corporations
are directed and controlled. The corporate governance structure
specifies the distribution of rights and responsibilities among different
participants in the corporation, such as the board, managers,
shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and
procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it
also provides the structure through which the company objectives are
set, and the means of attaining those objectives and monitoring
performance.
Di Asia, termasuk Indonesia, corporate governance mulai
banyak diperbincangkan pada pertengahan tahun 1997, yaitu saat
krisis ekonomi melanda negara-negara tersebut (Susanty, 2009 dalam
Rogate, 2012). Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan
pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia)
yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris
independen dan membentuk komite audit pada tahun 1998, corporate
governance mulai dikenalkan pada seluruh perusahaan publik di
Indonesia. Pemerintah Indonesia mendirikan satu lembaga khusus
yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Governance
(KNKG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Universitas Sumatera Utara
Ekonomi,
Keuangan,
dan
Industri
Nomor:
KEP-
31/M.EKUIN/06/2000 praktik corporate governance dapat berjalan
dengan
baik
apabila
menerapkan
prinsip-prinsip
tata
kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Komite
Nasional Kebijakan Governance / KNKG (2006) mengemukakan
prinsip-prinsip dasar good corporate governance sebagai berikut:
1. Keterbukaan informasi (Transparency), yaitu mengungkapkan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya.
2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, struktur,
sistem,
dan
pertanggungjawaban
organ
perusahaan
sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku.
4. Kemandirian (Independency), yaitu suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
dan pengaruh dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness), yaitu perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Daniri (2006), implementasi corporate governance
bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor
serta mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance di
lingkungan manajemen khususnya dalam memberi perhatian kepada
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, hal ini sekaligus mampu meningkatkan nilai
perusahaan dan mengembangkan perusahaan secara berkelanjutan.
2.1.4
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling lazim
dalam mempengaruhi tingkat pengungkapan (Ezat dan Masry, 2008
dalam Cresthyna 2012). Perusahaan besar kemungkinan besar lebih
banyak menggunakan Teknologi Informasi daripada perusahaan kecil
dalam meningkatkan informasi keuangan untuk mencukupi kebutuhan
informasi yang besar (Ashbaugh et al., 1999 dalam Cresthyna 2012).
Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga yang
mengubah keahlian dan material (sumber ekonomi) menjadi barang
atau jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan
akan memperoleh laba bagi para pemilik (Irawan dan Swastha, 1986
dalam Ekawati, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Cheung et al. (2006) dalam Cresthyna (2012) memiliki hipotesis
jika perusahaan besar lebih transparan daripada perusahaan kecil.
Alasannya ialah perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih luas
daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar memiliki lebih banyak
sumberdaya untuk menyediakan pengungkapan yang lebih baik daripada
perusahaan kecil. Hipotesis tersebut terbukti dari hasil penelitian Cheung
et al. (2006) yang menyatakan perusahaan besar memiliki kecenderungan
untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan memiliki transparansi
yang lebih.
Oleh karena itu investor bisa mengambil keputusan lebih tepat
bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi.
Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat
earnings management yang lebih rendah daripada perusahaan berskala
kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi
mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena untuk
mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala
kecil mempunyai tingkat earnings management yang lebih tinggi.
2.1.5 Dewan Komisaris
Dewan
komisaris
memegang
peranan
penting
dalam
implementasi good corporate governance karena merupakan inti dari
good
corporate
governance
yang
bertugas
untuk
menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan. Untuk menjamin pelaksanaan good
corporate governance diperlukan anggota dewan komisaris yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki integritas, kemampuan tidak cacat hukum dan tidak
memiliki hubungan bisnis ataupun hubungan lainnya dengan
pemegang saham pengendali (mayoritas) baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak
memberikan manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta bahwa banyak
anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat
menunjukkan independensinya.
Menurut Haniffa and Cooke (2002) dalam Cresthyna (2012),
komposisi dewan independen dikenal sebagai “proporsi dewan
komisaris dari luar perusahaan terhadap jumlah total dewan
komisaris” yang biasa disebut dengan komisaris independen (Ezat dan
Masry, 2008 dalam Cresthyna 2012).
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang
tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan
terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota
Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004).
Bapepam-LK mewajibkan pengungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan publik mengenai proesedur penetapan dan
besarnya remunerasi anggota dewan komisaris. Kewajiban ini diatur
dalam
peraturan
Bapepam-LK
No.X.K.6
tentang
Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik.
Dewan komisaris merupakan kunci perusahaan yang memiliki
pengaruh penting terhadap pengelolaan perusahaan. Dewan komisaris
Universitas Sumatera Utara
bertugas mengawasi para bawahannya seperti direksi, direktur dan
para manajer dalam mengurus dan mengelola perusahaan. Untuk itu,
dibutuhkan remunerasi yang sesuai dan memadai bagi dewan
komisaris agar fungsi dari dewan komisaris dapat berjalan secara
efektif.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil pengujian dari para penelitian terdahulu dapat
dilihat dari Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama peneliti
Judul
Muhammad Maruf Pengaruh Good Corporate
(2006)
Governance terhadap
Manajemen Laba pada
perusahaan Go publik yang
terdaftar di BEJ
Deni Darmawati
(2003)
Variabel Penelitian
Manajemen Laba,
kepemilikan
manajerial, proporsi
dewan komisaris,
komite audit
Kesimpulan penelitian
Good Corporate Governance tidak
berpengaruh signifikan terhadap
Manajemen Laba,
Mekanisme GCG
Corporate Governance dan
Manajemen Laba : Suatu Studi (pelaksanaan RUPS,
kualitas dewan
Empiris
Rudi Isnanta (2007) Pengaruh Good Corporate
Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap
Manajemen Laba dan Kinerja
Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Hanya satu variabel dalam
mekanisme GCG, yaitu kualitas
hubungan perusahaan dengan
komisaris, kualitas
stakeholders yang berhubungan
komite audit, kualitas negatif dengan praktik manajemen
hubungan
laba.
stakeholders,
transparansi dan
akuntabilitas,
kepemilikan saham
oleh investor
institusional)
Manajemen Laba,
Good Corporate Governance tidak
struktur kepemilikan, berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan
Manajemen Laba, tetapi
berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
Marihot Nasution
Pengaruh Corporate Governance Komposisi dewan
dan Doddy Setiawan terhadap Manajemen Laba di
komisaris, ukuran
(2007)
industri perbankan Indonesia
dewan komisaris,
komite audit, ukuran
perusahaan
(1) komposisi dewan komisaris dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba
(2) komite audit berpengaruh
signifikan terhadap manajemen
laba
Universitas Sumatera Utara
Nama peneliti
Nuryaman (2008)
Judul
Konsentrasi Kepemilikan,
Ukuran Perusahaan, dan
Mekanisme Corporate
Governance terhadap
Manajemen Laba
Variabel Penelitian
Konsentrasi
kepemilikan, ukuran
perusahaan, dan
mekanisme GCG
(komposisi dewan
komisaris dan
spesialisai industri
KAP)
Kesimpulan penelitian
(1)Konsentrasi kepemilikan dan
ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap manajemen
laba
(2) komposisi dewan komisaris dan
spesialisasi industri KAP tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Muh. Arif Ujiyantho Mekanisme Corporate
dan Bambang Agus Governance, Manajemen Laba
Pramuka (2007)
dan Kinerja Keuangan
Manajemen
laba,kinerja
keuanagan,kepemilika
n institusional,
kepemilikan
manajerial,
keberadaan komisaris
independen, ukuran
dewan komisaris
Kepemilikan institusional tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba,
keberadaan komisaris independen
berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba, ukuran
dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba, secara simultan kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajerial, keberadaan komisaris
independen, dan ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen
laba
Nurleni
Simamora(2011)
Analisa Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bei
Manajemen
good corporate governance
laba,kepemilikan
(kepemilikan institusional, ukuran
institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan
dewan komisaris,
komisaris independen, dan
proporsi dewan
proporsi komite audit) tidak
komisaris independen, memberi pengaruh signifikan
dan proporsi komite terhadap tindakan manajemen
audit
laba.
Restie Ningsaptiti
(2010)
analisis Pengaruh Ukuran
Perusahaan dan Mekanisme
Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba
manajemen laba,
ukuran perusahaan,
konsentrasi
kepemilikan saham,
komposisi anggota
dewan komisaris,
spesialisasi industri
KAP, dan komposisi
komite audit.
ukuran perusahaan dan semua
variabel corporate governance
memiliki pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba
Universitas Sumatera Utara
Maruf (2006) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Good
Corporate Governance terhadap motivasi manajemen laba perusahaan
go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris dan komite audit. Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Penelitian ini
dilakukan terhadap 78 perusahaan go public. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba tetapi proporsi dewan komisaris dan komite
audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Darmawati (2003) yang
menggunakan variabel berupa pelaksanaan RUPS, kualitas dewan
komisaris, kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders,
transparansi dan akuntabilitas, kepemilikan saham oleh investor
institusional menemukan hasil penelitian yang menyatakan bahwa
hanya kualitas hubungan stakeholders yang memiliki pengaruh negatif
terhadap manajemen laba.
Ningsaptiti (2010) meneliti pada perusahaan manufaktur
dengan jumlah sampel 111 sampel dengan tahun penelitian 20062008. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan
dan semua variabel dari corporate governance memiliki pengaruh
signifikan terhadap manjemen laba. Isnanta (2007) melakukan
penelitian mengenai Pengaruh Good Corporate Governance dan
Struktur Kepemilikan terhadap manajemen laba dan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur
kepemlikan, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan
komite audit. Variabel proporsi dewan komisaris dan komite audit.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
manajemen laba dan kinerja perusahaan. Penelitian ini dilakukan
terhadap 51 perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur
dengan tahun pengamatan 2003-2006. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
manajemen laba juga sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti.
Hasil penelitian yang dilakukan Nasution dan Setiawan (2007) pada
industri perbankan selama tahun pengamatan 2000-2004 menunjukkan
bahwa
komposisi dewan komisaris dan ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, komite audit
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Nuryaman (2008)
meneliti
Konsentrasi
Kepemilikan,
Ukuran
Perusahaan,
dan
Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dengan
menggunakan variabel Konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan,
dan mekanisme GCG (komposisi dewan komisaris dan spesialisai
industri KAP), hasilnya Konsentrasi kepemilikan dan ukuran
Universitas Sumatera Utara
perusahaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen
laba
sedangkan komposisi dewan komisaris dan spesialisasi industri KAP
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam penelitiannya terhadap
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2001-2004
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan
kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Sedangkan Simamora (2011) meneliti tentang kepemilikan
institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
independen, dan proporsi komite audit terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan, hasil penelitiannya yaitu good corporate
governance (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris,
proporsi dewan komisaris independen, dan proporsi komite audit)
tidak memberi pengaruh signifikan terhadap tindakan manajemen
laba.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan kerangka
pemikiran yang utuh dalam rangka mencari jawaban-jawaban ilmiah
terhadap masalah-masalah penelitian yang menjelaskan tentang
variabel-variabel, hubungan antara variabel-variabel secara teoritis
Universitas Sumatera Utara
yang
berhubungan
kebenarannya
dapat
dengan
hasil
diuji
secara
penelitian
empiris
terdahulu
(Iskandar,
yang
2008).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kerangka konseptual dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel independen
adalah pengungkapan corporate governance, ukuran perusahaan, dan
dewan komisaris. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah
manajemen laba.
Tujuan dari good corporate governance adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila good corporate governance dalam dapat berjalan dengan baik
maka dapat meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan, kemudian kemungkinan terjadinya manajemen laba yang
dapat memberikan keuntungan pribadi sangat kecil sehingga dapat
menarik investor lainnya untuk menanamkan investasinya di
perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan (firm size) merupakan proksi dari kekuatan
finasial. Ukuran perusahaan merupakan proksi untuk tahap perusahaan
dalam business cycle. Size merupakan ukuran perusahaan yang
diperoleh melalui natural log dari total asset.
Peranan dewan komisaris juga akan memberikan pengaruh
terhadap manajemen laba karena dewan komisaris mengawasi
penyeimbangan kepentingan manajemen. Pemberian tugas dan
wewenang kepada dewan direksi untuk mengelola perusahaan dari
rapat umum pemegang saham mengakibatkan seluruh pengelolaan
perusahaan dilakukan oleh dewan direksi. Oleh karena itu, agar dewan
direksi tidak melampaui wewenang dalam menjalankan tugasnya,
diperlukan pengawasan. Tugas dan wewenang untuk mengawasi
dewan direksi dalam mengelola perusahaan diberikan kepada dewan
komisaris oleh para pemegang saham dalam rapat umum pemegang
saham.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa:
1. H1 adalah Corporate Governance
memiliki pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
2. H2 adalah ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
3. H3 adalah dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
4. H4 adalah Corporate Governance, ukuran perusahaan, dan dewan
komisaris secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Universitas Sumatera Utara